• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah gigi premolar pertama mandibula yang telah ekstraksi untuk keperluan ortodonti. Waktu yang diperlukan untuk pengumpulan sampel kurang lebih tiga bulan dan sampel direndam dalam larutan normal saline sehingga gigi dapat tetap lembab.

Keberhasilan restorasi pasca perawatan endodonti dengan menggunakan sistem pasak adhesif dipengaruhi oleh bentuk dan tipe pasak, adaptasi pasak terhadap dentin intradikular, dan retensi semen luting. Adaptasi pasak terhadap dentin intradikular dipengaruhi oleh keberadaan smear layer, pembentukkan hybrid layer, dan sealer. Perlekatan yang tidak sempurna antara semen luting dan dentin saluran akar dapat menimbulkan suatu celah mikro.

Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengukur dan mengamati celah mikro diantaranya metode penetrasi dye, metode filtrasi cairan, serta metode ekstraksi dye. Metode penetrasi dye merupakan metode yang paling sering digunakan karena proses kerjanya mudah, sederhana, dan relatif murah. Pada metode ini, fenomena kapilaritas merupakan hal yang sangat penting, dimana gigi dicelupkan kedalam dye yang selanjutnya terjadi penetrasi dye. Penetrasi dye kemudian dicatat dengan skor 0-4 sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Simonetti et al setelah

dilakukan pemotongan sampel secara horizontal kedalam 3 bagian, yaitu coronal,

middle, dan apical.15

Hasil penelitian menunjukkan skor celah mikro yang bervariasi. Pada kelompok pasak glass prefabricated fiber reinforced memiliki skor celah mikro yang lebih besar dari pada kelompok pasak pita polyethylene fiber reinforced. Hal ini terlihat dari beberapa sampel pada kelompok pasak glass prefabricated fiber reinforced yang mengalami celah mikro dengan skor yang paling besar, yaitu skor 3 dan 4. Hasil uji statistik Kruskal Wallis Test menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok perlakuan terhadap celah mikro. Hal ini disebabkan karena kontraksi polimerisasi dari semen luting resin yang besar. Kontraksi polimerisasi akan menimbulkan tegangan diantara semen luting resin dan dentin saluran akar, yang dapat menimbulkan celah mikro. Tegangan kontraksi ini dipengaruhi oleh C- faktor yaitu perbandingan antara permukaan semen luting resin yang berikatan dan permukaan semen luting resin yang tidak berikatan, sehingga semakin luas permukaan yang terikat maka kontraksi yang terjadi semakin membesar.6

Pada penelitian ini terdapat beberapa faktor lain yang menyebabkan bertambah besarnya kontraksi polimerisasi dari semen luting resin yaitu, penggunaan jenis pasak yang berbeda, dan bentuk anatomi dari saluran akar premolar mandibula yang cenderung oval. Pada kelompok pasak glass prefabricated fiber reinforced yang memiliki berbagai macam ukuran, pada saat pemasangan kedalam saluran akar memerlukan preparasi lagi untuk adaptasi pasak. Pada bentuk preparasi saluran yang akar yang terlalu besar akan menghasilkan celah mikro yang lebih besar, hal ini

disebabkan volume semen luting resin yang tinggi sehingga dapat meningkatkan terjadinya pengerutan pada saat polimerisasi. Sedangkan pada kelompok pasak pita

polyethylene fiber reinforced yang dapat dibentuk sendiri (customized) berbentuk pita

anyaman, adaptasi kedalam saluran akar tidak diperlukan lagi preparasi saluran akar, karena pasak tersebut memanfaatkan undercut yang ada pada saluran akar dan dapat mengikuti bentuk anatomi dari saluran akar sehingga tidak diperlukan lagi preparasi dentin saluran akar untuk penyesuaian pasak terhadap saluran akar.4

Penelitian ini memiliki kekurangan, karena perlakuan yang diberikan kepada kedua kelompok sampel tidak sama. Kelompok pasak glass prefabricated fiber

reinforced dilakukan preparasi sebelum mengadaptasikan pasak kedalam saluran

akar, sedangkan kelompok pasak pita polyethylene fiber reinforced tidak dilakukan preparasi, sehingga hasil yang didapat kurang maksimal.

Hasil uji statistik Mann-Whitney dari penelitian menunjukkan adanya perbedaan signifikan terhadap celah mikro pada bagian coronal antara kelompok pasak glass

prefabricated fiber reinforced dan kelompok pasak pita polyethylene fiber reinforced.

Pada kedua kelompok perlakuan menggunakan sistem adhesif total-etch yang mengandung 35 % asam phosfor yang pada prinsipnya asam ini mampu menghilangkan smear layer pada permukaan dentin, tubulus dentin, dan menyebabkan terbukanya serat kolagen. Sifat asamnya dapat melarutkan kristal hidroksiapatit pada daerah peritubular dan intertubular dentin dan kemudian terjadinya demineralisasi pada daerah tersebut. Kedalamam demineralisasi dentin

dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain pH, konsentrasi, visikositas dan lamanya waktu pengetsaan.11,31

Selanjutnya adalah pengaplikasian bahan bonding kedalam saluran akar, bahan bonding akan masuk ke dalam tubulus yang terbuka dan disekitar serabut kolagen yang terekspos. Resin akan berpenetrasi ke dalam jaringan kolagen yang akan menghasilkan mechanical interlocking dengan dentin dan membentuk hybrid layer yang penting untuk membentuk ikatan yang kuat antara resin dan dentin.11,30,31

Meskipun kedua kelompok menggunakan sistem adhesif yang sama, tetapi hasil penelitian menunjukkan perbedaan yang signifikan terhadap celah mikro. Hal ini disebabkan karena adanya preparasi lagi pada saluran akar untuk mengadaptasikan pasak kedalam saluran seperti pada kelompok pasak glass prefabricated fiber

reinforced. Ukuran ruangan pasak yang lebih besar pada bagian coronal

menyebabkan meningkatnya volume semen luting yang akan digunakan untuk menyemenkan pasak ke dalam saluran akar. Bagian permukaan dentin yang telah berkurang karena preparasi akan digantikan oleh semen luting. Tingginya volume semen luting akan meningkatkan kontraksi pada saat polimerisasi sehingga shrinkage yang terjadi juga semakin besar dan dapat menyebabkan terjadinya celah mikro diantara dentin dan semen luting.

Sementara itu, pada kelompok dengan menggunakan pasak pita polyethylene juga menunjukkan terjadinya celah mikro tetapi tidak sebesar pada kelompok pasak

glass prefabricated fiber reinforced. Didalam pengggunaanya pita anyaman dari

dapat mengikuti bentuk anatomi dari saluran akar, akan tetapi pada bagian coronal tidak semua pasak pita polyethylene dapat mengikuti ruangan pasak yang telah tersedia, sehingga hal tersebut diisi oleh semen luting resin (gambar 38). Besarnya volume semen resin yang terbentuk meningkatkan resiko terjadinya celah mikro pada bagian tersebut. Disamping itu, proses pengetsaan asam phosfor yang kurang tepat, sehingga tidak semua smear layer tersingkirkan, saluran akar yang tidak terlalu kering dan proses bonding yang tidak tepat dan penggunaan jenis sealer dengan bahan dasar eugenol juga dapat mempengaruhi terjadinya celah mikro.

Tjan and Nementz (1992) melaporkan bahwa penggunaan sealer berbasi

eugenol pada pemakaian pasak prefabricated fiber dengan adhesif resin dapat

mengurangi retensi dari pasak, hal ini disebabkan sisa eugenol yang berada didalam

Gambar38.Pasakpolyethylene yang dimasukkan kedalam saluran akar. Terlihat bahwa pada bagian coronal masih tersisa ruangan diantara pasak dengan dentin saluran akar yang akan di isi dengan semen luting

tubulus dentin menghalangi perlekatan dari sistem adhesif.20,31 Akan tetapi Ferrari (2008) memberikan pendapat yang berbeda bahwa penggunaan sistem adhesif total etsa tidak mempengaruhi retensi pasak adhesif yang menggunakan sealer berbasis

eugenol, karena proses pencucian akan menyebabkan sisa eugenol terbuang. 37

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil yang diperoleh pada penelitian Erkut et al (2008), tetapi perbedaannya penelitian ini tidak menggunakan sealer yang berbahan dasar resin. Pada penelitian ini tidak dilakukannya ronsen foto untuk mengevaluasi kepadatan pasak di dalam saluran akar, karena pada hasil ronsen foto pasak pita

polyethylene fiber reinforced menunjukkan gambaran yang radiolusen.

Pada bagian middle kelompok pasak glass prefabricated fiber reinforced & pasak pita polyethylene juga terlihat adanya perbedaan yang signifikan. Hal ini disebabkan karena bentuk anatomi pada daerah tengah dari gigi premolar mandibula yang cenderung oval sangat menguntungkan bagi pasak pita polyethylene. Ini dikarenakan pasak pita polyethylene fiber reinforced dapat menyatu dengan semen luting dan memadati saluran akar pada bagian tengah sehingga pada kelompok pasak pita

polyethylene sama sekali tidak terdapat celah mikro. Dibandingkan dengan pasak prefabricated pada kelompok pasak glass prefabricated fiber reinforced yang masih

menunjukkan terdapatnya celah mikro. Hal ini disebabkan karena adanya ruangan yang tersisa diantara pasak dengan dentin saluran akar, yang mana ruangan tersebut akan diisi oleh semen luting (gambar 39).

Pada bagian apical baik pada kelompok pasak glass prefabricated fiber

reinforced mapun kelompok pasak pita polyethylene, tidak terdapat perbedaan yang

signifikan. Pada masing-masing kelompok tidak terdapat celah mikro, kecuali pada kelompok pasak glass prefabricated fiber reinforced terdapat satu sampel yang terjadi celah mikro. Preparasi dengan teknik step back menghasilkan bentuk preparasi yang kerucut pada bagian bagian apical. Dengan bentuk tersebut, baik pasak

prefabricated maupun pasak custumized dapat fitting didalam saluran akar, dan

volume semen luting yang mengisi kekosongan diantara pasak dengan dentin saluran akar lebih sedikit dibandingkan dengan bagian yang lain. Celah mikro yang terjadi pada satu sampel dari kelompok pasak glass prefabricated fiber reinforced dimungkinkan karena bentuk anatomi dari saluran akar yang berbeda satu dengan yang lain.

Secara keseluruhan hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Erkut et al (2008) ia melakukan penelitian untuk mengevaluasi celah mikro pada

Gambar 39.Gambaran bukolingual dari pasak prefabricated yang tidak fitting pada saluran akar premolar, dimana S adalah ruangan kosong yang akan diisi oleh semen luting.19

saluran akar yang overflared pada empat sistem pasak yang berbeda dari pasak fiber

reinforced adhesive luted dengan sistem adhesif total - etch, mendapatkan hasil

bahwa terdapat perbedaan celah mikro pada pasak fiber reinforced dari setiap bagian yang berbeda, dan pasak individual polyethylene menunjukkan sedikit terdapat celah mikro. 4

Hasil yang sama juga ditunjukkan pada hasil penelitian Usumez et al (2004) melaporkan pasak berbahan dasar resin glass fiber reinforced dan pasak polyethylene

fiber menunjukkan sedikit terjadinya celah mikro. Walau bagaimanapun penggunaan

pasak fiber prefabricated pada saluran akar yang overflared dapat meningkatkan volume semen luting, sehingga kemungkinan terjadi polimerisasi shrinkage lebih tinggi dan menimbulkan celah mikro yang lebih besar. Kegagalan adhesif ini dapat memperlemah ikatan adhesif antara pasak, semen luting dan dentin saluran akar.10

Dokumen terkait