• Tidak ada hasil yang ditemukan

Latihan untuk Meningkatkan Kecepatan Lari 100 Meter a. Pengertian dan Tujuan Latihan

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 21-36)

Latihan adalah suatu proses penyesuaian tubuh yang dilakukan dengan berulang-ulang secara sistematis dengan menambah beban secara bertahap untuk mencapai prestasi maksimal Hamid, A, (2000:7). Kemudian Harsono (1992:2) dalam Hadisasmita & Syarifuddin (1996:126) menyatakan bahwa latihan adalah proses yang sistematis dari berlatih yang dilakukan berulang-ulang, demikian menambah jumlah beban ketihan serta intensitas latihan. Sistematis berarti berencana, menurut jadwal, menurut pola dan sistem tertentu, metodis, dari mudah ke yang lebih sukar, latihan teratur, dari yang sederhana ke yang lebih rumit. Sedangkan menurut Harre (1971) dalam Nossek (1982:12) mendefiniskan latihan adalah suatu proses penyempurnaan olahraga yang diatur dengan prinsip-prinsip yang bersifat ilmiah, khususnya prinsip-prinsip paedagogis. Proses ini dirancang dan

sistematis, meningkatkan kesiapan untuk tampil. Bompa & Haff (2009:6) mengemukakan bahwa pelatihan merupakan sebuah proses yang terorganisasi dimana tubuh dan pikiran terpapar secara terus menerus dengan stressor (penyebab stress) dengan volume (kantitas) dan intensitas yang bervariasi. Kemampuan seorang atlet untuk menyesuaikan diri terhadap beban latihan merupakan langkah awal untuk bisa menaikkan kemampuan tubuhnya. Program latihan yang terencana dengan baik, metodis dan menantang akan membantu meningkatkan performa atlet. Bompa & Haff (2009:9) mengambarkan skema program latihan dan pencapaian performa:

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas definisi latihan adalah suatu proses yang sistematis yang dilakukan berulang-ulang untuk proses penyesuaian tubuh terhadap beban latihan yang terus meningkat dengan berpendoman pada prinsip-prinsip ilmiah dan prinsip-prinsip paedagogis.

Tujuan dari latihan adalah untuk menjadikan tubuh mampu melakukan aktifitas secara maksimal. Latihan yang dilakukan secara teratur dan terus menerus akan membantu pencapaian prestasi secara maksimal. Harsono (1992:5) dalam Hadisasmita & Syarifuddin (1996:126) menyatakan bahwa tujuan utama dari latihan atau training adalah untuk membantu atlet meningkatkan keterampilan dan prestasi olahraganya semaksimal mungkin. Untuk mencapai tujuan, ada empat aspek latihan yang perlu diperhatikan oleh pelatih, yaitu :

a) Latihan fisik b) Latihan teknik c) Latihan taktik d) Latihan mental

Keempat aspek harus dilakukan secara serempak dan tidak satu pun boleh terabaikan. Untuk dapat mencapai tujuan utama dari latihan, yaitu taraf keterampilan dan prestasi dari para atlet, maka tujuan umum dari latihan harus dicapai. Maksud dari tujuan umum latihan Bompa & Haff (2009: 4) adalah :

a) Untuk mencapai dan meningkatkan perkembangan fisik secara multilateral b) Untuk meningkatkan dan mengamankan perkembangan fisik yang spesifik,

sesuai dengan kebutuhan olahraga yang ditekuni.

c) Untuk menghaluskan dan menyempurnakan teknik dari cabang olahraganya. d) Untuk meningkatkan dan menyempurnakan teknik maupun strategi yang

diperlukan.

e) Untuk mengelola kualitas kemauan.

f) Untuk menjamin dan mengamankan persiapan individu maupun tim secara optimal.

g) Untuk memperkuat tingkat kesehatan tiap atlet. h) Untuk mencegah cidera.

i) Untuk meningkatkan pengetahuan teori. b. Prinsip-prinsip Latihan

Pengetahuan tentang latihan harus diimbangi dengan pengetahuan tentang hal yang lain yang tidak kalah penting, yaitu prinsip-prinsip latihan. Prinsip-prinsip latihan adalah suatu dasar bagi atlet dan pelatih tentang hal-hal yang harus dilakukan atau dijadikan sebagai pedoman.Tanpa mengetahui prinsip-prinsip latihan seorang pelatih atau atlet tidak dapat berhasil dalam latihan. Prinsip-prinsip latihan menurut Bompa (1990)adalah sebagai berikut:

a) Prinsip Beban Lebih (Overload)

Prinsip beban lebih adalah prinsip latihan yang menekankan pada pembebanan latihan yang lebih berat daripada yang mampu dilakukan oleh atlet, artinya berlatih dengan beban yang berada di atas ambang rangsang.Prinsip beban lebih disebut juga dengan prinsip stress (overload). Latihan ditingkatkan secara bertahap, dan disesuaikan denagn kemampuan fisiologis dan psikologis setiap individu atlet.Dasar fisiologis ini berpedoman kepada suatu bukti bahwa hasil dari latihan adalah efisiensi fungsional organ dan sekaligus kapasitas kerja secara bertahap meningkat dalam waktu yang cukup lama (Bompa, 1990).Jika tubuh telah mampu beradaptasi terhadap beban latihan yang diberikan maka latihan berikutnya harus ditekankan dengan cara mengubah faktor-faktor yang mempengaruhi latihan tersebut yang mencakup: (a) frekuensi , (b) volume, (c) intensitas, (d) density, (e) durasi,

overload dicapai dengan memanipulasi kombinasi dari frekuensi latihan, intensitas latihan, dan durasi latihan. Sistem faal tubuh membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri dengan rangsang-rangsang latihan (adaptasi).Adaptasi adalah penyesuaian fungsi dan struktur organ atlet akibat beban latihan yang diberikan oleh pelatih.

Hadisasmita & Syarifuddin (1996:131-132) menyebutkan 3 tingkat adaptasi diwujudkan oleh penampilan kerja atlet sebagai berikut:

(1) Superkompensasi (prestasi naik), karena : (a) Beban di atas ambang / teratur. (b) Istirahat cukup.

(c) Metode dan bahan tepat. (d) Gizi makanan baik.

(2) Plateau (prestasi tetap), karena : (a) Beban tepat ambang rangsang. (b) Pelatih tak mampu.

(c) Metode tidak sesuai. (d) Pembinaan fisik salah. (e) Atlet motovasi lemah.

(f) Umur prestasi habis. (3) Prestasi turun (involusi), karena :

(a) Umur prestasi sudah lewat. (b) Latihan tidak teratur / ringan. (c) Kemampuan pelatih terbatas.

(d) Overtraining.

(e) Sakit dan motivasi rendah. (f) Kurang gizi makanan. (g) Istirahat kurang.

(h) Metode dan beban latihan tidak tepat. (4) Prestasi naik-turun (fluktuasi)

Agar adaptasi terhadap latihan dapat dicapai dengan baik, maka penerapannya harus diselingi dengan masa-masa pemulihan atau penurunan intensitas dan volume latihan. Oleh karena itu:

(a) Istirahat yang cukup tiap hari sangat penting.

(b) Hari-hari latihan berat harus diselingi dengan hari-hari latihan ringan.

(c) Rencana latihan harus disusun dalam siklus-siklus, yaitu misalnya setelah latihan puncak, latihan kemudian diturunkan intensitas dan volumenya.

Prinsip peningkatan bertahap beban latihan, merupakan dasar untuk semua perencanaan latihan olahraga (Bompa, 1990). Peningkatan latihan beban akan mengakibatkan keadaan sedikit kurang stabil terhadap fungsi organ serta psikologis atlet. Ketika keadaan itu telah tercapai maka akan ada fase penyesuaian hingga mencapai puncak dengan peningkatan tingkat latihan serta prestasi. Berikut ilustrasi prinsip beban beban berlebih dengan sistem tangga:

Gambar 2.7Prinsip beban berlebih (the overload principle)

http://www.koni.or.id/files/documents/journal/1.%20PRINSIP%20PRINSIP%20LA TIHAN%20Oleh%20Dikdik%20Zafar%20Sidik.pdf

Prinsip beban berlebih sebaiknya menganut sistem tangga (step-type

approach).Efek latihan pada tubuh adalah semua yang terjadi dalam latihan.

Bila pembebanan latihan terlalu ringan, efek latihan setelah pemulihan akan menjadi kurang dari yang diharapkan. Jika pembebanan latihan terlalu besar/berat maka akan terjadi overtraining.

Gambar 2.8Efek latihan (overcompensation) Keterangan:

--- : latihan terlalu berat. : latihan terlalu kuat - - - : latihan terlalu ringan.

(http://www.koni.or.id/files/documents/journal/1.%20prinsip%20prinsip%20L ATIHAN%20Oleh%20Dikdik%20Zafar%20Sidik.pdf)

b) Prinsip Perkembangan Multilateral

Prinsip perkembangan menyeluruh (multirateral) menekankan pada keterlibatan semua komponen dalam pelatihan, dimana segala hal dapat dijadikan pengetahuan untuk menambah komponen diri.Prinsip perkembangan menyeluruh membantu pelatih dalam mengembangkan dasar-dasar yang menunjang keterampilan. Oleh karena itu disarankan kepada para pelatih untuk tidak membatasi atletnya dengan memberikan spesialisasi pada usia dini.

Prinsip perkembangan multirateral didasarkan pada fakta bahwa selalu ada interdependensi (saling ketergantungan) antara semua organ dan sistem tubuh manusia, antara komponen-komponen biomotorik dan antara proses-proses faal dengan psikologis Hadisasmita & Syarifuddin (1996:134). Perubahan yang terjadi ketika suatu program latihan dilakukan merupakan hubungan keterkaitan antara faktor fisiologis, psikologis dan faktor eksternal berupa program latihan yang menyatukan faktor-faktor tersebut. Berikut fase pokok dalam latihan olahraga :

Gambar 2.9 Fase pokok dalam latihan olahraga (Bompa & Haff (2009:32) prestasi tinggi latihan yang khusus pengembangan menyeluruh

c) Prinsip Intensitas Latihan

Hasil dari suatu program latihan akan tampak apabila latihan dilakukan secara intensif, dimana pelatih secara progresif menambahkan beban kerja, jumlah pengulangan gerakan (repetisi) serta kadar intensitas dari repetisi tersebut.

d) Prinsip Kualitas Latihan

Keberhasilan suatu program latihan juga bergantung pada kualitas dari latihan itu sendiri.Program latihan harus berbobot, bermutu serta sesuai dengan sasaran. Program latihan yang berkualitas adalah:

(a) Latihan yang diberikan bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan atlet. (b) Apabila koreksi-koreksi yang tepat dan konstruktif sering diberikan. (c) Apabila pengawasan dilakukan oleh pelatih sampai ke detail setiap

gerakan dan setiap kesalahan segera diperbaiki. (d) Apabila prinsip-prinsip overload diterapkan, e) Prinsip Keterlibatan Aktif

Keaktifan semua personal daam latihan akan menjadikan tujuan latihan tercapai secara maksimal. Keaktifan ini berarti keikutsertaan pelatih dan atlet dalam setiap latihan.Pelatih perlu menjalin hubungan yang harmonis dengan atlet agar timbul keinginan dari atlet untuk mengikuti program latihan dengan kesadaran sendiri. Apabila semua personal (pelatih dan atlet) sudah memiliki kesadaran untuk mengikuti latihan, maka akan mudah untuk bersama-sama mencapai tujuan latihan, yaitu prestasi yang maksimal.

f) Variasi Dalam Latihan

Variasi latihan merupakan cara untuk menghindarkan atlet dari kejenuhan terhadap rutinitas latihan. Apabila kejenuhan sudah dirasakan, maka akan mempengaruhi motivasi untuk berlatih. Oleh karena itu perlu adanya variasi latihan dengan tetap berprinsip pada prinsip-prinsip latihan. Peran dari pelatih sangat penting dalam merancang kreatifitas program latihan. Selain untuk meningkatkan unsur-unsur fisik program latihan juga harus memberikan rasa senang sehingga menimbulkan motovasi untuk menyelesaikan latihan dan mencapai tujuan dari latihan

g) Prinsip Individualisasi

Bompa & Haff (2009:38) berpendapat bahwa individualisasi dalam latihan adalah suatu kebutuhan yang utama dari suatu bentuk usaha latihan, dan ini berbeda untuk setiap atlet.Keunikan masing-masing atltet harus menjadi perhatian bagi pelatih.Tujuan dari prinsip individualisasi adalah mengetahui kekurangan dan kelebihan dari masing-masing atlet sehingga program latihan dapat disesuaikan dengan kebutuhan tiap atlet.Perencanaan individualisasi mengarah pada kekhususan program untuk tiap atlet.

Ritter’s (1981) dalam Bompa (1990) menyebutkan bahwa pelatih-pelatih yang efektif dalam latihan akan mengembangkan pengetahuan tentang aturan seperti di bawah ini :

(a) Analisis yang luas dari kemampuan-kemampuan usaha setiap atlet dan pengembangan personal, menyangkut didalamnya umur, pengalaman, kapasitas individu, status kesehatan dalam latihan. Beban latihan dan kecepatan-kecepatan atlet dalam penulihan, bentuk tubuh dan tipe syaraf, jenis kelamin.

(b) Penyesuaian kerja.

(c) Organ seorang wanita terutama perbedaan struktur secara anatomi dan biologi harus menjadi perhatian.

h) Penetapan Sasaran (Goal Setting)

Penetapan sasaran berarti penetapan tujuan dan sasaran latihan.Penentapan sasaran ini berhubungan dengan periode latihan, yaitu jangka panjang, menengah dan jangka pendek.

i) Prinsip Perbaikan Kesalahan

Apabila pada saat latihan, atlet melakukan kesalahan, maka pelatih harus melakukan perbaikan dengan menyertakan penyebab kesalahan.

c. Variabel-variabel Latihan

Program latihan yang efisien disesuaikan dengan kebutuhan fungsional, fisiologis dan psikologis.Artinya suatu program latihan dirancang untuk memenuhi tujuan dari performa.Oleh karena itu, seorang pelatih harus terlebih dahulu menentukan variable mana yang harus didahulukan untuk menunjang performa atlet. Bompa & Haff (2009:78) menyatakan bahwa program pelatihan fisik

diperoleh dari manipulasi volume (durasi, jarak, perulangan, atau beban volume), intensitas (beban, kecepatan, atau output energi) dan kepadatan (frekuensi/densitas).

Rencana pelatihan seharusnya menekankan variabel pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan atlet. Sebuah analisis tentang rencana pelatihan yang digunakan pada atlet akan memberikan wawasan tentang efektifitas manipulasi variabel pelatihan.

a) Volume Latihan

Volume adalah kuantitas kegiatan yang dilakukan dalam suatu latihan.Volume juga dianggap sebagai jumlah pekerjaan yang dilakukan selama sesi pelatihan atau fase. Bompa & Haff (2009:78) menyatakan volume merupakan komponen utama dari pelatihan karena ini merupakan sebuah prasyarat bagi pencapaian teknis, taktis dan fisik yang tinggi. Volume latihan memiliki bagian-bagian sebagai berikut :

(1) Waktu atau durasi latihan (dalam detik, menit, jam, hari, minggu atau bulan)

(2) Jarak tempuh (meter), berat badan (kilogram), jumlah angkatan dalam satuan waktu (berapa kilogram dapat diangkat dalam waktu satu menit) (3) Jumlah pengulangan atau repetisi dalam sebuah latihan atau unsur

teknik dalam satuan waktu tertentu.

Berdasarkan uraian di atas, volume latihan diartian sebagai jumlah kerja keseluruhan yang dinyatakan dalam satuan jarak, berat, waktu dan jumlah pengulangan untuk satu kali latihan atau setiap fase. Penilaian volume berbeda dari cabang satu ke cabang yang lain, tergantung pada satuan waktu yang berlaku. Pada lari 100 meter, penilaian volume dinyatakan dalam waktu (detik).Contoh untuk lari 100 meter putra adalah 13 detik.

Volume beban latihan kecepatan untuk lari 100 meter menurut Nossek (1982:100) berprinsip pada:

(1) Intensitas maksimum dan submaksimum. (2) Jarak lari 30 – 80 meter.

(3) Volume berjumlah 10 – 16 pengulangan dalam 3 – 4 seri.

ditingkatkan secara bertahap.Penambahan ini bertujuan untuk merangsang adaptasi fisiologis yang diperlukan untuk meningkatkan performe. Ada 3 (tiga) cara efektif untuk meningkatan volume latihan Bompa, Tudor O.& G. Gregory Haff (2009:79), yaitu :

(1) Meningkatkan kepadatan (frekuensi) latihan. (2) Meningkatkan volume di dalam sesi latihan. (3) Melakukan keduanya.

Kemudian Bompa & Haff (2009:79) menambahkan efektifitas dalam strategi-strategi mengubah volume latihan, yaitu : (1) Meningkatkan durasi sesi latihan, (2) Meningkatkan kepadatan latihan (frekuensi atau jumlah sesi latihan), (3) Meningkatkan jumlah perulangan, set latihan atau unsure teknik per sesi latihan, (4) Meningkatkan jarak yang dilalui atau durasi perulangan atau latihan.

b) Intensitas Latihan

Intensitas latihan merupakan komponen penting yang dikaitkan dengan komponen kualitatif yang dilakukan dalam kurun waktu yang diberikan. Lebih banyak kerja yang dilakukan (dalam satuan waktu) akan lebih tinggi pula intensitasnya. Bompa (1990) berpendapat bahwa intensitas adalah fungsi dari kekuatan rangsangan syaraf yang dilakukan dalam latihan dan kekuatan rangsangan tergantung dari beban kecepatan gerakannya, variasi internal atau istirahat diantara tiap ulangan.Intensitas merupakan sebuah fungsi aktivasi neuromskuler, dengan intensitas yang lebih besar yang memerlukan aktivitas neuromuskuler yang lebih besar. Pola aktivasi neuromuskuler akan ditentukan oleh beban luar, kecepatan performa, jumlah kelelahan yang dikembangkan dan jenis latihan yang dilakukan.

Latihan untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter dilakukan dengan latihan pengembangan kecepatan.Latihan ini dilakukan dengan prosentase dari intensitas maksimal, dimana 100% merupakan prestasi tertinggi. Contohnya, seorang pelari 100 meter mencapai garis start dengan waktu 10 detik, artinya kecepatan yang dicapai adalah 10 m/s. tetapi mungkin saja pada atlet yang sama mampu mencapai waktu 10.2 m/d artinya pelari tersebut mencapai 105% dai maksimal (Bompa, 1990). Ukuran intensitas untuk

latihan kecepatan dan kekuatan diuraikan dalam tabel berikut:

Tabel 2.4Intensitas latihan kecepatan dan kekuatan(Bompa, Tudor O.& G.

Gregory Haff, 2009:80)

Intensity Zone Percentage of maximum

performance Intensity 6 5 4 3 2 1 >100 90-100 80-90 70-80 50-70 <50 Supermaximal Maximum Heavy Medium Low Very low

Alternatif lain untuk menentukan intensitas adalah berdasarkan pada sistem energi yang dipakai dalam kegiatan tertentu. Berikut 5 (lima) zona intensitas latihan berdasarkan sistem energi.

Tabel 2.5Limazona intensitas latihan berdasarkan sistem energy (Bompa & Haff, 2009:81) Intens ity Zone Event durasion Level of Intensity

Primary energi sistem Bioenergetik Contribution An aerobik Aerobik 1 2 3 4 5 6 <6 s 6-3 s 30 s to 2 min 2-3 min 3-30 min >30 min Maximum High Moderately high Moderate Moderate low Low ATP-PC

ATP-PC and fast glycolysis

Fast and slow glycolysis Slow glycolysis and oxidative Oxidative Oxidative 100-95 95-80 80-50 50-40 40-5 5-2 0-5 5-20 20-50 50-60 60-95 95-98

Latihan pada zona intensitas I hampir secara khusus mengandalkan metabolisme anaerob dan berlangsung hingga 6 detik.Zona ini ditandai dengan penggunaan energi yang tinggi sehingga termasuk dalam latihan berintensitas tinggi.

Selama latihan berlangsung, atlet dituntut menyelesaikan berbagai latihan dengan intensitas yang bervariasi.Intensitas yang bervariasi ini mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh. Secara otomatis tubuh akan menyesuaikan dengan latihan yang diberikan. Berdasarkan atas perubahan fisiologis ini khususnya denyut jantung (HR), pelatih harus mendeteksi serta memantau intensitas program latihannya.Berikut ini tabel intensitas latihan berdasarkan denyut jantung.

Tabel 2.6Intensitas Berdasarkan Reaksi Denyut Jantung tehadap Beban LatihanNikiforov, 1974 dalam Bompa, 1990)

Zone Tipe of Intensity Heart Rate/min

1 2 3 4 Low Medium Higt Maximu 120-150 150-170 170-185 >15

Intensitas pelatihan yang tinggi menghasilkan perkembangan yang cepat tetapi mengarah pada adaptasi yang kurang stabil, derajat konsisten yang lebih rendah, meningkatkan insidensi overtraining tinggi yang lebih rendah, dan masa stabil dalam performa.Sebaliknya, beban pelatihan tingkat rendah menghasilkan perkembangan yang lebih lambat dan rangsangan minimal untuk adaptasi fisiologis yang sesuai dengan performa yang lebih rendah tetapi lebih konsisten.Rencana latihan seharusnya mengubah volume dan intensitas secara sistematis guna memaksimalkan adaptasi fisiologis dan performa yang dirangsang oleh pelatih.

Bompa & Haff (2009:89) memberikan beberapa strategi untuk meningkatkan intensitas latihan, yaitu :

(a) Meningkatkan kecepatan gerakan pada suatu jarak tertentu atau kecepatan atau tempo dalam melakukan latihan taktis.

(b) Meningkatkan beban (yaitu perlawanan atau berat) dalam latihan kekuatan.

(c) Meningkatkan output energi (energi yang dikeluarkan) dalam kegiatan latihan.

(d) Mengurangi interval istirahat antar perulangan atau latihan taktis. (e) Menuntut agar atlet melakukan usaha ketahanan, interval atau taktis

pada prosentase denyut jantung maksimal yang lebih tinggi.

(f) Meningkatkan jumlah persaingan dalam fase latihan hanya jika hal ini sesuai dengan rencana latihan bagi atlet dan tidka menghambat perkembangan atlet.

Hubungan antara volume dan intensitas adalah berbanding terbalik.Artinya apabila volume besar maka intensitasnya rendah, sebaliknya apabila volume kecil maka intensitas tinggi. Hubungan antara volume dan

intensitas dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.10 Hubungan antara volume dan intensitas

Beban kerja yang tinggi mengembangkan ketahanan, menciptakan sebuah basis kapasitas, menetapkan durasi dan stabilitas pengaruh pelatihan yang sesuai dan berfungsi sebagai landasan untuk usaha yang kuat.

Strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan beban kerja: (a) Meningkatkan jumlah perulangan per set atau meningkatkan jarak dengan

menurunkan intensitas yang sesuai.

(b) Meningkatkan jumlah set, latihan atau keduanya. (c) Memanipulasi frekuensi pelatihan.

Suatu latihan akan efektif meningkatkan performa apabila beban latihan dikurangi sementara intensitas ditingkatkan. Adaptasi yang positif terhadap rangsangan latihan akan meningkatkan kesiapan atlet untuk mentoleransi beban latihan yang lebih besar. Guna merangsang adaptasi fisiologis yang tepat, dosis atau beban kerja eksternal harus ditingkatkan secara progresif.

(d) Kepadatan (frekuensi atau densitas) Latihan

Kepadatan latihan dapat ditentukan sebagai frekuensi atau distribusi sesi latihan atau frekuensi dimana seorang atlet melakukan serangkaian perulangan kerja per satuan waktu.Semakin besar kepadatan latihan, maka semakin pendek waktu pemulihan antara fase-fase dalam latihan. Ketika meningkatkan kepadatan latihan, atlet dan pelatih harus menetapkan keseimbangan antara pekerjaan dengan pemulihan guna menghindari tingkat kelelahan yang berlebihan yang dapat mengakibatkan

intensitas

overtraining.

Bompa & Haff (2009:93) menyebutkan ada dua metode umum yang digunakan untuk mengoptimalkan interval kerja ke istirahat pada latihan berbasis ketahanan atau interval, yaitu :

(a) Rasio yang tetap antara kerja dengan pemulihan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, diperoleh kesimpulan bahwa perbandingan rasio kerja istirahat 1:1 atau 2:1 mentargetkan pada karakteristik ketahanan.Sedangkan rasio kerja istirahat 1:12 atau 1:20 mentargetkan karakteristik penghasil kekuatan dan energi.

Peningkatan kecepatan lari 100 meter dilakukan dengan beban maksimal (kecepatan maksimal).Prinsip ini mengacu pada kecepatan maksimal membutuhkan energi yang maksimal, oleh karena itu pemulihan energi secara maksimal menjadi hal yang sangat penting.Perbandingan 1:20 mewakili fisiologi tubuh untuk kembali pada pemulihan sempurna.

(b) Denyut jantung yang telah ditentukan sebelumnya.

Metode lain untuk menentukan lamalnya periode pemulihan adalah untuk menetapkan denyut jantung yang harus dicapai sebelum melakukan kerja yang lain. Salah satu metode untuk menggunakan taktik ini adalah dengan menetapkan jangkauan denyut jantung antara 120 sampai 130 denyut/menit sebagai titik untuk inisiasi kerja berikutnya.Sebuah metode yang kedua adalah untuk mengatur periode pemulihan sebagai waktu yang diperlukan bagi denyut jantung atlet untuk kembali ke 65% maksimal.

c) Kerumitan atau Kompleksitas Latihan

Kerumitan mengacu pada tingkat kemutakhiran dan kesulitan biomekanika dari sebuah keterampilan (keahlian).Performa dari keterampilan yang lebih kompleks dapat meningkatkan intensitas latihan. Kompleksitas dari suatu keterampilan membutuhkan koordinasi yang menjadi sangat penting guna menambah intensitas latihan, keterampilan teknik yang rumit, yang pada

akhirnya akan memberikan tekanan lebih terhadap otot.

Penguasaan keterampilan dengan tingkat tinggi dapat menjadi sumber kemauan.Oleh karena itu, dalam penyusunan program latihan perlu ditekankan pada tingkat kesulitan bentuk latihan dengan tujuan menghindarkan atlet dari kelebihan kerjanya.

d. Bentuk Latihan untuk Meningkatkan Kecepatan 100 Meter

Lari 100 meter merupakan nomer atletik yang membutuhkan kompleksitas fisiologi, faal dan psikologi dalam pelaksanaannya. Kompleksitas yang berhubungan dengan kualitas fisik yang besifat dasar disebutkan Nossek (1982:19), yaitu : (1) Kecepatan (speed), (2) Kekuatan (strength), dan (3) Ketahanan (endurance).

a) Latihan untuk meningkatkan kecepatan (speed).

Latihan kecepatan melibatkan penekanan terhadap penyelesaian sebuah aktivitas dalam waktu yang sependek mungkin.Latihan lari 100 meter termasuk dalam latihan kecepatan murni.Faktor yang perlu diperhatikan dalam latihan kecepatan murni adalah menghindari perkembangan asam laktat, yaitu dengan pemulihan yang cukup yang diperoleh antar pengulangan.Latihan kecepatan berakhir apabila terjadi perubahan teknik karena kelelahan.

Ada beberapa pertimbangan yang dikemukakan oleh Rushall & Pyke (1990:264) untuk latihan kecepatan, yaitu latihan dengan menggunakan beban pada paha dianggap melanggar prinsip-prinsip kekhususan dan membahayakan apabila digunakan. Latihan kecepatan yang lain adalah lari naik turun bukit. Lereng turun bukit maksimal yang dapat digunakan untuk menghasilkan peningkatan kecepatan lari adalah -2˚. Lereng yang lebih dari -2˚ akan mengubah teknik lari.

Bentuk latihan yang di sarankan untuk latihan kecepatan lari 100 meter menurut Rushall & Pyke (1990:268) adalah latihan initerval ultra-pendek. Latihan ini dapat digunakan sebagai aktivitas program guna mengubah kebugaran serta sebuah tahap untuk mengubah dan melatih teknik sprinting. Alasan yang mendasari bahwa latihan sprint interval ultra-pendek merupakan program latihan yang tepat untuk mengembangkan kecepatan adalah karena menawarkan energi alaktasid dan perbaikan teknik.

b) Latihan untuk meningkatkan kekuatan (strength).

Selain kecepatan, faktor lain yang juga tidak kalah penting adalah kekatan. Kekuatan disini lebih dominan pada kekuatan otot tungkai. Menurut Imam Hidayat (1997:84) kekuatan adalah gaya yang ditimbulkan oleh

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 21-36)

Dokumen terkait