• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

10. Pasca Panen

Berdasarkan hasil wawanara dengan petani sampel di daerah penelitian

konsumsi keluarga saja, hal ini disebabkan atas luasan kepemilikan lahan yang

sangat terbatas atau tidak cukup.

Penanganan aktivitas pasca panen yang dianjurkan adalah dilakukan

pengeringan di bawah sinar matahari sekitar 2-3 hari agar gabah tahan lama

disimpan, dilakukan penggilingan dengan alat mesin penggiling, penggilingan

biasanya dilakukan sebanyak 2 kali, penyimpanan beras dilakukan setelah

pengemasan dalam karung pelastik.

Pada data yang dikumpulkan ternyata terdapat 23,33% (7 KK) yang

melaksanakan penanganan pasca panen sesuai dengan anjuran, sedangkan 56.66%

(17 KK) melakukan sebahagian diantaranya, dan 20% (6 KK) tidak melakukan

penanganan pasca panen sesuai anjuran. Lebih jelasnya dapat dilihat pada

Tabel 19.

Tabel 19. Jumlah dan Persentase Petani yang Melakukan Penanganan Pasca Panen Sesuai dengan Anjuran.

Uraian Skor Penerapan Total

1 2 3

Jumlah (KK) 6 17 7 30

Persentase (%) 20 56.66 23.33 100

Sumber: Data diolah dari lampiran 3

Pada uraian di atas dapat dikemukakan secara ringkas tentang penerapan

kegiatan teknologi rumah kompos terhadap budidaya padi sawah sistem SRI

dengan jumlah petani yang menerapkan sesuai dengan anjuran, dapat dilihat pada

Tabel 20. Persentase Petani yang Menerapkan Teknologi Rumah Kompos terhadap Budidaya Padi Sawah Sistem SRI Sesuai dengan Anjuran di Desa Sei Buluh Kecamatan Teluk Mengkudu Kabupaten Serdang Bedagai

No Paket Teknologi Penerapan

Persentase Petani yang Menerapkan Sesuai Anjuran

1 Pengolahan

Lahan

- Pengolahan dilakukan dua

minggu sebelum tanam

- Dengan menggunakan traktor

tangan

- Kedalaman 30 cm, sampai

terbentuk struktur lumpur.

- Permukaan tanah diratakan

untuk mempermudah mengontrol dan mengendalikan air

20% (6 KK)

2 Pemilihan Bibit - Bibit yang bersertifikat,

seperti bibit Ciherang, dan Inpari I

- Gunakan satu jenis bibit pada setiap lahan yang diusahakan

- Pembibitan untuk ditanam 10

hari setelah disemai

23.33% (7 KK)

3 Penanaman - Jarak Tanam 30 cm x 30 cm

- Bibit ditanam pada kedalaman

5 cm

- Tiap lubang penanaman bibit

ditanam satu satu

16.66% (5 KK)

4 Perbanyakan

Anakan

- Dapat dilihat stelah berumur 1 bulan

- Anakan dibiarkan

- Bibit yang layu, mati atau

tumbang diawaskan bila perlu diperhatikan untuk diganti dengan bibit baru (penyisipan kembali).

16.66% (5 KK)

5 Pemupukan

Kompos (organik)

- Pupuk kompos diberikan

sebelum penanaman bibit

- Pemberian pupuk kompos

sebelum tanam dilakukan secara penyebaran

lahan yang belum pernah memakai pupuk kompos sebelumnya dan 100 kg pada lahan yang telah memakai pupuk kompos sebelumnya

- Pemeberian pupuk kompos

dapat diberikan sampai 2 musim tanam

6 Pemupukan

Kimia (anorganik)

- Urea ditaburkan dengan

ukuran 5 kg/ rante (±125kg/ha) - SP-36 sebanyak 6kg (±150kg/ha) - ZA sebanyak 2kg/rante (±50 kg/ha)

- Penggunaan pupuk kimia

tersebut dapat dicampurkan bersamaan.

- Penggunaan pupuk kimia

tersebut harus disesuaikan

dengan kondisi perkembangan tanaman dan

keadaan fisik tanah (kesuburan tanah)

33,33% (10KK)

7 Pemeliharaan - Membutuhkan air yang, cukup

dengan kondisi tanah yang basah, untuk mempermudah pemeliharan

- Pengelolaan air dapat

dilakukan sebagai berikut; pada umur 1-10 HST tanaman padi dikeringkan, kemudian pada umur 10 hari diberiakan air, dilakukan penyiangan

- Setelah dilakukan penyiangan

tanaman tidak digenangi

- Setelah dilakukan penyiangan

tanaman tidak dikeringkan

- Pemeliharaan membutuhkan

waktu ekstra dengan melihat bibit yang rusak atau mati segera digantikan dengan bibit baru.

20% (6 KK)

8 Pengendalian

Hama dan Penyakit

- Pengendalian Ganjur seperti

nyamuk yang masuk kedalam batang padi sehingga tidak

mengelurkan malai (bakal padi), cukup dengan diairi dengan air hingga batang padi tenggelam supaya hama keluar yang sering terjadi pada musim hujan

- Pengendalian terhadap wereng

dengan penggunaan perangkap yaitu lampu minyak dilakukan di atas wadah berisi air sehingga diharapkan wereng terkumpul.

- Pengendalian berbagai jenis

hama dan penyakit yang akan terjadi pada padi sawah organik sistem SRI, misalnya bercak coklat dan blast adalah lebih mengandalkan cara pencegahan dibanding pengobatan, yaitu dengan cara pemilihat bibit yang bersertifikat dengan mutu yang terjamin, pestisida nabati (dari tumbuhan) dan pestisida hewan (dari hewan).

9 Panen - Butir gabah menguning

mencapai sekitar 80% dan tangkainya sudah menunduk.

- Pemanenan dapat dilakukan

110-115 hari.

- Pemanenan dapat dilakukan

sesuai jenis bibitnya, misalnya : untuk bibit Ciherang setelah berumur 110 hari, dan Inpari 1 setelah berumur 105 hari

- Menggunakan sabit pemotong

- Perontokkan dilakukan

dengan Power Thresser (alat mesin perontok) yang dberi alas berupa terpal atau juga dihalaman rumah yang sudah

dibersihkan untuk mengantisipasi dalam hal

meminimalisasi gabah banyak terbuang.

10 Pasca Panen - Dilakukan pengeringan di bawah sinar matahari sekitar 2-3 hari agar gabah tahan lama disimpan

- Dilakukan penggilingan

dengan alat mesin penggiling

- Penggilingan biasanya

dilakukan sebanyak 2 kali

- Penyimpanan beras dilakukan

setelah pengemasan dalam karung plastik

23.33% (7 KK)

Pada Tabel 20 dapat dikemukakan bahwa jumlah dan persentase petani

yang menerapkan paket teknologi rumah kompos terhadap penggunaan kompos

dalam budidaya padi sawah sistim SRI adalah sedang, dimana petani padi sawah

di Desa Sei Buluh masih berpedoman pada tradisi yang di lakukan selama ini atau

masih mengusahakan usahataninya secara tradisional. Hal ini dapat juga

disebabkan karena umur terobosan penerapan paket teknologi ini yang masih

muda, jadi butuh waktu dan sinergi dalam mencapai target penerapan teknologi

ini dalam merubah sikap, keterampilan dan perilaku petani di Desa Sei Buluh.

Pada Tabel 20 dapat dikemukakan bahwa keberhasilan pencapaian

penerapan paket teknologi ini yang paling tinggi adalah kegiatan pemupukan

kimia yaitu 33.33 % (10 KK), pengolahan lahan 20 % (6 KK), pemilihan bibit

23.33 % (7 KK), penanaman 16.66 % (5 KK), perbanyakan anakan 16.66 % (5

KK), pemupukan kompos 23.33 % (7 KK), pemeliharaan 20 % (6 KK),

pengendalian hama dan penyakit 13.33 % (4 KK), panen 26.66 % (8 KK), dan

pasca panen 23.33 % (7 KK).

Pada Tabel 21 dapat dilihat jumlah sampel yang mengadopsi unsur unsur

komponen paket teknologi di daerah penelitian.

Tabel 21. Kriteria Penilaian Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos terhadap Budidaya Padi Sawah Sistem SRI Berdasarkan Skor dan Jumlah Sampel yang Mengadopsi.

Jumlah Skor Kategori Jumlah Sampel Yang mengadopsi

Persentase (%)

≤ 16 Rendah 5 16.66

17-23 Sedang 20 66.66

24-30 Tinggi 5 16.66

Sumber : Data diolah dari lampiran 3

Pada Tabel 21 dapat dilihat dari 30 sampel terdapat 5 orang yang tingkat

adopsinya rendah (16.66%), 20 orang yang adopsinya sedang (66,66%) dan 5

orang yang adopsinya tinggi (16.66%). Dari hasil penelitian maka dapat

disimpulkan teknologi rumah kompos terhadap penggunaan kompos dalam

budidaya padi sawah sistim SRI yang dianjurkan oleh koordinator bekerjasama

dengan dinas pertanian terkait adalah sedang.

Tingkat Adopsi Petani Terhadap Teknologi Rumah Kompos

Yang menjadi standar untuk menilai tinggi rendahnya tingkat adopsi

teknologi di daerah penelitian ada 10 komponen yang dianjurkan oleh

koordinator/ pengurus rumah kompos dan pihak terkait lainnya. Penilaian tingkat

adopsi dilakukan dengan mengukur skor (memberi nilai) pada setiap parameter

yang diukur terhadap kegiatan petani padi sawah dengan rentang skor 0-30 yang

dimulai dari penggunaan pengolahan lahan, pemilihan bibit, penanaman,

Rataan yang diperoleh dari setiap skor tingkat adopsi teknologi budidaya

padi sawah sistem SRI dapat dilihat pada Tabel 22 berikut.

Tabel 22. Skor Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos terhadap Budidaya Padi Sawah Sistem SRI

No. Teknologi Budidaya Skor Harapan Skor Rata Rata yang Tercapai Persentase Ketercapaian (%) 1 Pengolahan Lahan 3 1.93 64.33 2 Pemilihan Bibit 3 2.03 67.66 3 Penanaman 3 1.76 58.66 4 Perbanyakan Anakan 3 1.9 63.33 5 Pemupukan Kompos 3 1.86 62 6 Pemupukan Kimia 3 2.06 68.66 7 Pemeliharaan Tanaman 3 1.9 63.66 8 Pengendalian Hama dan Penyakit 3 1.7 56.66 9 Panen 3 2.03 67.66 10 Pasca Panen 3 2.03 67.66 Jumlah 30 19.2 64

Sumber : Data diolah dari lampiran 3

Pada Tabel 22 dapat dilihat bahwa belum seluruhnya teknologi rumah

kompos terhadap budidaya padi sawah sistim SRI diterapkan oleh petani,

persentase ketercapain yang tertinggi diperoleh pada pemilihan bibit dan

pemupukan kimia 67.66 %-68.66%, sedangkan dari rata rata keseluruhan adalah

64 %. Data ini menunjukan bahwa tingkat adopsi teknologi rumah kompos dalam

penggunaan kompos terhadap padi sawah sistim SRI di daerah penelitian dapat

dikategori sedang. Dengan kata lain tingkat adopsi petani terhadap teknologi

Hubungan Antara Faktor Sosial Ekonomi Petani dengan Tingkat Adopsi Petani Padi Sawah terhadap Teknologi Rumah Kompos.

Hubungan Umur dengan Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos

Pada penelitian ini diduga bahwa ada hubungan antara umur yang

merupakan salah satu karakteristik sosial ekonomi petani dengan tingkat adopsi

petani terhadap teknologi rumah kompos. Semakin tinggi umur petani maka

semakin rendah tingkat adopsi teknologi rumah kompos.

Petani yang berada dalam usia produktif lebih cenderung mencari inovasi

yang baru yang dapat meningkatkan produktivitas usahataninya. Dengan asumsi

bahwa semakin tinggi umur petani maka respon petani terhadap teknologi akan

semakin berkurang. Namun kenyataan dilapangan tidak selalu terjadi demikan.

Tabel 23. Hubungan Umur dengan Tingkat Adopsi Teknologi

Uraian Umur (Tahun) Tingkat Adopsi (Skor)

Range 26-65 14-26

Rata-rata 43 19.23

r

s 0.264 ttabel =1,701

thitung = 1.448

Sumber : Data diolah dari lampiran 5

Melihat hubungan umur dengan tingkat adopsi teknologi budidaya rumah

kompos maka dianalisis dengan menggunakan korelasi Rank Spearman. Dari hasil

analisis diperoleh

r

s = 0.264 dan thitung = 1.448. Data ini menunjukkan bahwa

thitung < ttabel (α = 0.05) = 1,701. Hal ini berarti H0 diterima dan H1 ditolak,

artinya tidak ada hubungan antara umur dengan tingkat adopsi terhadap teknologi

Petani di daerah penelitian baik yang berumur tua maupun yang umur

muda belum termotivasi untuk menerapkan teknologi rumah kompos dalam

usahatani padi sawah mereka. Hal ini disebabkan petani di Desa Sei Buluh masih

menerapkan sistem usahatani secara tradisional, petani masih belum menerapkan

teknologi rumah kompos yang dianjurkan. Petani yang sudah mempunyai umur

diatas 40 tahun merasa bahwa mereka tidak sanggup lagi untuk menerapkan

teknologi rumah kompos, karena teknologi rumah kompos memerlukan tenaga

waktu serta biaya yang banyak sedangkan petani yang berumur muda terkendala

oleh biaya dalam menerapkan teknologi tersebut.

Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos

Pada penelitian ini diduga bahwa lamanya pendidikan yang diterima oleh

petani memiliki hubungan dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos,

dengan asumsi bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka semakin

tinggi juga tingkat adopsinya.

Tabel 24. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Tingkat Adopsi

Uraian Tingkat Pendidikan (Tahun) Tingkat Adopsi (Skor)

Range 6-12 14-26

Rata-rata 9 19.23

r

s -0.244 ttabel =1,701

thitung =-1.331

Sumber : Data diolah dari lampiran 5

Hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat adopsi teknologi rumah

kompos maka diuji dengan uji korelasi Rank Spearman. Berdasarkan hasil analisis

thitung < ttabel(α = 0.05) = 1,701. Hal ini berarti H0 diterima dan H1 ditolak, artinya

tidak ada hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat adopsi teknologi rumah

kompos. Jadi, dapat disimpulkan hipotesis yang menyatakan hubungan antara

tingkat pendidikan dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos ditolak.

Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat

pendidikan akan menyebabkan petani terhadap teknologi pertanian dan sebaliknya

tingkat pendidikan yang rendah akan menjadi kendala dalam proses adopsi

teknologi pertanian. Pada umumnya petani di Desa Sei Buluh yang mempunyai

pendidikan lebih tinggi sudah termotivasi untuk menerapkan teknologi rumah

kompos dengan tujuan supaya produksi padi sawah mereka meningkat.

Sedangkan petani yang pendidikannya rendah masih menerapkan sistem usahatani

padi sawah secara tradisional.

Hubungan Lamanya Berusahatani dengan Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos

Pada penelitian ini diduga bahwa lamanya berusahatani memiliki

hubungan dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos, artinya semakin tinggi

pengalaman petani dalam berusahatani padi sawah maka akan semakin tinggi

adopsi teknologi rumah kompos yang dilakukan petani tersebut.

Tabel 25. Hubungan Lamanya Berusahatani dengan Tingkat Adopsi

Uraian Lamanya berusahatani (Tahun) Tingkat Adopsi (Skor)

Range 5-47 14-26

Rata-rata 20 19.23

r

s 0.156 ttabel =1,701

Hubungan lamanya berusahatani dengan tingkat adopsi teknologi rumah

kompos maka diuji dengan uji korelasi Rank Spearman. Berdasarkan hasil analisis

statistik diperoleh nilai

r

s = 0.156 dan nilai thitung = 0.835. Data ini menunjukkan

thitung < ttabel(α = 0.05) = 1,701. Hal ini berarti H0 diterima dan H1 ditolak, artinya

tidak ada hubungan lamanya berusahatani dengan tingkat adopsi teknologi rumah

kompos. Jadi, dapat disimpulkan hipotesis yang menyatakan hubungan antara

lamanya bertani dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos ditolak.

Pada umumnya, semakin lama petani berusahatani maka petani akan

mempunyai sikap yang lebih berani dalam menanggung resiko penerapan

teknologi pertanian. Artinya semakin lama berusahatani, petani lebih respon dan

tanggap gejala yang mungkin terjadi dengan penerapan teknologi pertanian dan

apabila terjadi kegagalan dalam penerapanya maka yang bersangkutan akan lebih

siap untuk menanggulaginya.

Hal ini dapat juga terlihat di Desa Sei Buluh, dimana petani sudah

mempunyai pengalaman bertani padi sawah yang lama dan turun temurun dari

nenek moyang mereka. Akan tetapi setelah adanya teknologi rumah kompos yang

dianjurkan, petani mulai termotivasi untuk menerapkan teknologi supaya produksi

padi mereka meningkat tanpa meninggalkan cara budidaya padi yang mereka

terapkan sekian tahun. Selain itu petani padi yang telah lama melakukan usahatani

padi merasa bahwa apa yang telah dilaksanakannya selama ini belum cukup baik

dan masih perlu perubahan dalam upaya meningkatkan produksi dan produktivitas

usahatani padi sawah.

Hubungan Frekuensi Mengikuti Penyuluhan dengan Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos

Pada penelitian ini diduga bahwa frekuensi mengikuti penyuluhan sebagai

satu karakteristik sosial ekonomi petani mempunyai hubungan dengan tingkat

adopsi teknologi rumah kompos, artinya semakin tinggi frekuensi mengikuti

penyuluhan petani maka akan semakin tinggi tingkat adopsi teknologi rumah

kompos.

Tabel 26. Hubungan Frekuensi Mengikuti Penyuluhan dengan Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos

Uraian Frekwensi Mengikuti Penyuluhan Tingkat Adopsi (Skor)

Range 1-3 14-26

Rata-rata 2 19.23

r

s -0.042 ttabel =1,701

thitung= 0.222

Sumber : Data diolah dari lampiran 6

Hubungan frekuensi mengikuti penyuluhan dengan tingkat adopsi

teknologi rumah kompos maka diuji dengan uji korelasi Rank Spearman.

Berdasarkan hasil analisis statistik diperoleh nilai

r

s = 0.042 dan nilai thitung=

0,222. Data ini menunjukkan thitung < ttabel (α = 0.05) = 1,701. Hal ini berarti H0

diterima dan H1 ditolak, artinya tidak ada hubungan tingkat frekuensi mengikuti

penyuluhan dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos. Jadi, dapat

disimpulkan hipotesis yang menyatakan hubungan antara frekuensi mengikuti

Hubungan Tingkat Kosmopolitan dengan Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos

Pada penelitian ini diduga bahwa tingkat kosmopolitan memiliki hubungan

dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos, artinya semakin tinggi tingkat

kosmopolitan seorang petani maka akan semakin tinggi adopsi teknologi rumah

kompos terhadap budidaya padi sawah yang dilakukan petani tersebut. Dugaan

ini didasari pada asumsi bahwa semakin tinggi tingkat kosmopolitan petani akan

mendorong petani untuk melakukan banyak kegiatan terutama dalam upaya

mencari dan menambah pendapatan keluarga .

Tabel 27. Hubungan Tingkat Kosmopolitan dengan Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos

Uraian Jumlah Tanggungan (orang) Tingkat Adopsi (Skor)

Range 18-36 14-26

Rata-rata 25.36 19.23

r

s 0.349 ttabel =1,701

thitung= 1.97

Sumber : Data diolah dari lampiran 7

Melihat hubungan tingkat kosmopolitan dengan tingkat adopsi teknologi

rumah kompos maka diuji dengan uji korelasi Rank Spearman. Berdasarkan hasil

analisis statistik diperoleh nilai

r

s = 0.349 dan nilai thitung = 1.97. Data ini

menunjukkan thitung > ttabel (α = 0.05) = 1,701. Hal ini berarti H0 ditolak dan

H1diterima, artinya terdapat hubungan tingkat kosmopolitan dengan tingkat

adopsi teknologi rumah kompos. Hal ini diungkapkan oleh Nasution (1989)

menyatakan tingkat kosmopolitan dapat diukur dengan penggunaan sumber

(surat kabar, tabloid, majalah) dan bepergiannya petani keluar daerah tinggal

mereka atau keluar desa dalam rangka memasarkan hasil usahataninya juga untuk

mendapatkan pendidikan dan informasi mengenai inovasi pertaian. Jadi, dapat

disimpulkan hipotesis yang menyatakan hubungan antara tingkat kosmopolitan

dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos diterima.

Tingkat kosmopolitan petani yang tinggi terhadap keterbukaan maupun

hubungan petani dengan dunia luar akan memberikan percepatan untuk

mengadopsi inovasi baru seperti teknologi rumah kompos di daerah penelitian

dalam menjalankan usahataninya.

Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos

Semakin luas lahan yang diusahakan oleh petani maka harapan untuk

memperoleh produksi dan produktivitas usahatani padi sawah akan semakin

tinggi, dengan demikian petani berharap tingkat pendapatan akan semakin besar

dengan memperluas usahataninya tersebut. Luas lahan yang diusahakan petani

sampel di daerah penelitian rata rata adalah 0.27 Ha dengan rentangan 0.12-2 Ha.

Tabel 28. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Adopsi

Uraian Luas Lahan (Ha) Tingkat Adopsi (Skor)

Range 0.12-2 14-26

Rata-rata 0.27 19.23

r

s 0.372* ttabel =1.701

thitung= 2.120

Sumber : Data diolah dari lampiran 7

diperoleh nilai

r

s = 0.372 dan nilai thitung = 2.120. Data ini menunjukkan

thitung > ttabel(α = 0.05) = 1.701. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima, artinya

terdapat hubungan luas lahan dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos. Hal

ini diungkapkan oleh Ginting (2002) menyatakan petani yang memiliki lahan luas

lebih mudah untuk menerima inovasi baru karena keefisienan penggunaan sarana

produksi dibandingkan petani yang mempunyai lahan sempit. Jadi, dapat

disimpulkan hipotesis yang menyatakan hubungan antara luas lahan dengan

tingkat adopsi teknologi rumah kompos diterima.

Hubungan Jumlah Tanggungan dengan Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos

Pada penelitian ini diduga bahwa jumlah tanggungan keluarga memiliki

hubungan dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos. Hal ini berarti semakin

sedikit jumlah tanggungan maka akan semakin tinggi adopsi teknologi rumah

kompos.

Tabel 29. Hubungan Jumlah Tanggungan dengan Tingkat Adopsi

Uraian Jumlah Tanggungan (orang) Tingkat Adopsi (Skor)

Range 1-6 14-26

Rata-rata 3 19.23

r

s 0.016 ttabel =1,701

thitung= 0.084

Sumber : Data diolah dari lampiran 8

Hubungan jumlah tanggungan dengan tingkat adopsi teknologi rumah

kompos maka diuji dengan uji korelasi Rank Spearman. Berdasarkan hasil analisis

thitung > ttabel(α = 0.05) = 1,701. Hal ini berarti H0 diterima dan H1 ditolak, artinya

tidak ada hubungan jumlah tanggungan dengan tingkat adopsi teknologi rumah

kompos. Jadi, dapat disimpulkan hipotesis yang menyatakan hubungan antara

jumlah tanggungan dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos ditolak.

Tingginya jumlah tanggungan keluarga akan memberikan motivasi bagi

petani untuk meningkatkan pendapatannya melalui berbagai cara yang dapat

dilakukan termasuk pengadopsian teknologi pertanian. Petani di Desa Sei Buluh

dalam mengelola usahatani padi sawah tidak melibatkan seluruh anggota keluarga

hanya dilakukan oleh orangtua saja.

Hubungan Produksi dengan Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos

Pada penelitian ini diduga bahwa tingkat produksi memiliki hubungan

dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos, artinya semakin tinggi tingkat

produksi maka akan semakin tinggi adopsi teknologi rumah kompos.

Tabel 30. Hubungan Produksi dengan Tingkat Adopsi

Uraian Produksi Tingkat Adopsi (Skor)

Range 460-10000 Kg 14-26

Rata-rata 2185.66 19.23

r

s 0.386* ttabel =1.701

thitung= 2.214

Sumber : Data diolah dari lampiran 8

Hubungan produksi dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos maka

diuji dengan uji korelasi Rank Spearman. Berdasarkan hasil analisis statistik

ttabel(α = 0.05) = 1.701. Hal ini berarti H0 ditolak dan H1 diterima, artinya terdapat

hubungan produksi dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos. Hal ini

diungkapkan oleh Van Den Ban (2000) menyatakan dalam mencapai peningkatan

produksi teknologi memang diperlukan dan para petani perlu mengadopsi

teknologi itu. Petani harus berubah dari penggunaan teknologi lama ke

penggunaan teknologi baru yang lebih maju. Jadi, dapat disimpulkan hipotesis

yang menyatakan hubungan antara produksi dengan tingkat adopsi teknologi

rumah kompos diterima.

Hubungan Produktivitas dengan Tingkat Adopsi Teknologi Rumah Kompos

Pada penelitian ini diduga bahwa tingkat produktivitas memiliki hubungan

dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos. Hal ini berarti semakin tinggi

tingkat produktivitas maka akan semakin tinggi adopsi teknologi rumah kompos.

Tabel 31. Hubungan Produktivitas dengan Tingkat Adopsi

Uraian Produktivitas Tingkat Adopsi (Skor)

Range 4166.66 14-26

Rata-rata 6875.00 19.23

r

s -0.092 ttabel =1,701

thitung= -2.597

Sumber : Data diolah dari lampiran 9

Melihat hubungan produktivitas dengan tingkat adopsi teknologi rumah

kompos maka diuji dengan uji korelasi Rank Spearman. Berdasarkan hasil analisis

statistik diperoleh nilai

r

s = -0.092 dan nilai thitung = -2.597. Data ini menunjukkan

thitung < ttabel(α = 0.05) = 1,701. Hal ini berarti H0 diterima dan H1 ditolak, artinya

Jadi, dapat disimpulkan hipotesis yang menyatakan hubungan antara produktivitas

dengan tingkat adopsi teknologi rumah kompos ditolak.

Masalah Masalah yang Dihadapi Petani dalam Mengadopsi Teknologi Rumah Kompos

Dokumen terkait