• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Daya Ledak

2.1.1 Definisi Daya Ledak

Dalam melakukan gerakan-gerakan yang membutuhkan kontraksi otot yang kuat dan cepat seperti melompat (jumping), dan berlari sangat bergantung pada daya ledak otot tungkai. Daya ledak berhubungan erat dengan kekuatan kontraksi otot maksimum dalam suatu durasi waktu yang pendek (Asril,1999). Besarnya otot berkontraksi dan berkembangnya gaya pada seluruh lingkup gerak sendi serta hubungannya dengan kecepatan dan gaya merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi daya ledak (Sudaryanto dan Erna, 2009). Dengan demikian, jelas daya ledak merupakan satu komponen kondisi fisik yang dapat menentukan hasil prestasi seseorang dalam ketrampilan gerak. Sedangkan besar kecilnya daya ledak otot tungkai dipengaruhi oleh otot melekat dan membungkus tungkai tersebut. Tungkai adalah bagian bawah tubuh manusia yang berfungsi untuk menggerakkan tubuh, seperti berjalan, berlari, dan melompat. Terjadinya gerakan pada tungkai tersebut disebabkan adanya otot- otot dan tulang, otot sebagai alat gerak aktif dan tulang alat gerak pasif.

2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi daya ledak

Menurut Berger (2002), ada dua faktor yang mempengaruhi daya ledak, faktor

internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh manusia dan cenderung menetap, contohnya: genetik, umur, indeks massa tubuh dan jenis kelamin. Sedangkan faktor eksternalnya meliputi: ketinggian tempat, pelatihan, suhu, dan kelembaban relatif udara. Berikut uraian dari faktor-faktor tersebut di atas.

Faktor internal : 1. Genetik

Genetik merupakan unit yang kecil yang tersusun atas sekuen

Deoxyribonucleic Acid (DNA) adalah bahan paling mendasar dalam menentukan hereditas. Keunggulan genetik yang bersifat pembawaan atau genetik tertentu diperlukan untuk berhasil dalam cabang olahraga tertentu. Beberapa komponen dasar seperti proporsi tubuh, karakter, psikologis, otot merah, otot putih, dan suku sering menjadi pertimbangan untuk pemilihan atlet (Widhiyanti, 2013). Tubuh seseorang secara genetik rata-rata tersusun oleh 50% serabut otot tipe lambat dan 50% serabut otot tipe cepat pada otot yang digunakan untuk bergerak (Quinn, 2013). Bagi orang yang memiliki kemampuan daya ledak di atas rata-rata biasanya secara genetis memiliki persentase otot tipe cepat yang lebih tinggi (Shergold, 2013).

9

2. Usia

Daya ledak otot tungkai apabila tidak sering berlatih, maka pada usia 25 tahun kekuatan dan kecepatan akan mengalami penurunan. Kekuatan statis dan dinamis terlihat meningkat secara bermakna pada usia 19-29 tahun, sisa-sisa peningkatan kekuatan dan kecepatan dilanjutkan hampir konstan sampai pada usia 40-49 tahun, kemudian pada usia 50 tahun, selanjutnya kekuatan dan kecepatan menurun secara bermakna searah bertambahnnya usia (Arsil,1999).

3. Indeks Massa Tubuh

Indeks massa tubuh adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan dan tinggi badan seseorang. Rumus menghitung IMT adalah, IMT = Berat Badan (kg) / [Tinggi Badan (m)]2 (Arga, 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa derajat kegemukan memiliki pengaruh yang besar terhadap performa empat komponen fitness dan tes-tes kemampuan atletik. Kegemukan tubuh berhubungan dengan keburukan performa atlet pada tes-tes speed (kecepatan), endurance (daya tahan), balance (kesimbangan) agility (kelincahan) serta power (daya ledak) (Arga, 2008).

4. Jenis Kelamin

Kekuatan otot laki-laki sedikit lebih kuat daripada kekuatan otot perempuan pada usia 10-12 tahun. Perbedaan kekuatan yang signifikan terjadi seiring pertambahan umur, di mana kekuatan otot laki-laki jauh lebih kuat daripada wanita

(Bompa, 2005). Pengaruh hormon testosteron memacu pertumbuhan tulang dan otot pada laki-laki, ditambah perbedaan pertumbuhan fisik dan aktivitas fisik wanita yang kurang juga menyebabkan kekuatan otot wanita tidak sebaik laki-laki. Bahkan pada umur 18 tahun ke atas, kekuatan otot bagian atas tubuh pada laki-laki dua kali lipat daripada perempuan, sedangkan kekuatan otot tubuh bagian bawah berbeda 1/3 (Nala, 2011).

Faktor eksternal :

1. Suhu dan Kelembaban

Suhu sangat berpengaruh terhadap performa otot. Suhu yang terlalu panas menyebabkan seseorang akan mengalami dehidrasi saat latihan. Dan suhu yang terlalu dingin menyebabkan seorang atlet susah mempertahankan suhu tubuhnya, bahkan menyebabkan kram otot (Widhiyanti, 2013). Pada umumnya upaya penyesuaian fisiologis atau adaptasi orang Indonesia terhadap suhu tropis sekitar 290 -300C dan kelembaban relatif antara 85%-95%.

2. Ketinggian tempat

Tempat yang percepatan gravitasinya rendah akan lebih mudah mengangkat tubuh karena beratnya berkurang sebanding dengan penurunan percepatan gravitasi. Keuntungan ini dibayar dengan kerugian yang lebih besar yaitu setiap ketinggian 100 meter diatas permukaan laut akan terjadi penurunan tekanan udara sebesar 6-10 mmHg. Penurunan tekanan udara ini akan menurunkan kadar O2 (oksigen), sehingga

11

bila atlet biasa berlatih di dekat permukaan laut kemudian bertanding di tempat tinggi dengan kadar O2 (oksigen) rendah, maka frekuensi pernafasannya akan lebih tinggi karena konsumsi O2 sama dengan saat berlatih sedangkan banyaknya O2 (oksigen) yang dihirup sekali nafas berkurang (Gabriel, 2001).

3. Pelatihan

Pelatihan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam peningkatan daya ledak . Pelatihan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk memperbaiki sistem organ alat-alat tubuh dan fungsinya dengan tujuan untuk mengoptimalkan penampilan atau kinerja atlet. Tujuan latihan fisik meningkatkan fungsi potensial yang dimiliki atlet dan mengembangkan kemampuan biomotoriknya sehingga mencapai standar tertentu (Nala, 2002).

2.1.3 Cara Meningkatkan Daya Ledak

Unsur dasar daya ledak adalah perpaduan antara kekuatan dan kecepatan. Daya ledak otot tungkai dapat ditingkatkan dengan memberikan latihan kekuatan otot tungkai dan kecepatan gerak dari otot tungkai. Menurut Suharno HP (1993) ciri-ciri latihan daya ledak adalah : 1) melawan beban relatif ringan, berat beban sendiri, dapat pula tambahan beban luar yang ringan, 2) gerakan relatif aktif, dinamis, dan cepat, 3) gerakan-gerakan merupakan satu gerak yang singkat, serasi dan utuh, 4) bentuk gerak bisa cyclic atau acyclic, dan 5) intensitas kerja submaksimal atau maksimal. Daya ledak akan dapat dikembangkan dengan suatu dorongan atau tolakan yang kuat dan

singkat sehingga memacu kecepatan rangsang saraf, seperti dalam gerakan melompat, meloncat, melempar, menolak, dan sebagainya.

2.1.4 Sistem Energi Daya Ledak

Daya ledak didapat dari otot yang berkontraksi sehingga menyebabkan suatu gerakan. Otot untuk kontraksi sehingga menimbulkan gerakan-gerakan sebagai aktivitas fisik memerlukan energi (ATP). Menurut Fox dan Bowers (1988) ATP

paling banyak ditimbun dalam sel otot dibandingkan dengan jaringan tubuh lainya, akan tetapi ATP yang tertimbun di dalam sel otot jumlahnya sangat terbatas, yaitu sekitar 4 - 6 m M/kg otot. ATP yang tersedia ini hanya cukup untuk aktivitas cepat dan berat selama 3 - 8 detik.

Proses pembentukan ATP dalam otot secara sederhana dapat diperoleh melalui tiga cara, yaitu sebagai berikut:

a. Sistem ATP - PC (Phosphagen System); - ATP ADP + Pi + Energi ATP yang tersedia dapat digunakan untuk aktivitas fisik selama 1-2 detik. - CP + ADP C + ATP. ATP yang terbentuk dapat digunakan untuk aktivitas fisik selama 6-8 detik.

b. Sistem Glikolisis Anaerobik(Lactic Acid System);Glikogen/glukosa + ADP + Pi ATP + Asam laktat ATP terbentuk dapat digunakan untuk aktivitas fisik selama 45 - 120 detik.

13

c. Sistem Erobic (Aerobic System) dimana sistem ini meliputi oksidasin karbohidrat dan lemak. Glikogen + ADP + Pi + O2 CO2 + H2O + ATP ATP yang terbentuk dapat digunakan untuk aktivitas fisik dalam waktu relatif lama.

Aktivitas olahraga pada umumnya tidak hanya secara murni menggunakan salah satu sistem aerobik atau anaerobik saja. Sebenarnya yang terjadi adalah menggunakan gabungan sistem aerobik dan anaerobik, akan tetapi porsi kedua sistem tersebut berbeda pada setiap cabang olahraga (Fox, 1988). Untuk cabang olahraga yang menuntut aktivitas fisik dengan intensitas tinggi dengan waktu relatif singkat, sistem energi predominannya adalah anaerobik, sedangkan pada cabang olahraga yang menuntut aktivitas fisik dengan intensitas rendah dan berlangsung relatif lama, sistem energi predominannya adalah aerobik. Sebagai gambaran Mc Ardle (1986) bahwa dalam menentukan sistem energi predominan adalah sebagai berikut: a. Sistem

ATP, waktu kegiatannya 0 - 4 detik, bentuk kegiatannya berupa kekuatan dan daya ledak. Jenis kegiatan pada cabang olahraganya berupa lompat tinggi, servis tenis, dan sebagainya; b. Sistem ATP-PC, waktu kegiatannya 0-10 detik, bentuk kegiatannya berupa daya ledak . Jenis kegiatan pada cabang olahraganya berupa lari sprint dan sebagainya; c. Sistem ATP-PC dan Asam laktat, waktu kegiatannya 0 - 1,5 menit, bentuk kegiatannya berupa anaerobik power. Jenis kegiatan dalam olahraganya berupa lari cepat, lari 200 meter, dan sebagainya; dan d. Sistem Erobik, waktu kegiatannya lebih dari 8 menit, bentuk kegiatannya berupa aerobik daya tahan. Jenis kegiatan olahraganya berupa lari marathon dan sebagainya.

2.1.5 Pengukuran Daya Ledak

Instrumen/alat ukur yang digunakan untuk mengukur daya ledak otot tungkai dapat menggunakan alat Digital Vertical Jump. Instrument test ini diadaptasi dari buku tes dan pengukuran keolahragaan Nurhasan (dikutip dari Sunandar,2014) yang memiliki nilai validitasnya 0,989 dan reabilitas 0,977. Tujuan dari Digital Vertical Jump ini yaitu untuk mengukur daya ledak tungkai dengan satuan (Cm).

Perlengkapan :

oAlat Digital Vertical Jump Pelaksanaan :

osampel berdiri lurus di depan alat digital vertical jump.

o Setelah itu sampel mengambil posisi jongkok sebagai awalan sebelum melakukan lompatan.

o Setelah Terdengar suara aba-aba dari alat digital vertikal jump, sampel melakukan lompatan setinggi-tingginya sampai memunculkan angka pada alat digital vertical jump.

o Angka tersebut menyatakan besarnya daya ledak otot tungkai sampel dalam satuan (cm).

15

Penilaian :

o Skor terbaik dari dua kali percobaan dicatat sebagai skor dalam satuan cm, dengan tingkat ketelitian 0,5 cm.

Untuk lebih jelas, alat dan skema pelaksanaan Digital Vertical Jump dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.1 Pengukuran daya ledak otot tungkaidengan digital vertical jump test

Sumber : (Sunandar,2014)

Tabel 2.1 Normal Loncat Tegak

Hasil Lompatan Nilai

Lebih dari 89 Nilai10

85-88 Nilai 9

76-80 Nilai 7 71-75 Nilai 6 66-70 Nilai 5 60-65 Nilai 4 50-59 Nilai 3 40-49 Nilai 2

Kurang dari 40 Nilai 1

Sumber : Ismaryanti (2008) 2.1.6 Metode Latihan Daya Ledak

Daya ledak ini ada yang membagi sesuai spesifikasinya atas : 1) daya ledak explosive (explosive power), 2) daya ledak cepat (speed power), 3) daya ledak kuat

(strength power ), dan 4) daya ledak tahan lama (endurance power) (Nala,2011). Bila pelatihan ditekankan pada komponen kekuatan, maka menjadi daya ledak kekuatan (strength power), kalau penekan pelatihan pada kecepatanya maka hasilnya berupa daya ledak kecepatan (speed power) (Nala,2011). Dalam kepentingan olahraga, daya ledak yang digunakan daya ledak ekplosif yang terdiri atas dua komponen biomotorik yaitu kekuatan dan kecepatan.

Elemen yang ditingkatkan dalam pelatihan daya ledak adalah intensitas, volume (jumlah repetisi, berat beban/RM, waktu interval isturahat selama 2-3 menit bila beban dibawah 85% dari kemampuan maksimal), frekuensi (sebanyak 3-4 kali

17

seminggu) (Nala, 2011). Menurut Hare (dikutip dari Nala, 2011) takaran untuk meningkatkan kekuatan otot dalam rangka meningkatkan komponen daya ledak ini dalam pelatihan yaitu

1. Repetisi rendah :

Intensitasnya 85-100% dari kekuatan maksimal dengan 1-5 kali repetisi, kecepatan sedang, 3-5 set bagi pemula atau 5-8 set bagi atlet terlatih, istirahat antar set 2-5 menit dan frekuensinya 3 kali seminggu.

2. Repetisi sedang:

Intensitasnya 70-85% dari kekuatan maksimal dengan 5-10 kali repetisi, kecepatan sedang atau rendah, 3-5 set bagi pemula atau 5-8 set bagi atlet terlatih, istirahat antar set 2-4 menit, dan frekuensi 3 kali seminggu.

Salah satu metode yang digunakan untuk dapat meningkatkan daya ledak yaitu pliometrik. Pelatihan pliometrik ditujukan kepada tiga kelompok otot besar dalam tubuh yakni 1 keompok otot tungkai dan pinggul, 2 kelompok otot bagian tengah tubuh (otot perut dan punggung), dan 3 kelompok otot dada, bahu dan lengan (Nala 2011). Tetapi tekanan pelatihannya terutama ditujukan terhadap kelompok otot tungkai dan pinggul (Radcliffe,1985). Dengan takaran: Intensitas : rendah (setiap dua minggu ditingkatkan intensitasnya), volume : repetisi :6-10 kali (pada intensitas tinggi, repetisi : 10-12 kali), set : 3 kali, istirahat antar set : 2 menit, dan frekuensi : 3-4 kali seminggu.

Dokumen terkait