• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH LEADER MEMBER EXCHANGE DAN PERCEIVED ORGANIZATIONAL SUPPORT TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (STUDI PADA STAF ADMINISTRASI UNIVERSITAS KRISTEN PETRA SURABAYA).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH LEADER MEMBER EXCHANGE DAN PERCEIVED ORGANIZATIONAL SUPPORT TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (STUDI PADA STAF ADMINISTRASI UNIVERSITAS KRISTEN PETRA SURABAYA)."

Copied!
117
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LEADER MEMBER EXCHANGE DAN PERCEIVED ORGANIZATIONAL SUPPORT TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (STUDI PADA STAF ADMINISTRASI

UNIVERSITAS KRISTEN PETRA SURABAYA)

SKRIPSI

Diajukan oleh :

ADRIE OKTAVIO 1112215024/FE/EM

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” J AWA TIMUR

(2)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Manajemen

Diajukan oleh :

ADRIE OKTAVIO 1112215024/FE/EM

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” J AWA TIMUR

(3)

SKRIPSI

PENGARUH LEADER MEMBER EXCHANGE DAN PERCEIVED ORGANIZATIONAL SUPPORT TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (STUDI PADA STAF ADMINISTRASI

UNIVERSITAS KRISTEN PETRA SURABAYA)

Disusun oleh : ADRIE OKTAVIO 1112215024/FE/EM

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada Tanggal: 31 Juli 2013

Tim Penguji:

Pembimbing Utama Ketua,

Dra. Ec. Mei Retno A., M.Si Dr. Eko Pur wanto, M.Si Sekretaris,

Dra. Ec. Mei Retno A., M.Si Anggota,

Dr s. Ec. Her ry Pudjo, M.M

Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi

(4)

ORGANIZATIONAL SUPPORT TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (STUDI PADA STAF ADMINISTRASI

UNIVERSITAS KRISTEN PETRA SURABAYA)

Yang diajukan

ADRIE OKTAVIO 1112215024/FE/EM

Telah diseminarkan dan disetujui untuk menyusun skripsi oleh

Pembimbing Utama

Dra. Ec. Mei Retno A., M.Si Tanggal : ... NIP: 030212916

Mengetahui

Ketua Program Studi Manajemen

(5)

SKRIPSI

PENGARUH LEADER MEMBER EXCHANGE DAN PERCEIVED ORGANIZATIONAL SUPPORT TERHADAP ORGANIZATIONAL

CITIZENSHIP BEHAVIOR (STUDI PADA STAF ADMINISTRASI UNIVERSITAS KRISTEN PETRA SURABAYA)

Yang diajukan ADRIE OKTAVIO 1112215024/FE/EM

Disetujui untuk ujian skripsi oleh:

Pembimbing Utama

Dra. Ec. Mei Retno A., M.Si Tanggal : ... NIP: 030212916

Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur

(6)

ORGANIZATIONAL SUPPORT TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (STUDI PADA STAF ADMINISTRASI

UNIVERSITAS KRISTEN PETRA SURABAYA)

Yang diajukan ADRIE OKTAVIO 1112215024/FE/EM

Disetujui untuk ujian skripsi oleh:

Pembimbing Utama

Dra. Ec. Mei Retno A., M.Si Tanggal : ... NIP: 030212916

Mengetahui

Wakil Dekan I Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran”

Jawa Timur

(7)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, yang telah melimpahkan berkat dan kasih karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan dengan baik penulisan skripsi yang berjudul “Pengaruh Leader

Member Exchange dan Perceived Organizational Support terhadap

Organizational Citizenship Behavior (Studi Pada Staf Administrasi Universitas

Kristen Petra Surabaya)”.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai dengan baik tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada pihak-pihak yang telah membantu selama ini yaitu:

1. Dr. Muhadjir Anwar, M.M, selaku Ketua Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi UPN Veteran Jawa Timur.

2. Dra. Ec. Mei Retno A, M.Si., selaku dosen pembimbing utama yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran, dan memberikan tambahan pengetahuan untuk membantu penyusunan skripsi ini dari awal hingga selesai..

3. Staff Dosen Fakultas Ekonomi (Manajemen) UPN Veteran Jawa Timur yang telah membagikan ilmu pengetahuannya kepada penulis.

4. Dr. Zeplin Jiwa Husada Tarigan, S.T., M.M.T., selaku rekan kerja dan mentor yang telah memberikan banyak dukungan materiil dan moril selama penulis menempuh studi S1 sampai proses pembuatan skripsi ini.

(8)

7. Istri tercinta Marina Widyastanti, dan kedua anakku Uriel Baswara Admarin dan Haniel Harjasa Admarin, sebagai sumber kekuatan dan pemberi semangat khususnya dalam menghadapi segala kesusahan dan permasalahan selama proses pembuatan skripsi ini.

8. Rekan-rekan kerja di Fakultas Ekonomi UK. Petra yang selama ini memberikan dukungan semangat dalam proses pengerjaan skripsi.

9. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Penulis juga berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi khususnya bagi perkembangan ilmu pengetahuan, dan biarlah segala sesuatu yang telah dilakukan ini hanya ditujukan untuk kemuliaan Allah Bapa di surga.

Surabaya, Juli 2013

(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

ABSTRAKSI ... x

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 15

1.3 Tujuan Penelitian ... 15

1.4 Manfaat Penelitian ... 16

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 17

2.1 Hasil-hasil Penelitian Terdahulu ... 17

2.1.1 Penelitian tentang Leader-member Exchange (LMX) ... 17

2.1.2 Penelitian tentang Perceived Organizational Support (POS)... 18

2.2 Landasan Teori ... 19

2.2.1 Leader-member Exchange (LMX) ... 19

2.2.1.1 Dimensi Leader-member Exchange (LMX) ... 24

2.2.2 Perceived Organizational Support (POS) ... 25

(10)

(OCB) ... 36

2.3 Hubungan Antar Variabel ... 41

2.3.1 Leader-member Exchange (LMX) dan Organizational Citizenship Behavior (OCB)... 41

2.3.2 Perceived Organizational Support (POS) dan Organizational Citizenship Behavior (OCB) ... 43

2.4 Model Konseptual ... 44

2.5 Hipotesis ... 44

BAB III.METODE PENELITIAN ... 45

3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel... 45

3.1.1 Definisi Operasional ... 45

3.1.2 Pengukuran Variabel ... 52

3.2 Populasi dan Sampel ... 53

3.2.1 Populasi ... 53

3.2.2 Sampel ... 53

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 55

3.3.1 Jenis Data ... 55

3.3.2 Sumber Data ... 55

3.3.3 Pengumpulan Data ... 56

3.4 Metode Analisis dan Pengujian Hipotesis ... 56

3.4.1 Metode Analisis ... 56

(11)

3.4.1.2 Model Struktural atau Inner Model ... 58

3.4.2 Pengujian Hipotesis ... 59

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 60

4.1 Deskriptif Objek Penelitian ... 60

4.2 Deskriptif Hasil Penelitian... 62

4.2.1 Analisis Karakteristik Responden ... 62

4.2.2 Deskripsi Variabel Penelitian dan Analisis Mean/Rata-rata ... 67

4.2.2.1 Deskripsi Leader Member Exchange (LMX) dan Indikatornya ... 67

4.2.2.2 Deskripsi Perceived Organizational Support (POS) dan Indikatornya ... 69

4.2.2.3 Deskripsi Organizational Citizenship Behavior (OCB) dan Indikatornya ... 71

4.3 Analisis Data ... 74

4.3.1 Spesifikasi Model ... 74

4.3.2 Diagram Jalur ... 75

4.3.3 Pendugaan Parameter dengan Uji Signifikansi Outer Weight ... 76

4.3.4 Evaluasi Outer Model atau Model Pengukuran (Uji Validitas dan Reliabilitas) ... 79

4.3.4.1 Convergent Validity ... 80

4.3.4.2 Discriminant Validity ... 85

(12)

4.4 Pembahasan ... 89 4.4.1 Pengaruh Leader Member Exchange (LMX) terhadap

Organizational Citizenship Behavior (OCB) ... 89

4.4.2 Pengaruh Perceived Organizational Support (POS)

terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) .... 91 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 93 5.1 Kesimpulan ... 93 5.2 Saran ... 94 DAFTAR PUSTAKA

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Nilai Kinerja Unit Periode Tahun Akademik 2010/2011 ... 5

Tabel 4.1 Sebaran Jumlah Responden ... 63

Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 65

Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 65

Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Bekerja ... 66

Tabel 4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 66

Tabel 4.6 Pembagian Kategori Mean/Rata-rata ... 67

Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Leader Member Exchange (LMX) ... 68

Tabel 4.8 Distribusi Frekuensi Perceived Organizational Support (POS) .... 70

Tabel 4.9 Distribusi Frekuensi Organizational Citizenship Behavior (OCB) 71 Tabel 4.10 Hasil Outer Weight ... 77

Tabel 4.11 Hasil Outer Loading (First Order: Model Pengukuran Variabel dengan Dimensi) ... 81

Tabel 4.12 Hasil Outer Loading (Second Order: Model Pengukuran Dimensi dengan Indikator) ... 82

Tabel 4.13 Hasil AVE dan Korelasi Antar Konstruk... 85

Tabel 4.14 Hasil Composite Reliability pada Output PLS ... 86

Tabel 4.15 Hasil R-Square pada Output PLS ... 86

(14)
(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Kuesioner

Lampiran 2 : Tabulasi Jawaban Responden

(16)

Oleh :

Adrie Oktavio

ABSTRAKSI

Untuk dapat memenangkan persaingan, setiap perusahaan/institusi berusaha untuk menemukan keunggulan kompetititifnya terutama dari SDM yang ada. Salah satu keunggulan yang didapatkan dari karyawan adalah perilaku ekstra peran (OCB).

Organizational Citizenship Behavior menjadi harapan semua pemimpin

dan pemilik perusahaan/institusi terhadap karyawannya, tidak terkecuali pada Universitas Kristen Petra Surabaya yang beralamat di Jalan Siwalankerto 121-131, Surabaya. Untuk mewujudkan OCB tersebut, diperlukan adanya faktor pendukungnya yaitu kualitas hubungan antara atasan dan bawahan (LMX) dan persepsi dukungan organisasi (POS).

Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dengan menyebarkan kuesioner kepada 64 responden yaitu staf administrasi Universitas Kristen Petra dengan menggunakan teknik simple random sampling yang termasuk dalam probability sampling. Teknik analisis yang dipergunakan adalah

Structural Equation Modeling (SEM) berbasis variance based atau component based dengan menggunakan Partial Least Square (PLS) untuk mengetahui

kausalitas antar variabel yang dianalisis.

Berdasarkan hasil olah PLS, ditemukan bahwa LMX tidak berpengaruh secara signifikan terhadap OCB. Sedangkan untuk variabel POS memiliki hubungan positif dan pengaruh yang signifikan terhadap OCB.

(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumber daya manusia (SDM) disamping sumber-sumber daya lainnya yang ada di dalam suatu organisasi mempunyai peran yang sangat penting dalam pencapaian tujuan organisasi. Apalagi pada era globalisasi seperti sekarang ini yang selalu ditandai dengan terjadinya perubahan-perubahan yang cukup pesat pada kondisi ekonomi secara keseluruhan yang mengakibatkan munculnya berbagai macam tuntutan bagi para pelaku ekonomi maupun industri. Perubahan lingkungan yang terjadi secara cepat serta tuntutan pasar yang semakin tinggi tersebut, memaksa organisasi termasuk organisasi pendidikan tinggi untuk melakukan perbaikan terus-menerus demi keberlangsungan organisasi (Kaplan and Norton, 1996).

SDM merupakan faktor terpenting dalam usaha pencapaian keberhasilan untuk menghadapi perubahan-perubahan yang seringkali berada di luar kendali organisasi. Jack Welch, CEO General Electric, menyatakan satu-satunya cara GE berkompetisi adalah keunggulan SDM. Demikian pula yang dikatakan CEO dari Chrysler Corporation dan Unilever NV yang menekankan SDM sebagai modal dalam menghadapi globalisasi (Schuler dan Jackson, 1997).

(18)

Salah satu dampak dari globalisasi adalah semakin tingginya tingkat persaingan dalam penyediaan jasa pendidikan tinggi yang harus dihadapi oleh UK. Petra. Selain bersaing dengan dengan beberapa perguruan tinggi yang sudah ada, akhir-akhir ini juga cukup banyak perguruan tinggi baru yang dibuka. Belum lagi serbuan dari perguruan tinggi asing seperti dari Australia, Singapura, Thailand, Amerika Serikat, Kanada yang melakukan promosi dalam pameran-pameran pendidikan yang juga menambah ketatnya persaingan dalam sektor penyelenggaran pendidikan tinggi. Oleh karena itu, para pelaku penyelenggara pendidikan tinggi termasuk UK. Petra harus dapat menunjukkan kinerja yang baik di dalam persaingan bisnis yang semakin ketat, sehingga eksistensinya dapat dipertahankan.

Persaingan pada sebuah industri jasa juga sangat tergantung pada penyedia jasa itu sendiri dalam memberikan layanan yang prima pada pelanggannya. Untuk mewujudkan pelayanan prima tentunya harus ditunjang juga dengan kualitas SDM yang handal, mempunyai visi yang jauh ke depan dan dapat mengembangkan strategi serta kiat-kiat dalam pelayanan prima yang mempunyai keunggulan (Shakuntala, 2013). Sukses bersaing organisasi bisa dicapai dengan pengelolaan SDM potensial yang dimilikinya. Pfeffer (1995) menegaskan bahwa suatu keunggulan kompetitif dapat dicapai melalui pengelolaan sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan secara efektif.

(19)

3

yang efektif sehingga UK. Petra bisa survive dan bahkan lebih berkembang pesat. Salah satunya adalah dengan menyediakan SDM yang berkualitas, baik SDM yang berstatus tenaga edukatif (dosen) maupun non-edukatif (persona kependidikan).

Menurut Djati (2009), meningkatkan mutu dan kualitas tenaga edukatif adalah suatu hal yang mutlak bagi sebuah perguruan tinggi untuk dapat bersaing dan direspon pasar. Peranan tenaga edukatif begitu pentingnya karena menyangkut dengan mutu dari penyelenggaraan proses belajar-mengajar dan pembentukan output yaitu lulusan yang berkualitas.

Djati (2009) menerangkan lebih lanjut bahwa disamping tenaga edukatif, peranan tenaga atau staf administrasi juga sangat menentukan sekali untuk menunjang proses pelayanan dalam jasa pendidikan. Staf administrasi di perguruan tinggi menjadi suatu unsur yang harus diperhatikan keberadaannya guna mendukung dan memperlancar unsur-unsur lain yang ada di perguruan tinggi seperti dewan penyantun, pimpinan, tenaga pengajar (dosen), senat, pelaksana tri dharma perguruan tinggi (pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat), dan unsur penunjang seperti perpustakaan, laboratorium, bengkel, kebun percobaan dan pusat komputer, serta mahasiswa dan masyarakat lain di dalam melaksanakan dan menyelesaikan aktivitas, fungsi, tugas dan masalah masing-masing (Suraja, 2012).

Kegiatan administrasi selalu menyertai unsur-unsur perguruan

(20)

tanggungjawabnya. Menurut Geoffrey Mills dan Oliver Standingford seperti

dikatakan oleh The Liang Gie (1988:25), setiap kantor (sekretariat, biro,

bagian, subbagian, urusan) yang mengemban fungsi administratif itu

mempunyai fungsi penyediaan suatu pelayanan komunikasi, warkat

(catatan, rekaman data dan informasi), dan harta benda organisasi. Bagi

perguruan tinggi, dukungan kantor sebagai pelaksana administratif

dimaksudkan untuk memperlancar pelaksanaan aktivitas unsur-unsur

perguruan tinggi, mahasiswa dan masyarakat yang membutuhkan. Setiap

unsur pelaksana administratif perguruan tinggi harus melaksanakan

fungsinya dengan berkualitas, agar unsur-unsur perguruan tinggi tersebut,

juga mahasiswa dan masyarakat yang membutuhkan pelayanannya merasa

puas, karena fungsi, tugas, dan kebutuhannya dapat terpenuhi dan lancar.

UK. Petra sendiri senantiasa memperhatikan kualitas dari para staf

administrasi. Salah satu upaya yang dilakukan adalah membuat skema

penghargaan berbasis kinerja. Skema tersebut mengukur kinerja semua unit

dan diperhitungkan kepada pegawai berdasarkan nilai kinerja unit

masing-masing. Memang skema penghargaan berbasis kinerja ini masih akan terus

dikaji agar bisa memberikan penilaian yang lebih mendekati pada setiap

fungsi atau layanan unit dan tiap pegawai.

Berikut ini adalah gambaran kinerja dari tiap-tiap unit baik unit

akademik maupun unit pendukung di kampus UK. Petra yang

(21)

5

Tabel 1.1 Nilai Kinerja Unit Periode Tahun Akademik 2010/2011

No. Unit

2 Program Studi Akuntansi 99,529%

3 Program Studi Manajemen 97,6%

4 Program Studi Teknik Sipil 95,619%

5 Program Studi Teknologi Industri 95,430%

6 Fakultas Ekonomi 95,407%

7 Program Studi Sastra Inggris 91,989%

8 Program Studi Teknik Informatika 91,926%

9 Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan 89,527%

10 Fakultas Seni dan Desain 83,505%

11 Program Akuntansi Bisnis 80,323%

12 Program Studi Teknik Industri 76,702%

13 Fakultas Ilmu Komunikasi 74,985%

14 Program Studi Ilmu Komunikasi 74,717%

15 Program Studi Teknik Arsitektur 74,022%

16 Program Studi Teknik Elektro 72,244%

17 Program Manajemen Perhotelan 70,949%

18 Program Studi Desain Interior 70,445%

19 Program Studi Desain Komunikasi Visual 69,056%

20 Program Manajemen Pemasaran 68,370%

21 Program Studi Teknik Mesin 68,143%

22 Program Manajemen Kepariwisataan 67,336%

23 Departemen Mata Kuliah Umum 66,733%

24 Program Manajemen Keuangan 66,208%

25 Program Manajemen Bisnis Internasional 63,077%

26 Program Akuntansi Pajak 63,070%

27 Program Manajemen Bisnis 60,580%

28 Program Magister Teknik Sipil 56,940%

29 Program Studi Sastra Tionghoa 56,470%

Rata-rata Kiner ja Unit Akademik 75%

UNIT PENDUKUNG

1 Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat 100%

2 Unit Perpustakaan 98,712%

(22)

No. Unit

Nilai Kinerja

Unit 5 Program Pendidikan dan Berkelanjutan 94%

6 Biro Administrasi Akademik 92,086%

7 Pusat Karir 92,074%

8 Pusat Komputer 91,238%

9 Poliklinik 89,322%

10 Lembaga Penjaminan Mutu 88,571%

11 Biro Administrasi Umum dan Kepegawaian 87,899%

12 Sekretariat Yayasan 87,899%

13 Unit Pelayanan dan Pemeliharaan Kampus 87,365%

14 Unit Perbekalan 86,994%

15 Biro Administrasi Kerjasama dan Pengembangan 85,714% 16 Pusat Konseling dan Pengembangan Pribadi 84,640%

17 Unit Ketahanan Kampus 84,566%

18 Pusat Kerohanian 83,304%

19 Unit Perencanaan Fisik Kampus 81,462%

20 Biro Administrasi Kemahasiswaan dan Alumni 80,136%

21 Unit Humas dan Informasi Studi 79,171%

22 Pusat Pengabdian Masyarakat 78,947%

23 Biro Administrasi Keuangan 77,306%

Rata-rata Kiner ja Unit Pendukung 88%

Sumber: Laporan Rektor UK. Petr a Tahun Akademik 2011/2012 dan diolah

(23)

7

berkesinambungan untuk menjaga kinerja karyawan agar tetap baik, seperti

workshop, seminar-seminar mengenai efisiensi dan efektifitas kerja, dan

program-program pelatihan hardskill maupun softskill.

Lebih lanjut, terkait dengan kinerja yang ditampilkan dalam tabel 1.1, sebetulnya juga tidak diketahui secara jelas apakah kinerja yang sudah cukup baik tersebut tercipta hanya sebatas buah kontribusi SDM yang sesuai dengan job description saja atau bahkan tidak menutup kemungkinan kontribusi yang diberikan karyawan melebihi dari job description tersebut. Sehingga cukup menarik untuk diketahui lebih lanjut mengenai seberapa tinggi tingkat partisipasi karyawan UK. Petra yang bukan hanya bekerja sesuai dengan job description saja namun memiliki kemauan juga untuk melakukan pekerjaan atau aktivitas yang tidak ada dalam job description.

Salah satu kontribusi yang dapat diberikan karyawan bagi organisasi adalah berperilaku positif, dimana perilaku ini dalam lingkup organisasi sering disebut dengan Organizational Citizenship Behavior

(OCB). Dalam beberapa tulisan, OCB diterjemahkan sebagai Perilaku

Kewargaan Organisasional. Menurut Robbins (2006:21), perilaku ini terekspresikan dalam bentuk kesediaan secara sadar dan sukarela untuk bekerja, memberikan kontribusi pada organisasi lebih dari pada apa yang dituntut secara formal oleh organisasi yang biasa dituangkan dalam bentuk

job description. Kontribusi yang diberikan oleh karyawan bagi organisasi

(24)

perusahaan maupun pihak konsumen. Menurut Robbins dan Judge (2008), dalam kenyataannya seringkali menunjukkan bahwa organisasi yang memiliki OCB yang baik dalam mayoritas diri karyawannya akan memiliki kinerja yang lebih baik dari organisasi lain.

Oleh karena itu, saat ini setiap perusahaan berusaha untuk menumbuhkan OCB dalam diri setiap karyawannya agar dapat memberikan kontribusi yang lebih khususnya dalam performa kerja yang ditunjukkan bagi perusahaan dan konsumen. Akan tetapi banyak pula perusahaan yang telah memiliki karyawan dengan perilaku OCB yang tinggi tanpa perlu harus ditumbuhkan lagi, namun terkadang tanpa diketahui secara jelas oleh pihak manajemen dari perusahaan tersebut. OCB sendiri pada dasarnya merupakan perilaku spesifik dimana sama sekali tidak dibutuhkan dalam deskripsi pekerjaan, tetapi cenderung pada pilihan pribadi dari setiap karyawan untuk mau atau tidak melakukannya (Organ et al., 2006:8).

Berdasarkan pengalaman dan pengamatan selama ini, perilaku

OCB sebetulnya sudah dilakukan oleh beberapa karyawan termasuk staf

(25)

9

mendampingi pegawai baru tersebut hingga benar-benar menguasai tugas-tugas yang dikerjakannya.

Fenomena lainnya yang bisa dirasakan adalah rasa setia kawan yang cukup tinggi terhadap rekan kerja. Bila ada seorang staf administrasi yang tidak masuk karena sakit atau keperluan lainnya, maka biasanya selalu ada sesama staf administrasi lainnya yang secara sukarela mem-backup tugas-tugas yang ditinggalkan oleh pegawai yang sakit tadi. Misalnya membuat surat-surat, mengatur perkuliahan, mempersiapkan rapat, dan lain-lain. Biasanya hal ini akan dilakukan oleh staf administrasi yang di unitnya terdapat lebih dari satu orang staf administrasi yang bertugas sehingga tugas-tugas di unit asalnya tidak terbengkelai. Kondisi semacam ini merupakan pencerminan dari perilaku altruism yang tinggi dari karyawan dimana secara sukarela mau membantu rekan kerja lainnya yang sedang dalam kesulitan walaupun tidak diperintahkan.

(26)

mendaftarkan diri maupun hanya sekedar mencari informasi tentang program studi yang ditawarkan. Hal ini membuat pekerjaan karyawan di Biro Administrasi Akademik (BAAk) yang menangani proses penerimaan mahasiswaan baru menjadi sangat banyak. Namun demikian, melihat kondisi beban pekerjaan yang tinggi tersebut membuat karyawan bukannya mengeluh namun justru sebaliknya cenderung mengekspresikan dalam bentuk yang lebih positif seperti “Wah, kalau banyak pekerjaan seperti ini, tidak terasa waktu berjalan cepat”. Hal ini menunjukkan sebuah ungkapan untuk berpikiran positif walaupun sebenarnya beban pekerjaan sangat banyak, namun masih berusaha untuk memotivasi diri dan tidak mengeluh.

Contoh lainnya mengenai fenomena perilaku OCB adalah karyawan cenderung tidak membesar-besarkan masalah yang sedang terjadi, walaupun terkadang masalah yang dihadapi cukup besar, dan bahkan terkadang dalam melakukan tanggung jawabnya karyawan dengan sukarela mau memotong waktu istirahat yang semula satu jam, hanya digunakan seperlunya untuk makan dan istirahat sejenak di kantin karyawan, kemudian melanjutkan pekerjaannya kembali. Fenomena di atas menjelaskan mengenai perilaku conscientiousness dan sportmanship yang ditunjukkan oleh karyawan di dalam melakukan pekerjaan setiap harinya.

(27)

11

sekali menimbulkan konflik antar karyawan, namun karyawan cenderung untuk berpikiran positif bahwa sebuah konflik pasti sering terjadi akibat dari tuntutan kerja dari setiap karyawan, sehingga setiap konflik yang muncul justru disikapi dengan tenang dan terkadang berusaha untuk mengalah. Hal di atas dapat menjelaskan bahwa karyawan berusaha menunjukkan perilaku

courtesy yang baik khususnya dengan rekan kerja lainnya agar dapat

memberikan kontribusi yang lebih bagi perusahaan.

Secara konseptual, OCB dipengaruhi beberapa variabel antesenden antara lain adalah Leader-Member Exchange (LMX) (Jahangir, Akbar & Haq, 2004:81). Penelitian sebelumnya juga membuktikan bahwa variabel

Perceived Organizational Support (POS) memberikan pengaruh terhadap

OCB.

Leader-member Exchange (LMX) merupakan salah satu variabel

antesenden dari OCB yang dapat memberikan pengaruh dalam membentuk perilaku OCB karyawan dalam sebuah perusahaan (Gernster & Day, 1997). Menurut Organ (1995:801), LMX merupakan perilaku karyawan terhadap perusahaan yang memiliki peran penting terhadap keberhasilan sebuah organisasi, dimana perlakuan yang baik dari atasan akan dapat menciptakan perasaan sukarela dalam diri karyawan untuk dapat berkorban bagi organisasinya.

Connell (2005:33) menyatakan bahwa LMX tergolong unik karena

LMX berfokus pada hubungan dyadic, antara seorang pemimpin dan

(28)

pihak dimana keduanya memiliki kekuatan untuk mempengaruhi satu dengan yang lainnya, dalam hal ini adalah atasan langsung dan bawahan langsung, dan kekuatan dari hubungan tersebut dapat dievaluasi berdasarkan waktu seberapa lama kedua pihak telah bersama-sama dalam sebuah hubungan atasan bawahan serta intensitas hubungan emosional antar keduanya. Hubungan dyadic dibangun melalui serangkaian “pertukaran” yang terjadi antara pemimpin dengan bawahan dari waktu ke waktu. Lain halnya dibandingkan teori-teori tradisional tentang kepemimpinan, yang lebih menekankan pada identifikasi ciri pemimpin dan perilaku yang efektif,

LMX berfokus pada bagaimana kualitas hubungan antara seorang pemimpin

dan bawahan yang dapat memberikan pengaruh positif pada tingkat individu, kelompok, dan organisasi.

(29)

13

minimnya jumlah form DP3 yang terdapat catatan keberatan dari bawahan. Di UK. Petra, mekanisme dalam penilaian DP3 adalah atasan memberikan penilaian terhadap kinerja bawahan berdasarkan performance bawahan yang bersangkutan. Selanjutnya bawahan juga diberikan kewenangan untuk memberikan persetujuan ataupun keberatan atas penilaian atasan tersebut.

Berdasarkan pengamatan dan pengalaman, fenomena lain yang dapat ditangkap terkait dengan LMX adalah di antara unit-unit yang di ada di UK. Petra cukup banyak unit yang membangun hubungan antara atasan dan bawahannya sudah seperti keluarga sendiri. Salah satu contohnya yang terjadi di Program Manajemen Perhotelan dimana perhatian yang diberikan atasan terhadap bawahan dan juga sebaliknya bukan hanya ditunjukkan pada hal-hal yang terkait dengan pekerjaan saja, tetapi seringkali juga di luar tugas-tugas pekerjaan. Misalnya bila atasan sedang sakit dan dirawat di rumah sakit, maka seringkali bawahannya datang untuk menjenguk. Begitu juga sebaliknya, bila bawahan sakit maka atasannya juga datang untuk menjenguk serta terkadang memberikan buah tangan bagi bawahannya. Sehingga dari fenomena tersebut dapat disimpulkan bahwa hubungan yang terbentuk antara atasan dan bawahan bukan hanya sebatas hubungan formal, tetapi lebih mengarah ke hubungan emosional antara kedua belah pihak.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa variabel anteseden lainnya dari OCB selain LMX adalah POS dimana pengertian dari

(30)

kepada karyawannya baik dalam pemberian penghargaan, perhatian dan pengharapan kepada karyawan (Saputra dan Junaidy, 2011:1).

Shore & Wayne (1993) mengemukakan bahwa dengan adanya dukungan dari organisasi, membuat karyawan termotivasi untuk berperilaku

citizen, dimana perilaku tersebut adalah sikap seorang karyawan yang

bekerja secara sadar dan sukarela tanpa merasa dipaksa dan mau memberikan kontribusi yang lebih kepada perusahaan dimana karyawan tersebut bekerja (dalam Saputra dan Junaidy, 2011:1-2). Artinya, semakin tinggi tingkatan dukungan organisasi terhadap karyawan, maka tentunya akan menciptakan perasaan pada karyawan bukan hanya untuk memiliki komitmen kepada organisasi, namun juga merasa memiliki kewajiban untuk memberi balas jasa atas komitmen yang telah diberikan organisasi dengan menunjukkan perilaku yang mendukung tujuan organisasi.

Berdasarkan pengalaman dan pengamatan yang telah dilakukan, UK. Petra sebagai pihak pemberi kerja sudah menghargai dedikasi dan loyalitas dari para karyawannya. Hal ini nampak dari adanya berbagai macam bentuk dukungan organisasi yang telah diberikan kepada para karyawan. Beberapa contoh bentuk dukungan organisasi yang telah diberikan kepada para karyawan antara lain sebagai berikut:

a. Bersifat material, seperti: gaji pokok, tunjangan-tunjangan (administrasi, karya, keluarga, transportasi, kesehatan, lembur, dan lain sebagainya. b. Bersifat non-material, seperti: pelatihan, promosi, social gathering,

(31)

15

Beragamnya bentuk dukungan organisasi yang diberikan tersebut tentunya dengan maksud sebagai stimulus agar kinerja staf administrasi tetap terjaga kualitasnya dan secara jangka panjangnya adalah mulai menguatnya loyalitas karyawan untuk tetap bekerja di UK. Petra.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan yang dipaparkan di atas, maka penelitian ini berusaha untuk melihat pengaruh variabel Leader-member

Exchange (LMX) dan Perceived Organizational Support (POS) terhadap

Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada staf administrasi UK.

Petra di Surabaya. Apabila kualitas LMX dan POS terjadi peningkatan maka diharapkan OCB juga ikut meningkat. Oleh karena itu, penelitian ini diberi judul ”Pengaruh Leader Member Exchange dan Perceived Organizational Support Terhadap Organizational Citizenship Behavior

(Studi Pada Staf Administrasi Universitas Kristen Petr a Sur abaya)”.

1.2 Perumusan Masalah

Dari fenomena-fenomena yang telah dijelaskan sebelumnya maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Apakah LMX berpengaruh terhadap OCB? 2) Apakah POS berpengaruh terhadap OCB?

1.3 Tujuan Penelitian

(32)

1) Untuk menguji dan menganalisis pengaruh LMX terhadap OCB. 2) Untuk menguji dan menganalisis pengaruh POS terhadap OCB.

1.4 Manfaat Penelitian 1) Bagi UK. Petra

Penelitian ini dapat memberikan masukkan atas pentingnya perilaku

OCB dalam memberikan kontribusi bagi perusahaan dimana karyawan

tidak hanya memandang pekerjaan hanya sebagai sebuah kewajiban yang harus dilakukan, tetapi juga menunjukkan perilaku-perilaku sukarela untuk kebaikan perusahaan, dimana tindakan yang dilakukan melebihi dari harapan perusahaan dan di luar dari deskripsi pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh karyawan. Akan tetapi perilaku OCB tidak serta merta muncul begitu saja namun merupakan akibat dari pengaruh dukungan dari perusahaan dan adanya peran atasan terhadap bawahannya.

2) Bagi ilmu pengetahuan

Penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran pada perilaku

OCB yang saat ini semakin berkembang, khususnya berkaitan dengan

LMX dan POS.

3) Bagi peneliti

(33)

BAB II

TINJ AUAN PUSTAKA

2.1 Hasil-hasil Penelitian Terdahulu

2.1.1Penelitian tentang Leader-member Exchange (LMX)

1. “Pengaruh Leader Member Exchange dan Work Family Conflict

terhadap Organizational Citizenship Behaviorí” oleh Sandjaja &

Handoyo (2012). Penelitian ini adalah penelitian eksplanatori yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh LMX dan Work Family Conflict dalam memprediksi OCB. Subjek penelitian ini adalah 87 orang pegawai tetap PT. Kantor Pos Indonesia (Persero) Surabaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa LMX tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

OCB, sedangkan Work Family Conflict memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap OCB.

2. “Analisis Pengaruh Leader-Member Exchange, Perceived

Organizational Support, dan Komitmen Organisasional terhadap

Organizational Citizenship Behavior pada Karyawan Hotel Berbintang

(34)

3. “Hubungan antara Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan dan Quality of

Work Life dengan Organizational Citizenship Behavior Karyawan PT.

Air Mancur Palur Karanganyar” oleh Fithatue Amalia FA, Tuti

Hardjajani, Aditya Nanda Priyatama (2012).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas interaksi atasan-bawahan dan quality of work life dengan OCB, hubungan antara kualitas interaksi atasan-bawahan dengan OCB, serta hubungan antara quality of work life dengan OCB. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan positif yang signifikan antara kualitas interaksi atasan-bawahan dan quality of work life dengan OCB. Hasil korelasi parsial menunjukkan terdapat pula hubungan positif yang signifikan antara kualitas interaksi atasan-bawahan dengan OCB. Demikian juga terdapat hubungan positif yang signifikan antara quality

of work life dengan OCB.

2.1.2Penelitian tentang Perceived Organizational Support (POS)

1. “Pengaruh Leader Member Exchange, Perceived Organizational

Support dan Interactional Justice Terhadap Organizational Citizenship

Behavior Pada Departemen SDM, Departemen Hukum dan Manajemen

Resiko, dan Sekretaris Perusahaan Wilayah Gresik PT. Semen Gresik

(Persero), Tbk” oleh Fcy (2012).

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh LMX, POS dan

(35)

19

orang karyawan dari 3 departemen yang ada di PT. Semen Gresik (Persero), Tbk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh secara bersama-sama dan parsial antara variabel LMX, POS dan

Interactional Justice terhadap variabel terikat OCB. Kemudian variabel

POS merupakan variabel dominan yang berpengaruh terhadap OCB.

2. “Organizational Citizenship Behavior Karyawan Ditinjau dari Persepsi

Terhadap Kualitas Interaksi Atasan-Bawahan dan Persepsi Terhadap Dukungan Organisasional” oleh Sambung (2011).

Temuan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa POS mampu memperkuat atau memperlemah hubungan antara kepuasan kerja terhadap OCB-O dan OCB-I. OCB-O adalah perilaku-perilaku yang memberikan manfaat bagi organisasi secara umum, misalnya kehadiran di tempat kerja melebihi norma yang berlaku dan mentaati peraturan-peraturan informal yang ada untuk memelihara ketertiban. OCB-I merupakan perilaku-perilaku yang secara tidak langsung juga memberikan kontribusi pada organisasi.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Leader-member Exchange (LMX)

(36)

Menurut Seung dan Taylor (2001:2-3), teori mengenai LMX didasarkan pada dua teori utama yaitu teori peran dan teori pertukaran sosial (Dienesch & Liden, 1986; Graen, 1976; Sparrowe & Liden, 1997). Berdasarkan teori peran dikatakan bahwa pekerjaan dalam konteks organisasi dapat diselesaikan melalui pembentukan dan pertukaran peran (Graen, 1976). Titik berat teori peran ada pada bagaimana hubungan antara atasan dan bawahan yang baik dapat dibentuk.

Sedangkan pada teori pertukaran sosial disebutkan bahwa LMX memiliki dasar teori yang berbeda yaitu bagaimana seorang atasan dan bawahannya berusaha untuk memulai dan melanjutkan hubungan antara keduanya (Sparrowe & Liden, 1997). Menurut teori pertukaran sosial, dalam teori LMX disarankan agar setiap pihak yaitu atasan dan bawahan harus menawarkan sesuatu kepada pihak lainnya yang dianggap berharga dan setiap pihak harus melihat pertukaran tersebut masuk akal dan adil (Graen & Scandura, 1987:182; dalam Seung & Taylor, 2001:3). Sesuatu yang dipertukarkan antara atasan dan bawahan dapat bermacam-macam dari sebuah materi yang spesifik dan informasi sampai bahkan dukungan emosional (Graen & Uhl-Bien, 1995; dalam Seung & Taylor, 2001:3).

(37)

21

dan bawahan, sehingga atasan dan bawahan akan lebih memungkinkan untuk membentuk rasa hormat diantara keduanya, dan menjadi lebih setia antara satu dengan lainnya (Dienesch & Liden, 1986; Liden & Masyln, 1998; dalam Greguras & Ford, 2006:435).

Graen dan Scandura (dalam Truckenbrodt, 2000:234) mengatakan bahwa di dalam sebuah organisasi apabila dilihat dari hubungan dan interaksi antara atasan dan bawahan, dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu in group dan out group. Perbedaan antara kedua kelompok ini adalah tingkat kedekatan hubungan dan interaksi antara atasan dan bawahan. Hubungan interaksi yang tinggi antara atasan dan bawahan dapat masuk dalam kelompok in group, dan diluar kelompok

in group adalah kelompok out group dimana hubungan interaksinya

rendah. Berdasarkan pendapat Luthans (1985) bahwa dari berbagai penelitian yang telah dilakukan, dilaporkan bahwa bawahan yang dikategorikan in group lebih sedikit mengalami kesulitan dalam berhubungan dengan atasan, dan lebih banyak menghabiskan waktu bersama apabila dibandingkan dengan bawahan yang dikategorikan sebagai out group (dalam Novliadi, 2007:13).

Menurut Wakabayashi dan Graen (1984), untuk mengukur tinggi rendahnya kualitas LMX maka aspek-aspek yang harus diperhatikan adalah:

(38)

b. Kesediaan untuk menggunakan kekuasaan otoritasnya untuk membantu bawahan memecahkan masalah yang dihadapi.

c. Kejelasan dari harapan (expectation) dan umpan balik (feedback) atasan yang ditujukan kepada bawahan.

d. Kemampuan bawahan untuk mempengaruhi atasan dalam rangka mengubah peran yang dimainkan.

e. Kesempatan bawahan untuk bersama-sama dengan atasan melakukan aktivitas sosial dan santai setelah jam kerja.

Menurut Landy (1989) dalam Novliadi (2007:14-15), interaksi antara atasan dan bawahan yang berkualitas tinggi ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a. Interaksi atasan dan bawahan lebih bersifat informal dan lebih partisipatif, karena itu seorang atasan akan jarang menggunakan kekuasaan otoritas untuk mempengaruhi bawahannya.

b. Adanya tingkat negosiasi peran yang tinggi antara atasan dan bawahan. c. Terjadinya diskusi antara atasan dan bawahan tentang kinerja dalam

suatu pekerjaan.

d. Atasan dalam mendiskusikan masalah pekerjaan dengan bawahan hampir selalu diawali dengan masalah dan hal yang bersifat pribadi. e. Adanya minat atasan yang sungguh-sungguh terhadap kesulitan kerja

yang dihadapi bawahannya.

(39)

23

a. Interaksi antara atasan dan bawahan cenderung bersifat formal, karena itu seorang atasan akan menggunakan kekuasaan otoritas dalam mempengaruhi bawahannya.

b. Adanya tingkat negosiasi peran yang rendah sehingga interaksi atasan dan bawahan dibatasi oleh peran yang dimainkan.

c. Atasan jarang berbicara dengan bawahan tentang efektivitas tugas. d. Atasan jarang membantu bawahan dengan memberikan tugas yang

berbeda-beda.

Riggio (1990) dalam Novliadi (2007:15) menyatakan bahwa apabila interaksi atasan dengan bawahan berkualitas tinggi maka seorang atasan akan berpandangan positif terhadap bawahannya sehingga bawahan akan merasa bahwa atasannya banyak memberikan dukungan dan motivasi, dan sebaliknya apabila kualitas hubungannya rendah, maka seorang atasan akan lebih sedikit menaruh perhatian terhadap bawahannya, dan cenderung berpandangan negatif terhadap bawahan dan sebaliknya bawahan menjadi kurang menghormati dan mempercayai atasannya.

(40)

2.2.1 Dimensi Leader-member Exchange (LMX)

Liden dan Maslyn (1998) mengemukakan bahwa LMX memiliki empat aspek yaitu affect, loyalty, contribution yang dan

professional respect yang penjelasannya sebagai berikut:

1. Affect

Affect adalah afeksi timbal balik yang dimiliki antara atasan dengan

bawahan dalam suatu dyad yang didasarkan terutama pada ketertarikan secara pribadi daripada pekerjaan atau nilai-nilai (misalnya persahabatan)

2. Loyalty

Loyalty adalah ungkapan dukungan terhadap tujuan dan karakter

personal dari anggota hubungan atasan-bawahan (atasan loyal terhadap bawahan, bawahan loyal terhadap atasan). Loyalitas melibatkan kepercayaan terhadap individu (seseorang) yang secara umum konsisten dari satu situasi ke situasi yang lain.

3. Contribution

Contribution adalah persepsi dari tingkat aktivitas orientasi kerja

(41)

25

demikian juga sejauhmana atasan mendapatkan keuntungan tenaga dan kesempatan pada setiap aktivitas;

4. Professional respect

Professional respect adalah persepsi pada tingkat dimana setiap

anggota dalam dyad membentuk suatu reputasi, baik itu di dalam atau di luar organisasi. Persepsi ini dapat didasarkan pada data sejarah tentang seseorang, seperti pengalaman pribadi dengan seseorang, komentar yang dibuat mengenai seseorang yang diperoleh secara pribadi dari dalam maupun dari luar organisasi, dan penghargaan atau pengakuan profesionalisme yang diperoleh seseorang. Dapat terjadi kemungkinan seseorang membangun persepsi rasa hormat terhadap profesionalisme sebelum bekerja atau bahkan sebelum bertemu dengan orang tersebut.

2.2.2 Perceived Organizational Support (POS)

(42)

organisasi dapat meningkatkan keuntungan yang didapatkan seperti persetujuan dan penghargaan, gaji dan promosi, akses pada informasi dan bentuk bantuan lainnya yang dibutuhkan untuk menjalankan pekerjaan seseorang. Norma timbal balik memungkinkan karyawan dan perusahaan untuk dapat menyatukan orientasi yang khusus ini (Rhoades & Eisenberger, 2002:698).

Teori dukungan organisasi (Eisenberger et.al., 1986; Shore & Shore, 1995; dalam Rhoades & Eisenberger, 2002:698) mengasumsikan bahwa untuk menentukan kesiapan organisasi untuk menghargai peningkatan usaha dalam bekerja dan untuk mencapai kebutuhan emosi sosial, karyawan akan membentuk kepercayaan secara umum terkait sejauh mana organisasi menghargai kontribusi karyawan dan peduli atas kesejahteraan karyawan. Perceived Organizational Support (POS) juga dinilai sebagai jaminan bahwa bantuan akan tersedia dari organisasi pada saat dibutuhkan untuk menjalankan pekerjaan seseorang secara efektif dan pada saat menghadapi situasi yang sangat menegangkan (Rhoades & Eisenberger, 2002:698).

POS memberikan sebuah ide baru bahwa karyawan memiliki

(43)

27

organisasi maka dapat dilihat pula pengaruh yang muncul atas komitmen karyawan terhadap organisasinya (Silbert, 2005:3).

Menurut Clark and Mills (1993), ada dua tipe hubungan yaitu hubungan komunal dan hubungan pertukaran. Hubungan komunal adalah suatu hubungan di mana mereka yang di dalamnya memiliki perhatian utama terhadap kesejahteraan orang lain, sedangkan hubungan pertukaran di dominasi oleh rasa ekuitas yaitu apa yang kita berikan kepada suatu hubungan sama dengan apa yang kita dapatkan dari hubungan tersebut.

Hubungan komunal pada dasarnya berbeda dengan hubungan pertukaran sosial; bukan hanya berdasarkan pada pengaruh

rewards dari hubungan; orang-orang pada hubungan komunal tidak

terlalu terfokus pada keuntungan yang akan mereka peroleh dari menolong, mereka hanya ingin untuk memenuhi kebutuhan orang lain. Orang-orang pada hubungan komunal tidak terlalu memperhatikan apa yang akan mereka dapatkan dibandingkan dengan orang-orang pada hubungan pertukaran sosial.

(44)

hubungan personal yang lebih kepada perusahaan. Karyawan merasa bukan saja sekadar karyawan biasa, tetapi karyawan memberikan kontribusi secara unik bagi kelangsungan dan pertumbuhan organisasi (Silbert, 2005).

Menurut Eisenberger et al. (1990) beberapa contoh dari karyawan yang memiliki hubungan komunal dengan perusahaannya, tercermin ke dalam beberapa hal antara lain:

a. Karyawan memandang hubungan karyawan dengan organisasi tidak hanya sekedar hubungan pertukaran, tetapi cenderung ingin memastikan bahwa tugas karyawan dapat terselesaikan dengan sukses.

b. Karyawan cenderung untuk tetap datang bekerja agar tanggung jawab karyawan tetap terpenuhi walaupun karyawan sedang dalam kondisi tidak sehat.

c. Karyawan akan membantu rekan kerja lainnya, walaupun sebenarnya tidak menjadi bagian dari tanggung jawab pekerjaan karyawan tersebut. d. Karyawan akan berusaha memberikan saran yang membantu dalam

rapat untuk meningkatkan efisiensi perusahaan.

(45)

29

Lebih lanjut, Eisenberger et al. (1986) mengatakan bahwa bentuk POS dapat dikategorikan menjadi dua kategori, yaitu:

a. Penghargaan organisasi terhadap kontribusi karyawan (Valuation of

Employees Contribution)

Penghargaan dapat juga dipandang sebagai komitmen dari organisasi kepada karyawan yang dapat diberikan dalam berbagai bentuk seperti

rewards, kompensasi yang setara, dan iklim organisasi yang adil.

Bentuk dukungan ini juga mulai berkembang dari yang bersifat material seperti gaji, tunjangan, bonus, sampai yang bersifat non material seperti pengakuan terhadap karyawan, keakraban, pemberian akses informasi, dan pengembangan diri.

b. Perhatian organisasi terhadap kesejahteraan karyawan (Care about

Employees Well-being)

Perhatian organisasi dapat berupa perhatian kesejahteraan karyawan, mau mendengarkan pendapat atau keluhan dari karyawan dan memperhatikan pekerjaan yang dilakukan karyawan.

2.2.2.1Konsekuensi dari Perceived Organizational Support (POS)

(46)

karyawan bukan hanya untuk memiliki komitmen kepada organisasi, namun juga merasa berkewajiban untuk memberi balas jasa atas komitmen yang telah diberikan organisasi dengan menunjukkan perilaku yang mendukung tujuan organisasi.

POS dapat memperkuat pengharapan karyawan kepada

organisasi apabila karyawan berada dalam kondisi tekanan baik dalam pekerjaan maupun diluar pekerjaan, dan organisasi akan memberikan dukungan emosional dan pemenuhan kebutuhan untuk penyelesaian pekerjaan karyawan.

Eisenberger et al. (2002:84) berpendapat bahwa POS juga merupakan upaya untuk memberikan penghargaan, perhatian, dan peningkatan kesejahteraan kepada setiap karyawan sesuai dengan usaha yang ditunjukkan kepada organisasi. Apabila karyawan merasakan adanya dukungan dari organisasi dan dukungan tersebut sesuai dengan norma, keinginan, dan harapan dari karyawan maka dengan sendirinya karyawan akan memiliki komitmen untuk memenuhi kewajibannya kepada organisasi, dan karyawan tentunya tidak akan pernah meninggalkan organisasi, karena karyawan telah memiliki rasa atau ikatan emosional yang kuat terhadap organisasi (dalam Saputra & Junaidy, 2011:9).

2.2.3 Organizational Citizenship Behavior (OCB)

(47)

31

agen perubahan terus menerus, pembentuk proses serta budaya yang secara bersama meningkatkan kemampuan perubahan organisasi (dalam Novliadi, 2007). Sumber daya manusia dengan keanekaragamannya memiliki kemampuan sebagai “agent of change” yang berbeda-beda pula. Namun usaha perubahan tersebut membutuhkan partisipasi dari seluruh karyawan untuk berperan serta sebagai agen perubah, dan tidak hanya mengandalkan kemampuan saja. Kemampuan yang tidak didukung dengan kemauan atau kesadaran, tidak akan menghasilkan peningkatan apapun.

Kesadaran karyawan untuk menggunakan usaha melebihi dari tanggung jawab formal berdasarkan posisi karyawan telah diakui sebagai komponen penting dalam performa organisasi yang efektif. Barnard (1938) menyatakan bahwa kesadaran individu untuk mengkontribusikan usahanya kepada organisasi merupakan hal yang sangat berharga untuk pencapaian tujuan organisasi yang efektif. Setiap individu memiliki kesadaran yang berbeda dalam berkontribusi, dan setiap perbedaan perilaku individu tidak dapat dijelaskan oleh perbedaan individu dalam kemampuan (dalam Jahangir, Akbar, & Haq, 2004:77).

(48)

sebagai perilaku yang menguntungkan organisasi dan/atau ditujukan sebagai keunggulan bagi organisasi yang bersifat spesifik melebihi harapan peran yang ada. Sedangkan menurut Van Dyne et al. (1994),

in-role behavior adalah perilaku untuk mau melakukan pekerjaan sesuai

dengan tugas yang ada dalam deskripsi pekerjaan. Perbedaan yang mendasar antara perilaku in-role dengan perilaku extra-role adalah pada

reward. Pada perilaku in-role biasanya dihubungkan dengan reward dan

punishment, sedangkan pada extra-role biasanya terbebas dari reward, dan

perilaku yang ditunjukkan oleh karyawan tidak diorganisir dalam reward yang akan diterima (Morrison, 1994), dan tidak ada insentif tambahan yang diberikan ketika karyawan berperilaku extra-role, namun lebih dihubungkan dengan penghargaan intrinsik yang dapat diterima karyawan atas perilaku tersebut (Wright et al., 1993). Perilaku ini muncul karena perasaaan sebagai “anggota” organisasi dan merasa puas apabila dapat melakukan “suatu yang lebih” kepada organisasi (dalam Novliadi, 2007:9-10).

(49)

33

sebenarnya, serta secara sukarela memberikan waktu dan energinya untuk kesuksesan tugas yang diberikan.

OCB merupakan istilah yang digunakan untuk mengidentifikasikan perilaku karyawan sehingga dapat dikatakan sebagai “good citizen” (Sloat, 1999). Perilaku ini cenderung melihat karyawan sebagai makhluk sosial (menjadi anggota organisasi), dibandingkan dengan makhluk individu yang mementingkan diri sendiri. Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki kemampuan untuk berempati kepada orang lain dan lingkungannya, serta menyelaraskan nilai-nilai yang dianut dengan nilai-nilai yang dimiliki lingkungannya untuk menjaga dan meningkatkan interaksi sosial yang lebih baik. Terlebih, untuk melakukan segala sesuatu yang baik manusia tidak selalu digerakkan oleh hal-hal yang menguntungkan diri sendiri, seperti mendapatkan imbalan atau benefit dalam melakukan sesuatu. Akan tetapi, bila karyawan memiliki perilaku OCB yang positif, maka usaha perusahaan untuk mengendalikan karyawan menjadi berkurang, karena karyawan dapat mengendalikan perilakunya sendiri atau mampu memilih perilaku terbaik untuk kepentingan organisasinya (dalam Novliadi, 2007:4).

Menurut Novliadi (2007:10), berdasarkan beberapa definisi mengenai OCB maka dapat ditarik beberapa pokok pikiran penting mengenai OCB, yaitu:

(50)

b. Tidak diperintahkan secara formal.

c. Tidak diakui dengan kompensasi atau penghargaan formal.

Menurut Saputra & Junaidy (2011:24-27), faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya OCB cukup kompleks dan saling terkait satu sama lainnya, antara lain:

1. Budaya dan Iklim Organisasi

Budaya dan iklim organisasi dapat menjadi penyebab kuat atas berkembangnya OCB dalam suatu organisasi. Dalam iklim organisasi yang positif, karyawan merasa lebih ingin melakukan pekerjaan melebihi apa yang telah disyaratkan dalam job description, dan akan selalu mendukung tujuan organisasi apabila diperlakukan oleh para atasan dengan sportif dan dengan penuh kesadaran serta percaya bahwa karyawan diperlakukan secara adil oleh organisasinya. Konovsky & Pugh (1994) berpendapat bahwa ketika karyawan telah puas dengan pekerjaannya, maka karyawan akan membalas dalam bentuk “perasaan memiliki” (sense of belonging) yang kuat terhadap organisasi dan berperilaku positif seperti OCB.

2. Kepribadian dan Suasana Hati (Mood)

George & Brief (1992) berpendapat bahwa kemauan seseorang untuk membantu orang lain juga dipengaruhi oleh mood. Kepribadian merupakan salah satu karakteristik yang dapat dikatakan tetap, sedangkan mood merupakan karakteristik yang dapat berubah-ubah.

(51)

35

membantu orang lain. Apabila organisasi menghargai karyawannya dan memperlakukan secara adil serta iklim kelompok kerja berjalan positif maka karyawan cenderung berada dalam mood yang bagus, maka konsekuensinya karyawan akan secara sukarela memberikan bantuan kepada orang lain (Sloat, 1999).

3. Persepsi terhadap Dukungan Organisasi (POS)

Studi Scanlan & Keys (1979) menemukan bahwa POS dapat menjadi prediktor OCB. Karyawan yang merasa bahwa mereka didukung oleh organisasi tempat bekerja, akan memberikan timbal baliknya (feedback) dalam hubungan tersebut dengan terlibat dalam perilaku citizenship. 4. Persepsi terhadap Kualitas Interaksi Atasan-bawahan (LMX)

LMX juga diyakini sebagai prediktor dari OCB. Kreitner & Kinicki

(1998:516) mengemukakan bahwa interaksi atasan-bawahan yang berkualitas tinggi akan memberikan dampak seperti meningkatnya kepuasan kerja, produktivitas dan kinerja karyawan. Dengan kualitas interaksi yang tinggi, maka atasan akan berpandangan positif terhadap bawahan sehingga bawahan juga merasa bahwa atasannya banyak memberikan dukungan dan motivasi, dan bawahan akan termotivasi untuk melakukan hal yang “lebih dari” yang diharapkan oleh atasan. 5. Masa Kerja

(52)

karyawan dalam sebuah organisasi. Masa kerja yang lama akan meningkatkan rasa percaya diri dan kompetensi dalam bekerja, serta menimbulkan perasaan dan perilaku positif terhadap organisasi.

6. Jenis Kelamin (gender)

Temuan dari Konrad et al. (2000:593-641) menunjukkan bahwa wanita lebih menonjol dalam perilaku kerja seperti menolong orang lain, bersahabat dan bekerja sama dibandingkan pria, kemudian terdapat perbedaan yang menyolok dalam perilaku menolong dan interaksi sosial di tempat kerja. Wanita dan pria memiliki perbedaan yang cukup signifikan dalam menunjukkan perilaku OCB.

7. Komunikasi

Gudykunst & Mody (2002) menjelaskan bahwa ide dari komunikasi sebagai dasar yang hakiki bagi hubungan manusia. Hal ini membuktikan bahwa dalam setiap komunikasi terkandung pesan atau makna yang ingin disampaikan dari satu orang kepada orang lain. Sehingga komunikasi dapat diartikan sebagai proses pemindahan atau pengalihan pengertian atau penyampaian pesan dari satu sumber berita kepada penerima berita melalui saluran tertentu dengan tujuan mendapatkan tanggapan dari penerima.

2.2.3.1Dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB)

(53)

37

spesifik yang berkaitan dengan perilaku dan menjelaskan bagaimana masing-masing perilaku tersebut membantu meningkatkan efisiensi organisasi. Lima dimensi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Altruism

Altruism merupakan perilaku karyawan dalam menolong rekan kerjanya

yang mengalami kesulitan dalam situasi yang sedang dihadapi baik mengenai tugas dalam organisasi maupun masalah pribadi orang lain. Dimensi ini mengarah pada memberi pertolongan yang bukan merupakan kewajiban yang ditanggungnya.

Menurut Smith, Organ, & Near (1983) altruism adalah perilaku yang tertangkap dimana secara langsung dan disengaja ditujukan untuk membantu seseorang tertentu dalam kondisi berhadapan langsung antara satu orang dengan yang lainnya (dalam Podsakoff et al., 2000:518). Salah satu contoh dari altruism adalah membantu rekan kerja baru dalam beradaptasi dan memberikan waktunya secara sukarela untuk orang lain. Perilaku ini diarahkan kepada individu lain, tetapi dapat memberikan kontribusi pada efisiensi kelompok dengan meningkatkan performa individu (Jahangir, Akbar, & Haq, 2004:79).

2. Conscientiousness

Conscientiousness adalah perilaku yang ditunjukkan dengan berusaha

(54)

dari panggilan tugas setiap karyawan. Menurut Organ (1988, 1990a, 1990b; dalam Podsakoff et al., 2000:522) conscientiousness merupakan sebuah pola yang berjalan melebihi dari tingkatan minimal yang dibutuhkan terkait dengan tingkat kehadiran, tingkat ketepatan waktu, menjaga kebersihan, menghemat sumber daya, serta hal-hal yang berkaitan dengan perawatan internal perusahaan. Sedangkan menurut Organ et al. (2006:82), conscientiousness meliputi sifat individu seperti dapat diandalkan, penuh perencanaan, disiplin diri, dan ketekunan. Contoh perilaku Conscientiousness adalah menggunakan waktu dengan efisien dan melebihi dari harapan minimal dari organisasi. Perilaku ini dapat dilakukan dengan meningkatkan efisiensi baik secara individu maupun secara kelompok (Jahangir, Akbar, & Haq, 2004:79).

3. Sportmanship

Sportmanship merupakan perilaku yang memberikan toleransi terhadap

keadaan yang kurang ideal dalam organisasi tanpa mengajukan keberatan. Seseorang yang mempunyai tingkatan yang tinggi dalam

sportmanship akan meningkatkan iklim postif diantara karyawan, serta

karyawan akan lebih sopan dan bekerja sama dengan yang lain sehingga dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih menyenangkan.

(55)

39

karyawan dalam organisasi tersebut. Untuk beberapa karyawan, perubahan ini dirasa tidak adil, dan karyawan tersebut mempunyai hak untuk mengeluh, secara keras berkeberatan, dan mengambil permasalahan ini untuk dapat mengadu. Akan tetapi ada beberapa orang pula yang tetap melakukan pekerjaannya, walaupun karyawan tersebut mungkin tidak menyukai situasi tersebut, namun masih memiliki keinginan untuk menekuninya, setidaknya untuk saat tersebut. Semakin luas keinginan karyawan untuk mengambil perilaku ini untuk menghasilkan situasi yang lebih baik, maka perubahan organisasi menjadi semakin mudah dicapai dengan pengalihan sumber daya yang lebih kecil. Sportmanship lebih menekankan pada aspek positif organisasi daripada aspek negatifnya, mengindikasikan perilaku tidak mudah protes, mengeluh, dan tidak membesar-besarkan masalah kecil (Novliadi, 2007:11). Contoh dari sportmanship adalah menghindari mengeluh atau merengek pada saat kondisi kerja tidak menyenangkan.

4. Courtesy

Courtesy adalah perilaku dalam menjaga hubungan baik dengan rekan

(56)

Menurut Organ et al. (2006:24) ide dasar dari courtesy ini adalah menghindari kegiatan yang membuat pekerjaan orang lain menjadi lebih berat, dan pada saatnya memang harus menambah beban pekerjaan orang lain, pemberitahuan diawal haruslah dilakukan agar orang lain dapat siap menghadapinya. Salah satu contoh dari courtesy adalah seorang karyawan harus memberitahukan kepada rekan kerja lainnya apabila akan mengambil keputusan atau inisiatif agar nantinya keputusan atau inisiatif tersebut tidak bertabrakan dengan pekerjaan orang lain, khususnya apabila rekan kerja lainnya tidak diberitahu terlebih dahulu, sehingga hal ini dapat menimbulkan konflik atau masalah yang lebih dalam baik secara pribadi maupun pekerjaan. Novliadi (2007:11) menambahkan bahwa courtesy yaitu berbuat sesuatu yang baik dan hormat kepada orang lain, termasuk didalamnya perilaku seperti membantu seseorang untuk mencegah terjadinya suatu permasalahan, atau membuat langkah-langkah untuk meredakan atau mengurangi berkembangnya suatu masalah.

5. Civic Virtue

Civic virtue adalah perilaku yang mengindikasikan tanggung jawab

(57)

41

organisasi kepada seseorang untuk meningkatkan kualitas pada bidang pekerjaan yang ditekuni. Graham (1986) dalam Organ et al. (2006:24), menggambarkan dari filosofi Yunani tentang kewarganegaraan yang menyarankan bahwa civic virtue merupakan salah satu konstruk yang berguna untuk menangkap kontribusi sukarela yang dianggap penting oleh perusahaan. Civic virtue menggambarkan sebuah bentuk tanggung jawab, keterlibatan yang membangun dalam proses pemerintahan organisasi. Konovsky & Organ (1996) menekankan pada sesuatu yang lebih aplikatif pada aktivitas pemerintahan, seperti membaca surat yang berkaitan dengan pekerjaan, menghadiri rapat, mengikuti perkembangan perusahaan, berdiskusi dengan rekan kerja tentang hal yang terjadi hari ini, dan turut serta dalam kegiatan yang dianggap meneruskan tradisi dan identitas organisasi (dalam Organ et al. , 2006:24). Novliadi (2007:11) menambahkan bahwa civic virtue adalah partisipasi aktif karyawan dalam memikirkan kehidupan organisasi, misalnya selalu mencari info-info terbaru yang mendukung kemajuan organisasi.

2.3 Hubungan Antar Var iabel

2.3.1 Leader-member Exchange (LMX) dan Organizational Citizenship

Behavior (OCB)

(58)

sewa, atasan menjaga hubungan kontraktual dimana atasan mendapatkan hasil kerja minimal yang dibutuhkan dari karyawan, dan menyediakan dengan apa yang dibutuhkan dari seorang atasan untuk bawahannya. Tetapi disisi lain, kader dengan atasannya “bernegosiasi” (mungkin secara implisit) apa yang dapat ditawarkan (keleluasaan dalam tugas pekerjaan, input yang lebih dari kebijakan di tempat kerja, akses tambahan ke sumber-sumber organisasi seperti pelatihan atau pembiayaan ke konferensi) sebagai pertukaran kontribusi bawahan di luar definisi kerja yang tegas. Hal ini dapat dikatakan sebagai implikasi langsung dari teori LMX, dan kontribusi ekstra yang dilakukan oleh “kader” dapat dikategorikan sebagai OCB. Sebagai tambahan bahwa hubungan antara atasan dan kader tadi berjalan lebih dari hubungan transaksional atau formal seperti yang dispesifikasikan dalam job description yang termasuk dalam pertukaran sosial yang kental, subyektif, dan ambigu (bermakna ganda) karena tidak dapat diketahui secara tepat apa yang menjadi pertukaran antara keduanya.

(59)

43

Berdasarkan teori kausalitas yang dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa tinggi atau rendahnya kualitas hubungan atasan-bawahan tentunya juga mempengaruhi kontribusi perilaku extra role dari bawahan. Bila kualitas hubungannya semakin tinggi, maka perilaku extra

role yang ditunjukkan oleh bawahan juga semakin tinggi. Dan sebaliknya

bila kualitas hubungan atasan-bawahan rendah, maka minim sekali atau bahkan tidak akan tercipta perilaku extra role atau OCB dari sisi bawahan.

2.3.2 Perceived Organizational Support (POS) dan Organizational Citizenship

Behavior (OCB)

Dalam Organ et al. (2006:125), dijelaskan bahwa POS dapat mempengaruhi OCB dengan meningkatkan rasa kewajiban karyawan dan keinginan untuk membangun hubungan timbal-balik terhadap organisasi, memenuhi kebutuhan emosi sosial, menciptakan identitas sosial, dan meningkatkan kepuasan kerja serta komitmen karyawan terhadap organisasi. Sedangkan George & Brief (1992) menyatakan bahwa dukungan organisasional yang dipersepsikan tinggi akan meningkatkan perilaku

extra-role (OCB) karyawan, dan karyawan merasa bahwa mereka didukung oleh

(60)

Kesimpulan yang dapat ditarik dari teori di atas adalah bahwa bagus atau buruknya dukungan organisasi atau POS terhadap karyawan akan mempengaruhi perilaku extra role atau OCB dari karyawan. Apabila

POS terhadap karyawan semakin bagus, maka OCB yang ditunjukkan oleh

bawahan juga semakin tinggi. Dan sebaliknya apabila POS rendah, maka minim sekali atau bahkan tidak akan tercipta OCB dari karyawan.

2.4 Model Konseptual

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka model analisis yang diajukan adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 – Model Konseptual

2.5 Hipotesis

1. Diduga LMX berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap OCB. 2. Diduga POS berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap OCB.

(61)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 3.1.1 Definisi Operasional

Menurut Kuncoro (2003), variabel-variabel yang dapat mempengaruhi perubahan dalam variabel tergantung dan mempunyai hubungan positif maupun negatif bagi variabel tergantung lainnya adalah variabel bebas (X). Sedangkan variabel tergantung atau terikat (Y) adalah variabel yang menjadi perhatian utama dalam sebuah pengamatan. Variabel tergantung beserta perubahannya yang terjadi kemudian akan dapat diprediksikan ataupun diterangkan oleh peneliti.

Dalam penelitian ini, variabel-variabel yang digunakan sebagai variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y) adalah sebagai berikut:

A.Leader Member Exchange (LMX) (X1)

(62)

Dalam penelitian ini, pengukuran LMX menggunakan alat pengukuran yang dikembangkan oleh Liden dan Maslyn (1998) yaitu suatu skala multidimensional yang dinamakan Leader-Member Exchange – Multi

Dimensional Measure (LMX-MDM) dan dilihat dari perspektif bawahan.

LMX-MDM memiliki cakupan area yang lebih luas dan pencerminan yang

lebih baik terkait kualitas dan karakteristik hubungan pada atasan dan bawahan. LMX-MDM dapat mengukur lebih baik daripada ukuran unidimensi LMX (Liden & Maslyn, 1998, dalam Mumma, 2010:18). Pengukuran LMX menggunakan alat ukur LMX-MDM memiliki 4 (empat) dimensi pengukuran serta indikatornya sebagai berikut:

1. Affect (X1.1)

Butir pengukuran (indikator) dari dimensi affect:

a. Tingkat kesukaan terhadap atasan sebagai seorang individu.

b. Tingkat kesadaran kepada atasan sebagai harapan untuk menjadi seorang teman.

c. Tingkat kesediaan atasan untuk dapat diajak bekerja bersama.

2. Loyalty (X1.2)

Butir pengukuran (indikator) dari dimensi loyalty:

Gambar

Tabel 1.1 Nilai Kinerja Unit Periode Tahun Akademik 2010/2011  Nilai
Gambar 2.1 – Model Konseptual
Tabel 4.1 – Sebaran Jumlah Responden
Tabel 4.2 – Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Proses pembuatan pupuk cair kalum sulfat dilakukan dengan cara mengabukan cangkang kelapa sawit dalam furnace pada suhu 450 o C, 10 gr abu tersebut dimasukkan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi varietas dan tinggi genangan hanya berpengaruh nyata pada parameter persentase daun menguning hal ini disebabkan karena adanya

Berdasarkan data yang diperoleh, maka dapat disimpulakan bahwa perempuan dalam hal ini para parengge-rengge berjuang untuk memenuhi kebutuhan harian dalam rumah

fungsi dari selisih waktu atau selisih biaya perjalanan antara moda 1 dengan moda lainya.Kurva itu adalah kurva empiris yang didapatkan langsung dari data dan

Data lain menunjukkan responden saat sebelum diberikan intervensi relaksasi genggam jari mengalami gemetar pada tangan dengan gejala sering, dan setelah

DOKUM EN PENGADAAN JASA KONSULTANSI PENGAWAS PEKERJAAN RENOVASI GEDUNG KANTOR DAN PERLUASAN RUANG KERJA PENGADILAN NEGERI BATURAJA.. Nomor : 003/ Pokja ULP/ Was-PNBTA/

Meskipun sebenarnya tidak terlalu sesuai karena simpan pinjam dalam koperasi khusus diperuntukan bagi anggota koperasi saja, sedangkan didalam BMT, pembiayaan

Probiotik yang efektif harus memenuhi kriteria yaitu memberikan efek yang menguntungkan bagi host yaitu mengandung sejumlah sel besar hidup yang mampu bertahan dan me-