• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan Celah Mikro Pasak Glass Prefabricated Fiber Reinforced Dan Pasak Pita Polyethylene Fiber Reinforced Dengan Menggunakan Sistem Adhesif Total- Etch (Penelitian In Vitro).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbedaan Celah Mikro Pasak Glass Prefabricated Fiber Reinforced Dan Pasak Pita Polyethylene Fiber Reinforced Dengan Menggunakan Sistem Adhesif Total- Etch (Penelitian In Vitro)."

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN CELAH MIKRO PASAK GLASS PREFABRICATED

FIBER REINFORCED DAN PASAK PITA POLYETHYLENE

FIBER REINFORCED DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM

ADHESIF TOTAL-ETCH (PENELITIAN IN VITRO)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

Syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

YULI FATZIA OSSA

Nim : 070600069

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Konservasi Gigi

Tahun 2011

Yuli Fatzia Ossa

Perbedaan celah mikro pasak glass prefabricated fiber reinforced dan pasak

pita polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan sistem adhesif total- etch

(penelitian in vitro)

xiii+ 82 halaman

Pasak fiber reinforced composite sering digunakan untuk menambah retensi mahkota pada restorasi akhir setelah perawatan endodonti. Retensi pasak fiber

reinforced composite didapat melalui sistem adhesif dari semen luting resin.

Permasalahan semen luting berbahan dasar resin adalah sering terjadi polimerisasi

shrinkage sehingga menimbulkan celah mikro. Penelitian ini bertujuan untuk melihat

perbedaan celah mikro pada pasak glass prefabricated fiber reinforced dan pasak pita

polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan sistem adhesif total-etch.

(3)

apical. Bagian atas dari potongan sampel tersebut diamati dibawah stereomikroskop

dengan pembesaran 20x, kemudian diberi skor 0-4 pada daerah perluasan penetrasi zat warna.

Hasil uji statistik Kruskal Wallis Test menunjukkan terdapat perbedaan yang

signifikan (p < 0,05) pada kelompok pasak glass prefabricated fiber reinforced dan pasak pita polyethylene fiber reinforced. Hasil uji statistik Mann- Whitney Test menunjukkan perbedaan yang signifikan pada bagian coronal dan middle (p<0,083) sedangkan pada bagian apical tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p> 0,083).

Daftar pustaka : 1983-2011

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI UNTUK DISEMINARKAN PADA TANGGAL 27 Juni 2011

OLEH: Pembimbing I

Bakri Soeyono,drg NIP : 19450702 197902 1 001

Pembimbing II

Wandania Farahanny,drg NIP : 19780813 200312 2 000

Mengetahui

Ketua departemen Ilmu Konservasi Gigi Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Sumatera Utara

(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi Berjudul

PERBEDAAN CELAH MIKRO PASAK GLASS PREFABRICATED FIBER

REINFORCED DAN PASAK PITA POLYETHYLENE FIBER REINFORCED

DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM ADHESIF TOTAL-ETCH (PENELITIAN IN VITRO)

Yang dipersiapkan dan disusun oleh: YULI FATZIA OSSA

NIM : 070600069

Telah dipertahankan didepan tim penguji Pada tanggal 27 Juni 2011

Dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima

Susunan Tim Penguji Skripsi

Ketua Penguji Sekretaris

Bakri Soeyono, drg Wandania Farahanny, drg NIP. 19450702 197902 1 001 NIP. 19780813 200312 2 000

Anggota Tim Penguji

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya, serta segala kemudahan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Rasa hormat dan terimakasih yang tiada terhingga penulis persembahkan kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Drs. Amsal Ali dan Ibunda Roslita, S.Pd, serta kakanda Sefvika Ossa, S.Pd dan adinda Rafi Purnama Ossa atas segala kasih sayang, doa, bimbingan, semangat, serta dukungan baik moril maupun materil yang selama ini diberikan kepada penulis.

Dalam penulisan skirpsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp. Ort, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

2. Cut Nurliza, drg., M.Kes, selaku Ketua Departemen Ilmu Konservasi Gigi Universitas Sumatera Utara atas segala saran, dukungan dan bantuan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

(7)

4. Wandania Farahanny, drg, selaku dosen pembimbing II atas keluangan waktu, saran, bantuan dan dukungan, motivasi serta bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

5. Shaukat Osmani Hasbi, drg., Sp. BM, selaku penasehat akademik yang telah banyak memberikan nasehat serta arahan selama masa pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Ilmu Konservasi Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan saran, bantuan dan semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membimbing dan memberikan ilmunya kepada penulis selama menjalani masa pendidikan.

8. Drs.Afriyanto, selaku ketua Laboratorium Biologi Dasar LIDA USU, atas izin yang diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian di lab tersebut.

9. Drs.Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, atas bantuan analisi statistik hasil penelitian.

10.Sahabat-sahabat tersayang penulis Hertily Surviva, Alifina Priandini, Egia Ninta, Riona Ulfah, Margaret P Halim, Siti Maryam Lubis, Harry Muntadhir, dan Sutio Hartono atas dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis

(8)

2007 lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan motivasi selama penulis melakukan penelitian dan penulisan ini.

12.Kak Rani, Kak Ririn, Kak Alia,Kak Nikma, Kak Ayu, dan Kak Mutia yang telah banyaknya memberikan motivasi, bantuan petunjuk dan masukan-masukan kepada penulis selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, 27 Juni 2011

Penulis,

(Yuli Fatzia Ossa)

NIM. 070600069

(9)

DAFTAR ISI

2.3 Pasak customized polyethylene fiber... 14

2.4 Polimerisasi resin... 22

2.5 Sistem adhesif... 23

2.6 Sistem perlekatan pasak dan inti adhesif... 27

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 29

(10)

3.2 Hipotesis penelitian ... 32

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ... 33

4.1 Jenis penelitian ... 33

4.2Tempat dan waktu ... 33

4.3Populasi dan sampel ... 33

4.4Variabel dan definisi operasional ... 35

4.5Alat dan bahan penelitian ... 39

4.6Prosedur penelitian ... 44

4.7Analisa data ... 53

BAB 5 HASIL PENELITIAN ... 54

BAB 6 PEMBAHASAN ... 62

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... 71

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Modulus elastisitas dari beberapa bahan dental material... 20

2. Skor celah mikro dengan penetrasi zat warna pada Kedua kelompok perlakuan ... 55

3. Rasio cross sectional pada daerah infiltrasi zat warna ... 59

4. Hasil uji statistik kruskal wallis test ... 60

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 9 Prosedur pembuatan pasak dari pita polyethyelene ... 15

Gambar 10 Persiapan inti restorasi porselen ... 16

Gambar 11 Jenis polyethylene fiber ... 17

Gambar 12 Representasi skematis ayaman pita polyethyelene ... 18

Gambar 13 Pasak polyethylene fiber pada gigi posterior ... 19

Gambar 14 Definisi terminologi sistem adhesif ... 23

Gambar 15 Mekanisme perlekatan total-etch system... 25

Gambar 16 Perlekatan sistem pasak & inti... 27

Gambar 17 High speed bur dan light cure unit ... 40

Gambar 18 Bur disc, jangka, dan gunting khusus ... 41

Gambar 19 Berbagi macam instrumen dan alat preparasi saluran akar ... 41

Gambar 20 Methylene blue, lampu spiritus dan bonding aplikator ... 42

Gambar 21 Stereomikroskop, termometer, dan water bath ... 42

Gambar 22 Preparat gigi, pasak pita polyethylene dan pasak glass fiber .... 43

(13)

Gambar 24 Sealer, paperpoint, dan guttapercha ... 44

Gambar 25 Pemotongan mahkota sampel ... 45

Gambar 26 Ekstirpasi saluran akar sampel ... 46

Gambar 27 Pengisian saluran akar dan pembuangan guttapercha ... 47

Gambar 28 Ecthing pada saluran akar ... ……….. 48

Gambar 29 Estimasi panjang kerja, aplikasi semen ke saluran akar ... 48

Gambar 30 Pemasangan pasak glass fiber ... ……….. 49

Gambar 31 Estimasi panjang kerja dan pemasangan pasak pita polyethylene ... 50

Gambar 32 Perendaman sampel dalam air ... 51

Gambar 33 Penutupan apeks dengan wax dan perendaman dalam methylene blue ... 51

Gambar 34 Pemotongan sampel menjadi 3 bagian dan pemeriksaan dibawah stereomikroskop ... 52

Gambar 35a Hasil stereomikroskop pada bagian coronal ... 56

Gambar 35b Hasil stereomikroskop pada bagian coronal ... 57

Gambar 36a Hasil stereomikroskop pada bagian middle ... 57

Gambar 36b Hasil stereomikroskop pada bagian middle ... 58

Gambar 37a Hasil stereomikroskop pada bagian apical ... 58

Gambar 37b Hasil stereomikroskop pada bagian apical... 59

Gambar 38 Pasak polyethylene dimasukkan ke saluran akar... 66

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

(15)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ilmu Konservasi Gigi

Tahun 2011

Yuli Fatzia Ossa

Perbedaan celah mikro pasak glass prefabricated fiber reinforced dan pasak

pita polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan sistem adhesif total- etch

(penelitian in vitro)

xiii+ 82 halaman

Pasak fiber reinforced composite sering digunakan untuk menambah retensi mahkota pada restorasi akhir setelah perawatan endodonti. Retensi pasak fiber

reinforced composite didapat melalui sistem adhesif dari semen luting resin.

Permasalahan semen luting berbahan dasar resin adalah sering terjadi polimerisasi

shrinkage sehingga menimbulkan celah mikro. Penelitian ini bertujuan untuk melihat

perbedaan celah mikro pada pasak glass prefabricated fiber reinforced dan pasak pita

polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan sistem adhesif total-etch.

(16)

apical. Bagian atas dari potongan sampel tersebut diamati dibawah stereomikroskop

dengan pembesaran 20x, kemudian diberi skor 0-4 pada daerah perluasan penetrasi zat warna.

Hasil uji statistik Kruskal Wallis Test menunjukkan terdapat perbedaan yang

signifikan (p < 0,05) pada kelompok pasak glass prefabricated fiber reinforced dan pasak pita polyethylene fiber reinforced. Hasil uji statistik Mann- Whitney Test menunjukkan perbedaan yang signifikan pada bagian coronal dan middle (p<0,083) sedangkan pada bagian apical tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p> 0,083).

Daftar pustaka : 1983-2011

(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gigi yang telah dilakukan perawatan endodonti sering membutuhkan retensi tambahan dengan menggunakan sistem pasak dan inti untuk retorasi akhirnya. Pasak digunakan sebagai retensi intraradikular untuk memberikan kekuatan pada mahkota gigi. Perkembangan teknologi baru pasak non alloy seperti fiber reinforced composite (FRC) mulai sering digunakan oleh para dokter gigi pada awal tahun 1990 an. Pasak

fiber reinforced composite banyank diminati karena memiliki beberapa keuntungan

seperti dapat beradaptasi dengan dentin intraradikular menggunakan sistem adhesif, memiliki modulus elastisitas yang menyerupai dentin, estetis, mudah diadaptasikan kedalam saluran akar, dan tidak mengalami proses korosi bila dibandingkan dengan pasak berbahan metal. 1-4

(18)

saluran akar. Salah satu hal yang dapat mempengaruhi perlekatan dari semen luting resin dengan dentin saluran akar adalah keberadaan smear layer yang tidak terbersihkan secara maksimal akan menyebabkan kegagalan perlekatan antara sistem adhesif dengan semen luting resin. 4-5

Pasak fiber reinforced composite terbagi menjadi pasak buatan pabrik (prefabricated) dan pasak individual (customized). Dalam mengadaptasikan pasak kedalam saluran akar pasak prefabricated memerlukan pelebaran saluran akar. Pelebaran saluran akar yang terlalu besar dapat melemahkan struktur gigi yang tersisa. Pada saluran akar yang berbentuk oval, penggunaan pasak prefabricated akan menyisakan ruangan yang kosong diantara pasak dengan dentin saluran akar. Ruang yang tersisa diantara pasak dan dentin intradikular akan diisi oleh semen luting. Sedangkan pada pasak customized, bentuk saluran akar tidak menjadi masalah karena sifat dari pasak polyethylene dapat beradaptasi dengan mengikuti bentuk dari anatomi saluran akar (customized).4

Peningkatan volume semen luting resin dapat menyebabkan kegagalan perlekatan antara semen luting dan dentin saluran akar, hal ini karena terjadinya penyusutan pada saat polimerisasi. Penyusutan pada saat polimerisasi tidak hanya menimbulkan celah (gaps) tetapi juga menyebabkan terjadinya microcracks diantara lapisan semen luting resin dan celah mikro disepanjang ruangan pasak yang merupakan awal kegagalan dari restorasi pasak adhesif. 4

Kreji et al (2000) menyatakan bahwa penyusutan pada saat polimerisasi luting

(19)

berbahan dasar resin, hal ini dikarenakan C- faktor yang tinggi (rasio dari permukaan yang berikatan dengan permukaan yang tidak berikatan).6 Bouillaguet et al (2003) menyatakan bahwa endodontic C- factor yang diperkirakan lebih tinggi dari 200 bila dibandingkan dengan restorasi pada daerah coronal yang berkisar diantara 1 dan 5.7

Tay et al (2006) menyatakan polimerisasi shrinkage merupakan dampak yang buruk

dari semua semen berbahan resin, C- faktor dapat menghasilkan stress yang cukup tinggi sehingga menyebabkan kegagalan perlekatan dari bahan luting terhadap dentin intraradikular, sehingga mengurangi retensi dan dapat meningkatkan terjadinya celah mikro.8

Fogel et al (1995) mengevaluasi celah mikro dengan metode penetrasi dye dari

beberapa sistem pasak prefabricated yang berbeda, hasilnya ditemukan tidak ada sistem pasak yang mampu menahan penetrasi dari cairan pewarna (dye).9 Hal yang sama juga dilaporkan oleh Tjan et al (1991) menggunakan sistem adhesif generasi kedua ditemukan hampir seluruh gigi menunjukkan terjadi celah mikro, namun pasak yang disemenkan dengan sistem bonding semen dapat mengurangi celah mikro dibandingkan dengan yang menggunakan semen seperti glass ionomer dan zinc

phosphate.10 Sementara itu, Usumez et al (2004) menyatakan bahwa pasak glass

fiber dapat mengurangi celah mikro bila dibandingkan dengan pasak zirconia.11

Albashaireh et al (2008) menyatakan bahwa terjadinya peningkatan retensi pasak

yang menggunakan sistem adhesif total-etch jika dibandingkan dengan self- etch.12

(20)

dengan menggunakan sistem adhesif etch - rinse lebih baik daripada penggunaan sistem adhesif self-etch.13

Erkut et al (2008) menyimpulkan dari hasil penelitiannya bahwa restorasi pasca

perawatan endodonti dengan menggunakan pasak pita polyethylene fiber reinforced

post pada saluran akar yang overflared dengan sistem adhesif total- etch dapat

mengurangi terjadinya celah mikro bila dibandingkan penggunaan pasak fiber yang lainnya.4

Dari uraian diatas, maka peneliti ingin mengetahui apakah ada perbedaan celah mikro pada pasak yang menggunakan glass prefabricated fiber reinforced dan pasak pita polyethylene fiber reinforced dengan menggunakan sistem adhesif total-etch.

1.2Rumusan Masalah

Dari uraian diatas, timbul permasalah yaitu:

Apakah ada perbedaan celah mikro pada pasak yang menggunakan glass

prefabricated fiber reinforced dan pasak pita polyethylene fiber reinforced dengan

menggunakan sistem adhesif total-etch ?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Untuk mengetahui adanya perbedaan celah mikro pada pasak yang menggunakan

glass prefabricated fiber reinforced dan pasak pita polyethylene fiber reinforced

(21)

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai pertimbangan untuk memilih sistem pasak adhesif yang tepat untuk digunakan pada restorasi pasca perawatan endodonti.

2. Sebagai alternatif retensi tambahan restorasi akhir pada perawatan pasca endodonti untuk pasien yang membutuhkan waktu perawatan yang lebih singkat.

3. Memberikan informasi tambahan kepada dokter gigi mengenai teknologi pasak terbaru untuk selalu mempertahankan gigi selama mungkin didalam rongga mulut dalam usaha meningkatkan kesehatan gigi dan mulut masyarakat.

4. Sebagai dasar penelitian lebih lanjut mengenai kebocoran mikro pada pasak

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Gigi yang telah dilakukan perawatan endodonti sering menggunakan sistem pasak dan inti sebagai retensi tambahan. Dewasa ini, beberapa tipe pasak dari bahan fiber yang telah dikombinasikan dengan sistem adhesif modern dari resin komposit diperkenalkan di dunia kedokteran gigi sebagai alternatif dari penggunaan pasak metal tuang. Hal ini karena pasak fiber memiliki modulus elastisitas yang menyerupai dentin dan lebih estetis dibandingkan dengan pasak metal. Pasak fiber berikatan dengan dentin intraradikular melalui sistem adhesif, sehingga dapat membangun struktur yang lebih kompleks dengan dentin. Penggunaan pasak fiber mulai diminati para praktisi karena kunjungan perawatan dapat lebih singkat.1-3

(23)

2.1Sejarah Perkembangan Pasak Fiber

Dahulu pasak metal sering digunakan oleh dokter gigi untuk restorasi pasak setelah perawatan endodonti. Pasak ini merupakan pasak dari bahan base metal alloy ataupun silver-paladium alloys tipe III yang memiliki sifat kaku dan keras sehingga dapat menahan tekanan pengunyahan. Namun banyak penelitian yang menyebutkan bahwa restorasi ini dapat menyebabkan fraktur pada akar, karena kurangnya daya adhesif dari bahan pasak tersebut. Selain itu, pasak berbahan metal juga mengakibatkan korosi sehingga sering kali menyebabkan terjadinya bayangan abu-abu (grey zone) pada daerah servical gingiva (gambar 2). Dalam penggunaannya, masih diperlukan pembuangan daerah undercut untuk adaptasi pasak ke dalam saluran akar. 1

Gambar 1 . A pasak dan inti dari metal tuang, B. pasak metal dari bahan Titanium dan alloy, C. Pasak zirconia, D. pasak fiber : 1 & 2. Pasak zirconia, 3&4 pasak glass fiber, 5&6 pasak quartz fiber, 7 pasak carbon fiber 3

(24)

Pada awal tahun 1990,diperkenalkan pasak fiber reinforced composite untuk mengurangi dampak dari pemakaian pasak metal. Beberapa kelebihan pasak fiber dibandingkan dengan pasak metal adalah nilai estetisnya lebih tinggi, tidak adanya proses korosi, memiliki modulus elastisitas yang hampir menyerupai dentin, dan dapat berikatan dengan struktur gigi dengan menggunakan sistem adhesif. Selain itu, penggunaan pasak fiber tidak memerlukan proses laboratorium, sehingga dapat mempersingkat waktu kunjungan klinis. Restorasi adhesif menyebabkan dokter dapat membuat preparasi yang minimal, sehingga dapat mempertahankan struktur gigi, selain itu karena keinginan pasien akan restorasi yang estetis. Akan tetapi dalam penggunanya pasak fiber ini masih memerlukan pembuangan undercut untuk dapat mengadaptasikan kedalam saluran akar.1,3,14

Kemudian diperkenalkan pula pasak dengan bahan yang terbuat dari

polyethylene fiber. Pasak ini telah dikembangkan untuk meningkatkan daya tahan Gambar 2. Gambaran panah menunjukkan efek dari

(25)

terhadap resin bonded composite (RBC). Pasak ini memiliki kelebihan dibandingkan pasak fiber lainnya. Didalam penggunaannya, pasak polyethylene tidak memerlukan preparasi saluran akar, karena sistem pasak tersebut memanfaatkan bentuk anatomi saluran akar dan dapat beradaptasi dengan baik, sehingga kesatuan antara pasak, semen luting dan dentin saluran akar dapat tercapai dengan lebih baik, dan penggunaan pasak ini dapat menghemat struktur dentin pada saluran akar.16-18

2.2Klasifikasi Pasak Fiber

Pasak fiber merupakan pasak buatan pabrik yang mengandung bahan resin dan

fiber reinforced (gambar 3). Fungsi fiber reinforced ini adalah memberikan kekuatan

dan kekerasan sekeliling matriks resin. Fiber disusun dalam berbagai bentuk seperti berbentuk batang, anyaman atau pita dengan diameter 7-10 µm. Penambahan fiber kedalam polimer dapat meningkatkan dan mengoptimalkan sifat bahan polimer. Kekuatan bahan polimer dapat ditingkatkan dengan menambahkan fiber reinforced yang sesuai. Kemampuan penguatan fiber reinforced tergantung kepada kepadatan

fiber reinforced, ikatannya dengan resin, dan peresapan antara serat penguat dengan

resin.3,19

(26)

Penggunaan fiber reinforced komposit menjadi populer dalam beberapa tahun belakangan ini. Jenis fiber reinforced yang digunakan untuk memperkuat resin komposit tergantung kepada cara penggunaan dan tujuan dari penggunaan fiber tersebut. Jenis pasak fiber prefabricated dapat dibagi sesuai dengan fiber yang dikandungnya untuk memperkuat komposit antara lain adalah pasak carbon fiber,

quartz, dan glass fiber.3,19,20

1 . Carbon Fiber

Ruyter pada tahun 1986, mengakui kekuatan yang rendah dari bahan resin untuk menahan tekanan oklusal yang mempelajari polimetakrilat yang diperkuat carbon

fiber. Penemuan ini menyatakan bahwa penambahan carbon fiber kedalam resin

(27)

Gambar 4. Pasak carbon fiber reinforced23

2. Quartz Fiber

Quartz fiber juga sering digunakan untuk memperkuat resin komposit (gambar

6). Powell pada tahun 1944 dan Ramos pada tahun 1996 melakukan penelitian memperkuat bahan komposit dengan quartz fiber reinforced, glass, dan polyethylene. Hasilnya menunjukkan adanya perbaikan ketahanan bahan ini terhadap fraktur.25 Pasak yang menggunakan bahan fiber ini memiliki beberapa keuntungan karena

(28)

warnanya lebih estetis jika dibandingkan dengan carbon fiber karena pasak ini berwarna putih, bersifat translusen dan opak. Pasak berbahan fiber ini lebih kuat daripada pasak berbahan glass fiber. Translusensi pasak ini menyalurkan cahaya transmisi.23,25

Walaupun quartz fiber mempunyai stabilitas termal yang lebih rendah dibandingkan glass fiber dan karbon, fiber ini tetap digunakan dalam kebanyakan sistem polimer. Serat ini mengalami kerusakan apabila terpapar dengan sinar matahari. Sinar tampak dan ultraviolet mengakibatkan perubahan warna dan pengurangan sifat mekanik.25

Gambar 6. Pasak berbahan quartz23

3. Glass Fiber

Glass fiber merupakan tipe fiber reinforced yang paling sering digunakan untuk

(29)

transmisi seperti pada pasak quartz (Gambar 7). Glass fiber lebih unggul bila dibandingkan dengan penguat dari metal dalam hal estetis dan perlekatannya ke matriks resin. Disamping itu glass fiber mudah mencapai pembasahan yang sempurna sehingga lebih mampu menahan tekanan pengunyahan.3,19,20,26

Bahan glass fiber tersedia dalam bentuk yang berbeda. Bentuk fiber reinforced mempunyai pengaruh yang nyata baik terhadap sifat mekanik maupun kemudahan penggunaannya. Glass fiber berbentuk anyaman mudah digunakan karena sifatnya yang mudah dibentuk sehingga menjadi pilihan yang tepat untuk dilingkarkanpada gigi. Glass fiber berbentuk batang mempunyai daya lentur yang tinggi dan keras sehingga serat ini merupakan pilihan yang tepat untuk daerah yang menerima tekanan pengunyahan yang tinggi (gambar 8).27

(30)

Dalam perkembangannya, pasak fiber ini belum mampu memenuhi sistem pasak yang ideal. Penggunaan pasak fiber ini masih melakukan pelebaran saluran akar setelah perawatan endodonti untuk mengadaptasikan ukuran pasak fiber buatan pabrik ini. Dengan demikian pasak ini dapat membuang struktur dentin sehingga dapat menyebabkan fraktur pada gigi yang direstorasi dengan pasak ini.

2.3 Pasak Customized Polyethylene Fiber

Pasak customized polyethylene fiber merupakan salah satu jenis pasak yang yang dapat direstorasi sendiri dan terdiri dari fiber reinforced polyethylene yang berbentuk pita, sehingga dapat mengahasilkan bentuk pasak individu / customized. Penggunaan pasak pita polyethylene sebagai retensi tambahan untuk inti restorasi mahkota harus menggunakan etching bonding dan semen luting resin(gambar 9).17 Akhir-akhir ini

fiber polyethylene telah diperkenalkan untuk meningkatkan daya tahan terhadap resin

komposit bonding. Restorasi adhesif menyebabkan dokter dapat membuat preparasi

(31)

yang minimal, sehingga struktur gigi yang masih ada dapat dipertahankan. Perkembangan fiber polyethylene semakin lama mendorong para dokter untuk meninggalkan pemakaian amalgam. Pasien menginginkan restorasi yang estetis dan keinginan pasien untuk mempertahankan struktur gigi yang masih ada mendorong dokter gigi untuk memperluas indikasi klinis restorasi fiber polyethylene direct..16-18

Gambar 9 .Prosedur pembuatan pasak dari pita polyethylene fiber (Ribbond, Seattle, USA) 1. Aplikasi etching dan bonding, 2. Semen luting dimasukkan kedalam saluran akar, 3. Pengukuran pita polyethylene fiber, 4.Pita polyethylene fiber dimasukkan kedalam saluran akar, 5. Light cure, 6. Buid-up inti dengan resin komposit16

Fiber polyethylene dengan Ultra High Molecular Weight Polyethylene

(UHMWPE) semakin populer dan memiliki aplikasi klinis yang bervariasi. Sebagai

bondable reinforcement fiber, fiber polyethylene ini dapat digunakan sebagai splin

periodontal, retainer ortodonti, metal-free bridge sementara, perawatan split-tooth

syndrome. Selain itu juga dapat digunakan untuk pasak dan inti perawatan endodonti

sebagai persiapan untuk restorasi mahkota porcelen baik pada gigi anterior maupun gigi posterior (gambar 10).

6  5 

(32)

Pemakaian polyethylene fiber reinforced post yang telah beredar dipasaran saat ini adalah preimpregnated fiber tape post (Interlig, Angleus Rua Goias, Londrina,

PR, Brazil), Ribbond polyethylene fiber post (Ribbond, Seattle, USA) (gambar 11).

Namun yang paling banyak digunakan saat ini adalah Ribbond®. Fiber anyaman ini memiliki modulus elastisitas yang asam dengan dentin dan dapat membentuk sistem monoblok dentin-pasak-inti yang mampu mendistribusikan tekanan disepanjang saluran akar dengan lebih baik.16-18

Gambar 11. Jenis polyethyelene fiber A. Ribbond®, B. Interlig 17

Gambar 10. Persiapan inti untuk restorasi mahkota porselen gigi anterior yang dibentuk dengan pasak pita polyethylene fiber dan resin komposit 16

(33)

2.3.1 Material Pasak Polyethylene Fiber

Polyethylene fiber diperkenalkan pada pasaran pada tahun 1992. Material ini

merupakan fiber pengikat sekaligus memilliki sifat memperkuat, yang terdiri dari serat polyethylene dengan kekuatan ultrahight. Serat ini memiliki kekuatan yang jauh lebih tinggi dibanding glass fiber berkualitas tinggi (fiber glass), sehingga membutuhkan gunting khusus untuk memotongnya.16-18

Pita dari polyethylene fiber ini adalah suatu bahan yang berupa anyaman yang sangat tahan lama, dengan locked-stitched threadsyang secara efektif menyalurkan tekanan melalui anyaman tanpa menyalurkan kembali tekanan ke resin. Anyaman pita ini mudah dikendalikan, dan beradaptasi dengan baik pada kontur dan lengkung gigi (gambar 12 ).

(34)

2.3.2 Estetik Pasak Polyethylene Fiber

Apabila estetis menjadi fokus utama, pemilihan material restorasi menjadi pertimbangan yang sangat penting. Transmisi cahaya membuat pasak tuang dan pasak pabrik tampak memberi bayangan pada daerah submarginal. Pada pemakaian pasak metal, warna keburaman pasak tersebut tampak berbayang pada daerah gingiva dan servikal gigi. Pita polyethylene fiber bersifat translusen, tidak berwarna dan menghilang di dalam resin komposit tanpa menunjukkan bayangan warna apapun. Pita ini tidak hanya memberi keunggulan estetis, sifat tranlusennya menyebabkan

light cure mudah melewati komposit.1,16-18

2.3.3 Konservasi Struktur Gigi

(35)

2.3.4. Modulus Elastisitas Yang Mendekati Dentin

Modulus elastisitas adalah kekakuan relatif dari bahan restorasi di dalam kisaran elastis. Desain restorasi yang ideal untuk suatu sistem pasak membutuhkan modulus elastisitas sistem menyerupai dentin. Sistem pasak customized polyethylene fiber memiliki modulus yang menyerupai dentin. Jaringan keras alami memiliki kisaran nilai modulus elastik, dan penambahan bahan restorasi dengan nilai modulus yang berbeda dapat mempengaruhi kekuatan total dari kompleks gigi-restorasi dan menghasilkan pembentukan tekanan interfasial. Tekanan interfasial yang berasal dari

(36)

perbedaan modulus dapat menimbulkan strain penyusutan, termal atau mekanis pada bahan restorasi. 1,4

Tabel 1. MODULUS ELASTISITAS DARI BEBERAPA BAHAN DENTAL MATERIAL17

Sistem pasak ini memiliki sejumlah keuntungan yang dapat bermanfaat bagi mekanisme yang kompleks antara penyusutan polimerisasi dan adhesi. Karena modulus elastisitas bahan adhesif dan semen resin rendah, komposit akan merenggang untuk mengakomodasi modulus gigi. Faktor-faktor ini, yang mengurangi dan mendistribusikan tekanan ke struktur dentinal yang tersisa, akan mengurangi kemungkinan pemisahan pasak atau fraktur akar sehingga meningkatkan keberhasilan klinis dari kompleks restorasi. 16-18

2.3.5. Adaptasi Internal

Semen luting konventional (misal : zink oksifosfat) hanya mengisi ruang kosong antara pertemuan restorasi tanpa melekat ke permukaanya. Penggunaan bahan luting dual-cure dengan pasak customized polyethylene fiber memiliki interaksi fisik serta kimiawi dengan bahan reinforcement dan dentin yang meningkatkan kontinuitas

(37)

adhesif interfasial. Penggunaan semen resin komposit diantara sistem adhesif dan

bahan reinforcement memastikan kontak yang lebih erat dengan bahan dentin bonding karena viskositas yang lebih rendah dan menghasilkan peningkatan adaptasi morfologi intraradikular. Komposit dengan modulus rendah ini bekerja sebagai buffer elastis yang mengkompensasi tekanan penyusutan polimerisasi, menghilangkan pembentukan celah dan mengurangi kebocoran mikro. Jika modulus elastisitas rendah, komposit akan merenggang untuk mengakomodasi modulus gigi. Visikositas resin yang rendah akan meningkatkan kapasitas sewaktu proses wetting sehingga dapat menyebabkan adaptasi interfacial yang lebih sempurna dan dapat mengurangi celah mikro. Wetting resin merupakan suatu unfilled resin yang berfungsi untuk mempersiapkan adaptasi interfasial permukaan pita polyethylene fiber sehingga dapat melekat dengan resin komposit dan semen luting semen.1, 16-18

2.4 Polimerisasi Resin

(38)

resin dengan visikositas dan modulus elastisitas yang rendah diantara bonding agent dan resin restorative yang dapat bertindak sebagai elastic buffer atau stress breaker sehingga dapat meningkatkan marginal integrity.38 Pengkerutan polimerisasi merupakan masalah terbesar pada semua bahan restorasi berbahan dasar resin. C-faktor pada saluran akar adalah 200 , hal ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan restorasi pada daerah coronal yang hanya 1- 5 % volume. 6-7

Pengkerutan polimerisasi berkaitan dengan C-faktor yang merupakan perbandingan antara permukaan yang berikatan dengan permukaan yang bebas. Semakin tinggi C-faktor maka semakin tinggi potensi terjadinya pengkerutan polimerisasi. Pada resin aktivasi sinar, pengkerutan terjadi kearah tengah dari massa resin. Adanya kontraksi polimerisasi menyebabkan terjadinya kehilangan kontak antara resin dan dentin saluran akar sehingga mengakibatkan terbentuknya celah (gaps) pada restorasi tersebut. Selain itu, resin memiliki koefisien ekspansi termal tiga atau empat kali lebih besar daripada koefisien ekspansi termal struktur gigi. Perbedaan ekspansi termal antara struktur gigi dan resin dapat menyebabkan terjadinya perbedaan perubahan volume yang dapat menimbulkan celah mikro.6,7,11,28

2.5 Sistem Adhesif

(39)

agent adhesive system adalah bahan yang bila diaplikasikan pada permukaan suatu

benda dapat melekat, dapat bertahan dari pemisahan, dan dapat menyebarluaskan beban melalui perlekatanya (gambar 14).7,11,28

Gambar 14. Definisi terminologi sistem adhesif.28

Salah satu upaya untuk meningkatkan perlekatan resin ke jaringan gigi adalah penggunaan teknik etsa asam dan bahan bonding adhesive. Buonocore (1955), memperkenalkan konsep bonding dengan etsa asam yaitu memodifikasi pembukaan enamel dengan menggunakan bahan yang bersifat asam.7,11,28,32

(40)

perlekatan terhadap permukaan email. Hal ini disebabkan karena dentin merupakan jaringan yang lebih kompleks dibandingkan dengan email.26 Email merupakan jaringan yang hampir termineralisasi dengan sempurna, sedangkan dentin merupakan jaringan hidup yang terdiri dari komponen inorganik (45% volume), komponen organik (33% volume), dan air. Komposisi organik substrat dentin memiliki sruktur ultra tubulus yang lembab dan heterogen. Jadi, dapat dikatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kesulitan perlekatan resin komposit pada dentin yaitu bervariasi tingkat mineralisasi dan adanya cairan pada tubulus dentin yang menghalangi perlekatan. 11,28,32

Perlekatan pada dentin juga menjadi lebih sulit dengan keberadaan smear layer.

Smear layer merupakan lapisan debris organik yang terdapat pada permukaan dentin

akibat preparasi dentin.7,31 Smear layer masuk kedalam tubulus dentin dan berperan

(41)

Gambar 15. Mekanisme perlekatan total-etch system. A. Aplikasi etsa asam akan menghilangkan seluruh smear layer dan membuka tubulus dentin. B. Aplikasi bahan primer(merah). C. Aplikasi bahan adhesif (hijau) akan berdifusi dalam bahan primer dan masuk kedalam tubulus dentin dan membentuk resin tag.32

Sistem adhesif total-etch merupakan sistem adhesif generasi ke-4, dimana karakter utamanya adalah sistem adhesif total-etch three-step. Sistem ini menggunakan asam phosfor selama 15-20 detik. Asam ini secara bersamaan menghasilkan efek pada email (pola pengetsaan) dan dentin (menyingkirkan semua

smear layer, membuka semua tubulus dentin dan kolagen terekspos), kemudian

(42)

Albashaireh et al (2008) menyatakan bahwa terjadinya peningkatan retensi pasak

setelah diaplikasikan sistem adhesif total-etch jika dibandingkan dengan self- etch, hal ini disebabkan smear layer lebih efektif di bersihkan dengan menggunakan sistem adhesif total etch.12 Hasimoto et al (2004) menyatakan bahwa pergerakan air pada rensin-bonded dentin dengan menggunakan sistem adhesif etch - rinse lebih baik

daripada penggunaan sistem adhesif self-etch.13

2.6 Sistem Perlekatan Pasak Dan Inti Adhesif

Selain bentuk, ukuran, dan desain dari pasak, retensi dari pasak juga dipengaruhi oleh semen luting, interaksi antara post-core, post-cement dan dentin-cement

interface(gambar 16). Semen resin direkomendasikan sebagai semen luting pada

pasak fiber reinforced composite (FRC). Hal ini dikarenakan semen resin memiliki daya tahan terhadap fraktur yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan semen yang lainnya. Komposisi resin-based cements hampir menyerupai resin-based composite

filling materials (matriks resin dengan inorganic fillers). Monomer yang tergabung di

(43)

Polimerisasi dapat dicapai dengan conventional peroxide-amine induction system (self cure, autopolymerizble) atau dengan light cure . Beberapa sistem menggunakan kedua mekanisme dan disebut sistem dual-cure. Dual cure dapat meningkatkan derajat konversi dari semen, sifat mekanis semen seperti modulus elastisitas semen dapat diperbaiki (Giachetti et al 2004). 30

Mekanisme yang terpenting dari sistem adhesi pada post cementation adalah mekanisme adhesi (interlocking), chemical adhesi, dan interdiffusion. Mekanisme adhesi bergantung pada interlocking dari adhesif ke permukaan substrat. Chemical

adhesi berdasarkan ikatan kovalen atau ionik yang menghasilkan sistem perlekatan

yang kuat. Perlekatan interdiffusion didasarkan pada difusi dari molekul polimer pada

(44)

suatu permukaan ke permukaan yang lainnya. Mekanisme ini digunakan ketika perlekatan antara pasak dengan dentin saluran akar.30,34,36

Pasak fiber reinforced composite berikatan dengan dentin saluran akar dengan

(45)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Perawatan pasca endodonti

Retensi tambahan pasak dan inti pasak

metal fiber

Pasak metal tuang

Pasak metal fabricated

fabricated Customized

Glass fiber dengan bentuk tappered 

Polyethylene bentuk pita anyaman

Mekanisme adhesif yang paling penting :

Interlocking Interdifusion Chemical adhesi hybrid layer

Berikatan dengan intraradicular dentin dengan menggunakan sistem adhesif dan semen luting resin

Sistem adhesif Semen luting

Self etch Total etch resin GIC Zinc phosphate

ketebalan dari semen luting polimerisasi shrinkage

Sistem perlekatan pasak, semen luting, dan dentin dipengaruhi oleh:  Keberadaan smear layer

 Jenis semen luting yang digunakan

Perbedaan celah mikro dari kedua sistem pasak ??

(46)

Perawatan gigi pasca endodonti memerlukan retensi tambahan berupa pasak dan inti agar dapat memperkuat struktur gigi yang masih tertinggal. Pasak yang digunakan pada restorasi pasca perawatan endodonti terdapat beberapa jenis yaitu : pasak metal, baik pasak metal tuang maupun pasak metal buatan pabrik, dan pasak fiber.

Pasak fiber telah diperkenalkan pada awal tahun 1990 untuk menggantikan penggunaan pasak metal. Pasak fiber terbagi menjadi dua, yaitu pasak fiber buatan pabrik dan pasak fiber yang dapat dibentuk sendiri (customized). Pasak fiber yang sering digunakan glass prefabricated fiber reinforced, dimana pasak ini dalam bentuk siap pakai dan tidak mengikuti bentuk anatomi dari saluran akar, sehingga memerlukan pelebaran dari saluran akar. Perlekatan ke dentin saluran akar dengan menggunakan sistem ahesif dari luting semen.

Selanjutnya dikembangkan lagi bahan pasak yang terbuat dari fiber polyethylene yang merupakan suatu pasak yang dapat direstorasi sendiri dengan fiber reinforced

polyethylene untuk meningkatkan daya tahan terhadap resin komposit bonding

(FRC). Pasak Polyethylene fiber reinforced memanfaatkan kekuatan adhesif yang cukup baik karena pasak ini menggunakan perlekatan dengan semen luting berbahan resin dan memanfaatkan anatomi internal saluran akar tanpa dipengaruhi oleh adanya

undercut.

(47)

luting. Sistem adhesif yang digunakan adalah total etch, dan semen luting yang digunakan adalah semen resin luting. Mekanisme yang terpenting dari sistem adhesif

total- etch adalah mekanisme adhesi (interlocking) yang bergantung pada

interlocking dari adhesif ke permukaan substrat, chemical adhesi berdasarkan ikatan

kovalen atau ionik yang menghasilkan sistem perlekatan yang kuat, mekanisme

interdiffusion yang didasarkan pada difusi dari molekul polimer pada suatu

permukaan ke permukaan yang lainnya dan pembentukan hybrid layer pada saluran akar. Sistem perlekatan pasak tergantung pada perlekatan pasak dengan inti, perlekatan pasak dengan semen luting dan perlekatan antara dentin saluran akar dan semen luting. Sementara itu keberhasilan perlekatan dari semen luting resin dipengaruhi oleh ketebalan dari semen luting resin, dan polimerisasi shrinkage sewaktu penyinaran.

Meskipun pasak polyethylene fiber reinforced dapat memanfaatkan kekuatan adhesif yang cukup baik dari semen luting resin, namun perlu diketahui bahwa salah satu kelemahan dari bahan restorasi yang berbahan dasar resin terjadinya polimerisasi

shrinkage dan dapat menyebabkan terjadinya celah mikro. Oleh karena itu, penelitian

ini dilakukan untuk melihat perbedaan celah mikro pada sistem perlekatan pasak pita

polyethylene fiber reinforced dan membandingkannya dengan pasak glass

(48)

3.2 Hipotesis Penelitian

Dari uraian yang telah disebutkan maka hipotesis untuk penelitian ini adalah : Adanya perbedaan celah mikro pada pasak yang menggunakan glass

prefabricated fiber reinforced dan pasak pita polyethylene reinforced dengan

(49)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Eksperimental laboratorium komparatif

4.2. Tempat Dan Waktu Penelitian

4.2.1 Tempat Penelitian:

1. Departemen Konservasi Gigi FKG USU

2. Laboratorium Biologi Dasar LIDA USU

4.2.2 Waktu Penelitian:

Bulan Januari 2011- April 2011

4.3. Populasi Dan Sampel

4.3.1 Populasi Penelitian

Gigi premolar pertama mandibula yang telah diekstraksi untuk keperluan ortodonti.

(50)

Gigi premolar pertama mandibula yang telah diekstraksi dan diperoleh dari praktek dokter gigi di sekitar kotamadya Medan dengan kriteria sebagai berikut:

- Akar gigi masih utuh

- Ukuran panjang gigi ± 20 mm - Tidak ada karies

- Apeks gigi yang telah tertutup dengan sempurna - Berakar satu dan memiliki satu saluran akar

4.3.3 Besar Sampel

Besar sampel ditentukan berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Erkut et al (2008)4 dengan menggunakan dua kelompok perlakuan dimana masing-masing kelompok terdiri dari 10 sampel gigi. Dalam penelitian ini diambil 20 sampel yang dibagi dalam dua kelompok yaitu:

Kelompok A : sampel yang telah dilakukan perawatan endodonti dan dilakukan pemasangan pasak glass prefabricated fiber (10 sampel)

(51)

4.4 Variabel dan Definisi operasional

4.4.1 Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel bebas

Glass fiber post

Polyethylene fiber reinforced post

Total-etch adhesive system

Variabel tergantung

celah mikro dengan metode penetrasi zat

Variabel terkendali

 Gigi premolar rahang bawah dengan kriteria yang tidak terlalu bervariasi  Bentuk orifisi pada premolar

mandibula

 Perendaman gigi premolar rahang bawah dalah larutan saline

 Jangka waktu aplikasi bahan adhesif  Jangka waktu penyinaran light cures  Arah penyinaran dan jarak penyinaran

light cured

Suhu dan proses thermocycling

 Jangka waktu perendaman dalam zat warna

 Teknik obturasi dengan penggunaan

guttha perca dan sealer endodonti  Penggunaan satu bur untuk tiga gigi  Jangka waktu penggunaan semen

luting

 Kelembaban saluran akar

Variabel tak terkendali  Jumlah smear layer

 Kontraksi polimerisasi resin komposit

 Bentuk anatomi saluran akar gigi premolar rahang bawah

 Masa/jangka waktu pencabutan gigi premolar rahang bawah sampai perlakuan.

 Masa/jangka waktu preparasi sampai pengamatan celah mikro  Pembentukan hybrid layer  Ruang persiapan tempat pasak  Getaran pada saat pemotongan

sampel karena tidak menggunakan bais pemegang sampel

 Sifat fisik dari kedua pasak yang digunakan.

(52)

4.4.2 Variabel Penelitian

4.4.2.1 Variabel Bebas

Glass fiber post

Polyethylene fiber reinforced post

Total-etch adhesive system

4.4.2.2 Variabel Tergantung

Celah mikro dengan metode penetrasi zat warna

4.4.2.3 Variabel Terkendali

 Gigi premolar rahang bawah dengan kriteria yang tidak terlalu bervariasi  Bentuk orifisi pada premolar mandibula

Perendaman gigi premolar rahang bawah dalah larutan saline  Jangka waktu aplikasi bahan adhesif

Jangka waktu penyinaran light cures

Arah penyinaran dan jarak penyinaran light cured Suhu dan proses thermocycling

 Jangka waktu perendaman dalam zat warna

Teknik obturasi dengan penggunaan guttha perca dan sealer endodonti  Penggunaan satu bur untuk tiga gigi

(53)

4.4.2.4 Variabel Tak Terkendali  Jumlah smear layer

 Kontraksi polimerisasi resin komposit

 Bentuk anatomi saluran akar gigi premolar rahang bawah

 Masa/jangka waktu pencabutan gigi premolar rahang bawah sampai

perlakuan.

 Masa/jangka waktu preparasi sampai pengamatan celah mikro  Pembentukkan hybrid layer

 Ruang persiapan tempat pasak

 Getaran pada saat pemotongan sampel  Sifat fisik dari kedua pasak yang digunakan.  Ketajaman diamond disc

 Kecepatan mata bur

4.4.3 Definisi Operasional

- Gigi pasca perawatan endodonti adalah gigi yang telah dilakukan perawatan endodontik meliputi preparasi dan obturasi saluran akar.

- Pasak glass prefabricated fiber merupakan pasak buatan pabrik yang terbuat dari bahan fiber yang diperkuat dengan menambahkan fiber glass yang berukuran #2.

(54)

impregnasikan kedalam saluran akar dengan semen luting resin, sehingga dapat terbentuk suatu pasak yang mengikuti morfologi saluran akar gigi.

- Sistem adhesif total-etch adalah sistem adhesif yang menggunakan asam phospor 37 % yang diaplikasikan kedalam saluran akar, terdiri dari 3 tahap yaitu

etching selama 20 detik, dicuci dan dikeringkan selama 5 detik, dan proses bonding

yang kemudian di light cure selama 20 detik.

- Celah mikro merupakan celah yang terjadi antara semen luting resin

dengan dentin saluran akar, dan antara semen luting resin dengan pasak. Celah mikro diamati dengan melihat penetrasi zat warna methylene blue 2% pada permukaan dentin melalui stereomikroskop (Zeiss) pembesaran sampai 20 x. Derajat kebocoran mikro ditentukan dengan mengamati perluasan methylen blue 2% pada bagian pasak dan luting semen, dan semen luting dengan dentin. Dimana gigi terlebih dahulu dibagi menjadi tiga bagian, coronal, middle, dan apical (Erkut et al).4 Penilaian dengan menggunakan sistem penilaian standar pada skor 0-4 (Simonetti et al).15

0 = tidak ada penetrasi zat warna

1 = penetrasi zat warna kurang dari 0,5 mm 2 = penetrasi zat warna 0,5-1 mm

3 = penetrasi zat warna 1-2 mm

(55)

4.5 Alat Dan Bahan Penelitian

4.5.1. Alat Penelitian

 Jangka dan penggaris endodonti, untuk pengukuran anatomi  Dics bur (Dentorium International, USA)

Masker dan handscund

High speed bur (Strong Korea)

Bur intan untuk high speed bur (Edenta, Swedia)  Bur bulat # 12

Bur fissure #12

Air syringe

 K-file #15-#40 (Dia Dent, France)

 Spuit 5 ml untuk irigasi ( Terumo, Filiphina)  Bur gates glidden #2 (Dentasplay, Swiss)  Jarum ekstirpasi (Svanska, Swedia)  Pinset, sonde lurus, lecron (Smic, China)  Plugger hand ( FKG dentaire, Swiss)

Speader hand (FKG Dentaire, swiss)

Spreader instrument (FKG Dentaire, Swiss)

 Bonding aplikator  Glass slab

(56)

Cemen spatle (SMIC,China)

 Gunting khusus

Kertas dan ball point untuk menandakan panjang pita polyethylene fiber

reinforced post.

Lentulo spiral ( FKG Dentaire, Swiss)

Plastis instrument ( SMIC, China)

Light curing unit (Litex TM)

Stereomikroskop (Zeiss) pembesaran sampai 20 x

Alat thermocyling dan termometer

Gambar 17. A. high speed bur, B. light curing unit (litex TM)

A B

A B

(57)

Gambar 19. A .Berbagaimacam instrument: 1. Sonde 2 . Spreader 3. Plastic instrument 4. Semen spatel 5. Lecron 6. Ekskavator 7. Pinset, 8. Plugger. B.1. Barberd broaches 2. Bur gates glidden 3. Peaso reamer bur 4. Spreader hand 5. Plugger hand 6. Lentulo spiral

A

B

2  3 

5  6

7 8

1

2

4 5 6

3 C

(58)

Gambar 20 A. Methylene Blue dan lampu spiritus, B. Bonding Aplikator

Gambar 21. A. Stereomikroskop, B. Termometer, C. Water bath

4.5.2. Bahan Penelitian

 30 gigi premolar rahang bawah berakar satu yang telah diekstraksi  Larutan saline

 NaOCl 5 %

A  B

(59)

Paper-point (Suro Endo, Korea)

Gutta-perca (Suro Endo, Korea)

Sealer (N2, Jepang)

Etching ( Gluma® , Jerman) Bonding (Gluma® , Jerman)

 Cement resin ( RelyXTM U100, Jerman)  Wetting resin cement ( Ultradent, USA)

Glass prefabricated fiber post (Dentaire SA vevey Switzerland)

Pita Polyethylene fiber reinforced post (RIBBOND®)  Methylene blue, 2%

Sticky wax

 Cat kuku

C B 1 

2

(60)

Gambar 23. A. 1. Etching, 2. Bonding. B. Semen luting resin

4.6 Prosedur Penelitian

4.6.1 Persiapan Sampel

Sampel sebanyak 20 buah gigi premolar yang telah diekstraksi direndam dalam larutan saline, kemudian dikelompokkan menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 10 sampel. Setiap sampel diukur panjang gigi untuk menentukan panjang kerja yaitu sesuai dengan panjang gigi masing-masing sampel.

3  2 

1  1 

B  A 

(61)

Kemudian dilakukan pemotongan mahkota gigi dengan disc bur, 2 mm diatas batas

cemento enamel junction. Kemudian semua sampel ditanam pada balok gips untuk

memudahkan dalam pengerjaan sampel.

4.6.2 Perawatan Endodonti

Setelah dilakukan pemotongan terhadap mahkota gigi 2 mm diatas batas cemento

enamel junction, maka proses selanjutnya adalah preparasi atap pulpa yang telah

terbuka dengan menggunakan fissure #12 untuk mendapatkan akses yang lurus ke saluran akar. Dinding kamar pulpa dibuat sejajar dengan aksis panjang gigi. Kemudian dilakukan ekstirpasi dan diirigasi dengan larutan NaOCl 5%. Selanjutnya saluran akar dipreparasi dengan teknik step back menggunakan K-file mulai # 15 sampai # 25 sesuai dengan panjang kerja gigi, dilanjutkan memakai file satu nomor lebih besar dari file utama dan panjang kerja dikurangi 1 mm. Tindakan ini diulang sampai lebih kurang tiga nomor lebih dan setiap peningkatan nomor diikuti dengan rekapitulasi dan irigasi saluran akar. Kemudian orifisi diperbesar dengan gates gliden #2, diirigasi kembali dan dikeringkan dengan menggunakan paper point.

(62)

Kemudian saluran akar diobturasi dengan gutta perca dan sealer dengan teknik kondensasi lateral dan vertikal. Kemudian gutta perca yang sudah padat dipreparasi dengan menggunakan peaso reamer sampai 1/3 apical gigi. Kemudian buang sisa

gutta perca yang masih tertinggal dengan menggunakan spuit NaOCl dan keringkan

saluran akar dengan paper point. Ruangan pasak yang disediakan adalah 15 mm.

6  5

3 2

(63)

Gambar 27. A. Pengisian saluran akar sampel dengan sealer cement dan gutta percha point dengan teknik lateral dan vertikal,. B. Membuang gutta percha dengan menggunakan peaso reamer bur

4.6.3 Pemasangan Pasak

Kelompok I : Lakukan estimasi panjang saluran akar dengan menggunakan

spreader instrument. Masukkan spreader instrument ke dalam saluran akar untuk

mengukur panjang kerja. Selanjutnya aplikasikan bahan etching (Gluma®, Jerman)

selama 20 detik, kemudian cuci dengan air dan keringkan selama 5 detik. Aplikasikan

bonding (Gluma®, Jerman) dengan menggunakan bonding aplikator selama 20 detik

kemudian di light curing selama 20 detik

Kemudian resin luting cement diaduk pada paper slab hingga homogen. Letakkan

resin luting cement ke dalam saluran akar dengan menggunakan lentulo spiral yang

(64)

digerakkan dengan mesin. Lakukan penempatan pasak yang sebelumnya telah difiksasi agar sesuai dengan besar dan panjang saluran akar yang tersedia. Sisa pasak dapat dipotong dengan menggunakan disc bur.

Gambar 29. A.Estimasi panjang pasak, B. Aplikasi semen luting kedalam saluran akar 1 

B  A 

4  5  6 

(65)

Gambar 30. A.Pemasangan pasak ke dalama saluran akar, B. Light cure

Kelompok II : Lakukan estimasi panjang saluran akar dengan menggunakan

spreader instrument. Masukkan spreader instrument ke dalam saluran akar untuk

mengukur panjang kerja. Selanjutnya aplikasikan bahan etching (Gluma®, Jerman)

selama 20 detik, kemudian cuci dengan air dan keringkan selama 5 detik. Aplikasikan

bonding (Gluma®, Jerman) dengan menggunakan bonding aplikator selama 20 detik

kemudian di light curing selama 20 detik (gambar 25).

Gunting pita polyethylene fiber reinforced post sepanjang dental floss. Basahi pita polyethylene fiber reinforced post yang telah diukur dengan wetting resin cement.

Kemudian aduk resin luting cement pada paper slab hingga homogen. Letakkan resin luting cement ke dalam saluran akar dengan menggunakan lentulo spiral yang digerakkan dengan mesin

Masukkan pita polyethylene fiber reinforced post kedalam saluran akar. Tekan

dengan plugger yang ujungnya telah ditumpulkan,setelah itu di light cure.

(66)

Gambar 31. A. 1 & 2 Estimasi panjang kerja, 3 &4 Pemotongan pita polyethylene, 5&6 Pita polythylene dibasahi dengan wetting resin. B. Aplikasi semen luting resin kedalam saluran akar. C &D Pita polyethylene dimasukkan kedalam saluran akar dengan menggunakan plugger yang telah ditumpulkan, lalu di light cure

Setelah selesai melakukan penempatan pasak pada kelompok I dan II, maka semua sampel dikeluarkan dari balok gips untuk kemudian dilakukan perendaman sampel pada air distilasi selama 24 jam sebelum dilakukan proses thermocycling.

A

B

6 5

3 2

1

(67)

4.6.4 Proses Thermocycling

Seluruh sampel direndam didalam water bath (sebagai pengganti thermocycling) pada temperatur 50C dan 550C, dengan didiamkan pada masing-masing temperatur selama 20 detik dan waktu transfer 20 detik.

Gambar 32. A. Sampel direndam didalam air bersuhu 50 C, B. Perendaman dalam water bath bersuhu 550 C dengan waktu transfer 20 detik

4.6.5 Perendaman Dalam Larutan Methylene Blue 2 %

Apex seluruh sampel ditutupi dengan sticky wax sampai 1 mm dari bagian coronal

yang telah dipotong dan seluruh permukaan gigi dilapisi cat kuku, kemudian dibiarkan mengering di udara terbuka hingga tidak terasa lengket. Setelah itu dilakukan perendaman dalam larutan methylene blue 2% selama 1 minggu pada suhu 370C. Selanjutnya gigi dibersihkan dari zat warna pada air mengalir dan dikeringkan.

 

(68)

Gambar 33. A sampel yang telah ditutupi wax mulai dari apex sampai 1 mm dari bagian coronal yang telah dipotong. B. perendaman dalam larutan methylene blue, G untuk sampel glass prefabricated fiber reinforced dan R untuk sampel pita polyethylene fiber reinforced.

4.6.6 Pengukuran Celah Mikro

Semua sampel dipotong secara horizontal kedalam 3 bagian, yaitu: apical, middle, dan coronal dengan menggunakan diamond disc dengan menempatkan gigi pada basis. Setiap bagian yang dipotong adalah 5 mm, pemotongan dilakukan sebanyak dua kali dari setiap sampel. Pengamatan celah mikro dilakukan dengan melihat penetrasi zat methylene blue 2 % pada permukaan dentin bagian atas dari setiap bagian melalui stereomikroskop pembesaran sampai 20 x. Pengukuran dilakukan oleh dua orang untuk menghindari subjektifitas. Derajat celah mikro ditentukan dengan perluasan dari methylene blue 2% dari sistem pasak ke dentin saluran akar, diukur menggunakan kaliber, dan rol kemudian hasil yang didapatkan dikelompokkan kedalam sistem penilaian standar dengan skor 0-4 seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Simoneti et al. 15

(69)

Gambar 34. A. Gambaran pemotongan sampel menjadi 3 bagian,yaitu bagian coronal, middle, dan apical, dimana Z adalah zona yang akan diperiksa dibawah stereomikroskop B. Pemeriksaan celah mikro dibawah stereomikroskop pembesaran 20 x

4.7 Analisa Data

Data yang diperoleh dianalisa secara non parametrik dengan menggunakan uji

Kruskal Wallis Test untuk melihat perbedaan diantara seluruh kelompok perlakuan

terhadap celah mikro dengan p < 0.05, dan uji Mann- Whitney Test untuk melihat perbedaan diantara bagian coronal kelompok I dengan coronal kelompok II, bagian

middle kelompok I dengan middle kelompok II, dan bagian apical kelompok I

dengan bagian apical kelompok II dengan p = 0.083.

 

B  A 

Pasak Z

Z

(70)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan terhadap 20 buah sampel gigi premolar pertama mandibula yang dibagi kedalam dua kelompok dengan perlakuan yang berbeda yaitu 10 sampel untuk kelompok I yang dilakukan perawatan saluran akar dan pemasangan pasak glass fiber reinforced dengan sistem adhesif total-etch, dan 10 sampel untuk kelompok II yang dilakukan perawatan saluran akar dan pemasangan pasak pita

polyethylene fiber reinforced dengan sistem ahesif total-etch. Uji celah mikro

dilakukan terhadap sampel dengan melihat penetrasi zat warna methylene blue dengan menggunakan stereomikroskop dengan pembesaran 20 x. Hasil yang diperoleh berupa penetrasi zat warna methylene blue 2 % ,melalui permukaan

interface pasak, semen luting dan dentin yang dikategorikan dalam skor kebocoran

(71)

Tabel 2. SKOR CELAH MIKRO DENGAN PENETRASI ZAT WARNA PADA KEDUA KELOMPOK PERLAKUAN

Kelompok Perlakuan Bagian

Skor kebocoran

II Pasak pita polyethylene fiber + sistem adhesif total -etch

Coronal 3 5 2 - -

Middle 9 1 - - -

Apical 10 - - - -

Tabel 2 diatas menunjukkan hasil pengamatan terhadap celah mikro pada kelompok I dengan pemasangan pasak glass fiber dengan sistem adhesif total-etch pada bagian coronal diperoleh 1 sampel berskor 0, 2 sampel berskor 1, 4 sampel berskor 2, 2 sampel berskor 3, dan 1 sampel berskor 4, pada bagian middle diperoleh 2 sampel berskor 0, 2 sampel berskor 1, dan 6 sampel berskor 2, pada bagian apical diperoleh 9 sampel berskor 0 dan 1 sampel berskor 1. Pada kelompok II dengan pemasangan pasak pita polyethylene fiber dengan menggunakan sistem adhesif total

-etch, pada bagian coronal diperoleh 3 sampel berskor 0, 5 sampel berskor 1, dan 2

(72)

Kemudian dilakukan pengambilan foto dari setiap bagian pada masing – masing kelompok perlakuan sebanyak 2 sampel. Dua sampel untuk bagian coronal dari kelompok I dan II ditunjukkan pada gambar 35a dan 35b, dua sampel untuk bagian

middle dari kelompok I dan II ditunjukkan pada gambar 36a dan 36b, dan dua sampel

untuk bagian apical dari kelompok I dan II ditunjukkan pada gambar 37a dan 37b.

Gambar 35a. Hasil foto stereomikroskop pembesaran 20 x bagian coronal. A pada pasak glass prefabricated fiber reinforced terlihat adanya celah mikro (CM) diantara semen luting (LS) dengan dentin saluran akar, sedangkan antara pasak glass prefabricated fiber (GPF) dengan semen luting (LS) tidak terdapat celah mikro, B.pasak pita polyethylene fiber reinforced terlihat adanya celah mikro (CM) diantara semen luting (LS) dengan dentin saluran akar dan juga terdapat celah mikro diantara pasak polyethylene fiber reinforced (PFR) dengan semen luting (LS).

(73)

Gambar 35b. Hasil foto stereomikroskop pembesaran 20 x bagian coronal. A. pasak glass prefabricated fiber reinforced terlihat adanya celah mikro (CM) diantara semen luting (LS) dengan dentin saluran akar, sedangkan antara pasak (GPF) dengan semen luting (LS) tidak terdapat ceah mikro. B. pasak pita polyethylene fiber reinforced terlihat adanya celah mikro (CM) hanya diantara semen luting (LS) dengan dentin saluran akar, sedangkan antara pasak (PFR) dengan semen luting (LS) tidak terdapat celah mikro.

Gambar 36a. Hasil foto stereomikroskop pembesaran 20 x bagian middle. A. pasak glass prefabricated fiber reinforced, terlihat adanya celah mikro (CM) diantara semen luting (LS) dengan dentin saluran akar, sedangkan antar pasak (GPF) dengan semen luting tidak terdapat celah mikro (CM). B. Pasak pita polyethylene fiber reinforced terlihat tidak adanya celah mikro

(74)

Gambar 36b. Hasil foto stereomikroskop pembesaran 20 x bagian middle. A. pasak glass prefabricated fiber reinforced, terlihat adanya celah mikro (CM) diantara pasak (GPF) dengan semen luting (LS) dan semen luting (LS) dengan dentin saluran akar, B. pasak pita polyethylene fiber reinforced terlihat adanya celah mikro (CM) diantara semen luting (LS) dengan dinding saluran akar.

Gambar 37a. Hasil foto stereomikroskop pembesaran 20 x bagian apical. A. pasak glass prefabricated fiber reinforced, terlihat adanya celah mikro (CM) diantara semen luting dengan dentin saluran akar, sedangkan antara pasak (GPF) dengan semen luting (LS) tidak terlihat adanya celah mikro (CM). B. pasak pita polyethylene fiber reinforced terlihat tidak ada celah mikro.

(75)

Hasil pengamatan celah mikro dengan stereomikroskop pembesaran 20x dianalisa dengan Kruskal-Wallis Test untuk melihat perbedaan diantara seluruh kelompok perlakuan terhadap celah mikro. Hasil uji statistik dengan Kruskal-Wallis

Test dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 3. RASIO CROSS-SECTIONAL PADA DAERAH INFILTRASI ZAT WARNA

Kelompok

Bagian Gigi

Coronal Middle Apical Mean Median SD Mean Median SD Mean Median SD

I 2.0000 2.0000 1.15470 1.4000 2.0000 0.84327 0.1000 0.0000 0.31623 II 0.9000 1.0000 0.73786 0.1000 0.0000 0.31623 0.0000 0.0000 0.0000

Tabel 4. HASIL UJI STATISTIK KRUSKAL-WALLIS TEST

Skor Celah Mikro

*menunjukkan perbedaan signifikan pada p= .05

Dari tabel diatas terlihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p < 0,05) diantara kedua kelompok perlakuan terhadap celah mikro.

(76)

bagian apical kelompok I dengan bagian apical kelompok II. Hasil uji statistik dengan Mann- Whitney Test dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. HASIL UJI STATISTIK DENGAN MANN – WHITNEY TEST

Skor Celah Mikro

Bagian Gigi

Coronal Middle Apical

I & II I & II I & II *menunjukkan perbedaan signifikan pada p < 0.083

(77)

BAB 6

PEMBAHASAN

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah gigi premolar pertama mandibula yang telah ekstraksi untuk keperluan ortodonti. Waktu yang diperlukan untuk pengumpulan sampel kurang lebih tiga bulan dan sampel direndam dalam larutan normal saline sehingga gigi dapat tetap lembab.

Keberhasilan restorasi pasca perawatan endodonti dengan menggunakan sistem pasak adhesif dipengaruhi oleh bentuk dan tipe pasak, adaptasi pasak terhadap dentin intradikular, dan retensi semen luting. Adaptasi pasak terhadap dentin intradikular dipengaruhi oleh keberadaan smear layer, pembentukkan hybrid layer, dan sealer. Perlekatan yang tidak sempurna antara semen luting dan dentin saluran akar dapat menimbulkan suatu celah mikro.

(78)

dilakukan pemotongan sampel secara horizontal kedalam 3 bagian, yaitu coronal,

middle, dan apical.15

Hasil penelitian menunjukkan skor celah mikro yang bervariasi. Pada kelompok pasak glass prefabricated fiber reinforced memiliki skor celah mikro yang lebih besar dari pada kelompok pasak pita polyethylene fiber reinforced. Hal ini terlihat dari beberapa sampel pada kelompok pasak glass prefabricated fiber reinforced yang mengalami celah mikro dengan skor yang paling besar, yaitu skor 3 dan 4. Hasil uji statistik Kruskal Wallis Test menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok perlakuan terhadap celah mikro. Hal ini disebabkan karena kontraksi polimerisasi dari semen luting resin yang besar. Kontraksi polimerisasi akan menimbulkan tegangan diantara semen luting resin dan dentin saluran akar, yang dapat menimbulkan celah mikro. Tegangan kontraksi ini dipengaruhi oleh C- faktor yaitu perbandingan antara permukaan semen luting resin yang berikatan dan permukaan semen luting resin yang tidak berikatan, sehingga semakin luas permukaan yang terikat maka kontraksi yang terjadi semakin membesar.6

(79)

disebabkan volume semen luting resin yang tinggi sehingga dapat meningkatkan terjadinya pengerutan pada saat polimerisasi. Sedangkan pada kelompok pasak pita

polyethylene fiber reinforced yang dapat dibentuk sendiri (customized) berbentuk pita

anyaman, adaptasi kedalam saluran akar tidak diperlukan lagi preparasi saluran akar, karena pasak tersebut memanfaatkan undercut yang ada pada saluran akar dan dapat mengikuti bentuk anatomi dari saluran akar sehingga tidak diperlukan lagi preparasi dentin saluran akar untuk penyesuaian pasak terhadap saluran akar.4

Penelitian ini memiliki kekurangan, karena perlakuan yang diberikan kepada kedua kelompok sampel tidak sama. Kelompok pasak glass prefabricated fiber

reinforced dilakukan preparasi sebelum mengadaptasikan pasak kedalam saluran

akar, sedangkan kelompok pasak pita polyethylene fiber reinforced tidak dilakukan preparasi, sehingga hasil yang didapat kurang maksimal.

Hasil uji statistik Mann-Whitney dari penelitian menunjukkan adanya perbedaan signifikan terhadap celah mikro pada bagian coronal antara kelompok pasak glass

prefabricated fiber reinforced dan kelompok pasak pita polyethylene fiber reinforced.

Gambar

Gambar 11. Jenis polyethyelene fiber A. Ribbond®, B. Interlig 17
Gambar 12. Representasi secara skematik dari anyaman serat pita polyethylene fiber dengan locked-stitched
Gambar  13. A. inti yang dibentuk dari pita dengan resin komposit, B.
Gambar 14. Definisi terminologi sistem adhesif.28
+7

Referensi

Dokumen terkait

Among primary school boys (Years 2, 4 and 6), those from urban schools displayed a higher prevalence of advanced skills in the vertical jump compared with their rural school peers,

Total APBN (Juta)

Using the performance criteria listed for each skill, observe each child performing each of the 4 locomotor movements, 3 non-locomotor movements and 2 sequential motor skillsB. As

[r]

Secara hukum, UU ini lahir berdasarkan ketentuan Pasal 104 ayat (1) UU Nomor 39 tahun 1999 yang menyatakan bahwa yang berhak mengadili pelanggaran HAM yang berat sesuai

Hasil penelitian di Puskesmas Kotagede I Yogyakarta, dari 43 responden diketahui bahwa sebagian besar responden telah melaksanakan imunisasi campak booster untuk

Cerita-cerita pewayangan mulai ditulis secara teratur, diantaranya kitab Ramayana yang ditulis pada masa pemerintahan raja Dyah Balitung pada tahun 903 Masehi

Hasil uji pada faktor umur memiliki hubungan dengan niat responden melakukan VCT yang dapat dilihat pada nilai p-value (0,002&lt;0,05) artinya bahwa terdapat