• Tidak ada hasil yang ditemukan

Layanan Konsultasi

BAB VI Jenis-Jenis Layanan Bimbingan dan Konseling

H. Layanan Konseling Kelompok

I. Layanan Konsultasi

Peter Salim, dan Yenny Salim (2002: 223) menjelaskan bahwa konsultasi (consultation) yaitu segala usaha memberikan asistensi kepada seluruh anggota staf pendidikan di sekolah dankepada orang tua siswa, demi perkembangan siswa yang lebih baik. Konsultasi diartikan sebagai pertukaran pikiran untuk mendapatkan kesimpulan (nasehat, saran) yang sebaik-baiknya.

Pengertian konsultasi dalam program Bimbingan dan Konseling adalah sebagai suatu proses penyediaan bantuan teknis untuk konselor, orang tua, administrator dan konselor lainnya dalam mengidentifikasi dan memperbaiki masalah yang membatasi efektivitas siswa atau sekolah. Konseling atau psikoterapi sebab konsultasi tidak merupakan layanan yang langsung ditujukan kepada klien, tetapi secara tidak langsung melayani klien melalui bantuan yang diberikan orang lain.

Khamim Zarkasih Putra (2016: 53) menjelaskan bahwa konsultasi merupakan kegiatan berbagi pemahaman dan kepedulian antara konselor atau guru bimbingan dan koseling dengan guru mata pelajaran, orang tua, pimpinan satuan pendidikan, atau pihak lain yang relevan dalam upaya membangun kesamaan persepsi dan memperoleh dukungan yang diharapkan dalam memperlancar pelaksanaan program layanan bimbingan dan konseling.

Selanjutnya Tri Sukitman (2015: 53) menjelakan bahwa Konsultasi ialah suatu layanan yang membantu siswa dan/atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman,serta cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan/atau masalah peserta didik. Konsultasi dalam rangka program bimbingan memberikan esistensi profesional kepada guru, orang tua, konselor dan lainya,dengan tujuan mengidentivikasi dan mengatasi permasalahan yang menimbulkan hambatan-hambatan dalam komunikasi.

Menurut Mamat Suprianto (2011: 106) konsultasi dalam program bimbingan konseling dipandang sebagai“suatu proses menyediakan bantuan teknis untuk guru, orang tua, administrator

dan konselor lainnya dalam mengidentifikasi danmemperbaiki masalah yang membatasi efektivitas perserta didik atausekolah”. Layanan konsultasi bukan merupakan layanan yang langsung ditujukan kepada perserta didik, tetapi secara tidak langsung melayani perserta didik melalui bantuan yang diberikan orang lain, kata lain layanan ini memberikan semua pihak untuk ikut serta dalam menangani permasalahan pihak ketiga tersebut.

Disisi lain Elfi Mu’awanah (2009: 70) menyatakan bahwa layanan konsultasi merupakan proses dalam suasana kerja sama dan hubungan antar pribadi dengan tujuan memecahkan suatu masalah dalam lingkup professional dari orang yang meminta konsultasi. Ada tiga unsur di dalam konsultasi, yaitu klien, orang yang minta konsultasi, dan konsultan.

Dari beberapa pengertian dapat dipahami bahwa layanan konsultasi adalah salah satu layanan bimbingan konseling, yang dilaksanakan oleh seorang konselor disebut sebagai konsultan kepada pelanggan atau disebut dengan konsulti, supaya dapat membantu menyelesaikan masalah-masalah pihak ketiga, dengan cara memberikan wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan oleh konsulti tersebut.

Layanan konsultasi merupakan bagian dari layanan bimbingan dan konseling, maka tujuan dari layanan ini sepenuhnya akan mendukung dari tercapainya tujuan BK. Nurishan (2006: 16) menjelaskan bahwa pada dasarnya setiap kegiatan tidak akan terlepas dari tujuan yang akan dicapai, begitu juga dengan tujuan layanan konsultasi, adapun tujuan dari layanan konsultasi yaitu:

1. Mengembangkan dan menyempurnakan lingkungan belajar bagisiswaorang tua, dan administrator sekolah. 2. Menyempurnakan komunikasi dengan mengembangkan

informasi diantara orang yang penting.

3. Mengajak bersama pribadi yang memiliki peranan dan fungsi bermacam-macam untuk menyempurnakan lingkungan belajar.

4. Memperluas layanan dari para ahli.

adminis-trasi.

6. Membantu orang lain bagaimana belajar tentang perilaku.

7. Menciptakan suatu lingkungan yang berisi semua komponenlingkungan belajar yang baik.

8. Menggerakkan organisasi yang mandiri.

Secara umum layanan konsultasi bertujuan agar klien (siswa) dengan kemampuannya sendiri dapat menangani kondisi atau permasalahan yang dialami oleh pihak ketiga. Pihak ketiga adalah orang yang mempunyai hubungan baik dengan konsulti, sehingga permasalahan yang dialami oleh pihak ketiga setidak-tidaknya sebagian menjadi tanggung jawab konsulti. Secara khusus tujuan layanan konsultasi adalah agar konsulti memiliki kemampuan diri yang berupa wawasan, pemahaman dan cara-cara bertindak yang terkait langsung dengan suasana atau permasalahanpihak ketiga.

Dalam proses layanan konsultasi akan melibatkan tiga pihak, yaitu guru pembimbing, konsulti dan pihak ketiga.

1. Guru pembimbing. Guru pembimbing adalah tenaga ahli konseling yang memiliki kewenangan melakukan pelayanan konseling pada bidang tugas pekerjaannya. Satu layanan yang dilaksanakan adalah layanan konsultasi.

2. Konsulti. Konsulti adalah individu yang meminta bantuan kepada konselor agar dirinya mampu menangani kondisi atau permasalahan pihak ketiga yang menjadi taggung jawabnya. Bantuan itu diminta dari guru pembimbing karena konsulti belum mampu menangani situasi dan atau permasalahan pihak ketiga.

3. Pihak ketiga. Pihak ketiga adalah individu yang kondisi dan/atau permasalahanya dipersoalkan oleh konsulti. Menurut konsulti, kondisi atau permasalahan pihak ketiga itu perlu diatasi dan konsulti merasa (setidak-tidaknya ikut) bertanggung jawab atas pengentasannya.

Tohirin (2013: 189) menyatakan bahwa isi dari layanan konsultasi dapat mencakup berbagai bidang pengembangan

dalam bidang pribadi, hubungan sosial, pendidikan, karier, kehidupan berkeluarga, dan kehidupan beragama. Isi layanan konsultasi dapat menyangkut berbagai kehidupan yang luas yang dialamioleh individu-individu (pihak ketiga). Masalah-masalah yang dikonsultasikan hendaknya lebih diprioritaskan pada hal-hal yangberkaitan dengan status siswa sebagai pelajar.

Secara umum teknik yang digunakan dalam layanan konsultasi inibisa mengunakan teknik umum dan teknik khusus, karena sekilas layanan konsultasi ini ada kemiripan dengan layanan konseling perorangan. Teknik umum merupakan sejumlah tindakan yang dilakukan konselor (konsultan) untuk mengembangkan proses konseling konsultasi. Teknik umum diawali dengan penerimaan konsulti, mengatur tempat duduk, mengadakan penstukturan, memberikan rasa kehangatan, keterbukaan, mengatur jarak duduk, sikap duduk, kontak mata, ajakan terbuka untuk berbicara, dan lain-lain.

Sedangkan teknik khusus layanan konsultasi dimaksudkan untuk mengubah tingkah laku klien berkenaan dengan masalah yang dialami pihak ketiga.Teknik ini diawali dengan perumusan tujuan yaitu hal-halyang ingin dicapai konsultasi dalam bentuk perilaku nyata, pengembangan perilaku itu sendiri, hingga peneguhan hasrat, pemberian nasehat, penyusunan kontrak dan apabila perlu alih tangan kasus.

Selain itu konsulti juga harus memiliki teterampilan yang perlu dikuasai yang harus diterapkan kepada pihak ketiga, adapun keterampilantersebut antara lain: aplikasi alat-alat pedidikan, tiga-M, pertanyaanterbuka, dorongan minimal, refleksi, serta teknik khusus pengubahantingkah laku, seperti pemberian informasi dan contoh, latihan sederhana, pemberian nasehat secara tepat. Keterampilan lainnya yaitu mengalihtangankan pihak ketiga kepada konselor atau pihak lain, apabila konsulti tidak mampu menangani permasalahan pihak ketiga.

Tohirin (2013: 189) menyatakan bahwa pelaksanaan layanan konsultasi menempuh beberapa tahap kegiatan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, analisis hasil evaluasi, dan tindak lanjut serta laporan. Pertama, perencanaan yang meliputi

kegiatan: (a) menginentifikasi konsulti, (b) mengatur pertemuan, (c) menetapkan fasilitas layanan, dan (d) menyiapkan kelengkapan administrasi. Kedua, pelaksanaan yang mencakup kegiatan: (a) menerima konsulti, (b) menyelenggarakan penstrukturan konsultasi, (c) membahas masalah pihak ketiga yang dibawa oleh konsulti, (d) mendorong dan melatih konsulti untuk: (1) mampu menangani masalah yang dialami oleh pihak ketiga, (2) memanfatkan sumber-sumber yang ada berkenaan dengan pembahasan masalah pihak ketiga, (e) membina komitmen konsulti untuk menangani masalah pihak ketiga dengan bahasa dan cara-cara konseling, (f) melakukan penilaian segera. Ketiga, evaluasi. Penilaian atau evaluasi layanan konsultasi mencakup tiga aspek atau tiga ranah, yaitu (a) pemahaman

(understanding) yang diperoleh konsulti, (b) perasaan (comfort)

yang berkembang pada diri konsulti, dan (c) kegiatan (action) apa yang akan ia laksanakan setelah proses konsultasi berakhir.

Berkenaan dengan operasionalisasi layanan konsultasi, penilaian yang perlu dilakukan adalah penilaian jangka pendek yang fokusnya adalah bagaimana konsulti melaksanakan hasil konsultasi guna menangani masalah pihak ketiga. Dengan perkataan lain, penilaian di sini difokuskan pada bagaimana keterlaksanaan hasil konsultasi dalam rangka mengatasi masalah pihak ketiga. Keempat, analisis hasil evaluasi. Pada tahap ini yang dilakukan adalah menafsirkan hasil evaluasi berkenaan dengan diri pihak ketiga dan konsulti sendiri. Kelima, tindak lanjut. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah melakukan konsultasi lanjutan dengan konsulti guna membicarakan hasil evaluasi serta menentukan arah dan kegiatan lebih lanjut. Keenam, laporan yang meliputi kegiatan: (a) membicarakan dengan konsulti tentang laporan yang diperlukan oleh konsulti, (b) mendokumentasikan laporan pelayanan konsultasi.

Menurut Gerald A. Caplan dalam Winkel dan Hastuti (2007) ada 2 jenis pendekatan konsultasi, yaitu (1) client centered

approach, yaitu konsultan bertemu sendiri dengan konseli dan

kemudian menyampaikan pandangannya, saran serta anjuran kepada pihak yang meminta bantuan (konsulti). Dalam pendekatan ini, konsultan bertemu langsung dengan konseli,

mengidentifikasi masalah konseli, mendiagnosa, kemudian memberikan saran kepada konsulti; (2) consultee-centered

approach, yaitu konsultan memperoleh informasi tentang konseli

dari konsulti. Setelah diperoleh informasi, konsultan bersama konsulti merencanakan sejumlah tindakan yang sebaiknya diambil.

Selanjutnya Erford (2011: 154) menyatakan bahwa, terdapat tiga model layanan konsultasi, yaitu:

1. Model Triadik Dependen (Triadic-Dependent Model). Pada model ini konsultan dipandang sebagai ahli atas permasalahan konsulti yang membutuhkan bantuan untuk mengatasi permasalahan konseli. Konsultan bekerja bersama konsulti untuk membawa perubahan pada konseli. Walaupun demikian konsultasi pada akhirnya membantu konseli mengalami perubahan melalui bantuan konselti yang telah berkonsultasi kepada konsultan. Tujan yang segera diperoleh dari konsultasi model ini adalah meningkatnya keterampilan, penetahuan, dan objektivitas konsulti sehingga konsulti dapat lebih baik mengimplementasikan rencana intervensi bantuan sehingga perubahan terjadi pada konseli atau siswa;

2. Model Kolaboratif Dependen (Collaborative-Dependent Model). Pada model ini proses membantu berangkat dari sudut pandang konsultan sebagai ahli yang terpisah. Kemudian, konsulti melanjutkan pekerjaan dengan bergantung pada: (a) keahlian pemecahan masalah konsultan; (b) pengetahuan konsultan akan perkembangan normal dan abnormal; (c) keterampialan konsiltan akan perubahan sistemik dan konseli secara efektif. Dalam hubungan model kolaborasi dependen ini, konsultan juga meningkatkan keahlian konsulti baik dalam mengubah konseli maupun mengubah sistem. Hubungan kerja dalam model ini menjadi sangat penting. Konsultan yang bekerja dengan model ini mungkin akan mengedukasi konsulti tentang proses pemecahan masalah. Dengan demikian, model konsultasi ini konsultan tidak hanya berperan sebagai ahli tetapi juga menjadi mitra kerja untuk mendefinisikan permasalahan, mengimplementasikan

intervensi, dan mengevalusi serta tindak lanjut. Bersama-sama konsultan dan konsulti menetapkan tujuan perubahan pada konseli (siswa). Dengan keahlian masing-masing, konsultan dan konsulti membawa proses pemecahan masalah; 3. Model Kolaboratif Interdependen (collaborative-interdependet

model). Model ini sangat efektif digunakan untuk membantu

permasalahan konseli yang sangat kompleks, yaitu masalah multi kasus, multi konteks. Dalam model ini layanan konsultasi dipahami sebagai proses interaksi yang melibatkan kelompok-kelompok masyarakat dengan berbagai keahlian bersama-sama menciptakan solusi atas masalah. Model ini menekankan proses pemecahan masalah interdependen antara anggota keluarga, pendidik, konselor, remaja, anggota komunitas. Dalam model ini posisi ahli tidak hanya ada pada satu pihak tetapi pada semua pihak sehingga dengan demikian sharing dan transfer informasi tentang pemecahan masalah menjadi sangat dimungkinkan. Pertukaran informasi kemudian akan menghasilan rencana tindakan yang komprehensif.