• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Latar Belakang

Restorasi gigi pada perawatan endodonti yang mengabaikan integritas dari struktur akar gigi yang tersisa menyebabkan saluran akar rentan fraktur karena dinding saluran akar yang tersisa menjadi lebih tipis.1 Preparasi gigi yang dibutuhkan pada perawatan endodonti berpengaruh pada kerapuhan gigi karena kekurangan komposisi air dan kehilangan dentin. Kerusakan dan fraktur gigi adalah masalah yang mungkin terjadi akibat kelemahan dari struktur gigi nonvital.2,3 Beberapa penelitian menemukan kegagalan restorasi pulpa dengan pasak lebih tinggi dibanding restorasi pada gigi vital. Beberapa penyebab utama kegagalan adalah karies rekuren, kegagalan perawatan endodonti, penyakit periodontal, kesalahan peletakan pasak, kegagalan sementasi, pemisahan pasak dan inti, pemisahan mahkota dan inti, kehilangan retensi pasak, fraktur inti, kehilangan retensi mahkota, distorsi pasak, fraktur pasak, fraktur gigi, dan fraktur akar.4

Pasak telah digunakan untuk restorasi pada perawatan endodonti lebih dari 100 tahun dan dibutuhkan untuk merestorasi gigi dan memberikan retensi dan resisten pada inti, stabilisasi koronaradikuler, dan digunakan pada gigi yang kehilangan lebih dari setengah struktur mahkota. Struktur fisik pasak harus semirip mungkin dengan struktur gigi, memiliki kemampuan berikatan dan biokompatibel. Pasak juga harus mudah dibongkar dari saluran jika perlu dilakukan retreatment dalam kasus yang gagal, untuk melindungi gigi dari fraktur yang berkelanjutan. Tujuan utama dari restorasi setelah perawatan endodonti adalah membangun sebuah restorasi yang dapat menjaga struktur gigi ketika mendistribusikan tekanan oklusal.5 Sistem pasak yang ideal harus dapat menggantikan struktur gigi juga memberikan retensi yang adekuat dan menyokong inti, memberikan retensi pada restorasi saat transfer tekanan oklusal selama aktivitas fungsional dan parafungsional untuk mencegah fraktur. Ikatan adhesif memberi retensi lebih, yang akan meningkatkan distribusi tekanan dan memperkuat gigi.3,5

struktur gigi yang menyebabkan tekanan berpusat pada akar yang kurang kuat sehingga berpotensi mengalami fraktur. Pasak metal dan pasak buatan pabrik membutuhkan pembuangan undercut untuk insersi dan adaptasi ke saluran akar. Pembesaran saluran akar ini sebagai persiapan selama dan sesudah prosedur endodonti mengharuskan pembuangan dentin untuk akses saluran akar. Pengurangan ini menyebabkan kerapuhan struktur gigi dan memungkinan terjadi fraktur akar horizontal dan vertikal.3,5 Korosi pada pasak metal menyebabkan pasak menjadi lebih rentan fraktur dan pada akhirnya dapat menjadi penyebab fraktur akar.4 Torabi dan Fattahi pada tahun 2009 melakukan penelitian yang membandingkan pasak dan inti dari metal tuang dan fiber pada 50 gigi premolar pertama mandibula. Hasilnya menunjukkan pada pasak dan inti metal tuang memiliki angka fraktur tertinggi dengan pola fraktur yang tidak dapat diperbaiki (irrepairable) dibandingkan pada pasak customized dari pita polyethylene fiber hampir seluruhnya fraktur dapat diperbaiki (repairable).3

Pasak Fiber Reinforced Composite (FRC) diperkenalkan di kedokteran gigi sekitar 15 tahun yang lalu, dan ditanamkan dalam resin. Pasak buatan pabrik diperkenalkan dan ditemukan memiliki keunggulan dari pasak metal. Pasak ini lebih memiliki nilai estetik, dapat berikatan baik dengan dentin dan material inti dan mempunyai modulus elastisitas yang hampir sama dengan dentin, dapat mengabsorbsi tekanan sehingga dapat melindungi akar dari fraktur . Jika retreatment dibutuhkan fiber reinforced composite lebih mudah dibongkar dari saluran akar dibanding sistem pasak lain.2-4

Dua jenis Fiber Reinforced Composite adalah pasak buatan pabrik yang terbuat dari serat carbon, glass atau quartz , dan belakangan dikembangkan pasak customized yang terbuat dari pita polyethylene woven reincforced fiber.3,4,6 Pasak buatan pabrik memiliki kekuranan seperti masih memerlukan preparasi dentin yang dapat mengakibatkan struktur gigi yang tersisa menjadi lebih rapuh.2,4 Hal ini dipertegas dengan adanya penelitian oleh Kivanc dkk pada tahun 2009 yang membandingkan ketahanan fraktur pada sistem pasak fiber post dengan ketebalan dentin akar 2 mm, 1,5 mm dan 1 mm, didapatkan kelompok gigi dengan ketebalan dentin akar 2 mm lebih rentan terhadap fraktur dibandingkan dua kelompok yang lainnya.7 Pembuangan struktur gigi dilakukan dengan tujuan untuk mencocokkan konfigurasi dari pasak yang telah dipilih agar tercapai adaptasi yang optimal. Oleh karena itu, pasak buatan pabrik

akan memiliki adaptasi dan fungsi yang optimal jika digunakan pada saluran akar yang bulat dan kontraindikasi pada saluran akar yang tidak teratur karena tidak dapat beradaptasi dengan baik dan membutuhkan ketebalan resin semen.2,4

Belakangan ini, penelitian tentang penggunaan sistem pasak fiber reinforced yang menggunakan pita Ultra High Moleculer Weight Polyethylene (UHMWPE) semakin meningkat. Sebagai serat yang dapat berikatan, serat ini dapat digunakan untuk membangun pasak dan inti, dan dapat beradaptasi ke dinding saluran akar karena dapat mengikuti bentuk saluran akar tanpa membutuhkan pelebaran saluran akar, sehingga indikasi pada saluran akar yang bulat maupun oval. Serat ini diharapkan dapat membentuk kesatuan dentin-pasak-inti agar dapat lebih baik dalam mendistribusikan tekanan sepanjang akar dan menghilangkan resiko fraktur.2,8 Turker dkk pada tahun 2007 mengevaluasi 42 gigi dengan sistem pasak customized dari bahan pita polyethylene fiber ribbon-reinforced resin composite pada 28 pasien dalam kurun waktu 10-73 bulan, hanya ditemukan satu kegagalan perlekatan antara dentin dengan semen resin setelah pemakain selama 11bulan dan tidak ada ditemukan karies atau perubahan patologi pada gigi lainnya.9

Fraktur yang terjadi di atas cementoenamel junction dan tulang alveolar lebih menguntungkan karena masih dapat diperbaiki dengan membangun restorasi yang baru pada struktur gigi yang tersisa. Fraktur pada pasak dan akar gigi di bawah tulang alveolar sangat tidak menguntungkan karena tidak dapat dilakukan retreatment.Fragou dkk pada tahun 2012 menemukan bahwa dari sistem pasak glass fiber dengan dan tanpa preparasi ferrule, didapatkan persentase dari pola fraktur yang repairable lebih tinggi pada kelompok dengan preparasi ferrule dibandingkan kelompok tanpa preparasi ferrule.10

Ferrule itu sendiri dapat diartikan sebagai kerah vertikal di daerah gingival yang dihasilkan dari sebuah preparasi pada servikal mahkota. Kerah yang memeluk servikal akar ini dapat menambah retensi dan dapat melindungi akar dari fraktur. Dengan keuntungan utama dari ferrule ini menambah resistensi dan ketahanan (umur pasak).6 Zicari dkk pada tahun 2012 dari penelitiannya secara in vitro pada 40 gigi premolar maksila berakar tunggal yang menggunakan sistem pasak glass fiber dengan preparasi ferrule dan tanpa preparsi ferrule, mendapatkan kelompok sistem pasak dengan preparasi ferrule memiliki ketahanan fraktur yang tertinggi sehingga

disimpulkan efek ferrule sangat signifikan dalam meningkatkan ketahanan fraktur tanpa melihat aspek penggunaan sistem pasak.11 Kedua penelitian tersebut melakukan penelitian menggunakan sistem pasak glass fiber yang merupakan pasak buatan pabrik. Sampai saat ini belum ada yang melakukan penelitian tentang pengaruh preparasi ferrule pada gigi yang direstorasi dengan sistem pasak customized dari pita polyethylene reinforced fiber terhadap ketahanan fraktur.

Peningkatan penggunaan resin komposit sebagai material restorasi posterior menjadi perhatian dalam kemajuan teknologi di kedokteran gigi. Ini merupakan kelanjutan dari pengembangan inovasi pada bonding system, material restorasi, dan desain preparasi yang konservatif.12. Dibandingkan material ceramic, resin komposit ini memiliki tingkat penggunaan material yang rendah dan sisa enamel yang sedikit. Attia dkk pada tahun 2006 pada penelitiannya menyimpulkan bahwa resin komposit inderect dan ceramic crown memiliki rata-rata ketahanan fraktur yang tidak signifkan perbedaannya.13 Dan pada penelitiannya Plotino dkk pada tahun 2008 membandingkan ketahanan fraktur restorasi resin komposit direct dan indirect, disimpulkan bahwa ketahanan fraktur restorasi resin komposit direct tidak signifikan perbedaannya dibanding restorasi resin komposit indirect dikarenakan sistem adhesif pada resin komposit direct memberikan kekuatan bonding yang lebih kuat dan lebih diunggulkan dari restorasi resin komposit indirect karena memelihara struktur gigi yang tersisa. Selain itu pola fraktur yang didapat setelah uji tekan juga menunjukkan tidak ada perbedaan dengan pola fraktur dari kelompok gigi utuh yang dipakai sebagai kelompok kontrol.12

Dari uraian diatas, peneliti ingin mengetahui apakah ada pengaruh pembuatan preparasi ferrule dan tanpa preparasi ferrule pada sistem pasak customized dari pita polyethylene reinforced fiber terhadap ketahanan fraktur dan pola fraktur (penelitian in vitro).

Dokumen terkait