• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Latar Belakang

Perbankan merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan bank, baik struktur kelembagaan, kegiatan usaha hingga proses menjalankan kegiatan usahanya. Di Indonesia, perbankan menjalankan fungsinya berazaskan demokrasi ekonomi dan menggunakan prinsip kehati-hatian. Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam menunjang keberhasilan perekonomian. Hal tersebut sesuai dengan tujuan dari perbankan Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang Perbankan No. 10 tahun 1998 Pasal 4, yaitu Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

Dalam industri perbankan di Indonesia dikenal adanya perbankan yang menjalankan kegiatan usahanya bedasarkan prinsip syariah (Perbankan Syariah) yang terdiri atas Bank Umum Syariah, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah dan Unit Usaha Syariah. Keberadaan perbankan syariah di Indonesia merupakan refleksi kebutuhan atas sistem perbankan yang dapat memberikan konstribusi stabilitas kepada sistem keuangan nasional. Industri perbankan syariah juga mencerminkan permintaan masyarakat yang membutuhkan suatu sistem perbankan alternatif yang menyediakan jasa perbankan yang memenuhi prinsip-prinsip syariah. Sebagai negara yang mayoritas muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki prospek bagi pengembangan perbankan syariah dimasa yang akan datang. Secara

resmi legalisasi perbankan syariah lebih dituangkan kedalam UU No.7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan UU No.10 tahun 1998,dan juga dalam UU No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah dengan UU No.3 tahun 2004.

Pertumbuhan dan perkembangan perbankan syariah selama kurun waktu 30 tahun terakhir mengalami kemajuan yang sangat pesat, baik di Indonesia maupun di kalangan internasional. Pada awalnya di tahun 1970-an, konsep perbankan dan keuangan Islam atau yang lebih dikenal dengan sistem syariah hanyalah merupakan wacana saja, namun kini hal tersebut telah menjadi realitas faktual yang mencengangkan banyak kalangan.

Dalam dunia perbankan di Indonesia saat ini, perbankan syariah sudah tidak lagi dianggap sebagai tamu asing. Hal ini disebabkan kinerja dan konstribusi perbankan syariah terhadap perkembangan industri perbankan di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir. Kinerja ini semakin nyata ketika badai krisis ekonomi melanda Indonesia. Pada saat krisis ekonomi tahun 1998 bank syariah membuktikan daya tahan dalam menghadapi ketidakstabilan ekonomi. Dimana pada masa itu bank konvensional mengalami keterpurukan yang ditandai dengan penutupan 16 bank umum dan masih belum sepenuhnya bangkit pasca krisis. Sedangkan Perbankan syariah terus mengalami peningkatan sampai tahun 2010 dengan semakin banyaknya bank syariah baru, yaitu bank umum syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) serta Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Sehingga hal tersebut memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui fungsi bank sebagai lembaga intermediasi.

Sama halnya dengan perbankan konvensional, perbankan syariah juga menjalankan fungsi sebagai lembaga intermediasi (penyaluran), dari nasabah pemilik dana (shahibul mal) dengan nasabah yang membutuhkan dana. Fungsi intermediasi suatu bank syariah dapat diukur dalam rasio, yaitu Financing to Deposit Ratio (FDR). Seperti yang disampaikan oleh Sofyan (2010) FDR adalah LDR versi perbankan syariah karena di perbankan syariah tidak mengenal loan (pinjaman atau kredit), melainkan pembiayaan (financing).

FDR merupakan perbandingan antara total pembiayaan yang telah disalurkan oleh bank syariah terhadap total DPK yang berhasil dihimpun. Dimana Bank Indonesia memberikan nilai positif jika FDR dan LDR berada antara 85 persen sampai 110 persen, dan nilai negatif jika angka FDR dan LDR berada di atas 110 persen.

FDR bank syariah di Indonesia sampai dengan tahun 2010 berada di atas LDR bank konvensional, namun laju pertumbuhan LDR bank konvensional cenderung meningkat daripada FDR bank syariah yang lebih fluktuatif tetapi tidak menunjukkan peningkatan yang signifikan. Kondisi tersebut tidak lepas dari kondisi ketidakstabilan ekonomi yang berlangsung selama tahun 2005 sampai dengan tahun 2010, dimana pada Oktober 2005 perbankan Indonesia mengalami guncangan akibat tekanan kondisi makroekonomi, serta terjadinya krisis finansial global pada tahun 2008 yang dampaknya masih terasa sampai tahun 2010.

Sebagai suatu bagian dari sistem keuangan, kontribusi perbankan dalam perekonomian dapat dilihat dari tingkat kemajuan ekonomi serta seberapa jauh perbankan dapat berfungsi sebagai lembaga perantara keuangan (intermediasi).

Peran perbankan syariah sebagai lembaga perantara keuangan diharapkan dapat menunjang pembangunan perekonomian, baik perekonomian nasional maupun regional. Secara regional, perkembangan fungsi intermediasi perbankan syariah yang cukup pesat terjadi di sejumlah daerah. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan kegiatan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dan atau penyaluran pembiayaan yang masih cukup tinggi antara lain di beberapa propinsi di kawasan Kalimantan dan Jawa-Bali-Nusa Tenggara yang melebihi laju pertumbuhan perbankan syariah secara nasional.

Namun demikian sejumlah propinsi khususnya di kawasan Sumatera menunjukan pertumbuhan yang relatif rendah dibandingkan industri. Secara proporsi, perkembangan perbankan syariah masih terkonsentrasi di wilayah DKI Jakarta. Namun proporsi pembiayaan yang disalurkan di wilayah ibu kota yang mencapai 40,1% relatif lebih rendah dibandingkan proporsi dana yang dihimpun di DKI Jakarta sebesar 46,6%, hal mana mencerminkan keberpihakan perbankan syariah terhadap pengembangan perekonomian di luar wilayah ibu kota.

Dalam menjalakan fungsi intermediasinya, banyak faktor yang akan mempengaruhi perkembangan fungsi intermediasi perbankan syariah. Salah satu faktornya adalah berupa tidak lancarnya pembayaran pembiayaan atau disebut dengan pembiayaan bermasalah (Non Performing Financing), sehingga akan mempengaruhi perkembangan fungsi intermediasi dan berdampak pada kinerja bank. NPF yang terjadi dapat diturunkan dengan cara ekspansi atau restrukturisasi. Bank indonesia telah menetapkan sebesar 5% untuk Non Performing Financing (NPF). Apabila bank mampu menekan NPF di bawah 5%

maka potensi keuangan yang akan diperoleh semakin besar. Peningkatan Non Performing Financing yang dialami perbankan syariah juga akan menyebabkan tersendatnya penyaluran pembiayaan. Banyaknya pembiayaan yang bermasalah menyebabkan menipisnya permodalan bank.

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Wahyu Devi Susanty (2014) menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi intermediasi perbankan syariah dengan menggunakan variabel independen DPK salah satunya. Dari hasil analisis atas penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwa pertumbuhan DPK berpengaruh positif signifikan terhadap FDR. Hubungan positif antara pertumbuhan DPK dan FDR tersebut dikarenakan meningkatnya pertumbuhan DPK akibat dari adanya pertumbuhan simpanan masyarakat membuat kondisi keuangan bank syariah lebih likuid dan mendorong bank syariah lebih agresif dalam menyalurkan pembiayaan kepada unit defisit sehingga kegiatan fungsi intermediasi bank syariah meningkat dan pada akhirnya membuat kenaikan pada rasio FDR.

Berdasarkan laporan Kajian Ekonomi Reginal Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV-2013 oleh Bank Indonesia, Pertumbuhan penghimpunan dana yang lebih pesat dibandingkan dengan penyaluran pembiayaan perbankan syariah menyebabkan Financing to Deposits Ratio (FDR) mengalami penurunan dari triwulan sebelumnya yakni dari sebesar 129,70% di triwulan III-2013 menjadi 123,23% (Gambar 1.1). Sedangkan rasio Non Performing Financing (NPF) gross, sejak awal tahun 2013 terus mengalami peningkatan hingga di kisaran 6,6% (Gambar 1.2), lebih tinggi dari batas maksimum NPF yang dipersyaratkan Bank Indonesia sebesar 5%. Kondisi ini mengisyaratkan perlunya perhatian khusus

terhadap pembiayaan yang dilakukan perbankan syariah agar tetap prudent dan sustain.

Sumber : Laporan Kajian Ekonomi Reginal Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV-2013 oleh Bank Indonesia

Gambar 1.1

Financing To Deposit Ratio (FDR) Perbankan Syariah Provinsi Sumatera Utara

Sumber : Laporan Kajian Ekonomi Reginal Provinsi Sumatera Utara Triwulan IV-2013 oleh Bank Indonesia

Gambar 1.2

Non Performing Financing (NPF) Perbankan Syariah Provinsi Sumatera Utara

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah berjalannya fungsi intermediasi perbankan syariah selain ditentukan oleh faktor internal seperti tingkat kelancaran pembiayaan juga dapat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian yang terjadi seperti inflasi . Dikarenakan tidak stabilnya kondisi perekonomian tentunya dapat

menghambat efektifnya fungsi utama perbankan yaitu sebagai lembaga intermediasi.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji dan meneliti tentang intermediasi perbankan syariah. Yang mana penulis berpendapat bahwa dari banyak faktor yang mempengaruhi fungsi intermediasi perbankan syariah setidaknya ada 3 (tiga) faktor yang paling penting yang layak utuk diteliti, yaitu Non Performing Financing (NPF), Dana Pihak Ketiga (DPK), dan Inflasi. Maka penulis menyusun penelitian yang berjudul:

“Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Fungsi

Intermediasi Perbankan Syariah di Sumatera Utara.” 1.2. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka ada beberapa rumusan masalah yang dapat dijadikan sebagai dasar kajian dalam penelitian yang akan dilakukan dengan tujuan untuk mempermudah penulisan proposal skripsi ini. Selain itu, rumusan masalah ini diperlukan sebagai cara untuk mengambil keputusan diakhir penulisan skripsi ini. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan fungsi intermediasi perbankan syariah di Sumatera Utara, maka permasalahan dalam penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah Non Performing Financing (NPF) berpengaruh secara signifikan terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) Perbankan Syariah di Sumatera Utara ?

2. Apakah Dana Pihak Ketiga (DPK) berpengaruh secara signifikan terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) Perbankan Syariah di Sumatera Utara ?

3. Apakah Inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap Financing to Deposit Ratio (FDR) Perbankan Syariah di Sumatera Utara ?

Dokumen terkait