• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penambahan Self Cure Activator pada Sistem Adhesif untuk Pemasangan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber Reinforced terhadap Celah Mikro (Penelitian In Vitro)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Penambahan Self Cure Activator pada Sistem Adhesif untuk Pemasangan Pasak Customized Pita Polyethylene Fiber Reinforced terhadap Celah Mikro (Penelitian In Vitro)"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN 1

SKEMA ALUR PIKIR Cheung W (2005) menyatakan bahwa

sementasi pasak dengan semen resin memberikan retensi yang lebih baik, microleakage yang lebih kecil dan fracture resitance yang tinggi.

Erkut dkk (2008) menyatakan bahwa, pada saluran akar yang overflared dengan penggunaan pita polyethylene fiber reinforced post dapat mengurangi terjadinya celah mikro dibandingkan dengan pasak fiber yang lainnya dengan menggunakan sistem adhesif total etsa. Monticelli dkk (2008) menyatakan sistem adhesif total etch dengan dual cure resin cement memberikan kekuatan interfasial yang lebih tinggi dibandingkan dengan self etch adhesive atau self etching resin cement.

Rathke dkk (2012) menyatakan kekuatan perlekatan dari resin komposit dual cure dengan simplified adhesive masih diragukan meskipun telah digunakan self cure activator. Hal ini dikarenakan self cure activator menurunkan kekuatan perlekatan serta menyebabkan adhesive failure terhadap dentin.

Farie-e-Silva dkk (2008) melakukan evaluasi push out bond strength terhadap glass fiber. Hasil penelitiannya diperoleh penggunaan self cure activator dengan sistem total etsa dan semen resin dual cure tidak memberikan keuntungan tambahan pada interface saluran akar.

Hashimoto dkk (2004) menyatakan bahwa jumlah pergerakan cairan melalui tubulus dentin pada sistem adhesif total etch secara signifikan lebih besar dibandingkan self etching adhesives dikarenakan self etching primer dapat menahan hybridized smear plugs.

Y Malyk (2010) menyatakan bahwa tidak ada sistem adhesif yang mampu menginfiltrasi tubulus dentin di dalam saluran akar dengan sempurna. Namun, sistem adhesif total etsa yang ditambahkan dengan self cure activator dapat meningkatkan kepadatan dan kualitas dari resin tags.

(2)

Masalah

Masalah

Tujuan

Judul

Penelitian sebelumnya telah dilakukan untuk mengevaluasi sistem adhesif yang ditambahkan self cure activator menggunakan beberapa metode seperti cross sectional slice, shear bond strength, push out bond strength dan infrared spectroscopy. Namun masih terdapat perbedaan pendapat peneliti mengenai manfaat penambahan aktifator terhadap kekuatan perlekatan dengan dentin. Disamping itu belum ada penelitian yang dilakukan untuk melihat celah mikro pasak customized pita polyethylene fiber reinforced yang menggunakan sistem adhesif total etsa ditambah self cure activator sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tersebut.

Apakah ada pengaruh penambahan self cure activator pada sistem adhesif untuk pemasangan pasak customized pita polyethylene fiber reinforced terhadap celah mikro?

Untuk mengetahui pengaruh penambahan self cure activator pada sistem adhesif untuk pemasangan pasak customized pita polyethylene fiber reinforced terhadap celah mikro.

(3)

LAMPIRAN 2

SKEMA ALUR PENELITIAN

30 gigi premolar pertama mandibula berakar satu dan satu saluran

Pemotongan mahkota sampai 2 mm diatas batas cemento enamel junction

Prosedur endodonti: preparasi (shapping), irigasi (cleaning) dan obturasi

Perendaman dalam waterbath pada temperatur 50C dan 550C sebanyak 200 kali putaran selama 30 detik dengan waktu transfer 10 detik

Pencatatan hasil Kelompok I (10 gigi)

Pasak pita polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa ditambah self cure

activator

Pemotongan sampel menjadi 3 bagian, yaitu coronal, middle, dan apical

Analisa data

Perendaman dalam larutan methylene blue 2 % selama 24 jam pada suhu 370 C

Pengamatan celah mikro pada bagian atas dari masing-masing bagian sampel di bawah stereomikroskop pembesaran 20x

Kelompok III (10 gigi) Pasak pita polyethylene fiber

reinforced tanpa sistem adhesif Kelompok II (10 gigi)

Pasak pita polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total

etsa

(4)

LAMPIRAN 3

DATA HASIL PENGUKURAN SKOR CELAH MIKRO

Nama Peneliti : Fajarini

NIM : 100600046

Dosen Pembimbing : Wandania Farahanny, drg., MDSc. Waktu Pengamatan : 27 Januari 2014

Tempat Pengamatan : Laboratorium Biologi Dasar LIDA USU

Sampel: 30 buah gigi premolar pertama mandibula yang dibagi menjadi 3 kelompok (setiap kelompok terdiri dari 10 sampel gigi yang dibagi menjadi 3 bagian, yaitu coronal, middle dan apical)

Penilaian skor

Derajat kebocoran mikro ditentukan dengan mengamati perluasan methylene blue 2% pada bagian pasak dan luting semen, dan semen luting dengan dentin dan dinilai dengan sistem penilaian standar dengan skor 0-4 seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Simoneti dkk.

0 = tidak ada penetrasi zat warna

1 = penetrasi zat warna kurang dari 0,5 mm 2 = penetrasi zat warna 0,5-1 mm

3 = penetrasi zat warna 1-2 mm

(5)

Kelompok 1

Pasak pita polyethylene fiber reinforced menggunakan sistem adhesif total etsa ditambah self cure activator

SAMPEL CORONAL MIDDLE APICAL SKOR RATA-RATA

1 0 0 0 0

2 1 0 0 0,3333

3 0 0 0 0

4 0 0 0 0

5 2 0 0 0,6667

6 1 0 0 0,3333

7 0 0 0 0

8 1 0 0 0,3333

9 1 0 0 0,3333

10 1 0 0 0,3333

Kelompok 2

Pasak pita polyethylene fiber reinforced menggunakan sistem adhesif total etsa

SAMPEL CORONAL MIDDLE APICAL SKOR RATA-RATA

1 0 0 0 0

2 1 0 0 0,3333

3 0 0 0 0

4 2 0 0 0,6667

5 1 0 0 0,3333

6 1 0 0 0,3333

7 0 0 0 0

8 2 1 0 1

9 1 0 0 0,3333

(6)

Kelompok 3

Pasak pita polyethylene fiber reinforced tanpa sistem adhesif

SAMPEL CORONAL MIDDLE APICAL SKOR RATA-RATA

1 3 3 2 2,6667

2 3 3 2 2,6667

3 2 2 1 1,6667

4 3 3 1 2,3333

5 2 2 0 1,3333

6 2 1 0 1

7 2 2 1 1,6667

8 1 0 0 0,3333

9 2 1 0 1

(7)

RANGKUMAN DATA

Kelompok Perlakuan Bagian Skor Kebocoran

0 1 2 3 4

I Pasak pita polyethylene fiber reinforced + sistem adhesif total etsa ditambah self cure activator (10 sampel)

Coronal 4 5 1 - -

Middle 10 - - - -

Apical 10 - - - - II Pasak pita polyethylene

fiber reinforced + sistem adhesif total etsa

(10 sampel)

Coronal 3 5 2 - -

Middle 9 1 - - -

Apical 10 - - - - III Pasak pita polyethylene

fiber reinforced tanpa sistem adhesif (10 sampel)

Coronal 1 1 5 3 -

Middle 2 2 3 3 -

(8)

Nama Peneliti : Ferianny Prima

NIM : 100600036

Waktu Pengamatan : 27 Januari 2014

Tempat Pengamatan : Laboratorium Biologi Dasar LIDA USU

Sampel: 30 buah gigi premolar pertama mandibula yang dibagi menjadi 3 kelompok (setiap kelompok terdiri dari 10 sampel gigi yang dibagi menjadi 3 bagian, yaitu coronal, middle dan apical)

Penilaian skor

Derajat kebocoran mikro ditentukan dengan mengamati perluasan methylene blue 2% pada bagian pasak dan luting semen, dan semen luting dengan dentin dan dinilai dengan sistem penilaian standar dengan skor 0-4 seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Simoneti dkk.

0 = tidak ada penetrasi zat warna

1 = penetrasi zat warna kurang dari 0,5 mm 2 = penetrasi zat warna 0,5-1 mm

3 = penetrasi zat warna 1-2 mm

(9)

Kelompok 1

Pasak pita polyethylene fiber reinforced menggunakan sistem adhesif total etsa ditambah self cure activator

SAMPEL CORONAL MIDDLE APICAL SKOR RATA-RATA

1 0 0 0 0

2 1 0 0 0,3333

3 0 0 0 0

4 0 0 0 0

5 2 0 0 0,6667

6 1 0 0 0,3333

7 0 0 0 0

8 1 0 0 0,3333

9 1 0 0 0,3333

10 1 0 0 0,3333

Kelompok 2

Pasak pita polyethylene fiber reinforced menggunakan sistem adhesif total etsa

SAMPEL CORONAL MIDDLE APICAL SKOR RATA-RATA

1 0 0 0 0

2 1 0 0 0,3333

3 0 0 0 0

4 1 0 0 0,3333

5 1 0 0 0,3333

6 1 0 0 0,3333

7 0 0 0 0

8 2 1 0 1

9 1 0 0 0,3333

(10)

Kelompok 3

Pasak pita polyethylene fiber reinforced tanpa sistem adhesif

SAMPEL CORONAL MIDDLE APICAL SKOR RATA-RATA

1 3 3 2 2,6667

2 3 3 2 2,6667

3 3 2 1 2

4 3 2 1 2

5 2 2 0 1,3333

6 2 1 0 1

7 2 2 1 1,6667

8 1 0 0 0,3333

9 2 1 0 1

(11)

RANGKUMAN DATA

Kelompok Perlakuan Bagian Skor Kebocoran

0 1 2 3 4

I Pasak pita polyethylene fiber reinforced + sistem adhesif total etsa ditambah self cure activator (10 sampel)

Coronal 4 5 1 - -

Middle 10 - - - -

Apical 10 - - - - II Pasak pita polyethylene

fiber reinforced + sistem adhesif total etsa

(10 sampel)

Coronal 3 6 1 - -

Middle 9 1 - - -

Apical 10 - - - - III Pasak pita polyethylene

fiber reinforced tanpa sistem adhesif (10 sampel)

Coronal 1 1 4 4 -

Middle 2 2 4 2 -

(12)

LAMPIRAN 4

Wilcoxon Signed Ranks Test

Uji signifikansi data pengamat 1 dan pengamat 2 Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

skor2 - skor1 Negative Ranks 2a 2.25 4.50

Positive Ranks 1b 1.50 1.50

Ties 27c

Total 30

a. skor2 < skor1 b. skor2 > skor1 c. skor2 = skor1

Test Statisticsb

skor2 - skor1

Z -.816a

Asymp. Sig. (2-tailed) .414 a. Based on positive ranks.

b. Wilcoxon Signed Ranks Test p=0.414 (p>0.05)

(13)

Shapiro-Wilk Test Uji normalitas data

Case Processing Summary

kelompok

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

skor 1 10 100.0% 0 .0% 10 100.0%

2 10 100.0% 0 .0% 10 100.0%

3 10 100.0% 0 .0% 10 100.0%

Descriptives

Kelompok Statistic Std. Error

skor1 1 Mean .233320 .0711455

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound .072378 Upper Bound .394262

5% Trimmed Mean .222206

Median .333300

Variance .051

Std. Deviation .2249818

Minimum .0000

Maximum .6667

Range .6667

Interquartile Range .3333

Skewness .434 .687

Kurtosis -.282 1.334

2 Mean .333320 .0993820

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound .108502 Upper Bound .558138

5% Trimmed Mean .314800

Median .333300

Variance .099

Std. Deviation .3142736

Minimum .0000

Maximum 1.0000

Range 1.0000

Interquartile Range .4167

Skewness .995 .687

(14)

3 Mean 1.733340 .2266240 95% Confidence

Interval for Mean

Lower Bound 1.220681 Upper Bound 2.245999

5% Trimmed Mean 1.722228

Median 1.666700

Variance .514

Std. Deviation .7166479

Minimum 1.0000

Maximum 2.6667

Range 1.6667

Interquartile Range 1.4166

Skewness .181 .687

Kurtosis -1.912 1.334

Tests of Normality kelompok

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig.

skor 1 .272 10 .035 .802 10 .015

2 .300 10 .011 .841 10 .045

3 .247 10 .085 .826 10 .030

a. Lilliefors Significance Correction p=0.015

p=0.045 (p<0.05) p=0.030

(15)

NPar Test

Kruskal-Wallis Test

Uji signifikansi seluruh kelompok perlakuan Ranks

kelompok N Mean Rank

coronal 1 10 11.60

2 10 12.50

3 10 22.40

Total 30

middle 1 10 11.00

2 10 12.20

3 10 23.30

Total 30

apical 1 10 13.00

2 10 13.00

3 10 20.50

Total 30

Test Statisticsa,b

coronal middle apical Chi-square 10.106 18.127 11.508

df 2 2 2

Asymp. Sig. .006 .000 .003

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: kelompok p=0.006

p=0.000 (p<0.05) p=0.003

(16)

NPar Test

Mann-Whitney Test

Uji signifikansi antar kelompok perlakuan Kelompok 1 dan Kelompok 2

Ranks

kelompok N Mean Rank Sum of Ranks

coronal 1 10 10.20 102.00

2 10 10.80 108.00

Total 20

middle 1 10 10.00 100.00

2 10 11.00 110.00

Total 20

apical 1 10 10.50 105.00

2 10 10.50 105.00

Total 20

Test Statisticsb

coronal middle apical

Mann-Whitney U 47.000 45.000 50.000

Wilcoxon W 102.000 100.000 105.000

Z -.247 -1.000 .000

Asymp. Sig. (2-tailed) .805 .317 1.000

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .853a .739a 1.000a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: kelompok p=0.805

p=0.317 (p>0.05) p=1.000

(17)

NPar Test

Mann-Whitney Test

Uji signifikansi antar kelompok perlakuan Kelompok 1 dan Kelompok 3

Ranks

kelompok N Mean Rank Sum of Ranks

coronal 1 10 6.90 69.00

3 10 14.10 141.00

Total 20

middle 1 10 6.50 65.00

3 10 14.50 145.00

Total 20

apical 1 10 8.00 80.00

3 10 13.00 130.00

Total 20

Test Statisticsb

coronal middle apical

Mann-Whitney U 14.000 10.000 25.000

Wilcoxon W 69.000 65.000 80.000

Z -2.823 -3.428 -2.492

Asymp. Sig. (2-tailed) .005 .001 .013

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .005a .002a .063a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: kelompok p=0.005

p=0.001 (p<0.05) p=0.013

(18)

NPar Test

Mann-Whitney Test

Uji signifikansi antar kelompok perlakuan Kelompok 2 dan Kelompok 3

Ranks

kelompok N Mean Rank Sum of Ranks

coronal 2 10 7.20 72.00

3 10 13.80 138.00

Total 20

middle 2 10 6.70 67.00

3 10 14.30 143.00

Total 20

apical 2 10 8.00 80.00

3 10 13.00 130.00

Total 20

Test Statisticsb

coronal middle apical

Mann-Whitney U 17.000 12.000 25.000

Wilcoxon W 72.000 67.000 80.000

Z -2.594 -3.161 -2.492

Asymp. Sig. (2-tailed) .009 .002 .013

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .011a .003a .063a a. Not corrected for ties.

b. Grouping Variable: kelompok p=0.009

p=0.002 (p<0.05) p=0.013

(19)
(20)
(21)

DAFTAR PUSTAKA

1. Terry DA. Design principles for the direct fiber-reinforced composite resin post-and-core system.Institute Of Esthetic And Restorative Dentistry Houston, Texas. 2003: 22-32.

2. Cheung W. A review of the management of endodontically treated teeth: post, core and the final restoration. JADA. 2005; 136: 611-9.

3. Erkut S, Gulsahi K, Caglar A, Imirzalioglu P, Karbhari VM, Ozmen I. Microleakage in overflared root canals restored with different fiber reinforced dowels. Operative Dentistry. 2008; 33: 92-101.

4. La Bell-Ronnlof AM. Fiber-reinforced composites as root canal posts. Thesis. Finland, Turku: Department of Prosthetic Dentistry and Biomaterials Science University of Turku. 2007: 10-37.

5. Monticelli F, Osorio R, Albaladejo A et al. Effects of adhesive system and luting agents on bonding of fiber post to root canal dentin. Wiley Interscience. 2005: 195-200.

6. Mendoca L, Mello A, Fernanda M, Batista PM, Ricardo VC, Ceceilia M. Influence of different adhesive systems on the pull-out bond strength of glass fiber posts. J Appl Oral Sci 2008; 16(3): 232-3.

7. Ferrari M, Breschi L, Mazzoni A. Fiber post and endodontically treated teeth: A compendium of scientific and clinical perspective. 1st ed. South Afrika: Modern Dentistry Media, 2008: 16-25.

8. O’Brien WJ. Dental materials and their selection. 4th ed., Canada: Quintessence Books, 2008: 114-23.

9. Grande da Cruz FZ, Grande CZ, Roderjan DA, Arrais CA, Samra APB, Calixto AL. Effect of etch-and-rinse and self-etching adhesive systems on hardness uniformity of resin cements after glass fiber post cementation. Eur J Dent. 2012; 6(3): 248-54.

(22)

11.Rathke A, Balz U, Muche R, Haller B. Effects of self-curing activator and curing protocol on the bond strength of composite core buildups. J Adhes Dent. 2012; 14 (1): 39-46.

12.Tay FR, Suh BI, Pashley DH, Prati C, Chuang S, Feng Li. Factors contributing to the incompatibility between simplified-step adhesive and self-cured or dual-cured composites. Part II. Single-bottle, total-etch adhesive. J Adhes Dent. 2003; 5(2): 91-105.

13.Farie-e-Silva AL, Reis AF, Martins LR. The effect of luting techniques on the push-out bond strength of fiber posts. Braz J Oral Sci 2008: 7(27): 1653-6.

14.Cavalcanti SCSXB, Olievera MT, Arais CAG, Giannini M. The effect of the presence and presentation mode of co-initiators on the microtensile bond strength of dual-cured adhesive systems used in indirect restorations. Op Dent 2008; 33(6): 682-9.

15.Arrais CAG, Glannini M, Rueggeberg FA. Effect of sodium sulfinate salts on the polymerization characteristics of dual-cured resin cement systems exposed to attenuated light-activation. J Dent 2009; 37: 219-26.

16.Hashimoto M, dkk. Fluid movement across the resin-dentin interface during and after bonding. J of Dental Research. 2004; 83: 843-8.

17.Malyk Y, Kaaden C, Hickel R, Ilie N. Analysis of resin tags formation in root canal dentine: a cross sectional study. Int J Endodont 2010; 43: 47-55.

18.Putignano A, Poderi G, Cerutti A et al. An in vitro study on the adhesion of quartz fiber posts to radicular dentin. J Adhes Dent. 2007; 9: 463-7.

19.Garoushi S, Vallittu P. Fiber-reinforced composites in fixed partial dentures. Libyan J Med. 2006; 1: 73-82.

20.Kim M, Jung W, OH S, Hattori M, Yoshinara M, Kawada E et al. Flexural properties of three kinds of experimental fiber-reinforced composite posts. Dent Mater J 2010; 30(1): 38.

(23)

22.Gluskin AH, Ahmad I, Harrera DB. The aesthetic post and core: unifying radicular form and structure. PractProcedAesthet Dent. 2002; 14(4): 313-21. 23.Belli S, Eskitascioglu G. Biomechanical properties and clinical use of a

polyethylene fibre post-core material. IDSA; 8(3): 20-6.

24.Ganesh M, Tandon S. Versality of ribbond in contemporary dental practice. Trends Biometer. 2006; 20(1): 53-8.

25.Studervant’s, Theodore M, Robenson, eds. Art and science of operative dentistry 5th ed. India: Elsevier. 2006: 186-252.

26.Breschi L, Mazzoni A, Ferrari M. Adhesion to intraradicular dentin: a review. Journal of Adhesion Science and Technology. 2009; 23: 1053-83.

27.Power JM, Sakaguchi RL. Craig’s restorative dental materials. 12th ed., Missouri: MOSBY An Imprint of Elsevier, 2009: 150-3.

28.Pashley DH. The evolution of dentin bonding from no- etch to total-etch to self-etch. Kuraray Dental. 2002: 1-8.

29.Amussen E. Peutzfeldt A. Bonding of dual-curing resin cements to dentin. J Adhes Dent 2006; 8: 299-04.

30.Tay FR, Pashley DH. Monoblock in root canals – a hypothetical or tangible goal. J Endod 2007; 33(4): 391-8.

31.Dentsply. Self-Cure Activator. http://www/dentsply.es/DFU/eng/Self-Cure%20Activator_emg.pdf//

32.Landuyt K, Snauwaert J, Munck JD, Peumans M, Yoshida Y et al. Systematic review of the chemical composition of contemporary dental adhesives. J Biomaterials. 2007; 28(26): 3757-85.

33.Suh BI, Feng Li, Pashley DH, Tay FR. Factors contributing to the incompatibility between simplified-step adhesives and chemically cured or dual-cured composites.Part III.Effect of acidic resin monomers.J Adhes Dent 2003;5:267-82. 34.Kim YK, Chun JN. Kwon PC, Kim KH, Kwon TY. Polymerization kinetics of

(24)

35.Hanafiah KA. Rancangan percobaan: teori dan aplikasi. Edisi 3. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. 2003.

36.Simmonetti M, dkk. Sealing ability and microscopis aspects of a self-adhesive resin cement used for fiber post luting into root canals. International Dentistry SA. 2008; 8(5): 24-30.

37.Asgar S, Ali A, Somoro S, Rashid S. Antimicrobial solutions used for root canal disinfection. Pakistan oral & dental jurnal 2013; 33(1): 165-8.

38.Krejci I, Stavridakis M. New perspectives on dentin adhesion-differing methods of bonding. PPAD. 2000; 12(8): 727-32.

39.Diansari V, Eriwati YK, Indrani DJ. Kebocoran mikro pada restorasi komposit resin dengan sistem total-etch dan self-etch pada berbagai jarak penyinaran. Indonesian Journal of Dentistry. 2008; 15(2): 121-30.

40.Van Landuyt KL, Kanumilli P, De Munck J, Peumans M, Lambrechts P, Van Meerbeek B. Bond strength of a mild self-etch adhesive with and without prior acid-etching. Journal of Dentistry. 2006; 34: 77-85

41.De Moraez AP, Cenci MD, Ratto de Moraes R, Pereira-Cenci T. Current concept on the use and adhesive bonding of glass-fiber post in dentistry: a review. Applied Adhesion Science 2013; 1(4): 1-7.

42.Cardoso MV, Neves A. Mine A et al. Current aspects on bonding effectiveness and stability in adhesive dentistry. Australian Dent J 2011; 56(1): 31-44.

43.Schwartz RS, Robbins JW. Post placement and restoration of endodontically treated teeth: A Literature review. J Endodont 2004; 30(5): 289-97.

44.Faria-e-Silva AL, Casselli DS, Lima GS, Ogliari FA, Piva E, Martin LR. Kinetics of conversion of two dual-cured adhesive systems. J Endod 2008; 34(9): 1115. (abstrak).

(25)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh self cure activator yang digunakan bersama sistem adhesif saat proses sementasi pasak customized pita polyethylene fiber reinforced terhadap celah mikro.

3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis untuk penelitian ini adalah:

Terdapat pengaruh penambahan self cure activator pada sistem adhesif untuk pemasangan pasak customized pita polyethylene fiber reinforced terhadap celah mikro.

Pasak pita polyethylene fiber reinforced menggunakan sistem adhesif total etsa ditambah self cure activator

Pasak pita polyethylene fiber reinforced menggunakan sistem adhesif total etsa •Pasak pita polyethylene fiber reinforced

tanpa sistem adhesif

Celah Mikro

(26)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitan adalah eksperimental laboratorium komparatif dengan rancangan penelitian posttest only control group design.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian

1. Departemen Konservasi Gigi FKG USU 2. Laboratorium Pusat Penelitian FMIPA USU 3. Laboraorium Kimia Dasar LIDA USU 4. Laboratorium Biologi Dasar LIDA USU 4.2.2 Waktu Penelitian

September 2013 sampai Februari 2014

4.3 Populasi, Sampel dan Besar Sampel 4.3.1 Populasi Penelitian

Gigi premolar pertama mandibula yang telah diekstraksi untuk keperluan ortodonti.

4.3.2 Sampel Penelitian

Gigi premolar pertama mandibula yang telah diekstraksi dan diperoleh dari praktek dokter gigi, dengan kriteria inklusi sebagai berikut:

1. Mahkota gigi masih utuh 2. Tidak ada karies pada akar

3. Berakar satu dan memiliki satu saluran akar 4. Apeks gigi telah tertutup sempurna

(27)

4.3.3 Besar Sampel

Besar sampel ditentukan menggunakan rumus eksperimental murni dengan perhitungan sebagai berikut:35

( t-1 ) ( r-1 ) ≥ 15 Keterangan:

( 3-1 ) ( r-1 ) ≥ 15 t= jumlah perlakuan 2 ( r-1 ) ≥ 15 r= jumlah ulangan

r-1 ≥ 7,5 r ≥ 8,5

Pada penelitian ini digunakan tiga kelompok dengan besar sampel masing-masing kelompok digenapkan menjadi 10 sampel yaitu:

Kelompok I: pasak pita polyethylene fiber reinforced menggunakan sistem adhesif total etsa ditambah self cure activator

Kelompok II: pasak pita polyethylene fiber reinforced menggunakan sistem adhesif total etsa

Kelompok III: pasak pita polyethylene fiber reinforced tanpa sistem adhesif (sebagai kelompok kontrol)

4.4 Variabel Penelitian 4.4.1 Variabel Bebas

Pasak pita polyethylene fiber reinforced menggunakan sistem adhesif total etsa ditambah self cure activator

Pasak pita polyethylene fiber reinforced menggunakan sistem adhesif total etsa

Pasak pita polyethylene fiber reinforced tanpa sistem adhesif 4.4.2 Variabel Tergantung

(28)

4.4.3 Variabel Terkendali

• Panjang akar gigi 15 - 16 mm

• Preparasi ruang persiapan pasak 11 mm • Perendaman gigi dalam larutan saline Konfigurasi orifisi berbentuk bulat

Ketajaman diamond disc: pergantian diamond disc setiap 5 sampel • Larutan irigasi NaOCl 2,5% sebanyak 50 ml setiap sampel

Teknik preparasi saluran akar: teknik step back dengan pengontrolan K-file IAF #25 dan MAF #40

Teknik obturasi gutta perca dan sealer: teknik kondensasi lateral Pembuangan gutta-perca dan meninggalkan 4 mm hasil obturasi • Pengontrolan panjang insersi pasak ke dalam saluran akar • Teknik aplikasi bahan adhesif (sesuai petunjuk pabrik) • Intensitas cahaya dari light curing unit

Suhu dan proses thermocycling pada temperatur 50C dan 550C dengan 200 kali putaran, didiamkan pada masing-masing temperatur selama 30 detik dan waktu transfer 10 detik

• Jangka waktu perendaman dalam zat warna: 24 jam 4.4.4 Variabel Tidak Terkendali

• Jangka waktu pencabutan gigi premolar pertama mandibula sampai diberikan perlakuan

• Usia gigi

Keberadaan smear layer

Mengalirnya semen resin ke dalam anyaman pasak pita polyethylene fiber reinforced

Pembentukan hybrid layer

• Kontraksi polimerisasi resin komposit

(29)

4.4.5 Identifikasi Variabel Penelitian Variabel bebas:

Pasak pita polyethylene fiber reinforced menggunakan sistem adhesif total etsa ditambah self cure activator Pasak pita polyethylene fiber reinforced menggunakan

sistem adhesif total etsa

Pasak pita polyethylene fiber reinforced tanpa sistem adhesif

Variabel Tidak Terkendali • Jangka waktu pencabutan gigi

premolar pertama mandibula sampai diberikan perlakuan • Usia gigi

Keberadaan smear layer

• Mengalirnya semen resin ke dalam anyaman pasak pita polyethylene fiber reinforced Pembentukan hybrid layer • Kontraksi polimerisasi resin

komposit

• Terbentuknya genangan

(pooling) residu pelarut pada apikal saluran akar

Variabel Terkendali

• Panjang akar gigi 15 - 16 mm

• Preparasi ruang persiapan pasak 11 mm

Perendaman gigi dalam larutan saline

Konfigurasi orifisi berbentuk bulat

Ketajaman diamond disc: pergantian diamond disc setiap 5 sampel

•Larutan irigasi NaOCl 2,5% sebanyak 50 ml setiap sampel

Teknik preparasi saluran akar: teknik step back dengan pengontrolan K-file IAF #25 dan MAF #40

Teknik obturasi gutta perca dan sealer: teknik kondensasi lateral

Pembuangan gutta-perca dan meninggalkan 4 mm hasil obturasi

•Pengontrolan panjang insersi pasak ke dalam saluran akar

•Teknik aplikasi bahan adhesif (sesuai petunjuk pabrik)

Intensitas cahaya dari light curing unit

Suhu dan proses thermocycling pada temperatur 50C dan 550C dengan 200 kali putaran, didiamkan pada masing-masing

temperatur selama 30 detik dan waktu transfer 10 detik

Jangka waktu perendaman dalam zat warna: 24 jam

(30)

4.5 Definisi Operasional No VARIABEL DEFINISI

OPERASIONAL

CARA UKUR ALAT

UKUR

SKALA UKUR Variabel Bebas

1 Pasak customized polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa ditambah self cure activator

Jenis pasak yang dibentuk dari pita polyethylene fiber yang bersifat lunak (pliable). Prosedur sementasi pasak dengan aplikasi sistem adhesif total etsa yang ditambahkan self cure activator pada dentin saluran akar.

Pita polyethylene fiber diukur sesuai panjang ruang pasak (11 mm) dan dilebihkan 3 mm dari orifisi. Pita dilipat dua kemudian dipotong sehingga menghasilkan pita dengan panjang 28 mm. Pita dimasukkan ke dalam saluran akar yang telah diinsersi semen resin yang sebelumnya juga telah diaplikasikan

campuran bahan bonding dari sistem adhesif total etsa dengan self cure activator (rasio 1:1) pada dentin saluran akar dan kemudian dibentuk inti.

Penggaris Nominal

2 Pasak customized polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa tanpa self cure

activator

Jenis pasak yang dibentuk dari pita polyethylene fiber yang bersifat lunak (pliable). Prosedur sementasi pasak dengan aplikasi sistem adhesif total etsa pada dentin saluran akar.

Pita polyethylene fiber diukur sesuai panjang ruang pasak (11 mm) dan dilebihkan 3 mm dari orifisi. Pita dilipat dua kemudian dipotong sehingga menghasilkan pita dengan panjang 28 mm. Pita dimasukkan ke dalam saluran akar yang telah diinsersi semen resin yang sebelumnya juga telah diaplikasikan bahan bonding dari sistem adhesif total etsa

(31)

pada dentin saluran akar dan kemudian dibentuk inti.

3 Pasak customized polyethylene fiber reinforced tanpa sistem adhesif

Jenis pasak yang dibentuk dari pita polyethylene fiber yang bersifat lunak (pliable). Prosedur sementasi pasak tanpa aplikasi sistem adhesif pada dentin saluran akar.

Pita polyethylene fiber diukur sesuai panjang ruang pasak (11 mm) dan dilebihkan 3 mm dari orifisi. Pita dilipat dua kemudian dipotong sehingga menghasilkan pita dengan panjang 28 mm. Pita dimasukkan ke dalam saluran akar yang telah diinsersi semen resin yang sebelumnya tidak diberikan bahan adhesif dan kemudian dibentuk inti.

Penggaris Nominal

No VARIABEL DEFINISI OPERASIONAL

ALAT UKUR

HASIL UKUR SKALA

UKUR Variabel Tergantung

1 Celah mikro Celah antara semen resin dengan dentin saluran akar, dan antara semen resin dengan pasak, diamati pada permukaan dentin. Derajat kebocoran mikro ditentukan dengan mengamati perluasan

methylene blue 2 % pada bagian pasak dan luting semen, dan semen luting dengan dentin. Stereo- mikros-kop (Zeiss) pembe- saran sampai 20 kali

Penetrasi zat warna methylene blue 2 %. Hasil yang didapatkan dikelompokkan ke dalam sistem penilaian standar dengan skor 0-4 seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Simonetti dkk.

0 = tidak ada penetrasi zat warna

1 = penetrasi zat warna kurang dari 0,5 mm 2 = penetrasi zat warna 0,5-1 mm

3 = penetrasi zat warna 1-2 mm

4 = penetrasi zat warna lebih dari 2 mm

(32)

4.6 Alat dan Bahan Penelitian 4.6.1 Alat Penelitian

Penggaris High speed bur Dics bur

Bur bulat, bur flame dan bur fissure Jarum ekstirpasi (Thomas, France) Air syringe

• K-file #15 - #40 dan #45 - #80 (Sendoline, Sweden) • Spuit 5 ml untuk irigasi (Terumo, Filipina)

Peeso reamer (Sendoline, Sweden) • Pinset, sonde lurus, lekron (SMIC, China) • Plugger hand (Sendoline, Sweden) Ribbon condensor (Integra, USA) Bonding aplikator

Glass slab

Paper slab dan pengaduk plastik • Lampu spiritus

Semen spatel (SMIC, China)

Gunting khusus untuk polyethylene fiber Lentulo spiral (Sendoline, Sweden) Plastis instrument (SMIC, China)

LED light curing unit (COXO, Germany) Enhance bur

• Bais sebagai penahan gigi ketika melakukan pemotongan

Waterbath sebagai alat pengganti thermocycling (Memmert, Germany) Termometer dan stopwatch

(33)
[image:33.612.144.464.95.272.2]

Gambar 7. Berbagai macam instrumen: 1. Sonde lurus, 2. Pinset, 3. Spreader instrument, 4. Instrument plastis, 5. Semen spatel

Gambar 8. A.1. Lampu spiritus, 2. Polishing bur, 3. Disc bur, 4. Lentulo spiral, B.1. File measurement, 2. Finger plugger, 3. K-File no.15-40 dan no.45-80, 4. Barbed broaches, 5. Bur gates glidden, 6. Peaso reamer

1

2 3 4 5

1 2

3

4 1

2

5 6

B

4 3

[image:33.612.128.521.333.542.2]
(34)
[image:34.612.167.499.88.263.2]

Gambar 9. A.1. Air syringe, 2. Spuit 5ml, B.1. Lekron, 2. Finger plugger, C. Bur diamond, D. Bonding aplikator

Gambar 10. A.1. Beaker glass, 2. Thermometer, 3. Stopwatch, B. Waterbath

Gambar 11. A. Stereomikroskop (Zeiss), B. Light curing unit

B

A

1

2 3

A

B

B

A C D

1 2

[image:34.612.116.518.298.457.2]
(35)

4.6.2 Bahan Penelitian

• 30 gigi premolar pertama mandibula • Larutan saline

• NaOCl 2,5 % sebanyak 1,5 liter • Paper-point (Dia Dent, France) Gutta-perca (Dochem, China) Sealer (Biofill, United Kingdom) Etching (FineEtch 37, Korea) Bonding (EsBond, Korea)

Self Cure Activator (EsBond Activator, Korea)

Dual cured resin luting cement (LuxaCore Z, Germany) Wetting resin cement

Polyethylene fiber reinforced post (RIBBOND, USA) Methylene blue 2 %

[image:35.612.141.485.443.618.2]

Sticky wax • Cat kuku

Gambar 12. A.1. Dual cured resin cement, 2. Etching, 3. Wetting resin cement, 4. Sealer (liquid), 5. Sealer (powder), 6. Self Cure Activator, 7. Bonding, B.1. Gutta percha points, 2. Paper points

A

B

1 3 4

5 6

7

2 1

(36)
[image:36.612.119.524.92.348.2]

Gambar 13. A. Polyethylene fiber reinforced post (RIBBOND, USA), B. Gunting khusus, C. Air distilasi, D. Larutan methylene blue 2 %, E. Sticky wax dan cat kuku

4.7 Prosedur Penelitian 4.7.1 Persiapan Sampel

Sampel sebanyak 30 buah gigi premolar mandibula direndam dalam larutan saline, kemudian dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu kelompok I, II dan III dimana masing-masing kelompok terdiri dari 10 sampel.

Setiap sampel diukur panjang giginya untuk menentukan panjang kerja masing-masing gigi. Kemudian dilakukan pemotongan mahkota gigi dengan disc bur, 2 mm diatas batas cemento enamel junction dengan bantuan bais pemegang sampel. Kemudian semua sampel ditanam pada balok gips untuk memudahkan dalam pengerjaan sampel.

A

B

C

(37)
[image:37.612.118.518.90.292.2]

Gambar 14. A. Sampel direndam di dalam larutan saline, B. Sampel yang telah ditandai 2 mm diatas batas cemento enamel junction, C. Sampel yang telah dipotong bagian mahkotanya, D. Sampel ditanam pada balok gips

4.7.2 Perawatan Endodonti

Preparasi atap pulpa yang telah terbuka dengan menggunakan bur fissure untuk mendapatkan akses lurus ke saluran akar. Kemudian dilakukan ekstirpasi jaringan pulpa yang melekat pada dinding saluran akar dan diirigasi dengan larutan NaOCl 2,5 %. Selanjutnya saluran akar dipreparasi dengan teknik step back menggunakan K-file mulai #25 sesuai dengan panjang kerja sampai didapatkan MAF, dilanjutkan dengan memakai file satu nomor lebih besar dari file utama dan panjang kerja dikurangi 1 mm. Tindakan ini diulang sampai lebih kurang tiga nomor lebih dan setiap peningkatan nomor diikuti dengan rekapitulasi MAF dan irigasi saluran akar serta dikeringkan dengan menggunakan paper point.

Kemudian saluran akar diobturasi dengan gutta perca dan sealer dengan teknik kondensasi lateral. Kemudian gutta perca yang sudah keras dipreparasi dengan menggunakan peaso reamer sampai disisakan 4 mm. Kemudian buang sisa gutta perca yang masih tertinggal dengan menggunakan NaOCl 2,5 % dan keringkan saluran akar dengan paper point. Ruangan pasak yang disediakan adalah 11 mm.

A

D

C

(38)
[image:38.612.116.530.86.350.2]

Gambar 15. A. Preparasi atap pulpa, B. Ekstirpasi jaringan pulpa, C. Irigasi saluran akar, D. Pengeringan saluran akar dengan air syringe, E. Preparasi saluran akar menggunakan K-file, F. Pengeringan saluran akar dengan paper point

Gambar 16. A dan B. Pengadukan sealer, C. Pengisian saluran akar dengan sealer, D dan E. Pengisian saluran akar dengan gutta percha, F. Pembuangan gutta percha dengan peaso reamer

4.7.3 Pemasangan Pasak

Kelompok I: Menggunakan sistem adhesif total etsa dengan self cure activator.

Aplikasikan bahan etching selama 15 detik, kemudian cuci 30 detik dengan air dan keringkan dengan paper point. Campurkan satu tetes bahan bonding total etsa

A

F

D

E

C

B

[image:38.612.116.516.419.535.2]
(39)

dengan satu tetes self cure activator (SCA) pada sebuah wadah, biarkan selama 5 detik. Aplikasikan campuran bahan tersebut ke saluran akar dengan menggunakan bonding aplikator selama 15 detik kemudian di light cure selama 20 detik.

Gunting satu potong pita polyethylene fiber reinforced kemudian basahi dengan wetting resin. Selanjutnya dual cure resin cement dimasukkan ke dalam saluran akar dengan menggunakan lentulo spiral. Masukkan polyethylene fiber reinforced ke dalam saluran akar dengan membentuk lipatan seperti huruf V dan tekan dengan ribbon condensor sampai disisakan pasak 3 mm di atas orifisi kemudian dibentuk inti dan light cure selama 20 detik. Kemudian lakukan tahap polishing pada gigi dengan enhance bur.

Kelompok II: Menggunakan sistem adhesif total etsa tanpa self cure activator.

Aplikasikan bahan etching selama 15 detik, kemudian cuci 30 detik dengan air dan keringkan dengan paper point. Aplikasikan bonding dengan menggunakan bonding aplikator selama 15 detik kemudian di light cure selama 20 detik.

Gunting satu potong pita polyethylene fiber reinforced kemudian basahi dengan wetting resin. Selanjutnya dual cure resin cement dimasukkan ke dalam saluran akar dengan menggunakan lentulo spiral. Masukkan polyethylene fiber reinforced ke dalam saluran akar dengan membentuk lipatan seperti huruf V dan tekan dengan ribbon condensor sampai disisakan pasak 3 mm di atas orifisi kemudian dibentuk inti dan light cure selama 20 detik. Kemudian lakukan tahap polishing pada gigi dengan enhance bur.

Kelompok III: Tanpa menggunakan bahan adhesif.

(40)
[image:40.612.154.486.167.277.2]

Setelah selesai melakukan penempatan pasak pada kelompok I, II dan III, maka semua sampel dikeluarkan dari balok gips. Kemudian dilakukan perendaman sampel pada air distilasi selama 24 jam sebelum dilakukan proses thermocycling.

Gambar 17. A. Pemotongan pasak pita polyethylene fiber reinforced dengan gunting khusus, B. Pasak pita polyethylene fiber reinforced yang telah dipotong

Gambar 18. A dan B. Melakukan etsa pada saluran akar selama 20 detik, C. Cuci selama 5 detik dan keringkan, D dan E. Aplikasikan bonding selama 20 detik pada saluran akar dengan mikro-aplikator (kelompok II), aplikasikan bahan bonding total etsa dan self cure activator (rasio 1:1) selama 20 detik pada saluran akar dengan mikro-aplikator (kelompok I), F. Light cure selama 20 detik

C

B

A

A

B

[image:40.612.115.529.342.598.2]
(41)
[image:41.612.121.516.102.363.2]

Gambar 19. A.1 dan 2. Dual cured resin cement diaduk sampai homogen pada paper slab, 3 dan 4. Dual cure resin cement dimasukkan ke dalam saluran akar dengan menggunakan lentulo, B. Pita polyethylene fiber reinforced dibasahi dengan wetting resin

Gambar 20. A. Pemasangan pasak pita polyethylene fiber reinforced, B. Light curing, C. Build-up dengan resin komposit, kemudian dipolish dengan polishing bur

1

A

B

A

B

C

3

2

[image:41.612.166.485.431.668.2]
(42)

4.7.4 Proses Thermocycling

[image:42.612.116.525.206.328.2]

Seluruh sampel direndam di dalam waterbath (sebagai pengganti thermocycling) pada temperatur 50 C dan 550 C, sampel direndam pada masing-masing temperatur selama 30 detik dengan waktu transfer 10 detik. Proses pertukaran suhu dilakukan sebanyak 200 putaran (cycle).

Gambar 21. A. Proses thermocycling sebanyak 200 putaran, B. Sampel direndam pada air bersuhu 550 C selama 30 detik, C. Waktu transfer 10 detik, D. Sampel direndam pada air bersuhu 50 C selama 30 detik

4.7.5 Perendaman Dalam Larutan Methylene Blue 2 %

Apex seluruh sampel ditutupi dengan sticky wax sampai 1 mm dari bagian coronal. Lapisi cat kuku pada permukaan gigi sepanjang 3 mm dari foramen apikal, kemudian dibiarkan mengering di udara terbuka hingga tidak terasa lengket. Setelah itu dilakukan perendaman dalam larutan methylene blue 2 % selama 24 jam pada suhu 370C. Selanjutnya gigi dibersihkan dari zat warna pada air mengalir dan dikeringkan.

Gambar 22. A dan B. Perendaman sampel yang telah ditutupi sticky wax dan cat kuku dalam larutan methylene blue 2% selama 24 jam, C. Sampel dibersihkan dari zat warna pada air mengalir

A

C

A

B

D

[image:42.612.115.518.545.659.2]
(43)

4.7.6 Pengukuran Celah Mikro

Semua sampel dipotong secara horizontal kedalam 3 bagian, yaitu: coronal, middle, dan apical dengan menggunakan bur disc dengan menempatkan gigi pada bais. Pengamatan celah mikro dilakukan dengan melihat penetrasi zat methylene blue 2% pada permukaan dentin bagian atas dari setiap bagian melalui stereomikroskop pembesaran 20 x. Pengukuran dilakukan oleh dua orang untuk menghindari subjektifitas. Derajat celah mikro ditentukan dengan perluasan dari methylene blue 2 % dari sistem pasak ke dentin saluran akar, diukur menggunakan kaliper, dan rol kemudian hasil yang didapatkan dikelompokkan ke dalam sistem penilaian standar dengan skor 0-4 seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Simonetti dkk.36

0 = tidak ada penetrasi zat warna

1 = penetrasi zat warna kurang dari 0,5 mm 2 = penetrasi zat warna 0,5-1 mm

3 = penetrasi zat warna 1-2 mm

4 = penetrasi zat warna lebih dari 2 mm

Z

Z

Z

Gambar 23. Gambaran pemotongan sampel menjadi 3 bagian, yaitu bagian coronal, middle, dan apical dimana Z adalah permukaan yang akan diperiksa dibawah stereomikroskop

Pasak

Z

Dentin

Luting Resin

(44)
[image:44.612.114.526.84.293.2]

Gambar 24. A. Pemotongan sampel menjadi 3 bagian, B. Pengamatan celah mikro pada stereomikroskop

4.8 Analisa Data

Data hasil pengamatan yang diperoleh kemudian dilakukan uji analisa secara non parametrik dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis Test untuk melihat perbedaan diantara seluruh kelompok perlakuan terhadap celah mikro dengan p<0.05, kemudian uji Mann- Whitney Test untuk melihat perbedaan diantara kelompok I dan II, I dan III, II dan III dengan p<0.05.

(45)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan terhadap 30 buah sampel gigi premolar pertama mandibula yang dibagi kedalam tiga kelompok dengan perlakuan yang berbeda yaitu 10 sampel untuk kelompok 1 yang dilakukan perawatan saluran akar dan pemasangan pasak pita polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa ditambah dengan self cure activator, 10 sampel untuk kelompok 2 yang dilakukan perawatan saluran akar dan pemasangan pasak pita polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa dan 10 sampel untuk kelompok 3 yang dilakukan perawatan saluran akar dan pemasangan pasak pita polyethylene fiber reinforced tanpa sistem adhesif. Uji celah mikro dilakukan terhadap sampel dengan melihat penetrasi zat warna methylene blue dengan menggunakan stereomikroskop dengan pembesaran 20 x. Hasil yang diperoleh berupa penetrasi zat warna methylene blue 2 %, melalui permukaan interface pasak, semen luting dan dentin yang dikategorikan dalam skor kebocoran 0-4, dimana skor 0 untuk tidak ada penetrasi zat warna, skor 1 untuk penetrasi zat warna kurang dari 0,5 mm, skor 2 untuk penetrasi zat warna 0,5-1 mm, skor 3 untuk penetrasi zat warna 1-2 mm, dan skor 4 untuk penetrasi zat warna sampai 2 mm.

(46)
[image:46.612.116.530.110.482.2]

Tabel 1. Skor Celah Mikro dengan Penetrasi Zat Warna pada Ketiga Kelompok Perlakuan

Kelompok Perlakuan Bagian Skor Kebocoran

0 1 2 3 4

I Pasak pita polyethylene fiber reinforced + sistem adhesif total etsa ditambah self cure activator (10 sampel)

Coronal 4 5 1 - -

Middle 10 - - - -

Apical 10 - - - - II Pasak pita polyethylene

fiber reinforced + sistem adhesif total etsa

(10 sampel)

Coronal 3 5 2 - -

Middle 9 1 - - -

Apical 10 - - - - III Pasak pita polyethylene

fiber reinforced tanpa sistem adhesif (10 sampel)

Coronal 1 1 5 3 -

Middle 2 2 3 3 -

Apical 5 3 2 - -

[image:46.612.116.532.114.480.2]
(47)

sistem adhesif pada bagian coronal diperoleh 1 sampel berskor 0, 1 sampel berskor 1, 5 sampel berskor 2 dan 3 sampel berskor 3, pada bagian middle diperoleh 2 sampel berskor 0, 2 sampel berskor 1, 3 sampel berskor 2 dan 3 sampel berskor 3, pada bagian apical diperoleh 5 sampel berskor 0, 3 sampel berskor 1 dan 2 sampel berskor 2.

(48)
[image:48.612.113.524.99.483.2]

Gambar 25. Hasil foto stereomikroskop pembesaran 20 x bagian coronal, A. Pada pasak polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa ditambah self cure activator terlihat adanya celah mikro (CM) hanya diantara semen luting (LS) dengan dentin saluran akar, B. Pada pasak polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa terlihat adanya celah mikro (CM) diantara semen luting (LS) dengan dentin saluran akar dan juga terdapat celah mikro diantara pasak polyethylene fiber reinforced (PFR) dengan semen luting, C. Pada pasak polyethylene fiber reinforced tanpa sistem adhesif terlihat adanya celah mikro (CM) diantara semen luting (LS) dengan dentin saluran akar dan juga terdapat celah mikro diantara pasak polyethylene fiber reinforced (PFR) dengan semen luting

A

B

C

CM

PFR

LS

CM

PFR

LS

LS

(49)
[image:49.612.116.525.89.478.2]

Gambar 26. Hasil foto stereomikroskop pembesaran 20 x bagian coronal, A. Pada pasak polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa ditambah self cure activator terlihat tidak ada celah mikro, B. Pada pasak polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa terlihat adanya celah mikro (CM) diantara semen luting (LS) dengan dentin saluran akar dan juga terdapat celah mikro diantara pasak polyethylene fiber reinforced (PFR) dengan semen luting, C. Pada pasak polyethylene fiber reinforced tanpa sistem adhesif terlihat adanya celah mikro (CM) diantara semen luting (LS) dengan dentin saluran akar

C

B

A

LS

CM

LS

(50)
[image:50.612.118.526.102.486.2]

Gambar 27. Hasil foto stereomikroskop pembesaran 20 x bagian middle, A. Pada pasak polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa ditambah self cure activator terlihat tidak ada celah mikro, B. Pada pasak polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa terlihat adanya celah mikro (CM) diantara semen luting (LS) dengan dentin saluran akar dan juga terdapat celah mikro diantara pasak polyethylene fiber reinforced (PFR) dengan semen luting, C. Pada pasak polyethylene fiber reinforced tanpa sistem adhesif terlihat adanya celah mikro (CM) diantara semen luting (LS) dengan dentin saluran akar dan juga terdapat celah mikro diantara pasak polyethylene fiber reinforced (PFR) dengan semen luting

A

LS

CM

PFR

CM

LS

PFR

B

(51)
[image:51.612.112.526.96.485.2]

Gambar 28. Hasil foto stereomikroskop pembesaran 20 x bagian middle, A. Pada pasak polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa ditambah self cure activator terlihat tidak ada celah mikro, B. Pada pasak polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa terlihat tidak ada celah mikro, C. Pada pasak polyethylene fiber reinforced tanpa sistem adhesif juga terlihat tidak adanya celah mikro

A

C

(52)
[image:52.612.121.530.92.481.2]

Gambar 29. Hasil foto stereomikroskop pembesaran 20 x bagian apical, A. Pada pasak polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa ditambah self cure activator terlihat tidak ada celah mikro, B. Pada pasak polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa terlihat tidak ada celah mikro, C. Pada pasak polyethylene fiber reinforced tanpa sistem adhesif terlihat adanya celah mikro (CM) diantara semen luting (LS) dengan dentin saluran akar dan juga terdapat celah mikro diantara pasak polyethylene fiber reinforced (PFR) dengan semen luting

A

C

B

PFR

CM

(53)
[image:53.612.113.525.91.491.2]

Gambar 30. Hasil foto stereomikroskop pembesaran 20 x bagian apical, A. Pada pasak polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa ditambah self cure activator terlihat tidak ada celah mikro, B. Pada pasak polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa terlihat tidak ada celah mikro, C. Pada pasak polyethylene fiber reinforced tanpa sistem adhesif juga terlihat tidak adanya celah mikro

Hasil pengamatan celah mikro dengan stereomikroskop 20 x dianalisa dengan Kruskal-Wallis Test untuk melihat perbedaan diantara seluruh kelompok perlakuan terhadap celah mikro. Hasil uji statistik dengan Kruskal-Wallis Test dapat dilihat pada tabel 2.

A

C

(54)
[image:54.612.117.493.105.317.2]

Tabel 2. Hasil Uji Statistik dengan Kruskal-Wallis Test

kelompok N Mean Rank Asymp. Sig

coronal 1 10 11.60

2 10 12.50 0.006

3 10 22.40

Total 30

middle 1 10 11.00

2 10 12.20 0.000

3 10 23.30

Total 30

apical 1 10 13.00

2 10 13.00 0.003

3 10 20.50

Total 30

[image:54.612.107.578.500.665.2]

Dari tabel 2 terlihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan (p<0.05) yaitu pada bagian coronal p=0.006, middle p=0.000 dan apical p=0.003, di antara ketiga kelompok perlakuan terhadap celah mikro. Kemudian analisis statistik dilanjutkan dengan menggunakan Mann-Whitney Test untuk melihat perbedaan diantara kelompok I dan II, I dan III, serta kelompok II dan III. Hasil uji statistik dengan Mann-Whitney Test dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji Statistik dengan Mann-Whitney Test

Kelompok I dan II I dan III II dan III

Bagian Gigi

Coronal Middle Apical Coronal Middle Apical Coronal Middle Apical

Skor Celah

(55)
(56)

BAB 6 PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan tiga puluh gigi premolar pertama mandibula yang dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok pasak pita polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa ditambah self cure activator, kelompok pasak pita polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa dan kelompok pasak pita polyethylene fiber reinforced tanpa sistem adhesif. Gigi premolar mandibula digunakan karena relatif mudah diperoleh dan memiliki satu saluran akar yang cukup lebar untuk dipasangkan pasak. Beberapa kriteria ditentukan untuk mengontrol keadaan seluruh sampel yaitu tidak terdapat karies pada akar, panjang akar tidak bervariasi terlalu ekstrim serta konfigurasi anatomi yang berbentuk bulat. Seluruh sampel yang telah dikumpulkan kemudian direndam dalam larutan saline untuk menghindari kehilangan kelembaban dentin.

Keberhasilan restorasi pasca perawatan endodonti dengan menggunakan sistem pasak adhesif dipengaruhi oleh bentuk dan tipe pasak, adaptasi pasak terhadap dentin intraradikular, dan retensi semen luting. Adaptasi pasak terhadap dentin intraradikular dipengaruhi oleh keberadaan smear layer, pembentukan hybrid layer, dan sealer. Perlekatan yang tidak sempurna antara semen luting dan dentin saluran akar dapat menimbulkan suatu celah mikro.

(57)

Hasil penelitian menunjukkan skor celah mikro yang bervariasi. Pada kelompok pasak pita polyethylene fiber reinforced tanpa sistem adhesif memiliki skor yang lebih besar daripada kelompok pasak pita polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa dan pasak pita polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa ditambah dengan self cure activator. Hal ini terlihat dari beberapa sampel pada kelompok pasak pita polyethylene fiber reinforced tanpa sistem adhesif yang mengalami celah mikro dengan skor paling besar, yaitu skor 3. Sedangkan pada kelompok pasak pita polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa dan kelompok pasak pita polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa ditambah dengan self cure activator pada bagian coronal mengalami celah mikro dengan skor tertinggi 2. Kemudian pada kelompok pasak pita polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa pada bagian middle mengalami celah mikro dengan skor tertinggi 1, sedangkan pada kelompok pasak pita polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa ditambah dengan self cure activator pada bagian middle tidak terdapat celah mikro. Dan pada kelompok pasak pita polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa dan kelompok pasak pita polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa ditambah dengan self cure activator pada bagian apical tidak terdapat celah mikro.

(58)

disebabkan oleh C-faktor yang tinggi dan high polymerization shrinkage stress yang dapat menyebabkan detachment semen resin dari dentin.3

Hasil uji statistik Mann-Whitney Test dari penelitian menujukkan bahwa pada bagian coronal, middle dan apical antara kelompok pasak pita polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa dan kelompok pasak pita polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa ditambah dengan self cure activator tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap celah mikro (p>0.05). Perbedaan yang signifikan terdapat pada bagian coronal, middle dan apical antara kelompok pasak pita polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa dan kelompok pasak pita polyethylene fiber reinforced tanpa sistem adhesif, serta antara kelompok pasak pita polyethylene fiber reinforced dengan sistem adhesif total etsa ditambah dengan self cure activator dan kelompok pasak pita polyethylene fiber reinforced tanpa sistem adhesif (p<0.05).

Hasil penelitian ini menolak hipotesis penelitian yang menunjukkan tidak ada pengaruh penambahan self cure activator pada sistem adhesif total etsa terhadap celah mikro pada pasak customized pita polyethylene fiber reinforced. Hasil penelitian ini sama seperti hasil penelitian Farie-e-Silva, Cavalcanti dan Rathke yang juga menyatakan bahwa penambahan aktivator tidak mempengaruhi kekuatan perlekatan dengan dentin saluran akar. Namun celah mikro pada gigi yang telah dilakukan perawatan endodonti ternyata tidak hanya dipengaruhi oleh adhesif pasak dan dentin saluran akar tetapi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat berinteraksi dan mempengaruhi kekuatan perlekatan pasak dengan dentin saluran akar. Hal inilah yang mungkin mempengaruhi hasil penelitian sehingga tidak diperoleh pengaruh celah mikro yang signifikan meskipun telah digunakan aktivator sebagai bahan adhesi pasak terhadap dentin saluran akar.

(59)

celah mikro. Adanya kebocoran mikro dapat memicu terjadinya karies sekunder, hipersensitivitas pulpa dan diskolorasi margin. Penggunaan bahan perekat seperti sistem adhesif, sebagai bonding agent antara struktur gigi dengan bahan restorasi diharapkan dapat meminimalkan celah mikro.39

Umumnya tingkat kebocoran mikro pada kelompok dengan sistem adhesif total etsa lebih kecil dikarenakan sistem adhesif total etsa mengandung tahap etsa asam yang dapat menghasilkan adhesi (perlekatan) secara mikromekanik pada email. Kemampuan etsa dengan asam fosfat, selain dapat mengangkat smear layer pada permukaan email juga menghasilkan mikro porositas yang banyak, sehingga penetrasi bahan bonding secara retensi mikromekanik menjadi lebih baik dan dapat menghasilkan interaksi kimia dan interlocking yang cukup besar.39 Pendapat ini didukung oleh penelitian Van Landuyt dkk menyatakan bahwa resin tag yang terbentuk dari sistem adhesif total etch (etsa asam fosfat) lebih besar, mencapai 2µm, dibandingkan self etch (primer monomer asam) yang hanya 1µm.40

Pada prinsipnya sistem adhesif total etsa yang mengandung 35 % asam phosphor mampu menghilangkan smear layer pada permukaan dentin, tubulus dentin dan menyebabkan terbukanya serat kolagen. Sifat asamnya dapat melarutkan kristal hidroksiapatit pada daerah peritubular dan intertubular dentin dan kemudian terjadinya demineralisasi pada daerah tersebut. Kedalaman demineralisasi dentin dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain pH, konsentrasi, viskositas dan lamanya waktu pengetsaan. Selanjutnya adalah pengaplikasian bahan bonding ke dalam saluran akar, bahan bonding akan masuk ke dalam tubulus yang terbuka dan di sekitar serabut kolagen yang terekspos. Resin akan berpenetrasi ke dalam jaringan kolagen yang akan menghasilkan mechanical interlocking dengan dentin dan membentuk hybrid layer yang penting untuk membentuk ikatan yang kuat antara resin dan dentin.4

(60)

sistem adhesif tidak menggunakan sistem adhesif sebagai bahan perekat sehingga mengakibatkan ukuran ruang pasak yang tersedia lebih besar dibandingkan pada kelompok perlakuan dengan sistem adhesif. Bagian yang kosong tersebut akan digantikan oleh semen luting. Tingginya volume semen luting akan meningkatkan kontraksi polimerisasi sehingga shrinkage yang terjadi juga semakin besar dan dapat menyebabkan terjadinya celah mikro diantara dentin dan semen luting. Pada saluran akar yang melebar, inner portion dari dentin berkurang dan digantikan oleh semen resin dan pasak, sehingga permukaan bonding antara semen resin dan dentin pada dentin saluran akar menjadi less-stressful absorbing. Peningkatan polimerisasi shrinkage yang diakibatkan oleh peningkatan volume semen resin, konfigurasi C-faktor yang tinggi dan kapasitas unfavorable stress-absorbing dari bagian terluar dentin saluran akar dapat mempengaruhi adhesive bonding pada saluran akar yang melebar.

(61)

Pasak polyethylene fiber reinforced dipilih sebagai bahan untuk merestorasi gigi karena memiliki bentuk seperti pita anyaman yang dapat dibentuk mengikuti morfologi saluran akar, akan tetapi pada bagian coronal tidak semua pasak pita polyethylene dapat mengikuti ruangan pasak yang telah tersedia, sehingga hal tersebut diisi oleh semen luting. Besarnya volume semen resin yang terbentuk meningkatkan resiko terjadinya celah mikro pada bagian tersebut.

Ketebalan dentin saluran akar juga dapat mempengaruhi terbentuknya celah mikro. Hal ini dikarenakan dentin mengandung komponen organik, anorganik dan air yang berperan penting dalam menjaga sifat mekanis dentin. Air berperan dalam menjaga serat kolagen untuk tetap lembut dan longgar sehingga mempermudah infiltrasi bahan adhesif. Air yang mengisi tubulus dentin juga berperan dalam memfasilitasi distribusi tekanan pada tubulus dentin. Kehilangan air menyebabkan infiltrasi bahan adhesif ke dalam tubulus dentin menjadi terhambat dan tidak dapat berikatan secara mikromekanis dengan serat kolagen untuk membentuk hybrid layers yang sangat penting meningkatkan retensi pasak dalam saluran akar.

Pasak polyethylene fiber reinforced juga memiliki modulus elastisitas menyerupai dentin.21 Beberapa penelitian menyatakan pasak dengan modulus elastisitas mendekati dentin kurang merusak struktur dentin yang tersisa. Adhesi pasak dengan dentin saluran akar dibantu oleh semen resin dual cure dengan sistem adhesif. Sistem adhesif berfungsi untuk membantu meningkatkan kekuatan perlekatan diantara pasak dan semen resin dengan dentin saluran akar.6 Perlekatan yang erat diantara komponen sangat penting untuk membentuk suatu komponen yang homogen yang dapat berfungsi sebagai unit yang fungsional. Pasak - semen resin - dentin memiliki modulus elastisitas yang sama dan saling merekat satu sama lain sehingga dapat mengurangi terbentuknya celah mikro.30

(62)

memiliki potensi memperkuat saluran akar. Insersi semen resin dual cure menggunakan delivery tip berbentuk jarum disarankan untuk meminimalkan void atau udara yang terperangkap di dalam saluran akar. Namun karena keterbatasan alat dalam penelitian ini maka digunakan lentulo spiral yang digerakkan mesin untuk memasukkan semen resin dual cure ke dalam saluran akar. Hal ini memungkinkan terbentuknya celah diantara permukaan semen resin dengan dentin saluran akar.

Sistem adhesif total etsa jenis simplified adhesive dipilih digunakan dalam proses sementasi pasak polyethylene fiber reinforced karena tahapan prosedur aplikasi yang lebih mudah dan relatif cepat. De Moraez menyatakan sementasi pasak fiber dengan sistem adhesif total etsa menghasilkan kekuatan perlekatan yang sangat potensial dibandingkan dengan menggunakan sistem adhesif self etch.41 Prosedur etsa asam melarutkan smear layer yang terbentuk setelah preparasi saluran akar dan menyebabkan demineralisasi tubulus dentin sehingga serat kolagen dentin terekspos. Infiltrasi bahan bonding ke dalam tubulus dentin menjadi lebih mudah untuk kemudian membentuk resin tags dan zona resin - dentin interdiffusion atau hybrid layers.7,18 Kualitas perlekatan yang baik diperoleh apabila terbentuk continuous hybrid layer dan resin tags yang padat dalam saluran akar.17 Semakin banyak tubulus dentin yang terdemineralisasi dan semakin padat resin tags yang terbentuk menyebabkan kekuatan perlekatan yang maksimal akan diperoleh.4

Pada kelompok yang tidak menggunakan sistem adhesif, permukaan dentin tidak diaplikasi etsa asam sehingga masih terkontaminasi smear layer hasil preparasi saluran akar. Resin tags dan hybrid layers di dalam tubulus dentin juga tidak terbentuk karena tidak ada aplikasi bahan bonding. Hal inilah yang mungkin menyebabkan celah mikro pada kelompok pasak tanpa sistem adhesif ini menjadi lebih besar karena ikatan mikromekanis dengan serat kolagen tidak terbentuk. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Farie-e-Silva yang juga menemukan bahwa kelompok yang tidak menggunakan sistem adhesif memiliki celah mikro lebih besar dibandingkan kelompok yang menggunakan sistem adhesif.13

(63)

signifikan terhadap celah mikro. Sistem total etsa merupakan teknik yang sensitif karena membutuhkan kondisi dentin yang lembab untuk menghasilkan adhesi yang baik. Disamping itu minimnya keterampilan operator juga mempengaruhi kemampuan untuk mengontrol kelembaban dan mempengaruhi kemampuan prosedur aplikasi bahan adhesif pada saluran akar.

(64)

menjadi kolaps sehingga mencegah infiltrasi bahan bonding ke dalam tubulus dentin untuk membentuk resin tags. Kolapsnya serat kolagen juga mencegah infiltrasi bahan bonding untuk berikatan dengan serta kolagen membentuk hybrid layers.7

Kekurangan pada penelitian ini yaitu jumlah aplikasi bahan bonding ke dalam saluran akar tidak dikendalikan pada semua sampel. Rathke dkk dalam penelitiannya menyatakan bahwa variasi selama prosedur bonding merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kekuatan perlekatan.11 Variasi jumlah aplikasi bahan bonding mungkin menyebabkan infiltrasi bahan tidak homogen dengan tubulus dentin sehingga resin tags dan ikatan mikromekanis yang terbentuk tidak merata. Malyk menyatakan karena aplikasi etsa asam melarutkan smear layers sehingga menghasilkan akses yang baik untuk infiltrasi bahan adhesif secara penuh ke dalam tubulus dentin. Sementara aktivator meningkatkan kontinuitas dan menyempurnakan resin tags yang terbentuk.17

Bahan bonding dari sistem total etsa memiliki kandungan pelarut organik yang cukup tinggi di dalamnya. Evaporasi bahan pelarut mungkin terjadi sehingga menyebabkan lapisan adhesif yang terbentuk sedikit lebih tipis. Sementara self cure activator yang digunakan dalam penelititan ini juga mengandung pelarut organik berupa acetone yang cukup tinggi. Penggabungan kedua bahan meningkatkan kandungan pelarut dan proses evaporasi berjalan lebih cepat menyebabkan lapisan adhesif yang terbentuk semakin bertambah menipis.14 Proses penyinaran yang kemudian dilakukan pada bahan adhesif menimbulkan tekanan osmotik yang tinggi sehingga lapisan adhesif bertindak menjadi membran semipermeabel.11-13 Membran semipermeabel mengakibatkan proses difusi cairan dentin yang sangat cepat. Difusi cairan dimulai dari tubulus dentin membentuk struktur honeycomb-like resin. Droplet cairan tersebut kemudian membentuk water blisters yang akan bertindak sebagai pembentuk celah (gap). Akibatnya resiko celah mikro tetap ada meskipun telah digunakan self cure activator.11-13

(65)

melalui sinar maupun menggunakan aromatic sodium sulfinate salt dari self cure activator. Radikal bebas yang dihasilkan oleh self cure activator tersebut sangat berperan penting dalam proses inisiasi polimerisasi semen resin dual cure.11-14 Namun karena proses polimerisasi yang kurang optimal menyebabkan retensi pasak polyethylene fiber reinforced di dalam saluran akar menjadi berkurang.

Proses obturasi pada penelitian ini menggunakan sealer berbasis resin dan guttaperca dengan teknik kondensasi lateral. Sealer berbasis resin dipilih untuk menghindari sealer berbasis eugenol yang dapat menghambat polimerisasi resin. Namun kelemahan pada penelitian ini adalah tidak dilakukannya rontgen foto untuk mengetahui kepadatan hasil obturasi pada saluran akar. Pembuangan sealer dan guttaperca dari saluran akar mungkin tidak berhasil dilakukan secara optimal oleh peneliti. Sisa sealer menutupi tubulus dentin dan menyebabkan bahan bonding tidak dapat infiltrasi secara penuh sehingga resin tags dan hybrid layers tidak terbentuk secara sempurna di dalam saluran akar. Disamping itu semen resin dual cure yang digunakan juga memliki teknik yang paling sensitif dibandingkan dengan semen jenis lainnya. Kontaminasi sealer pada permukaan dentin akan mempengaruhi proses polimerisasi semen resin dual resin.43 Hal inilah yang mungkin menyebabkan masih terdapat celah mikro pada pasak polyethylene fiber reinforced di dalam saluran akar meskipun telah digunakan self cure activator.

(66)

struktur dentin karena meningkatnya usia akan meningkatkan proses mineralisasi. Semakin ba

Gambar

Gambar 7. Berbagai macam instrumen: 1. Sonde lurus, 2. Pinset,  3. Spreader instrument, 4
Gambar 10. A.1. Beaker glass, 2. Thermometer, 3. Stopwatch, B. Waterbath
Gambar 12. A.1.  Dual cured resin cement, 2. Etching, 3. Wetting resin cement, 4. Sealer (liquid), 5
Gambar 13. A. Polyethylene fiber reinforced post (RIBBOND, USA), B. Gunting khusus, C
+7

Referensi

Dokumen terkait

Manajemen berkeyakinan bahwa asumsi- asumsi yang digunakan dalam estimasi cadangan kerugian penurunan nilai persediaan dalam laporan keuangan konsolidasian adalah tepat dan wajar,

Merupakan perolehan mahasiswa superior, yaitu mereka yang mengikuti perkuliahan dengan sangat baik, memahami materi dengan sangat baik bahkan tertantang untuk memahami lebih

Tentukan handle dan relasi dari semua kalimat yang memungkinkan (minimal 4) berikut tabel relasi dari produksi di atas4. Berdasarkan table relasi pada

Once the soil burn severity map is in the online database it can be combined with land cover and soil datasets on demand in order to generate the spatial model

Peraturan Bupati Sleman Nomor 78 Tahun 2012 tentang Perubahan Peraturan Bupati Nomor 80 Tahun 2009 tentang Prosedur Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil ;.. Peraturan

Among primary school boys (Years 2, 4 and 6), those from urban schools displayed a higher prevalence of advanced skills in the vertical jump compared with their rural school peers,

Total APBN (Juta)

Using the performance criteria listed for each skill, observe each child performing each of the 4 locomotor movements, 3 non-locomotor movements and 2 sequential motor skillsB. As