• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Sistem Pasak Customised Dari Pita Polyethylene Reinforced Fiber Dengan Dan Tanpa Preparasi Ferrule Pada Terhadap Ketahanan Fraktur Dan Pola Fraktur Secara In Vitro

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Sistem Pasak Customised Dari Pita Polyethylene Reinforced Fiber Dengan Dan Tanpa Preparasi Ferrule Pada Terhadap Ketahanan Fraktur Dan Pola Fraktur Secara In Vitro"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1

Skema Alur Pikir Deliperi et al (2005) menyatakan bahwa

polyethylene fiber reinforced posts dengan Ultra High Molecular Weight Polyethylene (UHMWP) semakin populer penggunaannya secara klinis karena tidak dibutuhkan pelebaran saluran akar dan mengurangi resiko fraktur.

Ganesh et al (2006) menyatakan bahwa fiber reinforced composites adalah material berbasis resin yang mengandung serat yang bertujuan memperkuat sifat fisiknya, pertama sekali diperkenalkan oleh Smith pada tahun 1960an. Dalam praktek klinis, yang paling sering digunakan adalah Ultra High Molecular Weight Polyethylene (UHMWP) yaitu ribbon yang diperkenalkan di pasaran tahun 1992.

Bitter et al (2007) menyatakan bahwa FRC post menjadi semakin populer untuk restorasi gigi yang dirawat endodonti. Ikatan antara FRC post, luting agent, dan dentin saluran akar menunjukkan hasil yang beragam. Kekuatan ikatan antara FRC post dan semen resin dapat diperkuat dengan menggunakan prosedur pre-treatment yang bervariasi. Kebanyakkan studi klinis menggunakan angka ketahanan gigi yang direstorasi dengan FRC posts memberikan hasil yang lebih baik.

Turker et al (2007) menemukan bahwa pasak dan inti yang terbuat dari bahan pita polyethylene fiber ribbon-reinforced resin composite yang tidak diberikan ferrule pada 42 gigi yang dievaluasi dalam waktu 10-73 bulan, hanya ditemukan satu kegagalan perlekatan antara dentin dengan semen resin.

Bell-Rönnlöf, AML (2007)menyatakan bahwa kuantitas serat pada FRC

mempengaruhi kekuatan dan kapasitas beban karena volume serat di dalam polymer matrix mempengaruhi sifat mekanik FRC.

. Kuantitas serat umumnya berupa kesatuan unit serat yang memiliki satuan berat (Wt%) atau dapat juga dikonversikan ke dalam satuan volume(Vol%).

Torabi et al (2009) menemukan bahwa dari 50 gigi premolar pertama mandibula yng dibuatkan pasak dan inti, cast post and core memiliki angka fraktur tertinggi dibandingkan dengan fiber post.

Booksman et al (2011) menyatakan bahwa pada beberapa tinjauan literatur, bukti-bukti menyimpulkan adanya peralihan trend metal posts menjadi fiber post dikarenakan : fiber post memiliki modulus yang hampir sama dengan dentin (-20GPa) sehingga mengurangi resiko fraktur pada akar ; tidak mudah mengalami aktivitas korosi maupun galvanik ; memiliki estetis yang baik karena bersifat translusen dan tersedia seawarna dengan gigi ; lebih mudah diperbaiki apabila re-trearment dibutuhkan.

Fragou et al (2012) menemukan bahwa dari sistem pasak glass fiber dengan mahkota metal ceramic dan full ceramic dengan dan tanpa preparasi ferrule, didapatkan persentase dari pola fraktur repairable lebih tinggi pada kelompok dengan preparasi ferrule

dibandingkan tanpa preparasi ferrule.

Zicari et al (2012) menemukan bahwa dari 40 gigi premolar maksila berakar tunggal yang menggunakan sistem pasak glass fiber dan tanpa sitem pasak dengan dan tanpa preparsi ferrule, didapatkan kelompok ferrule-tanpa pasak memiliki fracture resistance tertinggi dan tidak signifikan berbeda dengan

(2)

Oleh karena banyaknya kekurangan dari pasak konvensional seperti cast metal posts dan

prefabricated metal post maka diperkenalkanlah fiber post yang terbagi atas prefabricated dan

costumized pita polyethylene fiber reinforced yang mengandalkan ikatan adhesive terhadap permukaan dentin akar. Penelitian Fragou et al (2012) dan Zicari et al (2012) dilakukan dengan menggunakan sistem pasak glass fiber . Sementara itu pengaruh preparasi ferrule pada sistem pasak buatan daripita polyethylene reinforcedfiber terhadap fractureresistance dan pola fraktur belum pernah dilakukan.

Masalah

1. Apakah ada pengaruh sistem pasak buatan dari pita polyethylene reinforced fiber dengan preparasi ferrule dan tanpa preparasi ferrule terhadap fracture resistance (penelitian in vitro)?

2. Apakah ada pengaruh sistem pasak buatan dari pita polyethylene reinforced fiber dengan preparasi ferrule dan tanpa preparasi ferrule terhadap pola fraktur (penelitian in vitro)?

Tujuan

1. Untuk mengetahui pengaruh sistem pasak buatan dari pita polyethylene reinforced fiber dengan preparasi ferrule dan tanpa preparasi ferrule terhadap fracture resistance (penelitian in vitro).

2. Untuk mengetahui pengaruh sistem pasak buatan dari pita polyethylene reinforced fiber dengan preparasi ferrule dan tanpa preparasi ferrule terhadap pola fraktur (penelitian in vitro).

JUDUL

(3)

Lampiran2

Alur Penelitian

Pemotongan mahkota 20 gigi premolar mandibula berakar satu : Kelompok A : 2mm di atas cementoenamel junction

Kelompok B : tepat di cementoenamel junction

Perawatan endodonti

Proses Thermocycling 200 kali putaran pada temperatur 5°C selama 15 detik kemudian pada temperatur 55°C selama 15 detik dengan waktu transfer

selama 5 detik

Uji fraktur dengan menggunakan Torsee’s Universal Testing Machine Kelompok A

Pada 16 gigi tidak dilakukan preparasi ferrule

Pencatatan hasil dari alat pencatat grafik

Kelompok B

Pada 16 gigi dilakukan preparasi

ferrule

Analisis data

Pembuatan restorasi pasak, inti dan mahkota

(4)

Lampiran 3

Data Hasil Pengukuran Ketahanan Fraktur

(5)

Lampiran 4

Hasil Uji Statistik Pengukuran Ketahanan Fraktur pada Gigi yang Dirawat Endodonti dengan Menggunakan Pasak dari Bahan Pita Polyethylene Fiber Reinforced Tanpa dan dengan

Preparasi Ferrule

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Load (Newton) ,094 32 ,200(*) ,960 32 ,278

* This is a lower bound of the true significance. a Lilliefors Significance Correction

Group Statistics

Kelompok

Pengamatan N Mean

Std.

Deviation Std. Error Mean

Load (Newton)

ferrule

16 1190,7056 477,95574 119,48893

(6)

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality

of Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig.

(2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence

Interval of

the Difference

upper lower

Load

(Newton)

Equal variances

assumed 1,865 ,182 1,474 30 ,151 207,53375 140,80831 -80,03518 495,102

Equal variances

not assumed 1,474

25,1

(7)

Lampiran 5.

Hasil Uji Statistik Pengukuran Ketahanan Fraktur pada Gigi yang Dirawat Endodonti dengan Menggunakan Pasak dari Bahan Pita Polyethylene Fiber Reinforced Tanpa dan dengan

Preparasi Ferrule

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

a .354 32 .000 .637 32 .000

a. Lilliefors Significance Correction

Frequencies

nf

Observed N Expected N Residual

r 5 8.0 -3.0

nr 11 8.0 3.0

(8)

f

Observed N Expected N Residual

r 14 8.0 6.0

nr 2 8.0 -6.0

Total 16

Test Statistics

f nf

Chi-Square 9.000a 2.250a

df 1 1

Asymp. Sig. .003 .134

(9)

DAFTAR PUSTAKA

1. Ayna B, Celenk S, Atakul F, Uysal E. Three-year clinical evaluation of endodontically terated anterior teeth restored with a polyethylene fiber-reinforced composite. Aust Dent J 2009 ; 54: 136-40.

2. Deliperi S. Direct fiber-reinforced composite restoration in an endodontically-treated molar:a three-year case report. Op Dent 2008; 209-14.

3. Torabi K, Fattahi F. Fracture resistance of endodontically treated teeth restored by different FRC pasaks : an in vitro study. Indian J Dent Rest 2009; 20(3): 282-7.

4. Terry DA. Restoring the intraradicular space with direct composite resin: fiber-reinforced pasak-and-inti system. PPA ; 6(6): 1-3.

5. Terry DA. Design principles for the direct fiber-reinforced composite resin pasak and inti system. Contemporary Esthetis and Restorative Practice2003; 22-31.

6. Bell-Rönnlöf, AML. Fiber-reinforced composites as root canal pasaks. Thesis. Finland, Turku: departement of Prosthetic Dentistry and Biomaterials Scianca University of Turku 2007: 16-36.

7. Kivanc BH, Alacam T, Ulusoy OIA, Genc O, Gorgul G. Fracture resistance of thin-walled roots restored with different pasak system. Int J Endodont 2009 ; 997-1003.

8. Deliperi S, Bardwell DN, Coiana C. Reconstruction of devital teeth using direct fiber-reinforced composite resins : a case report. J Adesh Dent 2005; 1-7.

9. Turker SB, Akumru HN, Evren B. Prospective clinical trial of polyethylene fiber ribbind-reinforced, resin composite pasak-inti builtup restorations. Int J Prosthodont 2007; 55-6.

(10)

11.Zicari F, Van Meerbeek B, Scotti R, Naert I. Effect of ferrule and post placementon fracture resistance of endodontically treated teeth after fatigue loading. J Dent 2012; 1-9.

12.Plotino G, Buono L, Grande NM, Lamorgese V, Somma F. Farcure Resistance of Endodontically Treaed Molars Restored With Extensive Composite Resin Restoration. J Prosthet Dent 2008; 99: 225-32.

13.Attia A, Abdelaziz KM, Freitag S, Kern M. Fracture Load of Composite Resin and Feldspathic all-Ceramic CAD/CAM Crowns. J Prosthet Dent 2006; 95: 117-23.

14.Schwartz RS, Robins JW. Post placement and restoration of endodontically treated teeth : a literature review. J Endodont 2004 ; 289-301

15.El-Askary FS, Hasehem AAR. The effect of core material and post diameter on fracture load of endodontically treated lower first premolar.

16.Deliperi S, Bardwell DN. Recontruction of nonvital teeth using direct fibre reinforced composite resin: pilot clinical study. J Adhes Dent 2009; 11: 71-8. 17.Sadeghi M.A. Comparison of the fracture resistance of endodontically treated

using three diferent post system. J Dent 2006; 69-7.

18.Glazer B. Endodontic post evaluation from metal to quarrtz. Oral Health 2002; 43-5.

19.Belli S, Eskitascioglu G. Biomechanical properties and clinical use off a polyethylene fibre post-core material. IDSA;8(3): 20-6.

20.Gluskin AH,Ahmad I, Harrera DB. The aesthatic post and core: unifying radicular form and structure. Pract Proced Aesthet Dent 2002;14 (4): 313-21 21.Ganesh M, Tandon S. Versality of ribbond in contemporary dental practice.

Trends Biometer 2006;20(1):53-8.

22.Ferrari, M. fibre posts and endodonticaaly traeted teeth: a compendium of scientific and clinical perspective. Wenddywood: Modern Dentistry Media, 2008 : 15-37.

23.Nazarian A. the progression of dental adhesives.

(11)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian 3.1.1 Jenis penelitian

Eksperimental laboratorium komparatif 3.1.2 Rancangan Penelitian

Posttest only control group design

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

1. Departemen Konservasi Fakultas Kedokteran Gigi USU 2. Laboratorium Pusat Penelitian FMIPA USU

3. Laboratorium Kimia Dasar LIDA USU

3.2.2 Waktu Penelitian : Bulan Februari 2013- Mei 2013

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Penelitian

Gigi-gigi premolar mandibula yang telah diekstraksi untuk keperluan ortodonti. 3.3.2 Sampel Penelitian

Gigi-gigi premolar mandibula yang telah diekstraksi dan diperoleh dari praktek dokter gigi di kotamadya Medan dengan kriteria inklusi sebagai berikut:

1. Mahkota gigi masih utuh 2. Tidak ada karies pada akar

3. Berakar satu dan memiliki satu saluran akar 4. Apeks gigi telah tertutup sempurna

(12)

Besar sampel ditentukan berdasarkan rumus frederer pada dua kelompok berikut perhitungannya :

(t-1)(r-1) ≥ 15 (2-1)(r-1) ≥ 15

1(r-1) ≥ 15

r-1 ≥ 15

r ≥ 16

Kelompok A : sampel yang dilakukan preparasi ferrule 2 mm dari CEJ selanjutnya dilakukan perawatan endodonti dan kemudian dilakukan peletakkan pasak polyethylene fiber reinforced dengan cara dilipat dan dikondensasikan ke saluran akar. (16 sampel).

Kelompok B : sampel yang telah dilakukan perawatan endodonti dan dilakukan peletakkan pasak polyethylene fiber reinforced dengan cara dilipat dan dikkondensasikan ke saluran akar. (16 sampel).

3.4 Variabel dan Defenisi Operasional 3.4.1 Variabel Penelitian

3.4.1.1 Variabel Bebas

Pasak customized dari pita polyethylene reinforced fiber dengan preparasi ferrule

Pasak customized dari pita polyethylene reinforced fiber tanpa preparasi ferrule

3.4.1.2 Variabel Tergantung • Ketahanan fraktur

• Pola fraktur

3.4.1.3 Variabel Terkendali • Panjang akar gigi 15-16mm

• Preparasai saluran akar 10 mm untuk mendapatkan panjang pasak 10 mm Keterangan :

t : jumlah perlakuan dalam penelitian

(13)

Light cure selama 20 detik setiap 2mm dengan intensitas yang terkontrol Suhu dan proses thermocycling pada temperatur 5° C dan 55° C dengan 200 kali putaran dan didiamkan masing-masing pada temperatur selama 15 detik dan waktu transfer 5 detik

• Teknik preparasi : teknik step back dengan pengontrolan K-file IAF #15 dan MAF #30

• Teknik obturasi : teknik kondensasi lateral

• Larutan irigasi NaOCl 5% dengan volume 5 ml setiap pergantian instrument • Pembuangan gutta-percha sampai menyisakan ruang pasak 10 mm pada setiap sampel

Ketajaman diamond disc : pergantian diamond disc setiap 5 sampel Teknik aplikasi resin komposit (incremental vertical)

3.4.1.4 Variabel Tidak Terkendali Konfigurasi anatomi orifisi

• Jangka waktu pencabutan gigi premolar mandibula sampai perlakuan

Hybrid layer yang terbentuk antara pasak polyethylene fibre reinforced dengan dinding saluran akar gigi

Mengalirnya semen luting resin ke dalam anyaman pasak polyethylene fibre reinforced

Jumlah smear layer

(14)

3.4.2 Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel Tidak Terkendali :

- Konfigurasi anatomi orifisi - Jangka waktu pencabutan gigi

premolar mandibula sampai perlakuan

- Hybrid layer yang terbentuk antara polyethylene fibre reinforced post dengan dinding saluran akar gigi

- Mengalirnya semen luting resin ke dalam anyaman polyethylene fibre reinforced post

- Jumlah smear layer

- Polimerisasi resin komposit Variabel Terkendali :

- Panjang akar gigi 15-16 - Preparasi saluran akar 10 mm - Panjang pasak 10 mm

- Ligh cure selama 20 detik setiap 2mm dengan panjang gelombang 420-480 nm - Suhu dan proses thermocycling pada

temperatur 5° C dan 55° C dengan 200 kali putaran dan didiamkan masing-masing pada temepratur selama 15 detik dan waktu transfer 5 detik

- Teknik obturasi : teknik kondensasi lateral - Larutan irigasi NaOCl 5% dengan volume

5 ml setiap pergantian instrumen - Pembuangan gutta-percha sampai

menyisakan ruang pasak 10 mm pada setiap sampel

- Ketajaman diamond disc : pergantian diamond disc setiap 5 sampel

- Teknik aplikasi resin komposit (incremental vertical)

- Tinggi ferrule 2 mm dari vertikal gigi Variabel Bebas :

- Pasak customized dari pita polyethylene reinforced fiber dengan preparasi ferrule

- Pasak customized dari pita polyethylene reinforced fiber tanpa preparasi ferrule.

Variabel Tergantung :

(15)

3.4.3 Defenisi Operasional

NO VARIABEL DEFENISI OPERASIONAL CARA UKUR

jenis pasak yang dibentuk oleh suatu pita polyethylene fibre jenis THM dan bersifat lunak (pliable) yang diimpregnasikan ke dalam saluran akar dengan semen lutting resin, sehingga dapat terbentuk suatu pasak yang mengikuti morfologi saluran akar gigi. Pada servikal akar dilakukan preparasi membentuk circumbevel dengan tinggi 2 mm dari vertikal gigi. Kemudian satu potong pita polyethylene

sepanjang saluran akar yang kemudian dilumuri oleh wetting resin dan diletakkan ke dalam saluran akar dengan membentuk lipatan seperti huruf V dan disisakan 2mm di atas orofisi untuk built-up inti

jenis pasak yang dibentuk oleh suatu pita polyethylene fibre jenis THM dan bersifat lunak (pliable) yang diimpregnasikan ke dalam saluran akar dengan semen lutting resin, sehingga dapat terbentuk suatu pasak yang mengikuti morfologi saluran akar gigi. Satu potong pita polyethylene sepanjang sepanjang saluran akar yang kemudian dilumuri oleh wetting resin dan diletakkan ke dalam saluran akar dengan membentuk lipatan seperti huruf V dan disisakan 2mm di atas orofisi untuk built-up inti

(16)

Gambar 7. A. sistem pasak tanpa preparasi ferrule B. sistem pasak dengan preparasi ferrule

3.5 Alat dan Bahan 3.5.1 Alat Penelitian

Disc bur (Dentorium International, USA) Masker dan handskund

NO VARIABEL DEFENISI OPERASIONAL diberi tekanan sebesar 250 kgf dengan kecepatan 0,5 mm/menit dengan

2 Pola fraktur - fraktur repairable yaitu fraktur yang dapat diperbaiki lagi (pada mahkota, inti, pasak dan inti, dan servikal akar).3

(17)

• Penggaris • High speed bur

• Bur intan untuk high speed bur (Edenta, Swedia) 1. Bur bulat #12

2. Bur fissure #12 • Air syringe

• K-file #15 - #40 dan #45 - #80 (FKG dentaire, Swiss) • Spuit 5ml untuk irigasi (Terumo, Filiphina)

Bur gates glidden #2 (FKG dentaire, Swiss) • Jarum ekstirpasi (FKG dentaire, Swiss) • Pinset, sonde lurus, lekron (SMIC, China) • Peaso reamer #2 (FKG dentaire, Swiss) Plugger hand (FKG dentaire, Swiss) Spreader hand (FKG dentaire, Swiss) • Bonding aplikator

Glass slab

• Paper slab dan pengaduk plastic • Lampu spritus

• Semen spatel (SMIC, China) • Gunting khusus polyethylene • Spreader hand khusus polyethylene • Lentulo spiral (FKG dentaire, Swiss) • Plastis instrument (SMIC, China)

LED light curing unit (Denxy Tech, China, panjang gelombang: 420-480 nm)

Enhance bur

• Bais sebagai penahan gigi ketika pemotongan mahkota • Bur khusus

• Pot dan pengaduk akrilik

(18)

• Cetakan balok akrilik, terbuat dari kaca berukuran 6x3x3 cm sehingga spesimen dapat dimasukkan ke dalam alat uji tekan

• Spuit 10 ml untuk cetakan penanaman sampel ke dalam akrilik, sehingga spesimen berbentuk silinder

Water bath, sebagai alat pengganti thermocycling (Memmert, Germany) Thermometer

Stopwacth

Alat uji tekan ( Torsee’s Universal Testing Machine, Japan)

Gambar 8. (a) Spreader hand khusus polyethylene, (b) gunting khusus polyethylene, (c)

thermometer, (d) Stopwacth, (e) Water bath, (f) Torsee’s Universal Testing Machine

3.5.2 Bahan Penelitian

• 20 gigi premolar mandibula berakar satu yang telah diekstraksi • Larutan saline

• NaOCl 5% (Kimia Farma, Indonesia) • Paper point (Dia Dent, France) • Gutta-percha (Dochem, China)

a

b

c

e

d

(19)

Sealer (bio fill, Medicept)

Etching (Scothbond Etchant, 3M) Bonding (Scothbond SP2, 3M) Resin luting cement (Retrieve, USA) Wetting resin cement

Polyethylene fibre reinforced post (RIBBOND, USA) • Resin komposit (EsCom100,Korea)

• Bahan separator (Vaseline)

Self curing acrylic untuk peneneman sampel

Gambar 9. (a) Etching ,(b) bonding, (c) wetting resin, (d) lutting resin, (e) resin komposit, (f) sealer, (g) gutta percha, (h) polyethylene fiber reinforced post, (i) vaseline,(j) liquid acrylic, (k) self curing acrylic.

3.6 Pelaksanaan Penelitian 3.6.1 Persiapan Sampel

Sampel sebanyak 20 gigi premolar mandibula yang telah diekstraksi direndam di dalam larutan saline selama 24 jam kemudian dikelompokkan menjadi dua kelompok, kelompok A dan B dengan masing-masing terdiri dari 10 sampel. Setiap sampel diukur

a

b

c d

e f g

h

i

j

(20)

masing sampel. Kemudian dilakukan pemotongan mahkota gigi dengan disc bur 2 mm di atas batas cementoenamel junction pada kelompok A dan tepat pada cementoenamel junction pada kelompok B. Setelah itu semua sampel ditanam pada balok gips untuk memudahkan dalam pengerjaan sampel.

Gambar 10. Sampel ditanam dalam balok gips

3.6.2 Perawatan Endodonti

(21)

setiap peningkatan nomor selalu diikuti dengan rekapitulasi MAF dan irigasi saluran akar, setelah selesai dikeringkan dengan menggunakan paper point.

Gambar 11. (a) preparasi ferrule, (b) gigi dengan ferrule, (c) gigi tanpa ferrule, (d) ekstirpasi saluran akar, (e) preparasi saluran akar, (f) pengeringan dengan paper point

Kemudian saluran akar diobturasi dengan gutta-percha utama, gutta-percha aksesori dan sealer dengan teknik kondensasi lateral. Setelah 24 jam sealer mengeras, gutta-percha dibuang dengan cara dipreparasi dengan menggunakan peaso reamer no.2 sampai disisakan ruang pasak sepanjang 10 mm untuk seluruh sampel. Kemudian, sisa gutta-percha yang masih tertinggal diirigasi dengan menggunakan spuit NaOCl 5% dan keringkan dengan paper point.

a b c

(22)

Gambar 12. (a) Pengisian saluran akar dengan sealer, (b) pengisian saluran akar dengan gutta percha, (c) pembongkaran gutta percha yang telah mengeras dengan peaso reamer, (d)pengeringan dengan paper point

3.6.3 Pemasangan Pasak

Aplikasikan bahan etching selama 15 detik kemudian cuci dengan air dan keringkan selama 5 detik. Aplikasikan bonding dengan menggunakan bonding aplicator selama 15 detik kemudian di light cure selama 10 detik.

Gunting satu potong pita polyethylene fibre reinforced kemudian basahi dengan wetting resin cement. Aduk resin luting cement pada paper slab hingga homogen. Letakkan resin luting cement ke dalam saluran akar dengan menggunakan lentullo spiral yang digerakkan dengan mesin.

Masukkan pita polyethylene fibre reinforced ke dalam saluran akar dengan membentuk lipatan seperti huruf V. Tekan dengan spreader hand khusus polyethylene sampai disisakan pita 2 mm di atas orofisi kemudian light cure selama 40 detik. Selanjutnya aplikasikan resin komposit diatas pita polyethylene fibre reinforced di atas orifisi dengan menggunakan instrument plastis membentuk inti 5 mm. Seluruh gigi dibuilt-up dengan resin komposit menggunakan teknik incremental kemudian di light

a b

(23)

cure selama 20 detik per 2 mm. Kemudian bentuk permukaan mahkota klinis gigi dengan menggunakan bur khusus. Lakukan tahap polishing pada gigi tersebut dengan menggunakan enhance bur.

gambar 13. Proses pemasangan pasak dimulai dengan (a) pengetsaan, (b) pencucian bahan etsa, (c) aplikasi bonding, (d) light cure selama 10 detik, (e) pemotongan pita polyethylene, (f) aplikasi lutting resin, (g) peletakan pita ke dalam saluran akar, (h) light cure selama 40 detik

Kemudian semua sampel dari dua kelompok yang telah dipolishing tersebut direndam di dalam larutan saline selama 24 jam dalam suhu ruang.

3.6.4 Proses Thermocycling

Seluruh sampel direndam di dalam water bath (sebagai pengganti thermocycling) pada temperatur 5°C selama 15 detik kemudian pada temperatur 55°C selama 15 detik dengan waktu transfer selama 5 detik dan dilakukan sampai 200 kali putaran.

3.6.5 Penanaman Sampel ke dalam Cetakan Akrilik

a b c d

(24)

Gigi ditanam pada balok self curing acrylic yang dicetak dengan menggunakan spuit 10ml yang telah diolesi dengan vaselin terlebih dahulu. Gigi ditanam 90° dan 2mm di bawah cemento enamel junction untuk menyerupai kedudukan gigi pada tulang alveolar.

Setelah akrilik hampir mengeras, akrilik dilepas dari potongan spuit. Setelah itu dilakukan pembuatan balok basis akrilik dengan ukuran 7,2 x 3 x 3 cm yang terbuat dari kaca.

Gambar 14. (a) balok akrilik, (b) sampel yang telah ditanam dalam akrilik

3.6.6 Proses Uji Tekan

Proses uji tekan dilakukan dilaboratorium pusat Fakultas MIPA USU untuk mengetahui kekuatan load-bearing capacity dari sampel. Sampel diletakkan pada balok basis akrilik kemudian dilakukan uji tekan ( Torsee’s Universal Testing Machine). Sampel ditekan dari arah oklusal dengan kecepatan 0,5 mm/menit sampai terjadi fraktur. Load yang terjadi dicatat segera setelah terjadi fraktur pada sampel. Data yang diperoleh berupa load atau gaya tarik dalam satuan kgf dan kemudian satuan diubah ke Newton (N). Kemudian diamati pola fraktur yang terjadi pada sampel oleh dua orang pengamat, dikelompokkan menjadi faktur repairable dan irrepairable.

b

(25)

Gambar 15. Proses uji tekan.

3.7 Pengolahan dan Analisis Data

(26)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Setelah dilakukan uji fraktur pada kelompok sistem pasak customized tanpa prearasi ferrule dan kelompok sistem pasak customized dengan preparasi ferrule, diperoleh data hasil pengukuran fracture resistance dalam satuan kgf (kilogram force) yang kemudian dikonversikan ke dalam satuan newton. Dan rata-rata ketahanan fraktur pada kedua kelompok dapat dilihat pada grafik 1.

Gambar 16. Grafik nilai rata-rata load (dalam Newton) dan standart deviasi pada kelompok sistem pasak Polyethylene Reinforced Fiber (PFR) tanpa ferrule dan dengan ferrule

Pada grafik diatas didapat bahwa rata-rata ketahanan fraktur gigi pada kelompok sistem pasak customized dengan preparasi ferrule lebih tinggi dibandingkan kelompok sistem pasak customized tanpa preparasi ferrule.

0 200 400 600 800 1000 1200 1400

sistem pasak PRF tanpa ferrule sistem pasak PRF dengan ferrule

Mean

Std. Deviasi

(27)

Untuk mengetahui perbedaan fracture resistance pada kelompok perlakuan, digunakan uji T-Independent dengan derajat kemaknaan α = 0,05. Hasil uji T-Independent dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Uji T-Independent ketahanan fraktur pada kelompok sistem pasak customized tanpa ferrule dan sistem pasak customized dengan preparasi ferrule

Fracture Resistance

Kelompok N X ± SD

(Newton)

P 0,151

A 16 983,17 ± 297,97

B 16 1190,70 ± 477,95

Keterangan : A : sistem pasak polyethylene fiber reinforced tanpa ferrule B : sistem pasak polyethylene fiber reinforced dengan ferrule

Berdasarkan tabel 1 di atas diperoleh bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata ketahanan fraktur pada kelompok sistem pasak tanpa ferrule dan sistem pasak dengan ferrule yang dapat dilihat dari p>0,05.

Setelah dilakukan uji fraktur, dilakukan pengamatan terhadap pola fraktur yang terjadi dan distribusi pola fraktur pada kedua kelompok perlakuan dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Pola fraktur pada kelompok sistem pasak customized tanpa preparasi ferrule dan sistem pasak customized dengan preparasi ferrule

Kelompok Pola fraktur repairable Pola fraktur irepairable

Fraktur mahkota Fraktur mahkota dan inti

Fraktur akar

A 1 4 11

B 10 4 2

Keterangan : A : sistem pasak polyethylene fiber reinforced tanpa ferrule B : sistem pasak polyethylene fiber reinforced dengan ferrule

(28)

repairable dan 11 sampel pola irrepairable. Pada kelompok B, dari 16 sampel terdapat 14 sampel fraktur repairable dan 2 sampel fraktur irrepairable.

Gambar 17. (a) fraktur pada mahkota, (b) fraktur pada inti, (c) fraktur pada

servikal akar

Gambar 18. Grafik presentase pola fraktur pada kelompok sistem pasak Polyethylene Fiber Reinforced (PFR) tanpa ferrule dan dengan ferrule

Grafik di atas menunjukkan persentase pola fraktur repairable yang tertinggi dimiliki oleh kelompok sistem pasak dengan preparasi ferrule yaitu 87,5% dan sisanya 12,5% pola fraktur irrepairable, sedangkan pada kelompok sistem pasak tanpa preparasi ferrule yaitu 31,25% dan sisanya 68,75% pola fraktur irrepairable.

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%

sistem pasak PFR tanpa ferrule sistem pasak PFR dengan ferrule

irrepairable

repairable

31,25%

87,5%

(29)

Untuk mengetahui pendistrubusian pola frakur repairable pada kedua kelompok dilakukan uji Chisquare dengan derajat kemaknaan α = 0,05. Hasil uji statistik ini dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil uji statistik distribusi pola fraktur repairable pada kelompok sistem pasak tanpa preparasi ferrule dan sistem pasak dengan preparasi ferrule

Kelompok Repairable (%) P

A 31,25% 0,134

B 87,5% 0,003

Keterangan : A : sistem pasak polyethylene fiber reinforced tanpa ferrule B : sistem pasak polyethylene fiber reinforced dengan ferrule

(30)

BAB 5 PEMBAHASAN

Penelitan ini dimulai dengan menyeleksi gigi premolar mandibula untuk mengontrol keadaan seluruh sampel dengan menetapkan beberapa kriteria yaitu memiliki satu saluran akar, panjang gigi dan ukuran mahkota gigi yang tidak berbeda seacara ekstrim, tidak terdapat karies pada akar, dan konfigurasi anatomi orifisi yang berbentuk bulat. Premolar mandibula digunakan pada penelitian ini karena gigi ini lebih mudah untuk diperoleh di praktek dokter gigi. Selain itu, gigi premolar mandibula baik untuk dilakukan sistem pasak-inti karena memilki saluran akar yang cukup lebar untuk meneriam restorasi pasak.24

Pembuangan mahkota sampai cervical enamel junction pada sampel kelompok yang tidak menggunakan ferrule dan pembuangan mahkota sampai batas 2 mm di atas cervical enamel junction sebagai ferrule effect pada sampel kelompok yang menggunakan ferrule. Penanaman balok akrilik dilakukan sebagai penyesuaian gigi di dalam tulang alveolar. Permukaan oklusal pada mahkota yang dibuilt-up dipreparasi dengan menggunakan bur khusus untuk menyerupai permukaan oklusal mahkota gigi premolar mandibula.

Dari hasil yang diperoleh setelah dilakukan proses uji tekan pada kedua kelompok, didapat bahwa rata-rata kekuatan kelompok sistem pasak polyethylene reinforced fiber dengan ferrule lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok sistem pasak polyethylene tanpa ferrule. Tetapi perbedaan ini tidak bermakna secara statistik, ini dapat dilihat dari hasil uji T-Independent pada kedua kelompok perlakuan tidak terdapat perbedaan yang signifikan yang ditunjukkan dengan p>0,05. Hal ini menunjukkan bahwa preparasi ferrule pada sistem pasak polyethylene reinforced fiber tidak berpengaruh terhadap ketahanan fraktur.

(31)

Pada penelitian ini loading angle yang digunakan pada saat tekanan oklusal diberikan adalah sebesar 0ºdari axial axis gigi. Tekanan oklusal yang diberikan parelel terhadap longitudinal axes gigi dan menghasilkan tekanan kedua arah, tekanan pertama prepedicular cuspal slape dan yang kedua parallel cuspal slape. . Pendistribusian tekanan lebih cenderung ke antara sisa jaringan dentin yang tersisa dan material restorasi.22 Sedangkan pada penelitiannya Zicari memberikan tekanan dengan loading angle sebesar 135° dan Frogou sebesar 45º dari axial gigi, tekanan yang prependicular ke sisi cuspal ini meneruskan tekanan prependicular cuspal slape dan mensimulasikan tekanan pada saat pengunyahan dengan sangat baik.

Core dalam penelitian ini terdiri dari material resin komposit dan pita polietylene, berbeda dari penelitian Zicari dan Frogou yang terdiri dari resin komposit dan fiber glass. Pita polyethylene selain memberikan efek reinforced pada resin komposit pembentuk core juga dapat mendistribusikan tekanan oklusal dengan sangat baik dikarenakan modulus elastisitasnya yang sudah menyerupai dentin. Hal ini berbeda dengan penelitian Zicari dan Frogou dimana fiber glass yang membentuk inti yang masih kaku dengan modulus elastisitas yang masih tinggi menyebabkan tekanan oklusal tidak terdistribusi normal sehingga resiko rotasi pada inti sangat besar.

Kerapuhan juga terjadi pada gigi yang dipakai sebagai sampel penelitian ini karena gigi yang dipakai adalah gigi nonvital yang telah kehilangan kandungan air yang cukup banyak. Hal ini bisa berdampak pada kekuatan fisik struktur gigi yang tersisa karena kandungan air pada struktur gigi berpengaruh pada viscoelasticity dentin, kemampuan untuk mengabsorbsi tekanan, dan distribusi tekanan sepanjang struktur gigi.32

(32)

Bentuk pasak customized dari pita polyethylene yang dihasilkan pada penelitian ini juga mengikuti bentuk saluran akar yang meruncing dibagian apeks. Pita polyethylene dengan kekuatan ultrahigh ini berbentuk anyaman yang juga dapat menambah kekerasan pada polymer matrix sehingga berperan sebagai crack-stopper.6 Berbeda dengan sistem pasak pada penelitian Zicari dan Frogou yang menggunakan pasak pabrikan berbentuk batangan yang cenderung mendistribusikan tekanan secara pasif.32

Adhesi pada sistem pasak customized dari pita polyethylene ini didapat lebih kompleks dan relatif sempurna dibanding sistem pasak yang digunakan pada penelitian Zicari dan Frogou. Pada pasak customized dengan pita polyethylene perlekatan adhesi yang didapat terjadi dari segala arah, akan tetapi banyak hal yang pada penelitian ini yang menyebabkan perlekatan adhesi yang dihasilkan kurang maksimal. Penelitian ini menggunakan larutan NaOCl 5% sebagai larutan irigasi. Larutan ini memiliki sifat oksidasi yang kuat sehingga akan menimbulkan masalah ketika digabungkan dengan bahan berbasis resin. Proses oksidasi dari NaOCl meninggalkan lapisan yang kaya akan oksigen bebas pada permukaan dentin yang dapat menggangu polimerisasi semen resin yang secara signifikan dapat mengurangi kekuatan perlekatan dan meningkatkan celah mikro.22 NaOCl merupakan bahan kimia yang sangat reaktif dan akan memberikan efek yang buruk pada saluran akar jika digunakan dengan konsentarsi yang tinggi. Efek yang tidak menguntungkan ini berdampak pada kekuatan fisik seperti flexual strength, modulus eastisitas, dan microhardness dentin. Hal ini dapat terjadi dikarenakan NaOCl mempengaruhi struktur organik dan inorganik dari dentin.32

(33)

dan hal ini menyebabkan hasil preparasi yang tidak baik. Bentuk saluran akar yang halus sangat diharapkan untuk mengurangi tekanan pada daerah yang menjadi konsentrasi tekanan.32

Selain dari prosedur restorasi faktor dari dentin itu sendiri juga menyulitkan perlekatan adhesi. Dentin merupakan jaringan yang lebih kompleks dibandingkan dengan email sehingga perlekatan terhadap permukaan dentin akan lebih sulit dibanding perlekatan terhadap email meskipun dentin telah dietsa. Email merupakan jaringan yang hampir termineralisasi secara sempurna, sedangkan dentin merupakan jaringan hidup yang terdiri dari komponen inorganik (45% volume), komponen organik (33% volume), dan air. Komposisi organik substrat dentin memiliki struktur ultra tubulus yang lembab dan heterogen. Variasi tingkat mineralisasi dan adanya cairan pada tubulus dentin ini yang menghalangi perlekatan adhesif dengan permukaan dentin.25

Tabel 4. Modulus Elastisitas Beberapa Dental Material31 Dental Material Modulus Elastisitas

Stainless Steel

(34)

homogenous. Distribusi tekanan yang diterima restorasi ini dapat dilakukan dengan sangat baik dan merata ke seluruh struktur gigi yang tersisa.33 Selain itu serat dengan efek reinforced ini juga meningkatkan kekuatan resistensi kesatuan restorasi ini dari fraktur sehingga pengaruh efek ferrule tidak signifikan pada sistem pasak customized dengan pita polyethylene reinforced fiber.

Pada penelitian Zicari dan Frogou yang menggunakan pasak pabrikan memerlukan pembuangan dinding saluran akar untuk mendapatkan tempat untuk pasak. Pembuangan ini jelas akan menyebabkan dinding saluran akar semakin tipis dan semakin rentan fraktur. Kehadiran ferrule di atas CEJ juga berarti bahawa masih terdapat struktur gigi di atas CEJ sehingga dengan kata lain pada kelompok non ferrule struktur jaringan gigi lebih sedikit dan gigi lebih rentan fraktur.7 Kehadiran ferrule sangat signifikan membantu meningkatkan resistensi terhadap fraktur pada gigi yang telah mengalami kehilangan struktur gigi yang banyak. Sedangkan pada penelitian ini, preparasi pada saluran akar yang dilakukan hanya untuk membersihkan dinding saluran akar dari jaringan pulpa, bakteri dan smear layer pada dinding saluran akar sehingga dinding akar tidak mengalami peningkatan resiko fraktur pada sistem pasak ini. Akan tetapi pada penelitian ini ketebalan dinding saluran akar juga tidak seragam karena tidak adanya pengontrolan pada ketebalan dinding saluran akar dari sampel yang digunakan.

(35)

akrilik 2 mm di bawah CEJ juga menyebabkan kelompok tanpa ferrule lebih rentan fraktur dikarenakan struktur gigi yang lebih sedikit.7

Pola fraktur yang dihasilkan setelah uji tekan dilakukan menunjukkan presentase tertinggi dari pola repairable dimiliki oleh kelompok sistem pasak polyethylene reinforced fiber yang menggunkaan ferrule dan dari hasil uji statistik juga menunjukkan hasil yang signifikan. Hasil yang sama juga ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan oleh Fragou dkk (2012). Hal ini dikarenakan konsentrasi tekanan pada gigi dengan restorasi pasak dan inti akan terpusat pada struktur gigi yang tersisa dan daerah yang terbesar menerima tekanan adalah daerah servikal.29,30,32 Tekanan yang diberikan sepanjang aksial gigi akan ditransfer ke serat-serat polyethylene karena modulus elastisitas pasak polyethylene reinforced fiber telah menyerupai dentin. Selain itu, serat ini memiliki kekuatan ultrahigh dan bentuknya yang berupa anyaman dapat menambah kekerasan pada polymer matrix sehingga berperan sebagai crack-stopper dengan menahan tekanan oklusal yang diterima restorasi agar tidak menjalar ke struktur akar.6 Maka pola fraktur yang terjadi berada di luar daerah akar atau repairable.

(36)
(37)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Setelah dilakukan uji tekan terdapat perbedaan rata-rata antara kelompok sistem pasak polyethylene tanpa ferrule dan kelompok sistem pasak polyethylene dengan ferrule, tetapi perbedaan tersebut tidak bermakan secara statistik. Hasil uji T-Independent menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok sistem pasak polyethylene yang tidak menggunakan ferrule dengan yang menggunkana ferrule yang ditunjukkan dengan P =0,151 (P>0,05). Sehingga diperoleh kesimpulan tidak ada pengaruh preparasi ferrule pada sistem pasak polyethylene reinforced fiber pada restorasi akhir pasca perawatan endodonti terhadap ketahanan fraktur. Hal ini menunjukkan bahwa ketika gigi menerima tekanan, baik kelompok yang tidak meggunakan ferrule maupun yang menggunkan ferrule memiliki ketahanan fraktur yang sama.

Hasil pengamatan terhadap pola fraktur seluruh sampel ditemukan presentase pola repairable tertingi dimiliki oleh kelompok sistem pasak dengan preparasi ferrule. Hasil uji Chisquare menghasilkan nilai P = 0,003 (P<0,05) untuk kelompok sistem pasak dengan preparasi ferrule sehingga dapat diperoleh kesimpulan ada pengaruh preparasi ferrule terhadap pola fraktur repairable. Hal ini menunjukkan bahwa preparasi ferrule memberikan keuntungan dalam perawatan ulang jika diperlukan.

6.2 Saran

1. Agar melakukan penelitian lanjutan mengenai celah mikro pada sistem pasak customized dari pita polyethylene dengan preparasi ferrule menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM).

2. Agar menggunakan alat uji tekan fatigue and thermomechanical cycling test workstation dalam penelitian terhadap ketahanan fraktur suatu restorasi.

(38)
(39)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Dentin pada gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar terdapat perbedaan substansi dibanding dengan dentin gigi dengan pulpa yang masih vital. Hal ini dikarenakan dentin pada gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar lebih rapuh karena kehilangan kandungan air dan cross-linking kolagennya. Beberapa penelitian juga melaporkan bahwa kehilangan integritas struktur gigi pasca perawatan endodonti lebih berhubungan sebagai dampak dari preparasi akses dibanding dari dampak perubahan-perubahan substansi dentin, dan hal itu yang menyebabkan angka fraktur pada gigi yang telah dilakukan pengisian saluran akar lebih tinggi jika dibandingkan dengan gigi vital. Preparasi menghasilkan peningkatan defleksi cusp selama berfungsi, meningkatkan kemungkinan fraktur cusp dan celah mikro pada margin restorasi sehingga dibutuhkan restorasi yang dapat meningkatkan integritas struktur gigi yang diharapkan dapat meningkatkan prognosis gigi yang telah dirawat endodonti dan tahan terhadap tekanan pengunyahan yang besar.14

(40)

keinginan untuk meningkatkan nilai estetika. Inilah faktor awal yang mendorong dilakukannya penelitian dalam pengembangan material pasak baru dengan modulus elastisitas yang menyerupai dentin.6,15

Beberapa variasi material dan desain pasak mulai diperkenalkan beberapa tahun belakangan dengan aspek yang harus dipertimbangkan seperti konsistensi untuk mempertahankan struktur mahkota dan akar yang tersisa sehingga dapat mengurangi resiko perforasi dan fraktur akar. Dengan menggunakan bahan restorasi adhesif, preparasi invasif dapat dilakukan seminimal mungkin sehingga dapat mempertahankan struktur gigi yang tersisa. Pengembangan sifat fisik dan mekanik Resin Based Composite (RBC) menyebabkan amalgam mulai ditinggalkan. Selain itu keinginan pasien akan nilai estetika restorasi yang tinggi dan dapat mempertahankan struktur gigi memaksa dilakukannya pengembangan untuk menyempurnakan RBC. Pada tahun 1990an fiber-reinforced composite buatan pabrik diperkenalkan dan menawarkan kelebihan seperti nilai estetika yang baik, berikatan dengan struktur gigi, dan modulus elastisitas yang mendekati dentin tetapi masih memerlukan preparasi saluran akar.16

Belakangan diperkenalkan sistem Ultra High Moleculer Weight Polyethylene (UHMWP) fiber reinforced, yaitu salah satu serat penguat komposit terbaik yang menawarkan ketahanan yang baik dan warna yang estetis sehingga ditawarkan sebagai alternatif yang dapat meningkatkan durasi dan toleransi terhadap kerusakan. UHMWP menjadi sangat populer dikarenakan sistem ini berhasil dalam membangun pasak dan inti dan dapat beradaptasi dengan baik ke dinding saluran akar tanpa membutuhkan pelebaran saluran akar. Serat ini memiliki modulus elastisitas yang menyerupai dentin dan dapat membentuk satu kesatuan sistem dentin-pasak yang dapat mendistribusikan tekanan ke sepanjang akar dengan sangat baik.6,16

2.1 Fiber Reinforced Composite Sebagai Bahan Pasak Saluran Akar

(41)

gigi. Pertama kali digunakan sebagai bahan penguat basis akrilik gigi tiruan lepasan dan ditemukan kelebihannya dibanding metode konvensional. Sebelumnya basis akrilik gigi tiruan lepasan diperkuat oleh bahan metal tetapi tingkat keberhasilannya masih rendah. Penggabungan dari serat penguat dengan dimethacrylate resins dan particulate filler composites menjadikan FRC cocok digunakan untuk gigi tiruan sebagian cekat. Penggunaan dari FRC kemudian berkembang dalam splinting periodontal, perawatan orthodonti dan implan. Sebagai bahan tambahan, FRC juga disarankan sebagai crack stopper dan memperkuat restorasi komposit secara luas. Penggunaan material FRC dalam sistem pasak awalnya dilakukan untuk perawatan incisivus yang fraktur kemudian mulai meninggalkan metode konvensional.6

Bahan FRC terdiri dari serat penguat yang melekat dalam polimer matriks, dan ketika mereka digabungkan bersamaan akan memberikan kekuatan dan kekakuan yang akan membentuk sebuah fase yang berkelanjutan selama proses penguatan. Fase ini menyalurkan tekanan ke serat dan melindunginya dari kelembaban dalam rongga mulut. Serat ini harus memiliki flexural modulus yang lebih tinggi dibanding matriks polimer untuk mendapatkan efek penguatan.6

Kelebihan sifat fisik FRC adalah flexural, kekuatan, fatigue strengh, modulus elastisitas,dan biokompatibel. Untuk mendapatkan efek penguatan yang baik, ada beberapa faktor yang penting untuk diperhatikan seperti orientasi serat, kuantitas serat, impregnasi dari serat dengan matriks polimer, adhesi yang kuat dari serat ke matriks polimer, dan tipe dan bahan dari serat.6

Serat ini dapat berupa serat yang panjang (continuos) atau serat pendek (discontinuos). Serat yang digunakan sebagai pasak dalam saluran akar adalah serat penguat yang panjang (continuos) yang terdiri dari continuous unidirectional fiber (serat panjang dalam satu arah) dan continuous bidirictional fiber (serat panajng dalam bentuk anyaman). Serat dalam bentuk anyaman menambah kekerasan pada polimer yang berperan sebagai crack stopper.6

(42)

dalam satuan volume. Persentase volume serat secara manual yang disatukan ke dalam resin adalah umumnya dalam kisaran 5-15%. Dengan kontrol proses produksi, saat ini satuan volume telah ditingkatkan menjadi 45-65%.6

Serat penguat harus dapat diimpregnasikan dengan baik, artinya resin harus berkontak dengan keseluruhan permukaan serat agar mendapatkan ikatan yang adekuat terhadap polimer matriks. Dengan impregnasi yang baik akan didapat penguatan secara optimal dan distribusi tekanan dari polimer matriks ke serat penguat. Impregnasi yang tidak baik akan menimbulkan beberapa masalah seperti peningkatan penyerapan air sehingga menyebabkan penurunan sifat mekanis FRC, diskolorisasi FRC, dan penghambatan oksigen dari polimerisasi radikal dalam resin. Selain level impregnasi, ikatan pada kontak anatara serat dengan matriks bergantung pada interaksi antar komponen, yang dapat berupa mekanik ataupun kimia. Perlekatan mekanikal tergantung pada morfologi serat dan perlekatan kimia antara polimer dan serat lebih mengarah kepada sifat kovalennya.6

Perkembangan teknologi resin komposit dan keinginan pasien akan restorasi gigi yang sempurna mendorong peningkatkan penggunaan material yang estetik. Dibutuhkan material dan teknik baru yang dapat memberikan pemecahan sebelumnya. Dimotivasi oleh keinginan untuk mempertahankan struktur gigi yang tersisa, pasak FRC menjadi sangat populer dengan kelebihan-kelebihan yang ditawarkannya. Seperti relatif mudah dalam pengerjaannya, sifat biomekanikalnya yang mendekati dentin .9

Penggunaan pasak endodonti yang dapat berikatan dengan dentin dan material inti dapat meningkatkan distribusi tekanan ke sepanjang akar sehingga dapat memperkuat kompleks gigi-restorasi. Selain itu, penggunaan sistem pasak inti ini membolehkan transmisi cahaya melewati struktur akar sedangkan pasak metal dapat menhalangi transmisi cahaya. Sejak diketahui bahwa gigi yang telah mendapat perawatan endodonti beresiko tinggi fraktur dibanding gigi vital, fiber reinforced resin composite dengan built-up inti menjadi alternatif yang sangat populer.9

2.2 Klasifikasifikasi Pasak Fiber Reinforced Composite

(43)

2.2.1 Pasak Buatan Pabrik

Akhirnya pada awal tahun 1990-an pasak buatan pabrik diperkenalkan ke pasaran. Pertama kali diperkenalkan adalah pasak buatan pabrik dari carbon fiber reinforced epoxy resin yang dikembangkan di Perancis, kemudian segera setelah itu glass dan quartz fiber digunakan sebagai pasak saluran akar. Pasak ini terdiri dari penguat continuos unidirectional dengan persentase volume yang tinggi pada polimerisasi polimer matriks dengan matriks yang biasa digunakan adalah epoxy polymer atau campuran epoxy dan dimethacrylate resin dengan derajat konversi yang tinggi dan struktur cross-linked yang tinggi. Kuantitas serat pada pasak FRC jenis butan pabrik bervariasi 40-60% tergantung dari pabrikannya.6

Gambar 1. Pasak buatan pabrik yang terdiri dari serat penguat

continuos unidirectional dalam struktur cross linked polymer matriks yang tinggi.6

(44)

Gambar 2. Contoh pasak buatan pabrik: dari kiri dua pasak zirconium, dua pasak

glass fiber, dua pasak quartz fiber, dan pasak carbon fiber.14

a) Pasak Carbon fiber

Serat karbon/graphit telah digunakan secara luas sebagai bahan penguat komposit sejak akhir 1990an. Serat karbon dihasilkan dari proses oksidasi terkontrol, karbonisasi dan grapitisasi pada temperatur tinggi. Hasil menunjukkan bahwa serat ini lebih kuat dari steel, lebih bercahaya dari aluminium dan lebih keras dibandingkan titanium. Sifat fisik serat ini sangat tergantung komposisinya, tetapi secara umum serat ini memiliki kekuatan terhadap tension dan compression, tahan terhadap korosi, koefisien thermal expansion yang rendah, material yang lebih flexible dibanding pasak metal dan modulus elastisitas yang mendekati dentin. Ketika dilekatkan dengan semen resin, mampu mendistribusikan tekanan dengan baik sehingga mengurangi fraktur akar dan mudah untuk dibongkar dan diperbaiki jika diperlukan.

Hanya saja kekuatannya lebih rendah dibandingkan glass fiber dan warnanya yang gelap mengganggu estetika.6,14

b) Pasak glass fiber

(45)

c) Pasak quartz fiber

Serat ini terbuat dari silica murni dan menawarkan pilihan material yang memiliki nilai estetik yang baik oleh karena sifatnya yang translusen, biokompatibel, tensile strength yang tinggi, compressive dan flexural strength yang lebih tinggi dari glass fiber, dan modulus elastisitas yang mendekati dentin, dan mudah dilakukan perawatan ulang jika dibutuhkan, hanya saja harganya relatif mahal dibandingkan glass fiber.1

2.2.2 Pasak customized dari pita Polyethylene Fiber Reinforced Composite Pasak customized dari pita polyethylene reinforced fiber merupakan salah satu jenis pasak yang berbentuk pita sehingga dapat direstorasi sendiri membentuk pasak customized. Penggunaan pasak pita ini sebagai retensi tambahan untuk inti mahkota harus menggunakan etching bonding dan semen luting resin. Penggunaan pasak costumized yang terbuat dari pita ini diperkenalkan sejak tahun 1992 untuk memperbaiki kekurangan pasak prefabricated FRC.1

(46)

Gambar 3. Pasak customized

dari pita

Polyethylene Fiber Reinforced

Composite.6

(47)

Gambar 4. (I) inti yang dibentuk dari pita

polyethylene fiber dan resin komposit

(II) pasak customized dari pita

polyethylene fiber (III) gutta-percha.19

Beberapa kelebihan dari pasak polyethylene fiber reinforced composite adalah sebagai berikut, yaitu :

a) Konservasi struktur gigi

Bagaimanapun juga struktur mahkota dan akar gigi harus diusahakan untuk dipertahankan. Preparasi untuk tempat pasak yang membutuhkan pembuangan dentin di dalam perawatan pengisian saluran akar seharusnya dapat dilakukan seminimal mungkin, karena pembesaran saluran akar ini hanya akan melemahkan gigi. Sebagai gantinya pembesaran saluran akar yang minimal ini mengharuskan pasak memiliki material yang kuat dalam menahan tekanan funsional dan parafungsional.5

Pasak metal tuang dan pasak buatan pabrik membutuhkan pembuangan undercut untuk memasukkan dan mengadaptasikan pasak ke dinding saluran akar. Pembesaran saluran akar untuk pasak memerlukan preparasi selama dan setelah prosedur endodonti membuang struktur dentin untuk akses saluran akar. Pengurangan struktur dentin ini melemahkan gigi dan dapat berakibat pada fraktur akar horizontal dan vertikal.5

Pengembangan material komposit dan teknologi adhesif melaporkan konsep desain yang lebih konservatif. Pasak customized dari pita polyethylene fiber reinforced composite resin dapat mempertahankan struktur saluran akar karena dalam metode perawatannya dapat digunakan pada konfigurasi saluran akar yang tidak teratur tanpa membutuhkan pembentukan jalan masuk pasak. Pasak ini juga dapat meminimalkan preparasi karena dalam perawatnnya menggunakan undercut dan permukaan yang tidak teratur untuk meningkatkan ikatan permukaan. Konservasi dentin ini dapat mengurangi

I

II

(48)

kemungkinan terjadinya fraktur akar ketika gigi digunakan maupun jika terjadi traumatic injury.5

b) Material pasak

Polyethylene fiber adalah serat pengikat yang terdiri dari serat polyethylene berkekuatan ultrahigh yang dapat memperkuat dentin. Material serat ini memiliki kekuatan yang jauh lebih tinggi dibanding glass fiber berkualitas tinggi, sehingga dibutuhkan gunting khusus untuk memotong serat ini. Serat ini juga hanya sedikit mengabsorbsi cairan dibanding dental resin.21

Kunci keberhasilan dari polyethylene fiber adalah seratnya yang berupa anyaman dengan desain lock-stitch threads efektif menyalurkan tekanan melalui anyamannya tanpa menyalurkannya kembali ke resin. Polethylene ini juga sangat mudah dimanipulasi karena dapat beradaptasi dengan sangat baik pada kontur dan lengkung gigi.21

Gambar 5. Anyaman lock-stitch threads pada leno-weave polyethylene fiber leno-leno-weave polyethylene fiber.19

c) Modulus elastisitas yang mendekati dentin

(49)

interfasial yang terjadi dari diskripansi modulus elastisitas yang berbeda dapat menyebabkan gangguan thermal, fisik atau shrinkage pada material restorasi.5

Pasak fiber-reinforced composite resin menawarkan beberapa keuntungan pada mekanisme kompleks diantara polimerisasi shrinkage dan adhesi. Karena modulus elastisitas resin semen rendah, komposit akan meregang untuk mengakomodasi inherent modulus elastisitas gigi. Sehingga lapisan dalam dapat mengabsorbsi tekanan polimerisasi shrinkage dari resin komposit dengan elongasi elastisitas. Inilah yang membuat distribusi tekanan pada dentin yang tersisa berkurang menjadi lebih baik, dapat mengurangi resiko kehilangan perlekatan dan fraktur akar, dan menjadi keberhasilan dalam perawatan klinis restorasi secara kompleks.5

d) Flexural dan tensile strenght yang menyerupai struktur akar

Desain dan material restorasi mempengaruhi daya tahan terhadap fraktur pada gigi pasca perawatan endodonti dengan restorasi pasak dan inti. Biomekanikal pasak dan inti harus mendekati jaringan gigi. Pasak metal isotropic, yang artinya pasak ini memiliki struktur yang homogen yang memiliki material yang sama ketika diukur dari semua aspek ( konduktivitas, kecepatan transmisi cahaya, dll.). Sedangkan serat polyethylene anisotropic, yang artinya materialnya berbeda pada setiap aspeknya jika dilakukan pengukuran.Mikrostruktur dari material anisotropic mempengaruhi sifat fatigue dan proses kerusakan pada material komposit seperti cracking matrix, delaminasi, kegagalan ikatan permukaan, kerusakan serat atau kombinasi dari itu.5

Material penguat yang digunakan pada pasak fiber reinforced composite resin terdiri dari serat polyethylene woven yang diberi perlakuan cold-gas plasma. Serat ini akan memperkuat sifat fisik dari kompleks gigi-restorasi dengan meningkatkan flexural dan tensile strenght. Ada beberapa jenis tipe jalinan, yang juga mempengaruhi kekuatan, stabilisai dan durasi. Leno weave dari RIBBON® dilaporkan lebih tahan akan pergeseran dan perputaran dibawah tekanan dibanding anyaman lain, meminimalkan kegagalan restorasi dengan mengurangi koalisi micro crack dalam matriks resin yang mana dapat mengakibatkan kegagalan kompleks restorasi. Serat reinforced composite ini memberikan transfer tekanan yang efisien dengan mengabsorbsi tekanan pada kompleks restorasi dan mengarahkan tekanan ke sepanjang aksis gigi dari struktur gigi yang tesisa, sehingga dapat meminimalkan resiko fraktur akar.5

(50)

Luting semen konvensional seperti zinc oxyphosphate hanya mengisi kekosongan antara permukaan restorasi tanpa mengikat ke permukaannya. Pasak fiber reinforced composite resin dengan menggunakan luting dual-cure memiliki sifat fisik yang baik sebaik sifat kimianya yang dapat berinteraksi dengan material reinforement dan dentin yang meningkatkan kesatuan adhesif interfasial. Penggunaan semen komposit resin di antara sistem adhesif dan material reinforcement menjamin kontak yang lebih kuat dengan bahan dentin bonding karena viskositasnya yang rendah dan dapat meningkatkan adaptasi morphologi intraradikuler. Modulus elastisitas komposit yang rendah berperan sebagai buffer elastis yang mengkompensasai tekanan polimerisasi shrinkage, mengeliminasi pembentukan celah, dan mengurangi celah mikro. Karena dengan modulus elastisitasnya yang rendah, komposit dapat meregang dan mengakomodasi modulus gigi.5

Resin semen dengan viskositas yang rendah dapat meningkatkan kemampuan semen wetting, menghasilkan adaptasi interfasial internal lebih sempurna yang akan mengurangi pembentukan ruang kosong yang melemahkan permukaan dan membentuk celah mikro. Sehingga penggunaan semen luting resin untuk melapisi dan memperkuat dinding saluran akar dapat memperkuat akar dan menyokong kompleks gigi-restorasi.5

f) Perlekatan/integrasi adhesif

Kelebihan lainnya dari sistem serat polyethylene reinforced composite ini adalah perlekatannya yang merata ke seluruh permukaan yang dapat meningkatkan resisten terhadap fatigue dan fraktur, meningkatkan retensi, dan mengurangi celah mikro dan infiltrasi bakterial. Integrasi adhesif diantara lima komponen dari sistem ini yaitu permukaan akar-dentin, luting semen, pasak intraradikuler, inti built-up dan mahkota.5

g) Retensi pasak yang maksimal

(51)

dimana dapat mempertahankan integritas struktur dentin akar yang tersisa dan meningkatkan retensi dan resisten terhadap pergeseran.5

h) Estetik yang optimal

Ketika nilai estetika menjadi aspek yang penting, pemilihan bahan restorasi menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan. Transmisi cahaya dari bahan metal tuang atau pasak buatan pabrik berbeda dari dentin natural. Penghambatan cahaya oleh pasak metal menyebabkan bayangan gelap pada area submarginal. Ketika menggunakan restorasi ceramic, warna dan opacity pasak metal memungkinkan terdinya diskolorisasi dan bayangan gelap pada area servikal gigi.5

Sifat optical kedua seperti translucency, opacity, opalescence, iridiscence dan fluorescence dari komposit resin membolehkan cahaya dapat melewati gigi dan material restorasi untuk merefleksikan, membiaskan, mengabsorbsi dan meneruskan cahaya tersebut sesuai dengan kepadatan kristal hydroxyapatite, enamel rods, dan tubulus dentin. Maka untuk mendapatkan estetika yang optimal dan harmoni dengan gigi, maerial restorasi sangat berpengaruh.5

2.3 Perlekatan Fiber Polyethylene Dengan Komposit

(52)

2.4 Faktor Penting Dalam Restorasi Pasak Adhesif

Dalam restorasi pasak adhesif ada beberapa faktor yang harus diperhatikan untuk meningkatkan keberhasilan perawatan diantaranya adalah :

2.4.1 Sistem Adhesif, Semen Luting dan Mekanisme Perlekatannya

Adhesi adalah suatu mekanisme fisik dan kimia yang kompleks yang menghasilkan suatu perlekatan dari suatu substansi ke substansi lainnya. Adhesif adalah bahan yang biasanya berupa zat cair yang kental yang menggabungkan dua substansi sehingga mengeras dan mampu memindahkan suatu kekuatan dari suatu permukaan ke permukaan lainnya. Terdiri dari tiga langkah yaitu etsa, primer, bonding. Etsa adalah larutan asam yang menghasilkan proses demineralisasi pada permukaan enamel atau dentin yang meningkatkan energi bebas permukaan. Primer terdiri dari campuran monomer hydrophilic dan pelarut yang bertujuan untuk menghasilkan kemampuan pembasahan permukaan gigi. Bonding mengandung bagian hydrophobhic yang menghasilkan penggabungan dengan bahan restorasi berbasis resin atau semen resin. Bahan bonding diaplikasikan pada permukaan suatu benda agar benda dapat melekat, bertahan dari pemisahan dan menyebarluaskan beban melalui perlekatannya.22

Pada penelitian ini, yang digunakan adalah sistem adhesive total-etch yang memerlukan pencucian pada permukaan dentin yang dietsa, sehingga diharapkan dapat menghilangkan smear layer.

Sistem adhesive total-etch terdiri dari beberapa tahap yaitu etching dengan asam phosphor 35-37% selama 15-20 detik, dilanjutkan tahap priming, dan tahap bonding atau dapat juga bahan primer dan bonding digabung dalam satu kemasan (total etch-two step) dan diaplikasikan setelah pencucian bahan etsa. Bahan etsa akan menyingkirkan smear layer dan membuka semua tubulus dentin dan kolagen yang terekspos.23

(53)

Kelebihan dari semen zinc posphat adalah ikatannya dari proses mekanikal ketidakteraturan dentin. Kekurangannya adalah perlekatannya yang kurang baik terhadap struktur gigi, mengiritasi pulpa, dan tidak memiliki sifat antikariogenik. Sifat retentif dari polycarboxylate semen lebih kecil dibanding semen zinc posphat dan glass ionomer. Kelebihan dari semen glass ionomer adalah dalam penggunaan, berikatan baik dengan struktur gigi, dan memiliki sifat antikariogenik. Kekurangannya adalah sifatnya yang rapuh dan kekakuannya yang rendah.6

Semen luting yang direkomendasikan pada pasak FRC adalah semen resin, dikarenakan semen ini memiliki retensi dan resistansi yang lebih baik dibandingkan zinc posphat cement. Modulus elasisitasnya juga mendekati dentin sehingga semen luting ini memiliki daya tahan terhadap fraktur yang tinggi tinggi dibanding semen lainnya dan sangat baik untuk mendukung dinding saluran akar yang tipis.6,25

Dentin saluran akar dietsa terlebih dahulu sehingga menghasilkan adhesi yang kuat, karena proses pengetsaan menyebabkan tubulus dentin terbuka dan kolagen terekspos sehingga bahan bonding akan berpolimerisasi dengan tubulus dentin dan membentuk ikatan yang kuat. Komposisi based cement hampir menyerupai resin-based composite filling material. Monomer yang tergabung di dalam resin digunakan untuk meningkatkan perlekatan ke dentin. Polimerisasi dapat dicapai dengan conventional peroxide-amine induction system (self cure, autopolymerizble) atau dengan light cure, atau dengan kedua sistem tersebut dan disebut dual-cure yang dapat meningkatkan derajat konversi dari semen, sifat mekanis semen seperti modulus elsatisitas dan kekerasan semen yang dapat diperbaiki.6

Akan tetapi, semen resin tidak baik jika dikombinasikan dengan sealer berbasis eugenol, karena senyawa phenolic seperti eugenol menghalangi polimerisasi radikal bebas pada semen resin. Itulah sebabnya beberapa penelitian memberikan hasil yang kurang baik ketika terdapat eugenol pada dentin radikuler. Semen resin adhesif juga bersifat sensitif karena waktu kerjanya yang singkat. Selain itu, dibutuhkan kelembaban yang optimal untuk mendapatkan adhesi dan polimerisasi yang optimal, akan tetapi kelembaban ini sulit dikontrol pada ruang pasak yang dalam sehingga semen ini sulit untuk dimanipulasi.6,24

(54)

pada permukaan yang tidak teratur dari substrsat. Adhesi kimia adalah berdasarkan ikatan kovalen ataupun ionik yang menghasilkan perlekatan adhesif yang kuat. Interdiffusi adalah berdasarkan difusi dari molekul polimer pada permukaan ke jaringan molekuler permukaan yang lainnya. Mekanisme ini digunakan dalam perlekatan pasak saluran akar. Homogenitas mekanis dan integrasi dari interfasial yang berbeda adalah sesuatu yang peting pada sistem pasak.6

2.4.2 Smear Layer

Smear layer merupakan lapisan debris organik yang terdapat pada permukaan dentin akibat dari preparasi dentin yang dilakukan dan hanya akan menjadi penyulit dalam perlekatan dentin. Smear layer yang masuk ke tubulus dentin akan menjadi barier difusi yang akan menurunkan permeabilitas dentin sehingga diperlukan pengetsaan dentin untuk menghilangkan smear layer. Melalui pengetsaan dengan dengan asam phosphor 37% selama 15 detik akan menghilangkan smear layer, dan membuat tubulus dentin terbuka sehingga diharapkan pengetsaan intertubular dan peritubular dentin dapat menyebabkan penetrasi dan perlekatan bahan bonding sehingga terbentuk hybrid layer.25,26

2.4.3. Hybrid Layer

Melalui hybrid layer akan terbentuk mekanisme bonding dari dentin bonding agent. Lapisan inilah yang secara mikromekanis berikatan dengan serat kolagen dentin yang telah terbuka karena demineralisasi. Ikatan ini terbentuk oleh difusi resin pada resin primer dan bonding. Ketebalan hybrid layer adalah <1µm untuk sistem all in one dan mencapai 5 µm pada sistem konvensional.26 Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah gigi nonvital yang telah kehilangan kandungan air dan cross-linking kolagennya.14,32

2.4.4. Bentuk Anatomi Saluran Akar

(55)

menjadi hal yang penting untuk diperhatikan. Insisivus sentral dan lateral rahang atas biasanya memiliki akar yang cukup besar untuk memuat hampir seluruh sistem pasak. Kaninus rahang atas mempunyai akar yang pada bagian faciolingual relatif lebih besar sehingga diperlukan pasak dan inti individual (costumized). Menurut Zillich dan Yaman (1985) premolar rahang atas memiliki masalah yang bervariasi : dinding saluran akarnya tipis dan meruncing (tapered), proximal invagination, adanya pemisahan saluran akar, akar distal-apikal yang membentuk lekukan, dan bagian fasial dari akar palatal yang berlekuk.

Faktor-faktor inilah yang meyebabkan penempatan pasak yang panjang harus dihindari karena dapat memperlemah akar secara berlebihan atau akan terjadi perforasi saluran akar dan akan menyebabkan kegagalan yang lebih parah. Pada molar rahang atas penempatan pasak yang paling baik adalah pada akar palatal meskipun terkadang masih akan menimbulkan masalah. Dilaporkan bahwa 85% bentuk dari akar fasial dan palatal membengkok. Terkadang pada permukaan fasial dan palatal terjadi invaginasi yang dapat menjadai predisposisi perforasi akar ketika dilakukan penempatan pasak.24

(56)

2.5 Efek Ferrule

Ferrule berasal dari bahasa latin yaitu ferrum yang berarti besi dan viriola yang berarti gelang. Sebuah ferrule adalah sebuah gelang yang mengelilingi mahkota gigi dengan demikian dapat menguatkan gigi, memberikan retensi dan mencegah fraktur. Penggunaan ferrule sebagai bagian dari inti dan mahkota dapat memberikan keuntungan dalam memperkuat gigi yang telah diisi saluran akar.27,28

Dari penelitian sebelumnya dikonfirmasikan bahwa mahkota dan gigi pasca perawatan endodonti memiliki tekanan terbesar pada daerah servikal, dan bahwa sebuah pembuatan ferrule pada servikal menciptakan efek positif pada peningkatan tekanan yang berkonsentrasi di antara inti dan dentin.29 Tekanan pada keseluruhan restorasi disalurkan pada permukaan dentin-mahkota, dan pasak tidak berkontribusi dalam transfer tekanan sampai ikatan antara komposit inti dan dentin mengalami kegagalan. Sebuah ferrule yang mengelilingi mahkota memberikan efek proteksi dengan mengurangi tekanan pada gigi yang dinamakan efek ferrule.30 Sebagai tambahan, preparasi ferrule dapat membantu menjaga integritas dari semen seal dan mahkota. Ketika ferrule tidak ada atau terlalu kecil, tekanan oklusal menyebabkan pasak bergerak yang memungkinkan terjadi pergerakan kecil dari inti, dan semen seal pada margin mahkota dapat fraktur yang dalam waktu singkat menghasilkan celah dan karies.29 Gigi dengan sebuah ferrule lebih banyak mengalami fraktur oblique, sedangkan gigi tanpa ferrule dominan mengalami fraktur akar vertikal.30

Pada sebuah penelitian dengan menggunakan finite element analisis menunjukkan bahwa ketidakhadiran ferrule merupakan sebuah faktor determinan negatif, menimbulkan tingkat tekanan yang sangat lebih tinggi.29 Ferrule menjadi sangat penting untuk mendapatkan keberhasilan jangka panjang dari sebuah pasak. Stankiewicz dan Wilson pada tahun 2002 melaporkan sebuah ferrule dengan 1mm dari tinggi vertikal menunjukkan ketahanan yang berlipat terhadap fraktur dan dibanding tanpa menggunakan ferrule, dan menambahkan resistensi pasak terhadap tekanan torsi.6,14 Hasil yang sama juga ditunjukkan dalam penelitian in vitro oleh Tan dkk 2005, didapat bahwa gigi yang dengan mahkota ber-ferrule 2 mm lebih signifikan memiliki ketahanan terhadap fraktur dibandingkan gigi yang direstorasi tanpa ferrule.6

Gambar

Gambar 7.          B.  sistem pasak dengan preparasi
Gambar 8. (a) Spreader hand khusus polyethylene, (b) gunting khusus polyethylene, (c) thermometer, (d) Stopwacth, (e) Water bath, (f) Torsee’s Universal Testing
Gambar 9. (a) Etching ,(b) bonding, (c) wetting resin, (d) lutting resin, (e) resin komposit,            (f) sealer, (g) gutta percha, (h) polyethylene fiber reinforced post, (i) vaseline,(j) liquid acrylic, (k) self curing acrylic
Gambar 10. Sampel ditanam dalam balok gips
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji statistik Mann-Whitney Test dari penelitian menujukkan bahwa pada bagian coronal, middle dan apical antara kelompok pasak pita polyethylene fiber reinforced

Pengaruh Self Cure Activator pada Sistem Total Etsa dengan Menggunakan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber terhadap Ketahanan Fraktur dan Pola Fraktur.. xi +

Pengaruh Self Cure Activator pada Sistem Total Etsa dengan Menggunakan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber terhadap Ketahanan Fraktur dan Pola Fraktur.. xi +

Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh self cure activator pada sistem total etsa dengan menggunakan pasak polyethylene fiber terhadap

Pengaruh self cure activator pada sistem total etsa dengan menggunakan pasak customized pita polyethylene fiber terhadap ketahanan fraktur dan pola fraktur...

Penggunaan luting semen resin dual cure dengan pasak polyethylene fiber menghasilkan interaksi fisik dan kimia yang baik dengan dentin saluran akar sehingga meningkatkan

Disamping itu belum ada penelitian yang dilakukan untuk melihat celah mikro pasak customized pita polyethylene fiber reinforced yang menggunakan sistem adhesif total etsa

Pengaruh Penambahan Self Cure Activator pada Sistem Adhesif untuk Pemasangan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber Reinforced terhadap Celah Mikro (Penelitian In Vitro