• Tidak ada hasil yang ditemukan

Setelah dilakukan uji fraktur pada kelompok sistem pasak customized tanpa prearasi ferrule dan kelompok sistem pasak customized dengan preparasi ferrule, diperoleh data hasil pengukuran fracture resistance dalam satuan kgf (kilogram force) yang kemudian dikonversikan ke dalam satuan newton. Dan rata-rata ketahanan fraktur pada kedua kelompok dapat dilihat pada grafik 1.

Gambar 16. Grafik nilai rata-rata load (dalam Newton) dan standart deviasi pada kelompok sistem pasak Polyethylene Reinforced Fiber (PFR) tanpa ferrule dan dengan ferrule

Pada grafik diatas didapat bahwa rata-rata ketahanan fraktur gigi pada kelompok sistem pasak customized dengan preparasi ferrule lebih tinggi dibandingkan kelompok sistem pasak customized tanpa preparasi ferrule.

0 200 400 600 800 1000 1200 1400

sistem pasak PRF tanpa ferrule sistem pasak PRF dengan ferrule

Mean Std. Deviasi

Untuk mengetahui perbedaan fracture resistance pada kelompok perlakuan, digunakan uji T-Independent dengan derajat kemaknaan α = 0,05. Hasil uji T-Independent dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Uji T-Independent ketahanan fraktur pada kelompok sistem pasak customized tanpa ferrule dan sistem pasak customized dengan preparasi ferrule

Fracture Resistance Kelompok N X ± SD (Newton) P 0,151 A 16 983,17 ± 297,97 B 16 1190,70 ± 477,95

Keterangan : A : sistem pasak polyethylene fiber reinforced tanpa ferrule B : sistem pasak polyethylene fiber reinforced dengan ferrule

Berdasarkan tabel 1 di atas diperoleh bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata ketahanan fraktur pada kelompok sistem pasak tanpa ferrule dan sistem pasak dengan ferrule yang dapat dilihat dari p>0,05.

Setelah dilakukan uji fraktur, dilakukan pengamatan terhadap pola fraktur yang terjadi dan distribusi pola fraktur pada kedua kelompok perlakuan dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Pola fraktur pada kelompok sistem pasak customized tanpa preparasi ferrule dan sistem pasak customized dengan preparasi ferrule

Kelompok Pola fraktur repairable Pola fraktur irepairable Fraktur mahkota Fraktur mahkota

dan inti

Fraktur akar

A 1 4 11

B 10 4 2

Keterangan : A : sistem pasak polyethylene fiber reinforced tanpa ferrule B : sistem pasak polyethylene fiber reinforced dengan ferrule

Pada tabel 2 dapat dilihat pola fraktur yang terjadi pada masing-masing kelompok perlakuan. Pada kelompok A, dari 16 sampel terdapat 5 sampel dengan pola

repairable dan 11 sampel pola irrepairable. Pada kelompok B, dari 16 sampel terdapat 14 sampel fraktur repairable dan 2 sampel fraktur irrepairable.

Gambar 17. (a) fraktur pada mahkota, (b) fraktur pada inti, (c) fraktur pada servikal akar

Gambar 18. Grafik presentase pola fraktur pada kelompok sistem pasak Polyethylene Fiber Reinforced (PFR) tanpa ferrule dan dengan ferrule

Grafik di atas menunjukkan persentase pola fraktur repairable yang tertinggi dimiliki oleh kelompok sistem pasak dengan preparasi ferrule yaitu 87,5% dan sisanya 12,5% pola fraktur irrepairable, sedangkan pada kelompok sistem pasak tanpa preparasi ferrule yaitu 31,25% dan sisanya 68,75% pola fraktur irrepairable.

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

sistem pasak PFR tanpa ferrule sistem pasak PFR dengan ferrule irrepairable repairable 31,25% 87,5%

a b c

Untuk mengetahui pendistrubusian pola frakur repairable pada kedua kelompok dilakukan uji Chisquare dengan derajat kemaknaan α = 0,05. Hasil uji statistik ini dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil uji statistik distribusi pola fraktur repairable pada kelompok sistem pasak tanpa preparasi ferrule dan sistem pasak dengan preparasi ferrule

Kelompok Repairable (%) P

A 31,25% 0,134

B 87,5% 0,003

Keterangan : A : sistem pasak polyethylene fiber reinforced tanpa ferrule B : sistem pasak polyethylene fiber reinforced dengan ferrule

Berdasarkan hasil uji statistik terhadap pola fraktur kedua kelompok perlakuan diperoleh nilai p<0,05 pada kelompok sistem pasak dengan preparasi ferrule. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari preparasi ferrule terhadap pola fraktur repairable.

BAB 5 PEMBAHASAN

Penelitan ini dimulai dengan menyeleksi gigi premolar mandibula untuk mengontrol keadaan seluruh sampel dengan menetapkan beberapa kriteria yaitu memiliki satu saluran akar, panjang gigi dan ukuran mahkota gigi yang tidak berbeda seacara ekstrim, tidak terdapat karies pada akar, dan konfigurasi anatomi orifisi yang berbentuk bulat. Premolar mandibula digunakan pada penelitian ini karena gigi ini lebih mudah untuk diperoleh di praktek dokter gigi. Selain itu, gigi premolar mandibula baik untuk dilakukan sistem pasak-inti karena memilki saluran akar yang cukup lebar untuk meneriam restorasi pasak.24

Pembuangan mahkota sampai cervical enamel junction pada sampel kelompok yang tidak menggunakan ferrule dan pembuangan mahkota sampai batas 2 mm di atas cervical enamel junction sebagai ferrule effect pada sampel kelompok yang menggunakan ferrule. Penanaman balok akrilik dilakukan sebagai penyesuaian gigi di dalam tulang alveolar. Permukaan oklusal pada mahkota yang dibuilt-up dipreparasi dengan menggunakan bur khusus untuk menyerupai permukaan oklusal mahkota gigi premolar mandibula.

Dari hasil yang diperoleh setelah dilakukan proses uji tekan pada kedua kelompok, didapat bahwa rata-rata kekuatan kelompok sistem pasak polyethylene reinforced fiber dengan ferrule lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok sistem pasak polyethylene tanpa ferrule. Tetapi perbedaan ini tidak bermakna secara statistik, ini dapat dilihat dari hasil uji T-Independent pada kedua kelompok perlakuan tidak terdapat perbedaan yang signifikan yang ditunjukkan dengan p>0,05. Hal ini menunjukkan bahwa preparasi ferrule pada sistem pasak polyethylene reinforced fiber tidak berpengaruh terhadap ketahanan fraktur.

Sebagai satu kesatuan restorasi pasca perawatan endodonti dengan sistem pasak polyethylene reinforced fiber ada empat bagian yang perlu diperhatikan yaitu mahkota, core, pasak dan struktur gigi yang tersisa,32,33 Kesatuan restorasi ini termasuk ke dalam sistem monoblocks tipe ketiga.33 Dan perbedaan yang tidak signifikan ini mungkin terjadi akibat beberapa faktor pada keempat bagian ini.

Pada penelitian ini loading angle yang digunakan pada saat tekanan oklusal diberikan adalah sebesar 0ºdari axial axis gigi. Tekanan oklusal yang diberikan parelel terhadap longitudinal axes gigi dan menghasilkan tekanan kedua arah, tekanan pertama prepedicular cuspal slape dan yang kedua parallel cuspal slape. . Pendistribusian tekanan lebih cenderung ke antara sisa jaringan dentin yang tersisa dan material restorasi.22 Sedangkan pada penelitiannya Zicari memberikan tekanan dengan loading angle sebesar 135° dan Frogou sebesar 45º dari axial gigi, tekanan yang prependicular ke sisi cuspal ini meneruskan tekanan prependicular cuspal slape dan mensimulasikan tekanan pada saat pengunyahan dengan sangat baik.

Core dalam penelitian ini terdiri dari material resin komposit dan pita polietylene, berbeda dari penelitian Zicari dan Frogou yang terdiri dari resin komposit dan fiber glass. Pita polyethylene selain memberikan efek reinforced pada resin komposit pembentuk core juga dapat mendistribusikan tekanan oklusal dengan sangat baik dikarenakan modulus elastisitasnya yang sudah menyerupai dentin. Hal ini berbeda dengan penelitian Zicari dan Frogou dimana fiber glass yang membentuk inti yang masih kaku dengan modulus elastisitas yang masih tinggi menyebabkan tekanan oklusal tidak terdistribusi normal sehingga resiko rotasi pada inti sangat besar.

Kerapuhan juga terjadi pada gigi yang dipakai sebagai sampel penelitian ini karena gigi yang dipakai adalah gigi nonvital yang telah kehilangan kandungan air yang cukup banyak. Hal ini bisa berdampak pada kekuatan fisik struktur gigi yang tersisa karena kandungan air pada struktur gigi berpengaruh pada viscoelasticity dentin, kemampuan untuk mengabsorbsi tekanan, dan distribusi tekanan sepanjang struktur gigi.32

Sistem pasak customized dari pita polyethylene yang digunakan pada penelitian menyebabkan diameter pasak yang didapat sama dengan diameter saluran akar. Berbeda dengan sistem pasak pada penelitian Zicari dan Frogou yang menggunakan pasak pabrikan sehingga diamater pasak yang digunakan relatif lebih besar dari diameter pasak customized pada penelitian ini. Peningkatan diameter dari pasak juga dapat meningkatkan stress pada dentin yang tersisa, hal ini dikarenakan semakin besar diameter pasak berarti semakin besar juga pembesaran yang diakukan pada saluran akar.32 Akan tetapi tidak dikontrolnya besar saluran akar pada sampel yang digunakan pada penelitian ini juga menyebabkan diameter pasak yang dihasilkan tidak seragam.

Bentuk pasak customized dari pita polyethylene yang dihasilkan pada penelitian ini juga mengikuti bentuk saluran akar yang meruncing dibagian apeks. Pita polyethylene dengan kekuatan ultrahigh ini berbentuk anyaman yang juga dapat menambah kekerasan pada polymer matrix sehingga berperan sebagai crack-stopper.6 Berbeda dengan sistem pasak pada penelitian Zicari dan Frogou yang menggunakan pasak pabrikan berbentuk batangan yang cenderung mendistribusikan tekanan secara pasif.32

Adhesi pada sistem pasak customized dari pita polyethylene ini didapat lebih kompleks dan relatif sempurna dibanding sistem pasak yang digunakan pada penelitian Zicari dan Frogou. Pada pasak customized dengan pita polyethylene perlekatan adhesi yang didapat terjadi dari segala arah, akan tetapi banyak hal yang pada penelitian ini yang menyebabkan perlekatan adhesi yang dihasilkan kurang maksimal. Penelitian ini menggunakan larutan NaOCl 5% sebagai larutan irigasi. Larutan ini memiliki sifat oksidasi yang kuat sehingga akan menimbulkan masalah ketika digabungkan dengan bahan berbasis resin. Proses oksidasi dari NaOCl meninggalkan lapisan yang kaya akan oksigen bebas pada permukaan dentin yang dapat menggangu polimerisasi semen resin yang secara signifikan dapat mengurangi kekuatan perlekatan dan meningkatkan celah mikro.22 NaOCl merupakan bahan kimia yang sangat reaktif dan akan memberikan efek yang buruk pada saluran akar jika digunakan dengan konsentarsi yang tinggi. Efek yang tidak menguntungkan ini berdampak pada kekuatan fisik seperti flexual strength, modulus eastisitas, dan microhardness dentin. Hal ini dapat terjadi dikarenakan NaOCl mempengaruhi struktur organik dan inorganik dari dentin.32

Selain itu sealer yang digunakan dalam penelitian ini berbasis resin sehingga sulit dalam pembersihannya. Besar kemungkinan sealer ini tertinggal di dalam saluran akar akibat dari pembersihan yang kurang maksiamal akan berdampak pada penurunan kekuatan perlekatan terhadap dentin dan penelitian ini memiliki kelemahan pada hasil obturasinya karena tidak dilakukan rontgen foto untuk mengetahui kepadatan obturasi pada saluran akar. Preparasi saluran akar juga dikotrol dimana IAF setiap sampel dimulai dengan K-file no.#15 kemudian dilakukan preparasi step back sampai file no.#45. Hal ini dilakukan untuk menyamakan perlakuan pada seluruh sampel, tetapi secara teori, gigi dengan satu saluran akar memiliki ukuran saluran akar yang cukup besar sehingga kemungkinan IAF yang digunakan adalah bukan IAF yang sebenarnya,

dan hal ini menyebabkan hasil preparasi yang tidak baik. Bentuk saluran akar yang halus sangat diharapkan untuk mengurangi tekanan pada daerah yang menjadi konsentrasi tekanan.32

Selain dari prosedur restorasi faktor dari dentin itu sendiri juga menyulitkan perlekatan adhesi. Dentin merupakan jaringan yang lebih kompleks dibandingkan dengan email sehingga perlekatan terhadap permukaan dentin akan lebih sulit dibanding perlekatan terhadap email meskipun dentin telah dietsa. Email merupakan jaringan yang hampir termineralisasi secara sempurna, sedangkan dentin merupakan jaringan hidup yang terdiri dari komponen inorganik (45% volume), komponen organik (33% volume), dan air. Komposisi organik substrat dentin memiliki struktur ultra tubulus yang lembab dan heterogen. Variasi tingkat mineralisasi dan adanya cairan pada tubulus dentin ini yang menghalangi perlekatan adhesif dengan permukaan dentin.25

Tabel 4. Modulus Elastisitas Beberapa Dental Material31 Dental Material Modulus Elastisitas

Stainless Steel Ceramic Titanium Gold Amalgam Dentin Fiber Post 200 GPa 200 Gpa 110 GPa 77 GPa 35 GPa 20 GPa 18 GPa

Elastisitas dari pasak glass fiber yang digunakan Zicari dan Frogou pada penelitiannya masih lebih tinggi dari modulus elastisitas dentin. Modulus elastisitas yang lebih tinggi dari dentin ini akan menyebabkan stress yang lebih tinggi pada jaringan akar gigi yang tersisa.4 Hal ini dikarenakan pasak tidak dapat mendistribusikan tekanan dengan baik. Sehingga pada sistem pasak yang beresiko fraktur tinggi, ferrule yang memiliki efek anti rotasi pada daerah inti, memberikan pengaruh yang signifikan pada ketahanan fraktur sistem pasak tersebut saat tekanan oklusal diberikan. Sedangkan sistem pasak dari pita polyethylene sudah merupakan restorasi dengan sistem monoblocks yang cukup sempurna. Dimana seluruh material yang membentuk satu kesatuan restorasi ini, mulai dari mahkota, inti dan pasak dibentuk oleh material yang memiliki modulus elastisitas yang menyerupai dentin sehingga menjadi restorasi yang

homogenous. Distribusi tekanan yang diterima restorasi ini dapat dilakukan dengan sangat baik dan merata ke seluruh struktur gigi yang tersisa.33 Selain itu serat dengan efek reinforced ini juga meningkatkan kekuatan resistensi kesatuan restorasi ini dari fraktur sehingga pengaruh efek ferrule tidak signifikan pada sistem pasak customized dengan pita polyethylene reinforced fiber.

Pada penelitian Zicari dan Frogou yang menggunakan pasak pabrikan memerlukan pembuangan dinding saluran akar untuk mendapatkan tempat untuk pasak. Pembuangan ini jelas akan menyebabkan dinding saluran akar semakin tipis dan semakin rentan fraktur. Kehadiran ferrule di atas CEJ juga berarti bahawa masih terdapat struktur gigi di atas CEJ sehingga dengan kata lain pada kelompok non ferrule struktur jaringan gigi lebih sedikit dan gigi lebih rentan fraktur.7 Kehadiran ferrule sangat signifikan membantu meningkatkan resistensi terhadap fraktur pada gigi yang telah mengalami kehilangan struktur gigi yang banyak. Sedangkan pada penelitian ini, preparasi pada saluran akar yang dilakukan hanya untuk membersihkan dinding saluran akar dari jaringan pulpa, bakteri dan smear layer pada dinding saluran akar sehingga dinding akar tidak mengalami peningkatan resiko fraktur pada sistem pasak ini. Akan tetapi pada penelitian ini ketebalan dinding saluran akar juga tidak seragam karena tidak adanya pengontrolan pada ketebalan dinding saluran akar dari sampel yang digunakan.

Dari proses uji tekan juga bisa menyebabkan perbedaan yang tidak signifikan ini. Pada penelitian ini alat uji tekan yang digunakan adalah universal testing mechine yang memberikan static load dan hanya menggambarkan tekanan oklusal saat oklusi intrinsik. Untuk menganalisis kemampuan material dari sistem restorasi sepanjang proses penggunaannya dengan lebih dibutuhkan fatigue and thermomechanical cycling test workstation yang memberikan dinamic load sehingga didapat simulasi tekanan pengunyahan yang lebih baik. Selain itu mesin uji ini juga disertai saliva buatan dengan suhu 37ºC yang memberikan simulasi rongga mulut relatif sempurna. Bentuk load zig yang digunakan pada penelitian ini memilki penampang yang besar, sedangkan untuk memusatkan stress pada satu area dibutuhkan zig yang bulat dan tajam.22 Dan permukaan akar dari sampel penelitian ini tidak dilapisi terlebih dahulu dengan elastometric impression material sebelum ditanam dalam balok akrilik sehingga ligamen periodontal yang memiliki fungsi sebagai shock absorption dan memberikan efek cushioung tidak disimulasi dengan baik.29 Selain itu penanaman sampel ke cetakan

akrilik 2 mm di bawah CEJ juga menyebabkan kelompok tanpa ferrule lebih rentan fraktur dikarenakan struktur gigi yang lebih sedikit.7

Pola fraktur yang dihasilkan setelah uji tekan dilakukan menunjukkan presentase tertinggi dari pola repairable dimiliki oleh kelompok sistem pasak polyethylene reinforced fiber yang menggunkaan ferrule dan dari hasil uji statistik juga menunjukkan hasil yang signifikan. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan oleh Fragou dkk (2012). Hal ini dikarenakan konsentrasi tekanan pada gigi dengan restorasi pasak dan inti akan terpusat pada struktur gigi yang tersisa dan daerah yang terbesar menerima tekanan adalah daerah servikal.29,30,32 Tekanan yang diberikan sepanjang aksial gigi akan ditransfer ke serat-serat polyethylene karena modulus elastisitas pasak polyethylene reinforced fiber telah menyerupai dentin. Selain itu, serat ini memiliki kekuatan ultrahigh dan bentuknya yang berupa anyaman dapat menambah kekerasan pada polymer matrix sehingga berperan sebagai crack-stopper dengan menahan tekanan oklusal yang diterima restorasi agar tidak menjalar ke struktur akar.6 Maka pola fraktur yang terjadi berada di luar daerah akar atau repairable.

Preparasi ferrule menghasilkan sebuah circumferensial pada daerah mahkota yang dapat meningkatkan mechanical resistance restorasi pada daerah tersebut saat tekanan fungsional32 dan dapat menahan pergerakan inti saat restorasi mendapat tekanan oklusal.20 Ketika sebuah restorasi memiliki ferrule, tekanan akan didistribusikan kembali keluar daerah sepertiga korona akar sehingga pola fraktur yang terjadi dapat diperbaiki (repairable). Ketika ferrule tidak ada, tekanan oklusal akan ditahan seutuhnya oleh pasak yang pada akhirnya akan patah dan menyebabkan fraktur akar .10 Hal ini terjadi pada sampel kelompok sistem pasak tanpa ferrule, yang mengalami fraktur akar (irrepairable) tertinggi sedangkan sampel kelompok sistem pasak dengan ferrule memiliki pola fraktur repairable yang tertinggi.

BAB 6

Dokumen terkait