• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Leader-member Exchange (LMX)

Dalam beberapa literatur dan penelitian khususnya di Indonesia, beberapa penulis menggunakan istilah “kualitas interaksi atasan-bawahan” dan ada juga yang menggunakan istilah “kualitas pertukaran pimpinan dan bawahan” untuk menggantikan istilah asing LMX.

Menurut Seung dan Taylor (2001:2-3), teori mengenai LMX didasarkan pada dua teori utama yaitu teori peran dan teori pertukaran sosial (Dienesch & Liden, 1986; Graen, 1976; Sparrowe & Liden, 1997). Berdasarkan teori peran dikatakan bahwa pekerjaan dalam konteks organisasi dapat diselesaikan melalui pembentukan dan pertukaran peran (Graen, 1976). Titik berat teori peran ada pada bagaimana hubungan antara atasan dan bawahan yang baik dapat dibentuk.

Sedangkan pada teori pertukaran sosial disebutkan bahwa LMX memiliki dasar teori yang berbeda yaitu bagaimana seorang atasan dan bawahannya berusaha untuk memulai dan melanjutkan hubungan antara keduanya (Sparrowe & Liden, 1997). Menurut teori pertukaran sosial, dalam teori LMX disarankan agar setiap pihak yaitu atasan dan bawahan harus menawarkan sesuatu kepada pihak lainnya yang dianggap berharga dan setiap pihak harus melihat pertukaran tersebut masuk akal dan adil (Graen & Scandura, 1987:182; dalam Seung & Taylor, 2001:3). Sesuatu yang dipertukarkan antara atasan dan bawahan dapat bermacam-macam dari sebuah materi yang spesifik dan informasi sampai bahkan dukungan emosional (Graen & Uhl-Bien, 1995; dalam Seung & Taylor, 2001:3).

Semakin besar nilai persepsi dari komoditas yang dipertukarkan baik yang tampak maupun yang tidak tampak, semakin tinggi pula kualitas hubungan LMX. Dengan kualitas LMX yang tinggi, baik atasan maupun bawahan diharapkan dapat mengalami persepsi yang lebih tinggi atas kontribusi timbal balik dan ikatan afektif pada hubungan rekanan atasan

21

dan bawahan, sehingga atasan dan bawahan akan lebih memungkinkan untuk membentuk rasa hormat diantara keduanya, dan menjadi lebih setia antara satu dengan lainnya (Dienesch & Liden, 1986; Liden & Masyln, 1998; dalam Greguras & Ford, 2006:435).

Graen dan Scandura (dalam Truckenbrodt, 2000:234) mengatakan bahwa di dalam sebuah organisasi apabila dilihat dari hubungan dan interaksi antara atasan dan bawahan, dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu in group dan out group. Perbedaan antara kedua kelompok ini adalah tingkat kedekatan hubungan dan interaksi antara atasan dan bawahan. Hubungan interaksi yang tinggi antara atasan dan bawahan dapat masuk dalam kelompok in group, dan diluar kelompok

in group adalah kelompok out group dimana hubungan interaksinya

rendah. Berdasarkan pendapat Luthans (1985) bahwa dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, dilaporkan bahwa bawahan yang dikategorikan in group lebih sedikit mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan atasan, dan lebih banyak menghabiskan waktu bersama apabila dibandingkan dengan bawahan yang dikategorikan sebagai out group (dalam Novliadi, 2007:13).

Menurut Wakabayashi dan Graen (1984), untuk mengukur tinggi rendahnya kualitas LMX maka aspek-aspek yang harus diperhatikan adalah:

a. Kemampuan atasan melakukan pendekatan (approachability) dan kemampuan atasan bertindak luwes (flexibility) terhadap bawahan.

b. Kesediaan untuk menggunakan kekuasaan otoritasnya untuk membantu bawahan memecahkan masalah yang dihadapi.

c. Kejelasan dari harapan (expectation) dan umpan balik (feedback) atasan yang ditujukan kepada bawahan.

d. Kemampuan bawahan untuk mempengaruhi atasan dalam rangka mengubah peran yang dimainkan.

e. Kesempatan bawahan untuk bersama-sama dengan atasan melakukan aktivitas sosial dan santai setelah jam kerja.

Menurut Landy (1989) dalam Novliadi (2007:14-15), interaksi antara atasan dan bawahan yang berkualitas tinggi ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a. Interaksi atasan dan bawahan lebih bersifat informal dan lebih partisipatif, karena itu seorang atasan akan jarang menggunakan kekuasaan otoritas untuk mempengaruhi bawahannya.

b. Adanya tingkat negosiasi peran yang tinggi antara atasan dan bawahan. c. Terjadinya diskusi antara atasan dan bawahan tentang kinerja dalam

suatu pekerjaan.

d. Atasan dalam mendiskusikan masalah pekerjaan dengan bawahan hampir selalu diawali dengan masalah dan hal yang bersifat pribadi. e. Adanya minat atasan yang sungguh-sungguh terhadap kesulitan kerja

yang dihadapi bawahannya.

Sedangkan apabila interaksi atasan dengan bawahan berkualitas rendah, maka akan ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:

23

a. Interaksi antara atasan dan bawahan cenderung bersifat formal, karena itu seorang atasan akan menggunakan kekuasaan otoritas dalam mempengaruhi bawahannya.

b. Adanya tingkat negosiasi peran yang rendah sehingga interaksi atasan dan bawahan dibatasi oleh peran yang dimainkan.

c. Atasan jarang berbicara dengan bawahan tentang efektivitas tugas. d. Atasan jarang membantu bawahan dengan memberikan tugas yang

berbeda-beda.

Riggio (1990) dalam Novliadi (2007:15) menyatakan bahwa apabila interaksi atasan dengan bawahan berkualitas tinggi maka seorang atasan akan berpandangan positif terhadap bawahannya sehingga bawahan akan merasa bahwa atasannya banyak memberikan dukungan dan motivasi, dan sebaliknya apabila kualitas hubungannya rendah, maka seorang atasan akan lebih sedikit menaruh perhatian terhadap bawahannya, dan cenderung berpandangan negatif terhadap bawahan dan sebaliknya bawahan menjadi kurang menghormati dan mempercayai atasannya.

Kemudian menurut Landy (1989) dengan adanya kualitas hubungan yang tinggi, maka seorang atasan akan berperan sebagai mitra kerja bagi bawahan, dan sebaliknya apabila kualitas hubungannya rendah, maka atasan akan berperan sebagai seorang pengawas bagi bawahan, dan kedua peran tersebut akan diperankan oleh seorang atasan secara berkelanjutan dalam menjalin hubungan dengan bawahannya (dalam Novliadi, 2007:15).

2.2.1 Dimensi Leader-member Exchange (LMX)

Liden dan Maslyn (1998) mengemukakan bahwa LMX memiliki empat aspek yaitu affect, loyalty, contribution yang dan

professional respect yang penjelasannya sebagai berikut:

1. Affect

Affect adalah afeksi timbal balik yang dimiliki antara atasan dengan

bawahan dalam suatu dyad yang didasarkan terutama pada ketertarikan secara pribadi daripada pekerjaan atau nilai-nilai (misalnya persahabatan)

2. Loyalty

Loyalty adalah ungkapan dukungan terhadap tujuan dan karakter

personal dari anggota hubungan atasan-bawahan (atasan loyal terhadap bawahan, bawahan loyal terhadap atasan). Loyalitas melibatkan kepercayaan terhadap individu (seseorang) yang secara umum konsisten dari satu situasi ke situasi yang lain.

3. Contribution

Contribution adalah persepsi dari tingkat aktivitas orientasi kerja

setiap anggota dalam dyad saat ini yang diletakkan ke arah tujuan bersama (baik secara eksplisit maupun implisit) dalam hubungan atasan-bawahan. Pentingnya aktivitas evaluasi orientasi kerja dan tingkat dimana bawahan bertanggung jawab dan mengerjakan semua tugas sesuai dengan deskripsi pekerjaan dan atau kontrak kerja,

Dokumen terkait