• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.2 Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia

Ide pendirian bank syariah di Indonesia sudah ada sejak tahun 1970-an. Dimana pembicaraan bank syariah muncul pada seminar hubungan Indonesia-Timur Tengah pada tahun 1974 dan 1976 dalam seminar yang diadakan oleh Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan Yayasan Bhineka Tunggal Ika. Perkembangan pemikiran tentang perlunya umat Islam Indonesia memiliki perbankan Islam sendiri mulai behembus sejak saat itu, seiring munculnya kesadaran kaum intelektual dan cendikiawan muslim dalam memberdayakan ekonomi masyarakat.

Perbankan syariah pertama kali di indonesia pada tahun 1992 berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992 sebagai landasan hukum bank dan Peraturan Pemerintah (PP) No.72 Tahun 1992 Tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil. Prinsip syariah adalah suatu aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpaan dana atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lain yang sesuai dengan prinsip syariah, diantaranya pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan dengan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan keuntungan (murabahah),dan pembiayaan barang modal dengan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).

Menurut Perwataatmadja dan Antonio (1992), bank syariah memiliki sistem operasi yang tidak mengendalikan pada bunga karena berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadist Nabi SAW. Dengan kata lain,bank syariah merupakan

lembaga keuangan yang memberikan jasa pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariat islam. Sistem ekonomi islam memiliki beberapa ciri berikut :

1. Mengakui hak milik individu terhadap kapital (property right) 2. Tidak ada transaksi berbasis bunga (riba)

3. Berfungsinya institusi zakat

4. Mengakui adanya mekanisme pasar (market mechanism) 5. Mengakui motif untuk mencari keuntungan

6. Dan mengakui adanya kebebasan berusaha

Di Indonesia,bank syariah yang pertama didirikan pada tahun 1992 adalah Bank Muamaalat Indonesia (BMI). Walaupun perkembangannya agak terlambat bila dibandingkan dengan negara-negara Muslim lainnya, perbankan syariah di Indonesia akan terus berkembang. Bila pada periode tahun 1992-1998 hanya ada satu unit Bank Syariah,maka pada tahun 2005, jumlah bank syariah di Indonesia telah bertambah menjadi 20 unit, yaitu 3 bank umum syariah dan 17 unit usaha syariah. Sementara itu, jumlah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) hingga akhir tahun 2004 bertambah menjadi 88 buah.

Berdasarkan data Bank Indonesia, prospek perbankan syariah pada tahun 2005 diperkirakan cukup baik. Industri perbankan syariah diprediksi masih akan berkembang dengan tingkat pertumbuhan yang cukup tinggi. Jika pada posisi November 2004, volume usaha perabankan syariah telah mencapai 14,0 triliun rupaih, dengan tingkat pertumbuhan yang terjadi pada tahun 2004 sebesar 88,6%,

volume usaha perbankan syariah diakhir tahun 2005 diperkirakan akan mencapai sekitar 24 triliun rupiah. Pertumbuhan volume usaha perbankan syariah tersebut ditopang oleh pembukaan unit usaha syariah yang baru dan pembukaan jaringan kantor yang lebih luas.

Dan hingga sekarang prospek perkembangan perbankan syariah terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal tersebut berdasarkan laporan dari Bank Indonesia bahwa pada April 2013, Indonesia memiliki 11 bank umum syariah, 24 unit usaha syariah, 159 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dengan 2.664 jaringan kantor di seluruh Indonesia. Dengan total aset perbankan syariah Indonesia pada akhir April 2013 mencapai Rp207,79 triliun atau tumbuh 44,0% secara year on year (yoy). Pertumbuhan perbankan syariah yang tinggi itu mampu meningkatkan pangsanya menjadi 4,7 persen dari total aset perbankan nasional. Dari sisi pembiayaan tumbuh 50,52% mencapai Rp163,4 triliun dan penghimpunan dana masyarakat yang dihimpun mengalami peningkatan sebesar 39% sebesar Rp158,5 triliun. Pertumbuhan rata-rata 41,66% per tahun dalam lima tahun terakhir, di atas rata-rata pertumbuhan perbankan nasional yang hanya sebesar 17%. Sehingga Bank Indonesia menargetkan bahwa pangsa perbankan syariah tersebut terus meningkat sehingga mencapai sekira 15-20 persen dalam sepuluh tahun ke depan. Berikut ini merupakan Perkembangan jumlah Perbankan Syariah di Indonesia :

Tabel 2.1

Jaringan Kantor Perbankan Syariah di Indonesia

KETERANGAN TAHUN

2010 2011 2012 2013 2014

PERBANKAN SYARIAH

Bank Umum Syariah

- Jumlah Bank 11 11 11 11 12

- Jumlah Kantor 1.215 1.401 1.745 1.998 2.151

Unit Usaha Syariah

- Jumlah Bank 23 24 24 23 22

- Jumlah Kantor 262 336 517 590 320

Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

- Jumlah Bank 150 155 158 163 163

- Jumlah Kantor 286 364 401 402 439

Sumber : Statistik Perbankan Syariah oleh Otoritas Jasa Keuangan,Periode Desember 2014.

Terbitnya UU No.10 tahun 1998 memiliki hikmah tersendiri bagi dunia perbankan nasional dimana pemerintah membuka lebar kegiatan usaha perbankan dengan berdasarkan pada prinsip syariah. Hal ini guna menampung aspirasi dan kebutuhan yang berkembang di masyarakat. Masyarakat diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mendirikan bank berdasarkan prinsip Bank Syariah ini, termasuk juga kesempatan konversi dari bank umum yang kegiatan usahanya berdasarkan pola konvensional menjadi pola syariah. Selain itu dibolehkan pula bagi pengelola bank umum konvensional untuk membuka kantor cabang atau mengganti kantor cabang yang sudah ada menjadi kantor cabang khusus syariah dengan persyaratan yang tentunya melarang pada pencampuran modal kerja dan akuntansinya.

Pengembangan bank syariah di Indonesia memiliki peluang besar karena peluang pasarnya yang luas sejalan dengan mayoritas penduduk negeri ini. Perkembangan perbankan syariah ini tentunya juga harus didukung oleh sumber daya manusia yang memadai, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Namun, realitas yang ada menunjukkan bahwa masih banyak sumber daya manusia yang selama ini terlibat di institusi syariah tidak memiliki pengalaman akademis maupun praktis dalam Islamic Banking. Tentunya kondisi ini cukup signifikan mempengaruhi produktifitas dan profesionalisme perbankan syariah itu sendiri. Inilah yang memang harus mendapatkan perhatian dari kita semua, yakni membentuk sumber daya manusia yang mampu mengamalkan ekonomi syariah disemua lini karena sistem yang baik tidak mungkin dapat berjalan bila tidak didukung oleh sumber daya manusia yang baik pula.

2.1.3 Perkembangan Intermediasi Perbankan Syariah di Sumatera Utara

Dokumen terkait