HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI PADI
SAWAH DENGAN TINGKAT ADOPSI
TEKNOLOGI RUMAH KOMPOS
(Studi Kasus : Desa Sei Buluh, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai)
SKRIPSI
Oleh :
RAIS ACEH
060309008
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
HUBUNGAN FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI PADI
SAWAH DENGAN TINGKAT ADOPSI
TEKNOLOGI RUMAH KOMPOS
(Studi Kasus : Desa Sei Buluh, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai)
SKRIPSI
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan
Oleh :
RAIS ACEH
060309008
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
Judul : Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Petani Padi Sawah Dengan Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos (Studi Kasus : Desa Sei Buluh, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai)
Nama : Rais Aceh
NIM : 060309008
Departemen : Agribisnis
Program Studi : Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian
Disetujui Oleh, Komisi Pembimbing
(Ir. H. Hasman Hasyim, M.Si)
NIP : 195411111981031001 NIP : 197211181998022001 (Emalisa, SP, M.Si)
Diketahui Oleh, Ketua Departemen Agribisnis
HALAMAN PENGESAHAN
Telah Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Departemen Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan Diterima untuk Memenuhi
Sebagian dari Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian
Pada Tanggal, 2010
Panitia Penguji Skripsi
Ketua : ………
NIP :
Anggota : 1. ………
NIP :
2. ………
NIP :
3. ………
NIP :
Mengesahkan Departemen Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
RAIS ACEH (060309008) dengan judul skripsi “Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Petani Padi Sawah Dengan Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos (Studi Kasus : Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu
Kabupaten Serdang Bedagai)”. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. H. Hasman Hasyim, M.Si selaku ketua komisi pembimbing skripsi dan Ibu Emalisa, SP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing skripsi.
Penelitian dilakukan untuk mengetahui tingkat adopsi petani padi sawah terhadap teknologi rumah kompos di daerah penelitian, mengetahui hubungan antara faktor sosial ekonomi petani (umur, tingkat pendidikan, lamanya berusahatani, frekuensi mengikuti penyuluhan, tingkat kosmopolitan, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan, produksi dan produktivitas) dengan tingkat adopsi petani padi sawah terhadap teknologi rumah kompos di daerah penelitian, untuk mengetahui masalah masalah apa saja yang dihadapi petani padi sawah dalam mengadopsi teknologi rumah kompos di daerah penelitian dan untuk mengetahui upaya upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasi masalah masalah yang dihadapi petani padi sawah dalam mengadopsi teknologi rumah kompos di daerah penelitian.
Penentuan daerah penelitian dilakukan secara secara purposive dan penentuan pengambilan sampel berdasarkan metode simple random sampling. Jumlah sampel sebanyak 30 orang. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Untuk mengetahui tingkat adopsi petani terhadap teknologi rumah kompos dengan menggunakan metode skoring dan hubungan faktor sosial ekonomi petani padi sawah terhadap teknologi rumah kompos dengan menggunakan rumus Rank Spearman dan dengan alat bantu perangkat lunak SPSS 13.
Adapun hasil dari penelitian yaitu :
1. Penerapan teknologi rumah kompos terhadap budidaya padi sawah sistem SRI
di daerah penelitian belum mengikuti semua komponen teknologi dan tidak sesuai dengan anjuran
2. Tingkat adopsi petani terhadap teknologi rumah kompos di daerah penelitian sedang.
3. Terdapat hubungan faktor sosial ekonomi yaitu tingkat kosmopolitan, luas
lahan dan produksi dengan tingkat adopsi petani padi sawah terhadap teknologi rumah kompos
4. Tidak terdapat hubungan antara faktor sosial ekonomi yaitu tingkat
pendidikan, lama berusahatani, frekuensi mengikuti penyuluhan, jumlah tanggungan dan produktivitas dengan tingkat adopsi petani padi sawah terhadap teknologi rumah kompos
5. Masalah masalah yang dihadapi petani dalam mengadopsi teknologi rumah
6. Upaya yang telah dilakukan petani untuk mengatasi masalah masalah dalam
mengadopsi teknologi rumah kompos didaerah penelitian adalah
keikutsertaan dan bergabung dalam kegiatan kelompok tani dan kegiatan kegiatan penyuluhan, mencari informasi tentang teknologi, melakukan peminjaman modal dan dibutuhkan sinergi pemerintah dalam memfasilitasi modal/ pinjaman dan penanaman digunakan bibit yang bersertfikat.
DAFTAR ISI
Budidaya Padi Sawah Sistem SRI(System of Rice Intensification)……….
Tingkat Adopsi Petani Padi Sawah Terhadap Teknologi
Rumah Kompos……… Landasan Teori ……… Faktor Sosial Ekonomi ……… Kerangka Pemikiran ………. METODE PENELITIAN………
Metode Penentuan Daerah Penelitian……… Metode Penentuan Sampel Penelitian ………... Metode Pengumpulan Data ……… Metode Analisis Data ……… Defenisi dan Batasan Operasional ……….
Defenisi ……….. Batasan Operasional ……….. DESKRIPSI DAERAH PENELTIAN DAN KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL ………..
Tata Guna Lahan ………. Keadaan Penduduk ………... Sarana dan Prasarana ……….. Karakteristik Petani Sampel………... Umur……… Tingkat Pendidikan ………... Lamanya Berusahatani ………. Frekuensi Mengikuti Penyuluhan ……… Tingkat Kosmopolitan ………... Luas Lahan ………. Jumlah Tanggungan Keluarga ………. Produksi ……….. Produktivitas ………..
HASIL DAN PEMBAHASAN ………... Penerapan Teknologi Rumah Kompos Terhadap Budidaya
Padi Sawah Sistem SRI (System of Rice Intencification)... Pengolahan Lahan……….. Pemilihan Bibit ……….. Penanaman ………. Perbanyakan Anakan ……… Pemupukan Kompos (Organik) ………... Pemupukan Kimia (Anorganik) ………... Pemeliharaan Tanaman ……… Pengendalian Hama dan Penyakit ………... Panen ………... Pasca Panen ……… Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Rumah Kompos……. Hubungan Antara Faktor Sosial Ekonomi Petani dengan Tingkat Adopsi Petani Padi Sawah terhadap Teknologi Rumah
Hubungan Produktivitas dengan Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos ... Masalah Masalah yang Dihadapi Petani dalam Mengadopsi Teknologi Rumah Kompos... Upaya Upaya yang Dapat Dilakukan dalam Mengatasi Masalah yang Dihadapi oleh Petani dalam Mengadopsi Teknologi Rumah Kompos... KESIMPULAN DAN SARAN ………... Kesimpulan ………... Saran ………. DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No Judul
1. Penentuan Sampel Penelitian di Desa Sei Buluh, Kecamatan Teluk
Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai
2. Penerapan Teknologi Rumah Kompos terhadap Budidaya Padi Sawah
Sistem SRI (System of Rice Intensification) di Desa Sei Buluh, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai. Provinsi Sumatera Utara.
3. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Sei Buluk, Tahun 2009
4. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian Desa Sei Buluh
Kecamatan Teluk Mengkudu Tahun 2009
5. Keadaan Penduduk Menurut Agama Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk
Mengkudu Tahun 2009
6. Keadaan Penduduk Menurut Umur Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk
Mengkudu Tahun 2009
7. Jumlah Penduduk Desa Sei Buluh Menurut Pendidikan Formal tahun
2009
8. Sarana dan Prasarana Sosial Yang Tersedia Desa Sei Buluh Kecamatan
Teluk Mengkudu Tahun 2010
9. Karakteristik Petani Sampel Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu
Tahun 2009
10. Jumlah dan Persentase Petani yang Melakukan Penggunaan Pengolahan
Lahan Sesuai dengan Anjuran.
11. Jumlah dan Persentase Petani yang Melakukan Penggunaan Varietas Sesuai
dengan Anjuran.
12. Jumlah dan Persentase Petani yang Melakukan Penanaman Sesuai dengan
Anjuran.
13. Jumlah dan Persentase Petani yang Melakukan Perbanyakan Anakan Sesuai
dengan Anjuran
14. Jumlah dan Persentase Petani yang Melakukan Pemupukan Kompos
(Organik) Sesuai dengan Anjuran
15. Jumlah dan Persentase Petani yang Melakukan Pemupukan Kimia
(Anorganik) Sesuai dengan Anjuran.
16. Jumlah dan Persentase Petani yang Melakukan Pemeliharaan Tanaman
Sesuai dengan Anjuran.
17. Jumlah dan Persentase Petani yang Melakukan Pengendalian Hama dan
Penyakit Sesuai dengan Anjuran.
18. Jumlah dan Persentase Petani yang Melakukan Panen Sesuai dengan
Anjuran.
19. Jumlah dan Persentase Petani yang Melakukan Penanganan Pasca Panen
Sesuai dengan Anjuran.
20. Persentase Petani yang Menerapkan Teknologi Rumah Kompos terhadap
21. Kriteria Penilaian Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos terhadap Budidaya Padi Sawah Sistem SRI Berdasarkan Skor dan Jumlah Sampel yang Mengadopsi.
22. Skor Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos terhadap Budidaya Padi
Sawah Sistem SRI
23. Hubungan Umur dengan Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos
24. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Adopsi
25. Hubungan Lamanya Berusahatani dengan Tingkat Adopsi
26. Hubungan Frekuensi Mengikuti Penyuluhan dengan Tingkat Adopsi
Teknologi Rumah Kompos
27. Hubungan Tingkat Kosmopolitan dengan Tingkat Adopsi Teknologi
Rumah Kompos
28. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Adopsi
29. Hubungan Jumlah Tanggungan dengan Tingkat Adopsi
30. Hubungan Produksi dengan Tingkat Adopsi
DAFTAR GAMBAR
No Judul
1. Skema Kerangka Pemikiran Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Petani Padi
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul
1. Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Sampel Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai
2. Tingkat Kosmopolitan Petani Sampel di Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai
3. Skor Tingkat Adopsi Paket Teknologi Rumah Kompos Terhadap Budidaya Padi Sawah Sistem SRI
4. Analisis Korelasi Rank Spearman Tingkat Adopsi dengan Faktor Sosial Ekonomi
ABSTRAK
RAIS ACEH (060309008) dengan judul skripsi “Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Petani Padi Sawah Dengan Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos (Studi Kasus : Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu
Kabupaten Serdang Bedagai)”. Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Ir. H. Hasman Hasyim, M.Si selaku ketua komisi pembimbing skripsi dan Ibu Emalisa, SP, M.Si selaku anggota komisi pembimbing skripsi.
Penelitian dilakukan untuk mengetahui tingkat adopsi petani padi sawah terhadap teknologi rumah kompos di daerah penelitian, mengetahui hubungan antara faktor sosial ekonomi petani (umur, tingkat pendidikan, lamanya berusahatani, frekuensi mengikuti penyuluhan, tingkat kosmopolitan, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan, produksi dan produktivitas) dengan tingkat adopsi petani padi sawah terhadap teknologi rumah kompos di daerah penelitian, untuk mengetahui masalah masalah apa saja yang dihadapi petani padi sawah dalam mengadopsi teknologi rumah kompos di daerah penelitian dan untuk mengetahui upaya upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasi masalah masalah yang dihadapi petani padi sawah dalam mengadopsi teknologi rumah kompos di daerah penelitian.
Penentuan daerah penelitian dilakukan secara secara purposive dan penentuan pengambilan sampel berdasarkan metode simple random sampling. Jumlah sampel sebanyak 30 orang. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Untuk mengetahui tingkat adopsi petani terhadap teknologi rumah kompos dengan menggunakan metode skoring dan hubungan faktor sosial ekonomi petani padi sawah terhadap teknologi rumah kompos dengan menggunakan rumus Rank Spearman dan dengan alat bantu perangkat lunak SPSS 13.
Adapun hasil dari penelitian yaitu :
1. Penerapan teknologi rumah kompos terhadap budidaya padi sawah sistem SRI
di daerah penelitian belum mengikuti semua komponen teknologi dan tidak sesuai dengan anjuran
2. Tingkat adopsi petani terhadap teknologi rumah kompos di daerah penelitian sedang.
3. Terdapat hubungan faktor sosial ekonomi yaitu tingkat kosmopolitan, luas
lahan dan produksi dengan tingkat adopsi petani padi sawah terhadap teknologi rumah kompos
4. Tidak terdapat hubungan antara faktor sosial ekonomi yaitu tingkat
pendidikan, lama berusahatani, frekuensi mengikuti penyuluhan, jumlah tanggungan dan produktivitas dengan tingkat adopsi petani padi sawah terhadap teknologi rumah kompos
5. Masalah masalah yang dihadapi petani dalam mengadopsi teknologi rumah
6. Upaya yang telah dilakukan petani untuk mengatasi masalah masalah dalam
mengadopsi teknologi rumah kompos didaerah penelitian adalah
keikutsertaan dan bergabung dalam kegiatan kelompok tani dan kegiatan kegiatan penyuluhan, mencari informasi tentang teknologi, melakukan peminjaman modal dan dibutuhkan sinergi pemerintah dalam memfasilitasi modal/ pinjaman dan penanaman digunakan bibit yang bersertfikat.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan pertanian merupakan proses yang dinamis membawa
dampak perubahan struktural sosial dan ekonomi, pembangunan pertanian
dihadapkan pada kondisi lingkungan strategis, terus berkembang yang diarahkan
pada komoditas unggulan yang mampu bersaing hingga ke pasar internasional, hal
ini dihubungkan dengan kemajuan iptek disektor pertanian untuk menghasilkan
barang dan jasa yang dibutuhkan pasar (Salim, 1984).
Departemen Pertanian (Deptan) selama 2009 telah mengembangkan
rumah kompos di 34 lokasi kelompok tani di seluruh Indonesia, untuk mendorong
petani meningkatkan penggunaan pupuk organik tanpa harus membeli dan
tergantung pada pabrik. Dana bantuan sosial (bansos) pengembangan rumah
kompos diambil dari dana stimulus fiskal Ditjen Pengolahan Lahan dan Air
(Deptan) yang masuk ke APBN-P tahun 2009 (Manan, 2009).
Pengembangan rumah kompos ini diharapkan mampu menekan
ketergantungan petani pada pupuk anorganik atau kimia. Sebanyak 34 lokasi
kelompok tani atau gabungan kelompok tani yang dijadikan pengembangan
rumah kompos, yakni Sumatera utara terdiri dari kabupaten Serdang Bedagai dan
Tanah Karo, Sumatera Barat (Dharmasraya) dan Bengkulu (Lebong). Banten di
Pandeglang dan Lebak, Jawa Barat, meliputi Kabupaten Kuningan, Ciamis, Garut,
Cianjur, Bogor dan Bandung Barat, sementara Jawa Tengah yakni Purworejo,
Brebes, Pati, Wonosobo, Grobogan, Rembang, Salatiga dan Tegal. Di Yogyakarta
Jawa Timur mencakup Kabupaten Pamekasan, Sampang, Bangkalan, Nganjuk,
Mojokerto, Jombang dan Trenggalek, sementara Sulawesi Selatan di Bantaeng,
Maros, Soppeng dan Pangkep (Manan, 2009).
Dalam rangka mempercepat laju pembangunan pertanian maka kegiatan
penyuluhan pertanian sangat memegang peranan penting. Dengan adanya
penyuluhan pertanian para petani diharapkan mempunyai suatu persepsi yang
positif terhadap suatu teknologi, kemudian dengan persepsi yang positif tersebut
diharapkan petani bersedia mengubah sikap dan perilaku dalam pengolahan
usahatani sesuai dengan anjuran teknologi yang hendak diterapkan
(Gultom, 1994).
Penerapan teknologi yang menguntungkan akan lebih banyak terjadi bila
para pengolah usahatani lebih terbuka sikapnya dan mampu melaksanakan
anjuran penggerak perubahan terdapat hal hal yang baru. Pengolahan usahatani
dimana saja dan kapan saja pada hakekatnya akan dipengaruhi oleh perilaku
usahatani yang melakukan usahatani. Perilaku orang yang ternyata tergantung
pada banyak faktor, diantaranya watak, suku, dan kebudayaan dari petani itu
sendiri, tingkat kebudayaan bangsa dan masyarakatnya juga dari kebijakan
pemerintah (Van Den Ban dan
Adopsi, dalam proses penyuluhan (pertanian), pada hakekatnya dapat
diartikan sebagai proses penerimaan inovasi dan atau perubahan perilaku baik
yang berupa pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun keterampilan
(psychomotoric) pada diri seseorang setelah menerima inovasi yang disampaikan
penyuluh oleh masyarakat sasarannya. Penerimaan disini mengandung arti tidak
dengan benar serta menghayatinya dalam kehidupan dan usahataninya.
Penerimaan inovasi tersebut, biasanya dapat diamati secara langsung maupun
tidak langsung oleh orang lain, sebagai cerminan dari adanya perubahan sikap,
pengetahuan, dan atau ketrampilannya (Arip, 2009).
Di dalam praktek penyuluhan pertanian, penilaian tingkat adopsi
inovasi biasa dilakukan dengan menggunakan tolok ukur tingkat mutu
intensifikasi, yaitu dengan membandingkan rekomendasi yang ditetapkan dengan
jumlah dan kualitas penerapan yang dilakukan di lapangan. Mengukur tingkat
adopsi dengan tiga tolok ukur, yaitu kecepatan atau selang waktu antara
diterimanya informasi dan penerapan yang dilakukan, luas penerapan inovasi atau
proporsi luas lahan yang telah diberi inovasi baru, serta mutu intensifikasi dengan
membandingkan penerapan dengan rekomendasi yang disampaikan oleh
penyuluhnya (Mardikanto, 1994).
Dari khasanah kepustakaan diperoleh informasi bahwa kecepatan adopsi,
ternyata dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu:
1) Sifat sifat atau karakteristik inovasi
2) Sifat sifat atau karakteristik calon pengguna
3) Pengambilan keputusan adopsi
4) Saluran atau media yang digunakan
5) Kualifikasi penyuluh (Arip, 2009).
Kemampuan mengadopsi teknologi yang berbeda beda tersebut diduga
tergantung oleh berbagai faktor yang mempengaruhinya. Faktor tersebut bisa
berasal dari luar diri petani dan dari dalam diri petani sendiri, misalnya kondisi
teknologi menjadi tinggi atau sebaliknya. Faktor sosial ekonomi masyarakat
berupa umur, tingkat pendidikan, lamanya berusahatani, frekuensi mengikuti
penyuluhan, tingkat kosmopolitan, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan,
produksi dan produtivitas untuk merespon masalah yang dihadapi masyarakat
petani di Desa Sei Buluh, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang
Bedagai.
Menjadi permasalahan penelitian ini adalah bagaimana tingkat adopsi
petani padi sawah terhadap teknologi rumah kompos di daerah penelitian,
bagaimana hubungan antara faktor sosial ekonomi petani (umur, tingkat
pendidikan, lamanya berusahatani, frekuensi mengikuti penyuluhan, tingkat
kosmopolitan, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan, produksi dan produtivitas)
dengan tingkat adopsi petani padi sawah terhadap teknologi rumah kompos di
daerah penelitian, masalah masalah apa saja yang dihadapi petani dalam
mengadopsi teknologi rumah kompos di daerah penelitian, upaya upaya apa saja
yang dilakukan untuk mengatasi masalah masalah yang dihadapi petani dalam
mengadopsi teknologi rumah kompos di daerah penelitian.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dirumuskan beberapa
permasalahan dalam penelitian ini adalah : bagaimana tingkat adopsi petani padi
sawah terhadap teknologi rumah kompos di daerah penelitian? bagaimana
hubungan antara faktor sosial ekonomi petani (umur, tingkat pendidikan, lamanya
berusahatani, frekuensi mengikuti penyuluhan, tingkat kosmopolitan, jumlah
tanggungan keluarga, luas lahan, produksi dan produktivitas) dengan tingkat
Masalah masalah apa saja yang dihadapi petani dalam proses adopsi teknologi
rumah kompos di daerah penelitian?, upaya upaya apa saja yang dilakukan untuk
mengatasi masalah masalah yang dihadapi petani padi sawah dalam mengadopsi
teknologi rumah kompos di daerah penelitian?.
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan identifikasi masalah maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui tingkat adopsi petani padi sawah terhadap teknologi rumah
kompos di daerah penelitian, mengetahui hubungan antara faktor sosial ekonomi
petani (umur, tingkat pendidikan, lamanya berusahatani, frekuensi mengikuti
penyuluhan, tingkat kosmopolitan, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan,
produksi dan produktivitas) dengan tingkat adopsi petani padi sawah terhadap
teknologi rumah kompos di daerah penelitian, untuk mengetahui masalah masalah
apa saja yang dihadapi petani padi sawah dalam mengadopsi teknologi rumah
kompos di daerah penelitian dan untuk mengetahui upaya upaya apa saja yang
dilakukan untuk mengatasi masalah masalah yang dihadapi petani padi sawah
dalam mengadopsi teknologi rumah kompos di daerah penelitian.
Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai bahan pertimbangan bagi
policy maker dalam mengambil kebijakan untuk menyusun program pertanian di
masa mendatang, berguna bagi masyarakat lainnya untuk mempelajari sistem
pengolahan kompos, sebagai bahan pertimbangan bagi pihak pihak yang terkait
untuk kepentingan akademis maupun non akademis, sebagai bahan referensi atau
sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan.
Hipotesis Penelitian
Tingkat adopsi petani padi sawah terhadap teknologi rumah kompos di
daerah penelitian tinggi dan terdapat hubungan umur, tingkat pendidikan, lamanya
berusahatani, frekuensi mengikuti penyuluhan, tingkat kosmopolitan, jumlah
tanggungan keluarga, luas lahan, produksi dan produktivitas petani padi sawah
TINJAUAN PUSTAKA
Pertanian Organik
Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik,
kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat yang
menghormati alam, potensi pertanian organik sangat besar. Pasar produk
pertanian organik dunia meningkat 20% per tahun, oleh karena itu pengembangan
budidaya pertanian organik perlu diprioritaskan pada tanaman bernilai ekonomis
tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor. Pertanian organik
adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan bahan alami tanpa
menggunakan bahan bahan kimia sintetis (Fakultas Pertanian dan Peternakan UIN
Sultan Syarif Kasim Riau, 2010).
Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk produk
pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan
konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Gaya hidup sehat demikian telah
melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk
pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes),
kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan
(eco-labelling attributes). Preferensi konsumen seperti ini menyebabkan permintaan
produk pertanian organik dunia meningkat pesat (Fakultas Pertanian dan
Peternakan UIN Sultan Syarif Kasim Riau, 2010).
Pertanian organik merupakan kegiatan bercocok tanam yang akrab dengan
alami, diikuti dengan penggunaan pupuk organik dan pestisida organik
(Andoko, 2002).
Pertanian organik saat ini telah berkembang secara luas, baik dari sisi
budidaya, sarana produksi, jenis produk, pemasaran, pengetahuan konsumen dan
organisasi/ lembaga masyarakat yang menaruh minat (concern) pada pertanian
organik. Perkembangan ini memang tidak terorganisir dan berkesan berjalan
sendiri sendiri. Namun demikian bila dicermati ada kesamaan tujuan yang ingin
dicapai oleh para pelaku pertanian organik yaitu: menyediakan produk yang sehat,
aman dan ramah lingkungan (Sulaeman, 2005).
Untuk meningkatkan pertumbuhan maka perlu dilakukan pemberian
pupuk hayati yang bersifat ramah lingkungan yaitu pupuk organik. Pupuk organik
bila digunakan di dalam tanah akan merangsang mikrobia, meningkatkan aktivitas
biologis, memperbaiki struktur tanah, memperbaiki struktur penyimpanan air
tanah dengan begitu meningkatkan kesuburan (Rosmarkam dan
Pupuk Organik
Yuwono, 2003).
Kompos adalah pupuk organik yang bahan dasarnya dari pelapukan bahan
tanaman atau limbah organik. Bahan dasar yang biasa digunakan seperti jerami,
sekam, rumput rumputan, sampah kota atau limbah pabrik (Musnamar, 2003).
Dilihat dari bentuknya, ada dua macam pupuk organik yaitu pupuk
organik padat dan pupuk organik cair. Pupuk organik padat berbentuk padat yang
mengaplikasikannya melalui akar dan pupuk cair berbentuk cairan yang
pengaplikasiannya melalui daun (Andoko, 2002).
Proses pengomposan adalah suatu proses mikrobiologi. Bahan organik
karbon sebagai pembangun sel sel tumbuh. Sumber energi diperoleh dari unsur N
pada bahan organik mentah (Musnamar, 2003).
Di dalam pengomposan akan terjadi perubahan yang dilakukan oleh
mikroorganisme, yaitu berupa penguraian selulose, hemiselulose serta lainnya
menjadi karbondioksida (CO2) dan air, pengikatan unsur hara oleh
mikroorganisme yang akan dilepaskan kembali bila mikroorganisme mati, serta
pembebasan unsur hara senyawa organik menjadi senyawa anorganik yang akan
tersedia bagi tanaman. Dengan adanya perubahan perubahan tersebut, maka bobot
dan isi bahan dasar kompos akan menjadi sangat berkurang (40-60)%, tergantung
bahan dasar kompos dan proses pengomposan. Sebagian besar senyawa CO2 akan
hilang ke udara (Musnamar, 2003).
Rumah Kompos
Rumah kompos merupakan tempat pembuatan kompos, dimana dalam
proses pembuatan kompos memiliki koordinasi dan ketersediaan bahan baku yang
cukup dalam pembuatannya. Rumah kompos tidak hanya sebagai tempat
pembuatan kompos, tetapi memiliki peranan dalam pembinaan terhadap petani
dengan mengadakan pelatihan pembuatan kompos.
Proses pembuatan kompos dapat dilakukan secara konvensional atau
moderen. Secara konvensional, kompos yang dihasilkan berupa kompos siap
pakai. Sementara secara moderen, kompos yang dihasilkan untuk dikomersilkan
atau dijual. Biasanya skala pembuatannya sudah tergolong skala industri karena
menggunakan peralatan atau mesin moderen (Musnamar, 2003).
oleh dua kelompok tani dan masing masing kelompok memiliki koordinator atau
ketua kelompok tani.
Pembuatan kompos di daerah penelitan cukup sederhana, yaitu memiliki :
a. Bahan dan alat :
1. Kotoran hewan ternak khususnya ternak sapi
2. Jerami
3. EM 4 (pengurai)
4. Alat alat yang diperlukan seperti mesin APPO (alat pembuatan pupuk
organik), cangkul dan sekop
b. Cara Pembuatan
1. Sebelumnya kotoran ternak dipastikan dalam keadaan kering dan jerami
digiling yang telah difermentasi selama kurang lebih 3 (tiga) minggu
2. Kotoran ternak ditebarkan atau disebarkan di lapangan yang beralaskan
semen atau plastik
3. Ketebalan penyebaran kotoran ternak setebal 20 cm kemudian disiramkan
dengan EM4 sampai basah secukupnya
4. Setelah disiramkan EM4 kemudian ditimpakan atau dibaluti dengan jerami
setebal 20 cm, dan seterusnya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
yang kita inginkan dalam proses pembuatannya
5. Dalam 1 minggu dilakukan pembalikkan atau bahan baku kompos tersebut
dibalik balik
6. Sesuai dengan wawancara dengan koordinator rumah kompos dilapangan,
ternak sapi/ lembu dan ditambah l liter EM4 sebagai pengurai, maka akan
menghasilkan 1,5 ton hingga 2 ton pupuk kompos.
Budidaya Padi Sawah Sistem SRI (System of Rice Intensification).
Budidaya padi organik metode SRI mengutamakan potensi lokal dan
disebut pertanian ramah lingkungan, akan sangat mendukung terhadap pemulihan
kesehatan tanah dan kesehatan pengguna produknya. Pertanian organik pada
prinsipnya menitik beratkan prinsip daur ulang hara melalui panen dengan cara
mengembalikan sebagian biomasa ke dalam tanah, dan konservasi air, mampu
memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode konvensional
(Mutakin, 2005).
Mutakin (2005), mengemukakan bahwa keunggulan dan manfaat sistem
SRI adalah sebagai berikut :
A. Keunggulan Sistem SRI
1. Tanaman hemat air. Selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen
memberikan air maksimal 2 cm, paling baik macak macak sekitar 5 mm
dan ada periode pengeringan sampai tanah retak ( irigasi terputus).
2. Hemat biaya. Hanya butuh benih 5 kg/ha. Tidak memerlukan biaya
pencabutan bibit, tidak memerlukan biaya pindah bibit, tenaga tanam
kurang dan lain lain.
3. Hemat waktu, ditanam bibit muda 5 - 12 hari setelah tanam, dan waktu
panen akan lebih awal.
5. Ramah lingkungan, tidak menggunakan bahan kimia dan digantikan
dengan mempergunakan pupuk organik (kompos dan kandang), begitu
juga penggunaan pestisida.
B. Secara umum manfaat dari budidaya metode SRI adalah sebagai berikut
1. Hemat air (tidak digenang), kebutuhan air hanya 20-30% dari kebutuhan
air untuk cara konvensional
2. Memulihkan kesehatan dan kesuburan tanah, serta mewujudkan
keseimbangan ekologi tanah
3. Membentuk petani mandiri yang mampu meneliti dan menjadi ahli di
lahannya sendiri. Tidak tergantung pada pupuk dan pertisida kimia buatan
pabrik yang semakin mahal dan terkadang langka
4. Membuka lapangan kerja dipedesaan, mengurangi pengangguran dan
meningkatkan pendapatan keluarga petani
5. Menghasilkan produksi beras yang sehat rendemen tinggi, serta tidak
mengandung residu kimia
6. Mewariskan tanah yang sehat untuk generasi mendatang
Tingkat Adopsi Petani Padi Sawah Terhadap Teknologi Rumah Kompos
Pada dasarnya, proses adopsi pasti melalui tahapan tahapan sebelum
masyarakat mau menerima/ menerapkan dengan keyakinannya sendiri, meskipun
selang waktu antar tahapan satu dengan yang lainnya itu tidak selalu sama
(tergantung sifat inovasi, karakteristik sasaran, keadaan lingkungan fisik maupun
sosial), dan aktivitas/ kegiatan yang dilakukan oleh penyuluh). Inti dari setiap
upaya pembangunan yang disampaikan melalui kegiatan penyuluhan, pada
demi terwujudnya perbaikan mutu hidup yang mencakup banyak aspek, baik:
ekonomi, sosial, budaya, ideologi, politik maupun pertahanan dan keamanan.
Karena itu, pesan pesan pembangunan yang disuluhkan haruslah mampu
mendorong atau mengakibatkan terjadinya perubahan perubahan yang memiliki
sifat pembaharuan (Arip, 2009).
Tingkat adopsi dipengaruhi oleh persepsi petani tentang ciri ciri inovasi
dan perubahan yang dikehendaki oleh inovasi di dalam pengelolaan pertanian dari
keluarga petani.
Inovasi biasanya di adopsi dengan cepat karena :
Memiliki keuntungan relatif tinggi bagi petani.
Kompatibilitas / keselarasan dengan nilai nilai, pengalaman, dan kebutuhan.
Kompleksitas / tidak rumit
Dapat dicoba
Dapat diamati
Inovasi adalah suatu gagasan melukiskan objek yang dianggap sebagai
sesuatu yang baru, tetapi tidak selalu merupakan hasil dari penelitian mutakhir
(Van Den Ban dan
Petani sebagai subjek utama yang menentukan kinerja produktivitas
usahatani yang dikelolanya. Secara naluri petani menginginkan usahataninya
memberikan manfaat tertinggi dari sumber daya yang dikelola. Produktivitas
sumber daya usahatani tergantung pada teknologi yang diterapkan. Oleh karena
itu, kemampuan dan kemauan petani dalam menggunakan teknologi yang
upaya pengembangan pertanian dalam rangka meningkatkan produktivitas di
suatu daerah (Yusdja, dkk, 2004).
Agen penyuluhan dapat membantu petani memahami besarnya pengaruh
struktur sosial ekonomi dan teknologi untuk mencapai kehidupan yang lebih baik,
dan menemukan cara mengubah struktur atau situasi yang menghalanginya untuk
mencapai tujuan tersebut. Mereka dapat membantu petani meramalkan peluang
keberhasilan dengan segala konsekuensinya, dengan memberikan wawasan luas
yang dapat dipengaruhi oleh berbagai aspek sosial dan aspek ekonomi
(Van Den Ban dan
Penyuluhan pertanian adalah sistem pendidikan di luar sekolah (non
formal), bagi petani dan keluarganya agar berubah perilakunya untuk bertani lebih
baik (better farming), berusahatani lebih baik (better bussines), hidup lebih
sejahtera (better living), dan bermasyarakat lebih baik (better community) serta
menjaga kelestarian lingkungannya (better environment)
(Departemen Pertanian, 2009). Hawkins, 2000).
Teknologi yang digunakan petani masih relatif sederhana, masih banyak
menggunakan varietas lokal dan varietas unggul tidak berlabel. Cara tanam tidak
beraturan, baik dengan caplak satu arah atau caplak dua arah, sehingga populasi
rendah. Penggunaan pupuk sangat tergantung dengan dana yang ada
(Miswarti, dkk, 2004).
Pada dasarnya perilaku petani sangat di pengaruhi oleh pengetahuan,
kecakapan, dan sikap mental petani itu sendiri. Dengan digiatkannya penyuluhan
pertanian diharapkan akan terjadi perubahan perubahan terutama pada perilaku
berfikir, cara kerja, cara hidup, pengetahuan dan sikap mental yang lebih terarah
dan lebih menguntungkan, baik bagi dirinya beserta keluarganya maupun
lingkungannya. Faktor faktor sosial ekonomi petani sangat mempengaruhi petani
dalam menerapkan inovasi tentang usahataninya, sehingga dalam penerapan dan
pengembangan berusahatani yang baik memerlukan tingkat adopsi yang tinggi
dari petani untuk mengembangkan usahataninya. Petani yang dinamis tentu saja
sadar dan terbuka hingga pada tingkat penerapan akan hal adanya perubahan
berupa teknologi inovasi dalam pengembangan usahataninya.
Landasan Teori
Adopsi dapat diartikan sebagai penerapan atau penggunaan suatu ide atau
alat teknologi yang baru yang disampaikan lewat pesan komunikasi. Adopsi
merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh seseorang terhadap sesuatu
inovasi sejak mengenal, menaruh minat, memilih sampai menerapkan inovasi
tersebut (Levis, 1996).
Besarnya perhatian dan keyakinan pemerintah Indonesia akan pentingnya
sektor pertanian dapat dilihat dari kesungguhannya dalam membangun pertanian
di negara ini. Segala sarana dan prasarana pertanian disediakan, demikian pula
segala kemudahan bagi petani, termasuk berbagai bentuk subsidi. Guna mencapai
peningkatan produksi, teknologi memang diperlukan, dan para petani perlu
mengadopsi teknologi itu. Petani harus berubah dari penggunaan teknologi lama
Proses penerimaan inovasi terdapat 5 (lima) tahapan yang dilalui sebelum
seseorang bersedia menerapkan suatu inovasi yang diperkenalkan kepadanya,
yaitu :
1. Sadar, adalah seseorang belajar tentang ide baru, produk, atau praktek baru.
Dia hanya mmpunyai pengetahuan umum mengenai ide baru tersebut, tidak
mengetahui kualitasnya dan pemanfaatannya secara khusus
2. Tertarik, adalah tidak seseorang tidak punya hanya mengetahui keberadaan
ide baru itu, tetapi ingin mendapatkan informasi lebih banyak dan lebih
mendetail
3. Penilaian, adalah seseorang menilai semua informasi yang diketahuinya dan
memutuskan apakah ide baru itu baik untuknya
4. Mencoba, seseorang sekali dia putuskan bahwa dia menyukai ide tersebut,
dia akan mengadakan percobaan. Hal ini mungkin terlaksana dalam kurun
waktu yang lama dan dalam skala yang terbatas
5. Adopsi atau menerapkan, adalah tahap seseorang meyakini akan kebenaran
atau keunggulan ide baru tersebut sehingga menerapkannya dan mungkin
juga mendorong penerapan orang lain, dan inovasi biasanya diadopsi degan
cepat karena :
- Memiliki keuntungan relatif tinggi bagi petani
- Sesuai dengan nilai-nilai sosial/ adat setempat
- Tidak rumit
- Dapat dicoba dalam sekala kecil
Kecepatan setiap petani dalam menerapkan inovasi ataupun teknologi baru
tidak sama, ada yang lambat dan ada yang cepat. Melalui penyuluhan pertanian
dapat di bedakan beberapa golongan petani antara lain :
1. Inovator
2. Penerap inovasi teknologi lebih dini
3. Penerap inovasi teknologi lebih awal
4. Penerap inovasi teknologi lebih akhir
5. Penolak teknologi inovasi (Kartasapoetra , 1994).
Faktor Sosial Ekomomi
Adopsi teknologi baru merupakan proses penerapan tekonologi oleh
sasaran atau petani pada usahataninya. Tingkat adopsi ini tentunya dipengaruhi
oleh berbagai faktor sosial ekonomi sasaran/ petani yaitu : Umur, tingkat
pendidikan, lamanya berusahatani, frekuensi mengikuti penyuluhan, tingkat
kosmopolitan, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan, produksi dan
produktivitas.
1. Umur
Semakin muda umur petani maka semakin semangat untuk mengetahui hal
hal baru, sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk cepat melakukan
adopsi walaupun sebenarnya mereka masih belum berpengalaman soal adopsi
tersebut (Kartasapoetra, 1994).
Umur petani adalah salah satu faktor yang berkaitan erat dengan
kemampuan kerja dalam melaksanakan kegiatan usahatani. Umur dapat dijadikan
dengan kondisi umur yang masih produktif maka kemungkinan besar seseorang
dapat bekerja dengan baik dan maksimal (Hasyim, 2006).
2.Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan sarana belajar, selanjutnya akan menanamkan
pengertian sikap yang menguntungkan menuju penggunaan praktek pertanian
yang lebih moderen. Mereka yang berpendidikan lebih tinggi adalah relatif lebih
cepat melakukan adopsi inovasi (Soekartawi, 1986).
Tingkat pendidikan yang rendah pada umumnya kurang menyenangi
inovasi, sehingga sikap mental untuk menambah ilmu pengetahuan khususnya
ilmu pertanian kurang (Ginting, 2002).
Tingkat pendidikan formal yang dimiliki petani akan menunjukkan tingkat
pengetahuan serta wawasan yang luas untuk petani menerapkan apa yang
diperolehnya untuk peningkatan usahataninya (Hasyim, 2006).
3. Lamanya Berusahatani
Petani yang sudah lebih lama berusahatani akan lebih mudah menerapkan
inovasi dari pada petani pemula, karena pengalaman yang lebih banyak sehingga
sudah dapat membuat perbandingan dalam mengambil keputusan (Ginting, 2002).
Lamanya berusahatani untuk setiap orang berbeda beda, oleh karena itu
lamanya berusahatani dapat dijadikan bahan pertimbangan agar tidak melakukan
kesalahan yang sama sehingga dapat melakukan hal hal yang baik untuk waktu
waktu berikutnya (Hasyim, 2006).
4. Frekuensi Mengikuti Penyuluhan
Frekuensi petani dalam mengikuti penyuluhan yang meningkat disebabkan
disampaikan benar-benar bermanfaat bagi petani untuk usahataninya. Hal ini
disebabkan karena informasi yang diberikan oleh petani hingga sampai pada taraf
mempercayai yang berpengaruh adalah proses penyampaian atau metode
penyampaian, sehingga makin sering petani mengikuti penyuluhan maka semakin
terpengaruh petani terhadap hal yang disampaikan kepadanya (Hasyim, 2003).
Penyuluhan pertanian harus mengetahui kebutuhan apa saja yang dapat
dipenuhi dengan ketersediaan sumber daya yang ada. Layanan penyuluhan
didasarkan pada pemikiran bahwa individu petani memiliki keterbatasan dalam
mengakses teknologi dan mengadopsinya untuk meningkatkan manajemen
usahataninya serta memperbaiki kehidupan ekonominya (Kartasapoetra, 1994).
Petani yang aktif atau sering melakukan kunjungan aktivitas penyuluhan
akan semakin cepat untuk mampu mengadopsi segala bentuk informasi berupa
teknologi inovasi.
5. Tingkat Kosmopolitan
Kosmopolitan merupakan keterbukaan suatu kelompok masyarakat
terhadap dunia luar atau terjadinya perubahan gaya hidup satu kelompok
masyarakat yang terjadi karena adanya pengaruh pengaruh dari luar kelompok
masyarakat tersebut dimana gaya hidup itu diadopsi oleh masyarakat tersebut
manjadi gaya hidup mereka (Naisbitt, 1990).
Tingkat kosmopolitan dapat diartikan sebagai keterbukaan maupun
hubungan petani dengan dunia luar yang nantinya akan memberikan inovasi baru
bagi petani dalam menjalankan usahataninya. Tingkat kosmopolitan dapat diukur
dengan penggunaan sumber inovasi baru antara lain media elektronik (televisi,
petani keluar daerah tinggal mereka atau keluar desa dalam rangka memasarkan
hasil usahataninya juga untuk mendapatkan pendidikan dan informasi mengenai
inovasi pertaian (Nasution, 1989).
Derajat kosmopolitan tinggi yaitu melakukan mobilitas dengan cepat
pergi kesana kemari untuk memperoleh informasi (Soekartawi, 1996).
Tingkat kosmopolitan petani memiliki hubungan terhadap cepat
lambatnya petani menerima inovasi, sehingga petani diharapkan lebih aktif dalam
mencari informasi baru. Pandangan petani akan semakin kosmopolitan didukung
jika sering berhubungan dengan orang luas, tingkat kosmopolitan didukung oleh
fasilitas tranportasi dan komunikasi dengan masyarakat yang lebih luas sehingga
proses masuknya ide ide baru lebih mudah.
6. Jumlah Tanggungan Keluarga
Petani yang memiliki jumlah tanggungan keluarga yang banyak akan lebih
sulit dalam menerapkan teknologi baru karena biaya untuk mencukupi kebutuhan
keluarga sangat tinggi, sehingga mereka sulit menerima resiko yang besar jika
nantinya inovasi tersebut tidak berhasil (Soekartawi, 1986).
Jumlah tanggungan keluarga adalah salah satu faktor ekonomi yang perlu
diperhatikan dalam menentukan pendapatan petani dalam memenuhi
kebutuhannya (Hasyim, 2006).
Keluarga yang memiliki sebidang tanah tetap saja jumlahnya semakin
sempit dengan bertambahnya anggota keluarga sementara kebutuhan akan
produksi terutama pangan akan semakin bertambah. Banyaknya jumlah
atau aktifitas terutama dalam upaya mencari dan menambah pendapatan keluarga
(Kesuma, 2006).
7. Luas Lahan
Petani yang mempunyai luas lahan yang lebih luas akan lebih mudah
menerapkan inovasi dibanding dari pada petani yang berlahan sempit. Hal ini
dikarenakan keefektifan dan efesiensi dalam penggunaan sarana produksi
(Soekartawi, 1986).
Luas lahan pertanian akan dipengaruhi oleh skala usaha dan skala usaha
ini pada akhirnya akan mempengaruhi efisiensi atau tidaknya suatu peningkatan
usaha pertanian (Ginting, 2002).
Besarnya luasan usahatani menggambarkan tingkat kesejahteraan
masyarakat petani, sehingga semakin tinggi produksi dan pendapatan yang
diterima.
8. Produksi
Produksi merupakan sejumlah hasil dalam satuan lokasi dan waktu
tertentu. Hasil merupakan output yang diperoleh dari hasil pengelolaan input
produksi dan sarana produksi dalam suatu usahatani (Soekartawi, 1998).
Dalam mencapai peningkatan produksi teknologi memang diperlukan dan
para petani perlu mengadopsi teknologi itu. Petani harus berubah dari
penggunaan teknologi lama ke penggunaan teknologi baru yang lebih maju.
Teknologi yang diterapkan dalam mendukung pembangunan pertanian Indonesia
merupakan teknologi untuk meningkatkan produktivitas, peningkatan mutu dan
diversifikasi produk olahan di sektor hilir, baik itu untuk skala kecil, menengah,
9. Produktivitas
Pada umumnya pengetahuan petani kecil itu terbatas, sehingga
mengusahakan kebunnya secara tradisional, kemampuan permodalannya juga
terbatas dan bekerja dengan alat alat sederhana. Dengan demikian produktivitas
dan produksinya rendah (Soekartawi, 1996).
Untuk meningkatkan produktivitas usahatani padi sawah sekaligus
memberdayakan petani. Program Peningkatan Ketahanan Pangan telah
memberikan bantuan fasilitas penguatan modal, pelatihan dan pembinaan agar
petani mau dan mampu bekerjasama dan mampu menerapkan teknologi sesuai
rekomendasi dengan manajemen usahatani yang profesional
(Departemen Pertanian, 2000).
Usahatani yang bagus sebagai usahatani produktif dan efisien sering
dibicarakan sehari hari. Usahatani yang produktif berarti usahatani yang
produktivitasnya tinggi. Produktivitas sebenarnya merupakan penggabungan
antara konsepsi efisiensi usaha (fisik) dengan kapasitas tanah. Efisiensi fisik
mengukur banyaknya hasil produksi (output) yang dapat diperoleh dari kesatuan
input. Sedangkan kapasitas dari sebidang tanah tertentu menggambarkan
kemampuan tanah itu untuk menyerap tenaga dan modal sehingga memberikan
hasil produksi bruto sebesar besarnya pada tingkatan teknologi
(Soeharsono, 1989).
Kerangka Pemikiran
Rumah kompos merupakan tempat pembuatan kompos. Akan tetapi,
rumah kompos dapat merangkap fungsi yang dapat digunakan sebagai tempat
antara petani sehingga terjalin silaturrahim/ hubungan persaudaraan serta tempat
sumber informasi yang berguna bagi petani.
Keberadaan teknologi rumah kompos akan memberikan tenggapan yang
baik bagi kelangsungan aktivitas usahatani sehingga mampu memberikan dampak
positif terhadap peningkatan kesejahteraan petani.
Dalam memperkenalkan, mengajak hingga merubah perilaku dan
keterampilan petani sebagai sasaran untuk mengadopsi teknologi rumah kompos,
maka serangkaian itu teknologi rumah kompos tidak lepas dari peranan
penyuluhan.
Adopsi teknologi baru merupakan proses yang terjadi dari petani untuk
menerapkan teknologi tersebut pada usahataninya. Hal ini berhubungan dengan
beberapa faktor sosial ekonomi petani, yaitu umur, tingkat pendidikan, lamanya
berusahatani, frekuensi mengikuti penyuluhan, tingkat kosmopolitan, jumlah
tanggungan keluarga, luas lahan, produksi dan produktivitas.
Seorang petani dalam mengadopsi teknologi rumah kompos tidaklah sama,
ada yang cepat, ada yang lambat bahkan ada yang menunda atau tidak menerima
(menolak). Oleh karena itu, tingkat adopsi dapat dikategorikan rendah, sedang dan
tinggi.
Proses adopsi petani terhadap teknologi rumah kompos banyak
menghadapi berbagai masalah dan dari berbagai masalah tersebut petani mencari
Berdasarkan penjelasan, maka dapat dilihat dalam skema kerangka
pemikiran sebagai berikut :
Gambar 1 : Skema Kerangka Pemikiran Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Petani Padi Sawah dengan Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos
Kerterangan : Menyatakan Hubungan
Rumah
Kompos
Faktor Sosial Ekonomi Petani :
1.Umur
2.Tingkat Pendidikan 3.Lamanya Berusahatani 4.Frekuensi Mengikuti
Penyuluhan
5.Tingkat Kosmopolitan 6.Jumlah Tanggungan
Keluarga 7.Luas Lahan 8.Produksi 9.Produktivitas
Penyuluhan
Masalah Masalah Petani
Upaya untuk Mengatasi Masalah
Tingkat Adopsi
METODE PENELITIAN
Metode Penentuan Daerah Penelitian
Metode penentuan daerah sampel ditentukan secara purposive yaitu
penentuan secara sengaja di Desa Sei Buluh, Kecamatan Teluk Mengkudu,
Kabupaten Serdang Bedagai, dengan pertimbangan di desa tersebut adanya
bangunan rumah kompos dan tersedianya bahan baku seperti kotoran ternak sapi/
lembu sebagai bahan baku pembuatan kompos dengan dua lokasi yaitu di Dusun
Darul Aman dan Dusun Payanibung II. Desa Sei Buluh mencapai jumlah
penduduk 9281 jiwa pada akhir bulan Desember Tahun 2009.
Metode Penentuan Sampel Penelitian
Pengambilan sampel secara Simple Random Sampling dengan jumlah
sampel diambil secara acak sederhana yaitu sebanyak 30 petani, sehingga tiap unit
penelitian atau satuan elementer dari populasi mempunyai kesempatan yang sama
untuk dipilih sebagai sampel dan memiliki konsisten sama yaitu petani padi sawah
yang sama sama menggunakan kompos dalam usahataninya. Menurut pendapat
Baileyn dalam buku Soepomo 1997, ukuran sampel paling minimum adalah 30
sampel dari suatu populasi. Sampel penelitian dihitung dengan menggunakan
persamaan.
Js
Dimana :
Spl = Jumlah Sampel n = Jumlah Sub Populasi N = Total Populasi
Berdasarkan survei dilapangan, bahwa keberadaan 2 unit rumah kompos di
Desa Sei Buluh pada tahap awal hanya mampu menyuplai kebutuhan di 4 dusun
yang terdiri atas 2 kelompok yaitu kelompok Tunas Harapan dan Kelompok
Srikandi dan diharapkan ditahun depan diperkirakan dapat dipasarkan atau dapat
memenuhi kebutuhan kelompok lain.
Spl 1 = 295 .30 Spl 2 = 279 .30 Spl 2 : Jumlah sampel di Dusun Payanibung I Spl 3 : Jumlah sampel di Dusun Payanibung II Spl 4 : Jumlah sampel di Dusun Pematang Pasir
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel.1
Tabel 1. Penentuan Sampel Penelitian di Desa Sei Buluh, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai
Dusun Jumlah Sub
Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan petani di
daerah penelitian melalui survei, wawancara maupun daftar kuesioner yang telah
disiapkan, sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi terkait
seperti Badan Pusat Statistik, Penyuluh Pertanian Lapangan, Kantor Dinas
Pertanian Kabupaten Serdang Bedagai, Kantor Kepala Desa Sei Buluh dan
instansi lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
Metoda Analisis Data
Adapun metoda analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Dengan menghitung tingkat adopsi petani padi sawah terhadap paket
teknologi rumah kompos dengan menggunakan metode skoring dalam Tabel 2
berikut :
Tabel 2 . Penerapan Teknologi Rumah Kompos terhadap Budidaya Padi Sawah Sistem SRI (System of Rice Intensification) di Desa Sei Buluh, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai. Provinsi Sumatera Utara.
No Uraian Penerapan Pengukuran Skor
1 Pengolahan
1.Melakukan semua
teknologi pengolahan
lahan sesuai dengan
diratakan untuk
- Gunakan satu jenis bibit pada setiap
bibit sesuai dengan
anjuran
2.Melakukan satu hingga dua teknologi pemilihan
bibit sesuai dengan
anjuran
3.Melakukan pemilihan
bibit tidak sesuai
- Bibit ditanam pada kedalaman 5 cm 2.Melakukan satu hingga
dua teknologi
- Dapat dilihat stelah berumur 1 bulan anakan sesuai dengan anjuran
2.Melakukan satu hingga dua teknologi sesuai
2.Melakukan satu hingga
tiga teknologi pemupukan dengan kompos sesuai dengan anjuran
3 Melakukan pemupukan 3
2
pada lahan yang
kimia sesuai dengan anjuran
2.Melakukan satu hingga
tiga teknologi 2.Melakukan satu hingga
padi dikeringkan,
teknologi PHP sesuai dengan anjuran
2.Melakukan satu hingga dua teknologi PHP sesuai dengan anjuran 3.Melakukan PHP tidak
sesuai anjuran
3
2
- Pengendalian berbagai jenis hama dan penyakit yang akan terjadi pada padi sawah 110 hari, dan Inpari 1 setelah berumur
teknologi panen sesuai dengan anjuran
terpal atau juga
teknologi pasca panen sesuai dengan anjuran 2.Melakukan satu hingga
tiga teknologi pasca panen sesuai dengan anjuran
3.Melakukan perlakuan pasca panen tidak sesuai anjuran
3
2
1
Sumber : Koordinator Rumah Kompos Desa Sei Buluh, Kecamatan Teluk ` Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai, 2010
Penilaian skoring paket teknologi rumah kompos terhadap budidaya padi
sawah sistem SRI (System of Rice Intensification) di Desa Sei Buluh, Kecamatan
Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai dengan kriteria penilaian sebagai
berikut :
1. Mengikuti semua teknologi sesuai dengan anjuran, skor 3.
2. Melakukan salah satu teknologi sesuai dengan anjuran, skor 2.
3. Melakukan perlakuan teknologi tertentu tidak sesuai anjuran, skor 1.
Tingkat adopsi petani padi sawah sistem SRI terhadap teknologi rumah
diantara skor 1 sampai dengan skor 30, sehingga dapat ditentukan kategori tingkat
adopsi petani padi sawah sistem SRI terhadap teknologi rumah kompos di desa
Sei Buluh, kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai berdasarkan
skor,sebagai berikut :
≤ 16 = tingkat adopsi rendah
17 sampai dengan 23 = tingkat adopsi sedang
24 sampai dengan 30 = tingkat adopsi tinggi
Dengan menggunakan rumus Rank Spearman terhadap masing masing
faktor sosial ekonomi yang berhubungan dengan tingkat adopsi petani terhadap
teknologi rumah kompos yang akan diuji dengan rumus sebagai berikut :
N 3 - N
tα = α ; db (n-2)
dimana range rs = -1 ≤ 0 ≥ 1
Keterangan :
rs = rangk spearman
di = Selisih antara ranking nilai karakteristik sosial ekonomi petani dengan
tingkat adopsi
N = Jumlah petani yang mengadopsi teknologi rumah kompos
db = drajat bebas
Dengan kriteria sebagai berikut :
Ho : Tidak terdapat hubungan faktor sosial ekonomi petani dengan tingkat
adopsi petani terhadap teknologi rumah kompos di daerah penelitian
H1 = Terdapat hubungan faktor sosial ekonomi petani dengan tingkat adopsi
petani terhadap teknologi rumah kompos di daerah penelitian
Definisi dan Batasan Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan atas pengertian dalam
penelitian ini, maka diberikan beberapa definisi dan batasan operasional sebagai
berikut :
Definisi
1. Adopsi dapat diartikan sebagai penerapan atau penggunaan suatu ide atau alat
teknologi yang baru yang disampaikan lewat pesan komunikasi
2. Inovasi adalah gagasan, tindakan, atau teknologi termasuk barang yang
dinggap baru oleh seseorang. Inovasi dalam penelitian ini adalah paket
teknologi rumah kompos
3. Usahatani adalah kegiatan atau upaya petani untuk menggunakan atau
memanfaatkan faktor faktor produksi alam, tanah, tenaga kerja, modal, dan
ruang dalam suatu usaha pertanian secara efisien sehingga dapat diperoleh
hasil berupa produksi maupun keuntungan finansial secara optimal.
4. Rumah kompos adalah unit pengembangan, pembinaan dan pembuatan pupuk
kompos
5. SRI (System of Rice Intensification) adalah cara bertanam padi kembali ke
alam, dimana petani mengurangi atau tidak lagi memakai pupuk kimia, tetapi
memanfaatkan jerami, limbah gergaji, sekam, pohon pisang, pupuk kandang/
6. Tingkat adopsi adalah tingkat penerapan teknologi pengembangan,
pembinaan dan pembuatan pupuk kompos dengan parameter sebagai berikut :
≤ 16 = tingkat adopsi rendah
17 sampai dengan 23= tingkat adopsi sedang
24 sampai dengan 30 = tingkat adopsi tinggi
7. Faktor Sosial Ekonomi, meliputi :
- Umur (x1) adalah usia petani pada saat penelitian yang diukur berdasarkan
usia dalam satuan tahun
- Tingkat pendidikan (x2) adalah lama pendidikan formal yang pernah
ditempuh oleh petani dalam satuan tahun
- Lamanya berusahatani (x3) adalah lamanya waktu sejak seorang petani
mulai melakukan usahatani pertama kali hingga saat ini yang diukur dalam
satuan tahun
- Frekuensi mengikuti penyuluhan (x4) adalah jumlah kehadiran petani
dalam kegiatan penyuluhan pertanian dalam satu tahun terakhir
- Tingkat kosmopolitan (x5) petani sampel adalah keterbukaan petani dalam
menerima atau memperoleh inovasi baru
- Jumlah tanggungan keluarga (x6) adalah jumlah seluruh anggota keluarga
yang menjadi tanggung jawab petani
- Luas lahan (x7 )adalah luas area yang diusahakan petani yang dinyatakan
dalam satuan hektar (ha)
- Produksi (x8) adalah hasil yang diperoleh petani spadi sawah atas
- Produktivitas (x9) adalah perbandingan produksi padi sawah dengan luas
lahan yang dimiliki oleh petani sampel, yang dinyatakan dalam satuan
ton/ ha (ton/ha)
- Masalah adalah faktor faktor yang dapat menghalangi atau mengurangi
kelancaran dalam proses adopsi teknologi rumah kompos di daerah
penelitian
- Upaya adalah usaha yang dilakukan guna mengatasi permasalahan yang
ada dalam proses adopsi teknologi rumah kompos di daerah peneltian
Batasan Operasional
1. Tempat penelitian adalah di Desa Sei Buluh, Kecamatan Teluk Mengkudu,
Kabupaten Serdang Bedagai.
2. Waktu penelitian adalah dimulai dari bulan Mei sampai dengan bulan
Oktober 2010.
3. Petani yang menjadi sampel penelitian adalah petani padi sawah di Desa Sei
Buluh, Kecamatan Teluk Mengkudu, Kabupaten Serdang Bedagai.
3. Faktor sosial ekonomi yang diteliti adalah umur, tingkat pendidikan, lamanya
berusahatani, frekuensi mengikuti penyuluhan, tingkat kosmopolitan, jumlah
DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK
PETANI SAMPEL
Deskripsi Daerah Penelitian Luas Daerah dan Topografi Desa
Desa Sei Buluh terletak di Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai
dengan luas wilayah 800,4 Ha. jumlah penduduk Desa Sei Buluh sebanyak 9281
jiwa. Desa Sei Buluh memiliki 10 Dusun, yaitu Dusun Simpang Tanah Raja,
Dusun Ladang Lama I, Dusun Ladang Lama II, Dusun Payanibung I, Dusun
Payanibung II, Dusun Darul Aman, Dusun Bakti, Dusun Pematang Pasir, Dusun
Suka Makmur dan Dusun Ulin.
Adapun batas batas daerah adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Desa Lubuk Bayas Kecamatan Perbaungan
Sebelah Selatan : Desa Kebun Tanah Raja PTPN III Kecamatan Sei
Rampah
Sebelah Timur : Desa Liberia Kecamatan Teluk Mengkudu
Sebelah Barat : Desa Sei Buluh Kecamatan Perbaungan
Tata Guna Lahan
Desa Sei Buluh yang memiliki luas wilayah 800,4 Ha yang sebagian
pemakaian lahan terluas adalah areal sawah yaitu ±600 Ha dan selebihnya adalah
perkantoran, pemukiman dan prasarana umum lainnya. Pola penggunaan lahan di
Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten
Serdang Bedagai pada bulan Desember 2009 terdiri dari 9281 jiwa (2303 KK)
dengan jumlah penduduk pria sebanyak 4647 jiwa dan wanita 4634 jiwa yang
terdiri dari berbagai kelompok umur. Berikut penjelasannya Tabel 3, dimana Desa
ini dibagi atas 10 dusun.
Tabel 3. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Sei Buluk, Tahun 2009
No Dusun Jumlah Jiwa Pria Wanita
1 Simpang Tanah Raja 1272 633 639
2 Ladang Lama I 542 258 284
3 Ladang Lama II 1364 680 684
4 Payanibung I 1077 542 535
5 Payanibung II 665 339 326
6 Darul Aman 1498 770 728
7 Bakti 841 414 427
8 Pematang Pasir 548 277 271
9 Suka Makmur 1366 679 687
10 Ulin 108 55 53
Jumlah 9281 4647 4634
Tabel 4. Keadaan Penduduk Menurut Mata Pencaharian Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Tahun 2009
No Jenis mata
Pencaharian
Jumlah
(KK)e Persentase (%)
1 PNS 93 1,00
2 TNI/ POLRI 26 0,28
3 KARYAWAN 208 2,24
4 WIRASWASTA 1778 19,15
5 JASA 429 4,62
6 TANI 1756 18,92
7 NELAYAN - -
8 BURUH 2286 24,63
9 LAINNYA 2705 29,14
Jumlah 9281 100,00
Sumber : Kantor Kepala Desa Sei Buluh, 2009
Pada Tabel 4 menunjukkan bahwa penduduk yang tersebar memperoleh
mata pencaharian sebagai petani 1756 KK dengan persentase 18,92%, buruh 2286
KK dengan persentase 24,63 %, wiraswasta 1778 KK dengan persentase 19,15%,
karyawan 208 KK dengan persentase 2,24%, PNS 93 KK dengan persentase
1,00%, penduduk yang mata pencaharian sebagai TNI/ Polri 26 KK dengan
persentase 0,28% dari pencaharian lainnya yakni 2705 KK dengan persentase
Tabel 5. Keadaan Penduduk Menurut Agama Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Tahun 2009
No DUSUN
AGAMA
Islam K.Protestan Katholik Hindu Budha Khonghuchu
1 Simp. Tanah Raja 523 692 3 - 54 -
2 Ladang Lama I 514 28 - - - -
3 Ladang Lama II 1364 - - - - -
4 Payanibung I 1077 - - - - -
5 Payanibung II 665 - - - - -
6 Darul Aman 1488 - 1 - 7 -
7 Bakti 828 - 4 - 9 -
8 Pematang Pasir 542 - - - 8 -
9 Suka Makmur 1301 - 1 - 64 -
10 Ulin 108 - - - - -
JUMLAH 8410 720 9 - 142 -
Sumber : Kantor Kepala Desa Sei Buluh, 2009
Pada Tabel 5 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk menurut agama
yang terbesar adalah agama Islam sebanyak 8410 jiwa, Kristen Protestan
sebanyak 720 jiwa, Budha sebanyak 142 jiwa dan jumlah penduduk yang terendah
Tabel 6. Keadaan Penduduk Menurut Umur Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Tahun 2009
No. Golongan Umur (Tahun)
Jumlah (Jiwa) Persentase(%)
1 0-5 1140 12,28
Sumber: Kantor Kepala Desa Sei Buluh, 2009
Pada Tabel 6 menggambarkan bahwa jumlah penduduk yang berumur
17-59 tahun adalah jumlah terbanyak. Hal ini menunjukkan bahwa angkatan kerja
produktif cukup banyak tersedia di desa ini dengan persentase 58,02 %.
Tabel 7. Jumlah Penduduk Desa Sei Buluh Menurut Pendidikan Formal
tahun 2009
No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%)
1 Belum Sekolah 891 9.60
Sumber : Kantor Kepala Desa Sei Buluh,2009
Pada Tabel 7 dapat kita lihat bahwa jumlah jiwa yang belum sekolah
sebesar 245 jiwa dengan persentase 2,63 %, jumlah jiwa yang tamatan SD sebesar
2762 dengan persentase 29,75 %, jumlah jiwa yang tamatan SMP sebesar 2917
jiwa dengan persentase 31,42 %, jumlah jiwa yang tamatan SMA sebesar 2265
jiwa dengan persentase 24,40 %, jumlah jiwa yang tamatan D1 sebesar 45 jiwa
dengan persentase 0.48 %, jumlah jiwa yang tamatan D2 sebesar 33 jiwa dengan
persentase 0,35 %, jumlah jiwa yang tamatan D3 sebesar 59 jiwa dengan
persentase 0,63 % dan jumlah jiwa yang sedang kuliah S1 sebesar 64 jiwa dengan
persentase 0,68 %. Pada Tabel 7 dapat kita lihat bahwa tingkat pendidikan masih
tergolong rendah.
Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana sosial ekonomi yang tersedia di Desa Sei Buluh
dapat dilihat pada Tabel 8 berikut.
Tabel 8. Sarana dan Prasarana Sosial Yang Tersedia Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Tahun 2010
NO Jenis Sarana dan Prasarana Sosial Jumlah (unit)
1 Pendidikan Formal
TK 4
SD 5
SMP Swasta 1
2 Sarana Kesehatan
Puskesmas Pembantu 1
Sumber : kantor Kepala Desa Sei Buluh, 2010.
Pada Tabel 8 dapat kita lihat bahwa jumlah TK sebanyak 4 unit, SD
sebanyak 9 unit, SMP sebanyak 1 unit. Sarana kesehatan seperti Puskesmas
Mesjid sebanyak 9 unit, Musholla sebanyak 4 unit, Gereja sebanyak 2 unit dan
Vihara 2 unit. Dari Tabel 8 digambarkan bahwa masih minimnya sarana dan
prasarana yang tersedia.
Karakteristik Petani Sampel
Karakteristik petani sampel yang diteliti meliputi umur, tingkat
pendidikan, lamanya berusahatani, frekwensi mengikuti penyuluhan, tingkat
kosmopolitan, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan, produksi dan
produktivitas. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 9 berikut.
Tabel 9. Karakteristik Petani Sampel Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk
Mengkudu Tahun 2009
No. Uraian Range Rata rata
1 Umur (Tahun) 26 - 65 tahun 43 tahun
2 Tingkat Pendidikan (Tahun) 6 - 12 tahun 9 tahun
3 Lamanya Berusahatani (Tahun) 5 - 47 tahun 20 tahun
4 Frekuensi Mengikuti Penyuluhan 1 – 3 2
5 Tingkat Kosmopolitan 15 – 35 23.46
6 Luas Lahan (Ha) 0,12 - 2 ha 0,27 ha
7 Jumlah Tanggungan Keluarga
(Jiwa)
1 - 6 Jiwa 3 Jiwa
8 Produksi (ton) 0.46 - 12 ton 2.252 ton
9 Produktivitas (ton/ ha) 4.166 - 6.875 ton/ ha 5.861 ton/ ha
Sumber : Data diolah dari lampiran 1
Umur
Pada tabel 9 menunjukkan bahwa rata rata umur petani adalah 43 tahun
dengan rentang umur 26-65 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa petani sampel
masih tergolong pada usia produktif untuk mengusahakan usahatani tanaman padi
sawah, sehingga masih besar potensi tenaga kerja yang dimiliki oleh petani
Tingkat Pendidikan
Pendidikan formal merupakan salah satu faktor penting dalam mengelola
usahatani. Pendidikan formal juga sangat erat kaitannya dengan kemampuan
petani dalam hal menerima dan menyerap teknologi dan informasi untuk
mengoptimalkan usahataninya. Tabel 9 diketahui bahwa rentang 6-12 tingkat
pendidikan rata rata 9 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa rata rata tingkat
pendidikan petani sampel masih tergolong tamatan SMP (Sekolah Menengah
Pertama).
Lamanya Berusahatani
Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa rata rata lama berusahatani adalah 20
tahun dengan rentang 5 hingga 47 tahun. Hal ini menunjukan bahwa petani
sampel sudah memiliki pengalaman bertani yang cukup lama, sehingga dapat
dikatakan memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih baik dalam menerapkan
inovasi baru dalam usahatani padi sawah termasuk teknologi penggunaan kompos
dalam usahataninya.
Frekuensi Mengikuti Penyuluhan
Pada Tabel 9 menunjukkan bahwa rata rata frekuensi petani mengikuti
penyuluhan adalah 2 kali dengan rentang 1 hingga 3 kali kunjungan. Berdasarkan
data ini dapat diketahui bahwa kepedulian petani untuk mengikuti kegiatan
kelompok tani masih cukup tinggi. Dengan seringnya atau besarnya frekuensi
petani sampel mengikuti penyuluhan pertanian akan dapat membuka keseriusan
petani terhadap pengembangan usahataninya dan keterbukaan dalam menerima
Tingkat Kosmopolitan
Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa rata rata tingkat kosmpolitan adalah
23,46 dengan rentang 15 hingga 35. Rata rata tingkat kosmopolitan ini diperoleh
dari hasil rata rata penjumlahan hitungan atas pemanfaatan media cetak/
elektronika, seperti membaca majalah, membaca buku, membaca brosur,
informasi lain yang membangun, menonton TV dan mendengarkan radio. Hal ini
menunjukan bahwa petani sampel sudah memiliki tingkat kosmopolitan cukup
tinggi, sehingga dapat dikatakan memiliki pengetahuan dan wawasan yang lebih
baik dalam menerapkan inovasi baru dalam usahatani padi sawah termasuk
teknologi penggunaan kompos dalam usahataninya.
Luas Lahan
Rata rata luas lahan petani sampel dalam usahatani padi sawah di Desa
Sei Buluh adalah 0,27 ha dengan rentang 0,12 hingga 2 ha. Hal ini menunjukkan
bahwa petani sampel termasuk petani yang memiliki lahan yang tidak terlalu luas
untuk bertanam padi sawah.
Jumlah Tanggungan Keluarga
Rata rata jumlah tanggungan adalah 3 jiwa dengan rentang 1 hingga 6
Jiwa. Jumlah ini menunjukkan bahwa jumlah tanggungan masih sedang dan dapat
dimanfaatkan untuk membantu dalam proses usahatani padi sawah terutama
dalam penyediaan tenaga kerja keluarga. Jumlah tanggungan yang dimaksud
terdiri atas anak, istri dan tanggungan lain (orang tua petani itu sendiri).
Produksi
Pada Tabel 9 menunjukkan bahwa rata rata produksi petani sampel yang