• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.4 Latar

2.4.3 Latar Sosial-Budaya

Latar sosial-budaya menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai permasalahan dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain (Nurgiyantoro 2015: 322).

(1) Ajaran Agama Islam

Dalam novel Dari Ambarawa Sampai Tegal Selatan karya Bung Smas ajaran agama islamnya sangat kental. Saat Mulatsih meninggal di Ambarawa ia dimakamkan dengan cara islam dan rumah haji Benowo diselenggarakan tahlilan sekadar mendoakan almarhumah Mulatsih.

Begitulah, pada lepas magrib pemakaman itu dilaksanakan oleh banyak sekali orang yang mengurusnya

(Smas 2014: 8) Sama seperti saat Mulatsih meninggal, masyarakat Kemantren mengadakan tahlilan untuk almarmum Lodan. Tahlilan itu dipimpin Ustaz Masduki. Semua tetangga datang untuk sekadar mendoakan. Rumah Juworo bahkan tak muat menampung orang-orang yang datang.

Selain cara memakamkan yang sesuai ajaran Islam. Beberapa bahasa arab juga banyak ditemukan pada novel ini. Kata-kata itu meliputi: sababiah, wallahualam bissawab, syirik, dan lainnya.

Sintren itu budaya di Kemantren dan desa-desa sepanjang pantai utara Jawa dari Pekalongan sampai Indramayu. Masing-masing desa mempunyai versi yang berbeda-beda. Kemantren punya tradisi pementasan sintren sejak dulu kala. Sintren akan dipertunjukkan setiap bulan purnama terutama pada musim panen. Sintren harus seorang perawan. Biasanya sintren akan tenar sampai ke mana-mana dan banyak pemuda berlomba untuk mempersuntingnya. Sintren akan berhenti bila ia sudah dipinang orang. Setelah itu, akan lahir sintren baru yang menggantikannya

Sintren adalah penari magis yang berdandan dan menari dalam keadaan kesurupan, dibawah sadar. Awalnya dia duduk di atas tanah lalu ditutupi karung ayam dan diberi sesaji serta dibakari kemenyan dan diiringi nyanyian yang syairnya aneh. Kurungan ayam itu diselimuti kain sampai rapat dan bagian dalamnya gelap.

(Smas 2014: 21) Sudah setahun ritual sintren tidak pernah mengisi Kemantren. Semenjak kerusuhan antara DI dan TNI mengganggu aktivitas di Kemantren Juworo menyarankan pada dukun sintren, Bengkonang untuk menjadikan Selasih sintren desa Kemantren.

(3) Cara Berpikir Masyarakat Kemantren

Dalam novel Dari Ambarawa Sampai Tegal Selatan karya Bung Smas masyarakat kemantren digambarkan memiliki beberapa cara berpikir. Pertama, seorang anak perempuan harus menikah sebelum umur 17 tahun atau akan membuat malu keluarga.

Yang menjadi masalah Juworo sekarang adalah pada usia tujuh belas tahun Selasih belum laku juga. Usia itu sudah sangat terlambat bagi seorang gadis Kemantren, kecuali Sumiarsih anak juragan kaya Marwoto,

juga karena Sumiarsih sangat kuper dan minderan. Kini usia Sumiarsih mendekati dua puluh tahunan dan orangtuanya resah luar biasa.

(Smas 2014: 19) Kacau juga Juworo kalau sedang tidak enak hati. Dia tidak sadar bahwa perangainya yang garang dan kasar itu membuat orang takut kepadanya, bukan sekadar segan. Orang lebih suka menjauh daripada sebaliknya. Jumait pun, pemuda desa yang diam-diam naksir Selasih, tak berani secara terang-terangan entah sampai waktu kapan.

(Smas 2014: 19-20) Dalam novel ini dikisahkan bila Juworo merasa dipermalukan karena cucunya belum menikah diumur 17 tahun yang dianggap sudah sangat terlambat. Pemikiran ini mungkin lumrah terjadi pada tahun 60-an.

Pada situasi itu Selasih dibesarkan sampai kemudian disekolahkan hingga lulus SMP. Merupakan jenjang pendidikan yang cukup tertinggi pada masa itu, lebih-lebih bagi anak perempuan desa Kemantren di Tegal Selatan

(Smas 2014: 10) Kedua, bagi anak perempuan desa Kemantren, lulus SMP di anggap sebagai jenjang sekolah yang cukup tinggi. Dari kutipan di atas, masyarakat Kemantren tampak tidak terlalu mengutamakan pendidikan khususnya bagi anak perempuan.

2.4.4 Rangkuman

Dalam analisis latar-sosial di atas, dapat ditemukan tiga latar yaitu latar tempat, waktu, dan sosial-budaya. Berikut tabel rangkumannya.

Tabel 3 Rangkuman Latar No. Jenis Latar Deskripsi Latar

1. Tempat

Ambarawa

Tempat meninggalnya ibu Selasih di tengah pertempuran Cepiring

Tempat bertemunya Lodan dan Nansy Desa Kemantren, Tegal Selatan

Tempat Selasih dibesarkan dan tempat munculnya konflik hingga konflik mereda

Banyuputih

Tempat tinggal Lodan dan keluarga barunya.

2. Waktu

1945

Mengisahkan permasalahan saat Selasih berusia 1 tahun 1949

Mengisahkan permasalahan Selasih saat berusia 5 tahun 1961

Mengisahkan Selasih saat berusia 17 tahun

3 Sosial-Budaya

Ajaran agama Islam

Sudah adanya ajaran agama Islam yang mempengaruhi tindakkan pengikutnya

Ritual sintren khas Kemantren

Adanya ritual budaya khas Kemantren untuk mendapatkan jodoh Cara berpikir masyarakat Kemantren

Adanya pola pikir orang desa yang mempengaruhi setiap tindakan tokoh

2.5 Rangkuman

Dari analisis alur, tokoh & penokohan, dan latar di atas ditemukan adanya struktur pembangun cerita yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Dari unsur-unsur pembangun cerita itu ditemukan adanya konflik dari analisis alur, penokohan/watak dari analisis penokohan, dan pengaruh lingkungan terhadap tingkah laku tokoh dari analisis latar pada novel Dari Ambarawa Sampai Tegal Selatan karya Bung Smas. Hasil temuan ini selanjutnya akan digunakan untuk penelitian struktur kepribadian dan mekanisme pertahannan ego tokoh utama. Pembahasanan mengenai permasalahan struktur kepribadian dan mekanisme pertahannan ego tokoh utama akan dibahas secara bertutut-turut pada bab III dan IV.

BAB III

STRUKTUR KEPRIBADIAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL DARI AMBARAWA SAMPAI TEGAL SELATAN KARYA BUNG SMAS 3.1 Pengantar

Pada bab ini akan paparkan analisis struktur kepribadian tokoh utama yang terdapat dalam novel Dari Ambarawa Sampai Tegal Selatan karya Bung Smas. Sesuai analisis tokoh & penokohan pada bab II, tokoh utama yang akan dibahas pada bab ini meliputi Selasih, Juworo dan Jumait. Analisis struktur kepribadian ketiga tokoh utama ini berkaitan dengan analisis struktur pembangun cerita pada bab II dan akan dilanjurkan dengan mekanisme pertahanan ego tokoh utama yang akan dipaparkan pada bab selanjutnya.

Dokumen terkait