• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku

1.1 Latar Belakang

Pola menu empat sehat lima sempurna adalah pola menu seimbang yang bila disusun dengan baik mengandung semua zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Pola menu ini diperkenalkan kepada masyarakat pada tahun 1950 oleh Bapak Ilmu Gizi Prof.DR.Dr.Poorwo Soedarmo melalui Lembaga Makanan Rakyat Depkes dalam rangka melancarkan gerakan sadar gizi. Susu merupakan sumber kalsium paling baik, karena disamping kadar kalsium yang tinggi, laktosa di dalam susu membantu absorpsi susu di dalam saluran cerna (Almatsier, 2009).

Berdasarkan beberapa hasil penelitian, disebutkan bahwa di negara berkembang setiap tahun terjadi 12 juta kematian anak bawah lima tahun. Dan hampir 70 % penyebab kematian tersebut disebabkan oleh lima penyakit yaitu pneumonia, diare, malaria, campak, dan masalah gizi buruk.

Menurut pemerintah, angka kemiskinan pada 2006 mengalami penurunan, dan kesejahteraan masyarakat meningkat. Namun, data dari Departemen Kesehatan (Depkes), menyatakan anak balita yang terkena gizi buruk melonjak dari 1,8 juta (2005) menjadi 2,3 juta anak (2006). Selain itu lebih dari 5 juta balita terkena gizi kurang. Lebih tragis lagi, dari seluruh korban gizi kurang dan gizi buruk tadi, sekitar 10% berakhir dengan kematian.

Sensus WHO menunjukkan bahwa 49 % dari 10,4 juta kematian balita di negara berkembang berkaitan dengan gizi buruk. Tercatat sekitar 50 % balita di Asia, 30 % di Afrika dan 20 % di Amerika Latin menderita gizi buruk.

hampir semua zat gizi yang terkandung didalam susu bermutu tinggi. Protein dan lemak susu memiliki daya cerna yang tinggi, kandungan vitamin dan mineralnya juga relatif lengkap sehingga susu memiliki peranan signifikan dalam meningkatkan kualitas gizi. Dengan mengetahui besarnya manfaat susu bagi kesehatan tubuh maka sudah seharusnya jika masyarakat mulai membudidayakan minum susu sejak sekarang., (Khomsan, 2004).

Menurut riset konsumsi susu negara kita merupakan yang terendah di Asia tenggara, Indonesia hanya mengkonsumsi susu sebesar 7,7 liter per kapita per tahun, ini berarti tertinggal jauh jika dibandingkan dengan negara Malaysia yang mencapai 25 liter, bahkan lebih rendah dari Vietnam yang mencapai 8,5 liter per kapita per tahun Khomsan,(2004). Sedangkan pada tahun 2011, tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia 11 liter per kapita per tahun (Kemenkes RI, 2011).

Tingkat gizi masyarakat dapat merupakan tolak ukur dari kemajuan program pembangunan suatu Negara. Karena itu, program pemerataan perbaikan gizi merupakan langkah penting yang perlu dikembangkan ( Depkes RI,1995).

Memasuki Pembangunan Jangka Panjang masalah gizi lebih cenderung meningkat. Indonesia dihadapkan pada masalah gizi ganda. Disamping empat masalah gizi kurang yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat, yaitu Gangguan Akibat Kurang Yodium, Anemia Gizi Besi, Kurang Vitamin A, Kurang Energi Protein, kini ada kecenderungan terjadinya masalah gizi lebih dalam bentuk kegemukan dan timbulnya beberapa penyakit degeneratif. Sebab

mengkonsumsi makanan (Depkes RI, 1997).

Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Keadaan gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental orang tersebut. Berdasarkan hasil Susenas 1993 menyatakan bahwa konsumsi sumber karbohidrat kompleks sangat tinggi, konsumsi sayuran sangat rendah, konsumsi buah sangat rendah, konsumsi lauk pauk sangat rendah (Depkes RI, 1995).

Perilaku konsumsi pangan merupakan perwujudan dari kebiasaan makan yang tumbuh berkembang dalam proses sosialisasi keluarga dan dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sedikit banyaknya memberi pengaruh.

Ketersediaan pangan keluarga tergantung pada tingkat pendapatan untuk mengolah dan membeli pangan. Besar kecilnya pendapatan keluarga berpengaruh terhadap kebiasaan makan individu. Oleh karena itu, bagi masyarakat yang tingkat pendapatannya rendah perlu usaha untuk meningkatkan pendapatan serta pembangunan sumber daya manusia.

Sikap gizi selain terbentuk dari pengetahuan yang dimiliki, juga dipengaruhi oleh kebudayaan, kebiasaan makan di rumah dan lembaga pendidikan tempat anak bersekolah. Suatu kebiasaan makan yang teratur dalam keluarga akan membentuk kebiasaan yang baik bagi anak-anak. Pembiasaan makan pagi di rumah atau membawa bekal dari rumah adalah salah satu contoh pembiasaan yang baik. Anak-anak tidak dibiasakan jajan di warung kala mereka istirahat sekolah.

bersama dalam keluarga, pembiasaan makan yang seimbang gizinya, tidak membiasakan makanan-makanan atau minuman manis, membiasakan banyak makan buah-buahan atau sayuran diantara waktu-waktu makan. Lingkungan sekolah dapat membentuk kebiasaan makan bagi anak-anak. (Rosa, 2011).

Bagi anak sekolah, meninggalkan sarapan membawa dampak yang kurang menguntungkan. Konsentrasi belajar di sekolah bisa buyar karena tubuh tidak memperoleh masukan gizi yang cukup. Sebagai gantinya, anak jajan di sekolah untuk sekedar mengganjal perut tetapi mutu dan keseimbangan gizi jadi tidak terjamin.

Kasus kurang gizi biasanya disebabkan oleh ketidakmampuan orang tua menyediakan asupan makanan yang bergizi dan bernutrisi. Kekurangan gizi anak- anak disebabkan oleh kekurangan asupan yang menghasilkan energi. Yaitu makanan yang mengandung protein dan karbohidrat. Untuk mengatasi kasus kekurangan gizi pemerintah bisa melakukan dengan menuntaskan kemiskinan maupun meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kasus anak mengalami kekurangan gizi bukan hanya karena tidak cukup suplai makanan kedalam tubuh. Namun juga disebabkan oleh perilaku atau cara makan tak tepat. Pola makan tepat adalah makan atau mengkonsumsi makanan dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan komposisi seimbang. Agar tidak mengalami gizi kurang maupun kelebihan atau over weight, setiap anak harus mengatur jumlah makanan sesuai dengan kebutuhannya.

informasi yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari merupakan faktor penting dalam masalah kurang gizi. Pandangan dan kepercayaan masyarakat khususnya ibu tentang ilmu gizi harus dipertimbangkan sebagai bagian dari beberapa faktor penyebab yang berpengaruh terhadap konsumsi makanan anak.

Peningkatan pengetahuan dan praktek ibu rumah tangga tentang menu empat sehat lima sempurna, harusnya seiring dengan peningkatan perilaku berupa tindakan dalam penyusunan makanan dengan menggunakan bahan makanan yang beraneka ragam dalam menu makanan keluarganya.

Salah satu upaya dalam program perbaikan gizi adalah meningkatkan mutu konsumsi makanan, sehingga berdampak pada perbaikan status gizi anak. Sasaran program ini adalah mewujudkan pola konsumsi makanan yang baik dan benar (Depkes RI, 1995). Namun pedoman yang masih umum yang terdapat pada masyarakat khususnya ibu adalah pedoman empat sehat lima sempurna, dimana makanan yang dikonsumsi terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, buah dan susu. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui perilaku ibu yang memiliki anak usia sekolah tentang mengkonsumsi makanan empat sehat lima sempurna di Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Asahan.

Dokumen terkait