• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENAMBAHAN CONTRACT RELAX STRETCHING OTOT PAHA DAN SLUMP STRETCH SETELAH LATIHAN KNEE TUCK JUMP EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI PADA PEMAIN SEPAK BOLA FISIOTERAPI FK UNUD.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENAMBAHAN CONTRACT RELAX STRETCHING OTOT PAHA DAN SLUMP STRETCH SETELAH LATIHAN KNEE TUCK JUMP EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI PADA PEMAIN SEPAK BOLA FISIOTERAPI FK UNUD."

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

ix

SKRIPSI

PENAMBAHAN CONTRACT RELAX STRETCHING OTOT

PAHA DAN SLUMP STRETCH SETELAH LATIHAN KNEE

TUCK JUMP EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN DAYA

LEDAK OTOT TUNGKAI PADA PEMAIN SEPAK BOLA

FISIOTERAPI FK UNUD

ANAK AGUNG GEDE EKA SEPTIAN UTAMA

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

SKRIPSI

PENAMBAHAN CONTRACT RELAX STRETCHING OTOT

PAHA DAN SLUMP STRETCH SETELAH LATIHAN KNEE

TUCK JUMP EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN DAYA

LEDAK OTOT TUNGKAI PADA PEMAIN SEPAK BOLA

FISIOTERAPI FK UNUD

Oleh:

ANAK AGUNG GEDE EKA SEPTIAN UTAMA

NIM. 1202305037

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS UDAYANA

2016

(3)
(4)
(5)
(6)

PENAMBAHAN CONTRACT RELAX STRETCHING OTOT PAHA DAN

SLUMP STRETCH SETELAH LATIHAN KNEE TUCK JUMP EFEKTIF DALAM MENINGKATKAN DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI PADA

PEMAIN SEPAK BOLA FISIOTERAPI FK UNUD

ABSTRAK

Daya ledak otot tungkai merupakan salah satu faktor yang berperan dalam meningkatkan kemampuan pemain sepak bola. Daya ledak otot tungkai adalah kekuatan kontraksi otot tungkai secara maksimum dalam suatu durasi waktu yang pendek. Banyak latihan yang dapat meningkatkan daya ledak otot tungkai salah satunya latihan knee tuck jump, akan tetapi masih ada kelemahan dalam mempengaruhi komponen daya ledak otot tungkai sehingga hasilnya kurang optimal. Tujuan penelitian ini untuk membuktikan penambahan contract relax stretching otot paha dan slump stretch setelah latihan knee tuck jump efektif dalam meningkatkan daya ledak otot tungkai pada pemain sepak bola Fisioterapi FK UNUD.

Penelitian ini adalah penelitian eksperimental Pre Test and Post Test Two Group Design yang dilakukan pada bulan februari sampai maret tahun 2016 dengan populasi mahasiswa Universitas Udayana yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling. Sampel penelitian berjumlah 20 orang yang terbagi ke dalam dua kelompok. Kelompok I diberikan penambahan contract relax stretching otot paha dan slump stretch setelah latihan knee tuck jump, sedangkan Kelompok II diberikan latihan

knee tuck jump. Pengukuran vertical jump diukur dengan menggunakan digital vertical jump test.

Hasil penelitian diuji statistik dengan batas kemaknaan 0,05. Pada kelompok I didapatkan hasil vertical jump dengan beda rerata 5,32±1,42615 dan p=0,000,sedangkan pada kelompok II didapatkan hasil vertical jump dengan beda rerata 2,10±0.26761 dan p=0.000. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat peningkatan daya ledak otot tungkai yang bermakna pada setiap kelompok. Pada uji beda selisih antara kelompok I dengan kelompok II didapatkan peningkatan vertical jump kelompok 1 sebesar 10,38% dan kelompok 2 sebesar 3,86 % dengan p = 0,000. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada kedua kelompok di mana kelompok I memiliki persentase lebih besar dalam meningkatkan daya ledak otot tungkai.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa penambahan contract relax stretching otot paha dan slump stretch setelah latihan

knee tuck jump lebih efektif dalam meningkatkan daya ledak otot tungkai dibandingkan dengan latihan knee tuck jump pada pemain sepak bola Fisioterapi FK UNUD.

Kata kunci: Daya ledak otot tungkai, knee tuck jump, contract relax stretching,

slump stretch, digital vertical jump test

(7)

xv

THE ADDITION OF CONTRACT RELAX STRETCHING OF THIGH MUSCLE AND SLUMP STRETCH AFTER KNEE TUCK JUMP EXERCISES WAS EFFECTIVE IN INCREASING LEG MUSCLE EXPLOSIVE POWER IN PHYSIOTHERAPY FK UNUD FOOTBALL

PLAYERS

ABSTRACT

Leg muscle explosive power is one factor that plays a role in enhancing the ability of a football player. It is the power of maximum leg muscle contractions in a short duration of time. Many exercises can increase leg muscle explosive power, one of which is knee tuck jump exercise. However, it still has weaknesses at influencing the leg muscle explosive power components because the results are less than optimal. The aim of this study was to prove the addition of contract-relax stretching of the thigh muscles and stretch slump after knee tuck jump exercise which was effective in improving leg muscle explosive power in FK UNUD Physiotherapy football players.

This study was an experimental research of Pre Test and Post Test Two Group Design conducted from February through March 2016 with a population of Udayana University students who met the inclusion and exclusion criteria. Samples were taken through simple random sampling. These samples totaled 20 people, divided into two groups. The first group was given additional contract-relax stretching of the thigh muscles and slump stretch after a knee tuck jump workout, while the second group was only given knee tuck jump exercises. Vertical jump was measured using a digital vertical jump test.

The results of the study were tested statistically with significance limit of 0.05. Group I showed vertical jump with a mean difference of 5.32 ± 1.42615 and p = 0.000, while Group II showed different vertical jump with a mean of 2.10 ± 0.26761 and p = 0.000. These results indicated that there was a significant increase in leg muscle explosive power in each group. The difference in difference test between groups I and group II found an increase in vertical jump of 10.38% of group 1 and group II amounted to 3.86%, p = 0.000. These results indicated that there were significant differences in the two groups where group I had a greater percentage in increasing explosive power of the leg muscles.

Based on these results, it could be concluded that the addition of contract relax-stretching of the thigh muscles and slump stretch after a knee tuck jump workout was more effective in increasing leg muscle explosive power than the knee tuck jump exercise in Physiotherapy FK UNUD football players.

Keywords: Explosive power leg muscle, knee tuck jump, contract relax-stretching, stretch slump, digital vertical jump test

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunianya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Penambahan Contract Relax Stretching Otot Paha dan Slump Stretch setelah

Latihan Knee Tuck Jump Efektif Dalam Meningkatkan Daya Ledak Otot Tungkai pada Pemain Sepak Bola Fisioterapi FK UNUD”.

Tugas ini merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana Fisioterapi. Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang terkait dalam penulisan skripsi ini, yaitu kepada :

1. Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT., M.Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

2. Prof. Dr. dr. I Nyoman Adiputra, MOH, PFK. selaku ketua Program Studi Fisioterapi Universitas Udayana.

3. Made Niko Winaya, SKM, SSt.FT, M. Fis selaku pembimbing sekaligus pengajar yang telah banyak memberikan petunjuk dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

4. dr. I Made Krisna Dinata, M.Erg selaku pembimbing sekaligus pengajar yang telah banyak memberikan petunjuk dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

(9)

xvii

5. Seluruh dosen yang telah memberikan bimbingan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.

6. A.A Istri Rai Derani, A.A Alit Suarjana, A.A Gede Angga Dwiguna dan Keluarga Besar saya yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu yang selalu memberikan motivasi, semangat agar penulis dapat menyelesaikan skripsi dan pendidikan Sarjana Fisioterapi.

7. Gusti Ayu Oka Cahya Dewi, S.S. yang telah banyak memberi motivasi dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktu.

8. Seluruh teman-teman saya di Axoplasmic, Fisioterapi angkatan 2012 Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Seluruh kerabat dan sejawat fisioterapi yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif dari semua pihak sangat diharapkan.

Denpasar, April 2016 Penulis

(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……… i

PERNYATAAN PERSETUJUAN………. ii

ABSTRAK………...v

ABSTRACT………vi

KATA PENGANTAR………...vii DAFTAR ISI………..ix

DAFTAR GAMBAR………xiv

DAFTAR TABEL………xvii

BAB I PENDAHULUAN………... 1

1.1 Latar Belakang ……… 1

1.2 Rumusan Masalah……….. 5

1.3 Tujuan Penelitian ……….. 5

1.3.1 Tujuan Umum………. 5

1.3.2 Tujuan Khusus……… 5

1.4 Manfaat Penelitian…..………... 6

1.4.1 Manfaat Teoritis……….. 6

1.4.2 Manfaat Praktis………... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……….... 7

2.1Daya Ledak………...………. 7

(11)

xix

2.1.1 Definisi Daya Ledak………...……….... 7

2.1.2 Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Daya Ledak ……….………...…… 8

2.1.3 Cara Meningkatkan Daya Ledak ...……….……… 11

2.1.4 Sistem Energi Daya Ledak……….……….. 12

2.1.5 Pengukuran Daya Ledak ………….………. 14

2.1.6 Metode Latihan Daya Ledak……….……….. 16

2.2 Anatomi dan Biomekanik……….. 18

2.2.1 AnatomiOtot Tungkai……….. 18

2.2.1.1 Grup Otot Ektensor Knee dan Fleksor Hip (M. Quadriceps)…... 18

2.2.1.2 Grup Otot Fleksi Knee dan Ektensi Hip(Hamstring)………. 20

2.2.1.3 Grup Otot Adduksi Hip……….. 21

2.2.1.4 Grup Otot Abduksi Hip……….. 23

2.2.1.5 Grup Otot Plantar Fleksor Ankle……… 24

2.2.1.6 Grup Dorsofleksi Ankle………. 26

2.2.1.7 Grup Otot Gluteus……….. 28

2.2.2 Biomekanik Hip……… 29

2.2.2.1 Atrhokinematika Hip Joint……… 29

2.2.2.2 Osteokinematika Hip joint……… 30

2.2.3 Biomekanik Knee……….. 33

2.2.3.1 Atrhokinematika Knee………... 33

2.2.3.2 Osteokinematika Knee……….. 35

(12)

2.2.4 Biomekanik Ankle………. 37

2.2.4.1 Atrhokinematika Ankle……….. 37

2.2.4.2 Osteokinematika Ankle……….. 39

2.2.5 Otot Skeletal………. 39

2.3.1 Definisi Latihan Knee Tuck Jump………... 51

2.3.2 Mekanisme Latihan Knee Tuck Jump terhadap Daya Ledak.………… 51

2.3.3 Teknik Aplikasi Latihan Knee Tuck Jump………. 54

2.3.4 Takaran Latihan Knee Tuck Jump………... 55

2.3.5 Kelemahan Latihan Knee Tuck Jump………....56

2.4 Contract RelaxStretching………...………. 56

2.4.1 Definisi Contract RelaxStretching………...……….. 56

2.4.2 Mekanisme Contract Relax Stretching Terhadap Daya Ledak……….. 57

2.4.3 Teknik Aplikasi Contract RelaxStretching……….. 59

2.5 Slump Stretch………... 61

2.5.1 Definisi Slump Stretch……….. 61

(13)

xxi

2.5.2 Mekanisme Slump Stretch Terhadap Daya Ledak…….……….. 63

2.5.3 Teknik Aplikasi Slump Stretch………. 64

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS………...…... 65

3.1 Kerangka Berpikir……… 65

3.2 Kerangka Konsep………. 68

3.3 Hipotesis………... 69

BAB IV METODE PENELITIAN………... 70

4.1 Desain Penelitian……….. 70

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian………... 71

4.3 Populasi dan Sampel……… 72

4.5 Definisi Operasional Variable……….. 76

(14)

4.9 Teknik Analisis Data……… 89

5.3.1 Uji Beda Rerata Peningkatan Daya Ledak Sebelum dan Sesudah Pelatihan………..94

5.3.2 Uji Komparasi Hasil Selisih Peningkatan Daya Ledak Pada Pemain Sepak Bola Sebelum dan Sesudah Pelatihan Pada Kedua Kelompok.96 BAB VI PEMBAHASAN………..98

6.1 Karakteristik Sampel……….98

6.2 Distribusi dan Varians Sampel Penelitian……….99

6.3 Penambahan Contract Relax Stretching Otot Paha Dan Slump Stretch Setelah Latihan Knee Tuck Jump Dapat Meningkatkan Daya Ledak Otot Tungkai Pada Pemain Sepak Bola Univesitas Udayana………100

6.4 Latihan Knee Tuck Jump Dapat Meningkatkan Daya Ledak Otot Tungkai Pada Pemain Sepak Bola Universitas Udayana………..102

6.5 Penambahan Contract Relax Stretching Otot Paha Dan Slump Stretch Setelah Latihan Knee Tuck Jump Lebih Efektif Dari Latihan Knee Tuck Jump Dalam Meningkatkan Daya Ledak Otot Tungkai Pada Pemain Sepak Bola Universitas Udayana………...103

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN……….106

7.1 Simpulan……….106

(15)

xxiii

7.2 Saran ………..106

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pengukuran daya ledak otot tungkai dengan digital vertical jump

Test………... 15

Gambar 2.2 Grup otot quadriceps femoris………. 18

Gambar 2.3 Grup otot hamstring………. 20

Gambar 2.4 Grup otot adduksi hip……….. 22

Gambar 2.5 Grup otot plantar fleksor ankle……….. 24

Gambar 2.6 Grup otot dorsi fleksor ankle……….. 26

Gambar 2.7 Otot gluteus maximus……….. 28

Gambar 2.8 Otot gluteus medius dan minimus……….. 29

Gambar 2.9 Artrhokinematika Condyles Femur terhadap Dataran Tibia……… 35

Gambar 2.10 Q angel……….. 37

Gambar 2.11 Struktur Otot dan Mekanisme Kontraksi dan Relaksasi Otot………... 42

Gambar 2.12 Sel Saraf……… 46

Gambar 2.13 Skema Sistematis Perjalanan Impuls Saraf………... 50

Gambar 2.14 Latihan Knee Tuck Jump………... 55

Gambar 2.15 Contrax Relax Stretching……….. 60

Gambar 2.16 Slump Stretch………... 64

(17)

x

Gambar 3.1 Kerangka Konsep……… 68

Gambar 4.1 Disain Penelitian………. 70

Gambar 4.2 Alur Penelitian……… 88

(18)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Normal Loncat Tegak………....15

Tabel 2.2 Hubungan Gerak Angular dengan Arthrokinematika Femur…………..30

Tabel 2.3 Hubungan Gerak Angular dengan Arthrokinematika Knee Open Kinematic Chain……….…….34

Tabel 2.3 Hubungan Gerak Angular dengan Arthrokinematika Knee Closed Kinematic Chain………..34

Tabel 2.4 Hubungan Gerak Angular dengan Arthrokinematika Ankle………38

Tabel 4.1 Prosedur Assessment Fisioterapi………...80

Tabel 4.2 Jadwal Penelitian……….… ..91

Tabel 5.1 Distribusi Data Sampel Berdasarkan Umur dan IMT………92

Tabel 5.2 Hasil Uji Normalitas dan Uji Homogenitas Peningkatan Daya Ledak Pada Pemain Sepak Bola Sebelum dan Sesudah Pelatihan …………..93

Tabel 5.3 Uji Rerata Peningkatan Daya Ledak Pada Pemain Sepak Bola Sebelum dan Setelah Pelatihan Pada Kelompok 1 ...……….95

Tabel 5.4 Uji Rerata Peningkatan Daya Ledak Pada Pemain Sepak Bola Sebelum dan Setelah Pelatihan Pada Kelompok 2 ...……….95

Tabel 5.5 Hasil Uji Independent T-test ……….96

Tabel 5.6 Persentase HasilPeningkatan Daya Ledak Pada Pemain Sepak Bola..97

(19)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Olahraga merupakan suatu aktivitas fisik yang memiliki tujuan tertentu dan dilakukan dengan aturan-aturan secara sistematis seperti adanya aturan waktu, target denyut nadi, jumlah pengulangan (repetisi) gerakan, dan lain-lain yang dilakukan dengan mengandung unsur rekreasi serta memiliki tujuan khusus (Lesmana,2011). Olahraga permainan termasuk suatu kegiatan fisik yang bersifat kompetitif, berupa perjuangan tim maupun diri sendiri (Malatesta,dkk. 2003). Salah satu olahraga yang bersifat kompetitif yang dilakukan dengan berkelompokyaitu sepak bola.

Menurut Muhajir (2007), “Sepakbola adalah suatu permainan yang dilakukan

dengan jalan menyepak, yang mempunyaitujuan untuk memasukkan bola kegawang lawan dengan mempertahankan gawang tersebut agar tidak kemasukan bola”. Menurut Luxbacher (2008) menyatakan bahwa pertandingan sepakbola dimainkan oleh dua tim yang masing-masing beranggotakan11 orang. Masing-masing tim mempertahankan gawang dan berusaha menjebol gawang lawan.

(20)

kemungkinan terjadinya cidera. Unsur-unsur kesegaran jasmani yang berkaitan dengan olahraga yaitu kelincahan, keseimbangan, koordinasi, kecepatan, daya ledak dan waktu reaksi (Nieman, 1993).

Komponen penunjang didalam permainan sepak bola salah satunya yaitu daya ledak. Daya ledak berhubungan erat dengan kekuatan kontraksi otot maksimum dalam suatu durasi waktu yang pendek (Asril,1999). Dalam melakukan gerakan-gerakan yang membutuhkan kontraksi otot yang kuat dan cepat seperti melompat

(jumping) dan berlari sangat bergantung pada daya ledak otot tungkai. Untuk meningkatkan daya ledak otot tungkai diperlukan peningkatan kekuatan dan kecepatan secara bersama-sama. Daya ledak otot tungkai akan dapat dikembangkan dengan suatu dorongan atau tolakan yang kuat dan singkat sehingga memacu kecepatan rangsang saraf. Salah satu otot yang berperan dalam daya ledak otot tungkai yaitu otot paha (grup fleksor, ektensor, abduktor, dan adduktor hip serta otot gastrocnemius).

Ada banyak macam pelatihan yang dapat meningkatkan daya ledak otot tungkai, salah satunya dengan latihan knee tuck jump. Latihan knee tuck jump

(21)

3

tidak diperhatikan pada saat meloncat (Agung,2013). Sedangkan untuk dapat melatih daya ledak ekplosif memerlukan kecepatan dan kekuatan secara bersama-sama (Nala,2011). Bila intensitas latihan ditambahkan akan menyebabkan kerja otot yang berlebihan dan kontraksi eksentrik dapat memicu terjadinya DOMS (Delayed Onset Muscle Syndrome) (Cheung,dkk, 2003). Untuk mengoptimalkan latihan ini dapat dikombinasi dengan beberapa teknik seperti contract relax stretching dan slump stretch sehingga dapat mempengaruhi komponen yang mendukung dalam meningkatkan daya ledak otot tungkai dan mencegah melakukan latihan berlebihan yang menyebabkan terjadinya DOMS.

Contrax relax stretching merupakan salah satu teknik stretching yang bertujuan untuk memanjangkan struktur jaringan lunak yang memendek secara patologis maupun non patologis sehingga dapat meningkatkan lingkup gerak sendi (LGS). Selain itu saat otot di stretch akan mengaktifkan reseptor yang ada di otot yaitu muscle spindle dan golgi tendon organ (Sudarsono,2011). Semakin tiba-tiba terjadi perubahan panjang otot maka akan menyebabkan otot berkontraksi semakin kuat. Aktifnya muscle spindle akan memicu stretch refleks yang biasa disebut juga dengan refleks miostatis untuk mencoba menahan perubahan panjang otot yang terjadi dengan cara otot yang diulur tadi kemudian berkontraksi serta secara bertahap

(22)

memfasilitasi komponen daya ledak.

Slump stretch merupakan salah satu teknik mobilisasai saraf yang meregangkan atau memberikan glide dan tension pada jaringan saraf tulang belakang. Tujuan dari gerkan neural gliding adalah untuk memfasilitasi gerakan saraf yang kemungkinan terhambat tanpa menekannya dan saat ini istilah yang digunkan untuk menyebutkan peluncuran saraf dan gerakan penekanan yaitu neurodynamics (Ashok, 2011). Didukung juga dengan (Hortobagyidan Hourmard,1996) yang meneliti respon

adaptif pada pemanjangan dan pemendekan otot quadriceps pada manusia. Studi ini menunjukkan bahwa adaptasi terhadap latihan dengan kontraksi eksentrik berhubungan dengan adaptasi neural dan hipertrofi otot yang lebih besar daripada latihan konsentrik. Hasil teknik pengobatan Neurodynamic akan terjadi perubahan adaptasi fungsi mekanis atau fisiologis jaringan saraf sehingga terjadi kecepatan rangsang saraf. Slump stretch juga melibatkan peregangan paha belakang bersamaan jaringan saraf yang akan menyumbang peningkatan ruang lingkup ektensi knee aktif.

Maka dari itu, berdasarkan latar belakang di atas diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai penambahan contract relax stretching otot paha dan slump stretch

(23)

5

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis merumuskan masalah yang diteliti yaitu:

1. Apakah latihan knee tuck jump dapat meningkatkandaya ledak otot tungkai pada pemain sepak bola Fisioterapi FK UNUD?

2. Apakah penambahan contract relax stretching otot paha dan slump stretch

setelah latihan knee tuck jump dapat meningkatan daya ledak otot tungkai pada pemain sepak bola Fisioterapi FK UNUD?

3. Apakah penambahan contract relax stretching otot paha dan slump stretch

setelah latihan knee tuck jump lebih efektif dari latihan knee tuck jump dalam meningkatkan daya ledak otot tungkai pada pemain sepak bola Fisioterapi FK UNUD?

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui gambaran umum tentang contract relax stretching otot paha, slump stretch, dan latihan knee tuck jump dalam meningkatkan daya ledak otot tungkai.

1.3.2 Tujuan khusus

(24)

2. Untuk membuktikan contract relax stretching otot paha dan slump stretch

setelah latihan knee tuck jump dapat meningkatkan daya ledak otot tungkai pada pemain sepak bola Fisioterapi FK UNUD.

3. Untuk membuktikan penambahan contract relax stretching otot paha dan slump stretch setelah latihan knee tuck jump lebih efektif dari latihan knee tuck jump dalam meningkatkan daya ledak otot tungkaipada pemain sepak bola Fisioterapi FK UNUD.

1.4Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Sebagai tambahan informasi dan ilmu dalam bidang fisioterapi khususnya fisiologi olahraga mengenai penambahan contract relax stretching otot paha dan

slump stretch setelah latihan knee tuck jump efektif dalam meningkatkan daya ledak otot tungkai dan sebagai bahan acuan penelitian selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

(25)

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Daya Ledak

2.1.1 Definisi Daya Ledak

(26)

2.1.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi daya ledak

Menurut Berger (2002), ada dua faktor yang mempengaruhi daya ledak, faktor

internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh manusia dan cenderung menetap, contohnya: genetik, umur, indeks massa tubuh dan jenis kelamin. Sedangkan faktor eksternalnya meliputi: ketinggian tempat, pelatihan, suhu, dan kelembaban relatif udara. Berikut uraian dari faktor-faktor tersebut di atas.

Faktor internal :

1. Genetik

Genetik merupakan unit yang kecil yang tersusun atas sekuen

(27)

9

2. Usia

Daya ledak otot tungkai apabila tidak sering berlatih, maka pada usia 25 tahun kekuatan dan kecepatan akan mengalami penurunan. Kekuatan statis dan dinamis terlihat meningkat secara bermakna pada usia 19-29 tahun, sisa-sisa peningkatan kekuatan dan kecepatan dilanjutkan hampir konstan sampai pada usia 40-49 tahun, kemudian pada usia 50 tahun, selanjutnya kekuatan dan kecepatan menurun secara bermakna searah bertambahnnya usia (Arsil,1999).

3. Indeks Massa Tubuh

Indeks massa tubuh adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan dan tinggi badan seseorang. Rumus menghitung IMT adalah, IMT = Berat Badan (kg) / [Tinggi Badan (m)]2 (Arga, 2008). Hasil penelitian menunjukkan bahwa derajat kegemukan memiliki pengaruh yang besar terhadap performa empat komponen fitness dan tes-tes kemampuan atletik. Kegemukan tubuh berhubungan dengan keburukan performa atlet pada tes-tes speed (kecepatan), endurance (daya tahan), balance (kesimbangan) agility (kelincahan) serta power (daya ledak) (Arga, 2008).

4. Jenis Kelamin

(28)

(Bompa, 2005). Pengaruh hormon testosteron memacu pertumbuhan tulang dan otot pada laki-laki, ditambah perbedaan pertumbuhan fisik dan aktivitas fisik wanita yang kurang juga menyebabkan kekuatan otot wanita tidak sebaik laki-laki. Bahkan pada umur 18 tahun ke atas, kekuatan otot bagian atas tubuh pada laki-laki dua kali lipat daripada perempuan, sedangkan kekuatan otot tubuh bagian bawah berbeda 1/3 (Nala, 2011).

Faktor eksternal :

1. Suhu dan Kelembaban

Suhu sangat berpengaruh terhadap performa otot. Suhu yang terlalu panas menyebabkan seseorang akan mengalami dehidrasi saat latihan. Dan suhu yang terlalu dingin menyebabkan seorang atlet susah mempertahankan suhu tubuhnya, bahkan menyebabkan kram otot (Widhiyanti, 2013). Pada umumnya upaya penyesuaian fisiologis atau adaptasi orang Indonesia terhadap suhu tropis sekitar 290 -300C dan kelembaban relatif antara 85%-95%.

2. Ketinggian tempat

(29)

11

bila atlet biasa berlatih di dekat permukaan laut kemudian bertanding di tempat tinggi dengan kadar O2 (oksigen) rendah, maka frekuensi pernafasannya akan lebih tinggi karena konsumsi O2 sama dengan saat berlatih sedangkan banyaknya O2 (oksigen) yang dihirup sekali nafas berkurang (Gabriel, 2001).

3. Pelatihan

Pelatihan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam peningkatan daya ledak . Pelatihan dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk memperbaiki sistem organ alat-alat tubuh dan fungsinya dengan tujuan untuk mengoptimalkan penampilan atau kinerja atlet. Tujuan latihan fisik meningkatkan fungsi potensial yang dimiliki atlet dan mengembangkan kemampuan biomotoriknya sehingga mencapai standar tertentu (Nala, 2002).

2.1.3 Cara Meningkatkan Daya Ledak

(30)

singkat sehingga memacu kecepatan rangsang saraf, seperti dalam gerakan melompat, meloncat, melempar, menolak, dan sebagainya.

2.1.4 Sistem Energi Daya Ledak

Daya ledak didapat dari otot yang berkontraksi sehingga menyebabkan suatu gerakan. Otot untuk kontraksi sehingga menimbulkan gerakan-gerakan sebagai aktivitas fisik memerlukan energi (ATP). Menurut Fox dan Bowers (1988) ATP

paling banyak ditimbun dalam sel otot dibandingkan dengan jaringan tubuh lainya, akan tetapi ATP yang tertimbun di dalam sel otot jumlahnya sangat terbatas, yaitu sekitar 4 - 6 m M/kg otot. ATP yang tersedia ini hanya cukup untuk aktivitas cepat dan berat selama 3 - 8 detik.

Proses pembentukan ATP dalam otot secara sederhana dapat diperoleh melalui tiga cara, yaitu sebagai berikut:

a. Sistem ATP - PC (Phosphagen System); - ATP ADP + Pi + Energi ATP yang tersedia dapat digunakan untuk aktivitas fisik selama 1-2 detik. - CP + ADP C + ATP. ATP yang terbentuk dapat digunakan untuk aktivitas fisik selama 6-8 detik.

(31)

13

c. Sistem Erobic (Aerobic System) dimana sistem ini meliputi oksidasin karbohidrat dan lemak. Glikogen + ADP + Pi + O2 CO2 + H2O + ATP ATP yang terbentuk dapat digunakan untuk aktivitas fisik dalam waktu relatif lama.

Aktivitas olahraga pada umumnya tidak hanya secara murni menggunakan salah satu sistem aerobik atau anaerobik saja. Sebenarnya yang terjadi adalah menggunakan gabungan sistem aerobik dan anaerobik, akan tetapi porsi kedua sistem tersebut berbeda pada setiap cabang olahraga (Fox, 1988). Untuk cabang olahraga yang menuntut aktivitas fisik dengan intensitas tinggi dengan waktu relatif singkat, sistem energi predominannya adalah anaerobik, sedangkan pada cabang olahraga yang menuntut aktivitas fisik dengan intensitas rendah dan berlangsung relatif lama, sistem energi predominannya adalah aerobik. Sebagai gambaran Mc Ardle (1986) bahwa dalam menentukan sistem energi predominan adalah sebagai berikut: a. Sistem

(32)

2.1.5 Pengukuran Daya Ledak

Instrumen/alat ukur yang digunakan untuk mengukur daya ledak otot tungkai dapat menggunakan alat Digital Vertical Jump. Instrument test ini diadaptasi dari buku tes dan pengukuran keolahragaan Nurhasan (dikutip dari Sunandar,2014) yang memiliki nilai validitasnya 0,989 dan reabilitas 0,977. Tujuan dari Digital Vertical Jump ini yaitu untuk mengukur daya ledak tungkai dengan satuan (Cm).

Perlengkapan :

oAlat Digital Vertical Jump

Pelaksanaan :

osampel berdiri lurus di depan alat digital vertical jump.

o Setelah itu sampel mengambil posisi jongkok sebagai awalan sebelum melakukan lompatan.

o Setelah Terdengar suara aba-aba dari alat digital vertikal jump, sampel melakukan lompatan setinggi-tingginya sampai memunculkan angka pada alat digital vertical jump.

o Angka tersebut menyatakan besarnya daya ledak otot tungkai sampel dalam satuan (cm).

(33)

15

Penilaian :

o Skor terbaik dari dua kali percobaan dicatat sebagai skor dalam satuan cm, dengan tingkat ketelitian 0,5 cm.

Untuk lebih jelas, alat dan skema pelaksanaan Digital Vertical Jump dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 2.1 Pengukuran daya ledak otot tungkaidengan digital vertical jump test

Sumber : (Sunandar,2014)

Tabel 2.1 Normal Loncat Tegak

Hasil Lompatan Nilai

Lebih dari 89 Nilai10

85-88 Nilai 9

(34)

76-80 Nilai 7

71-75 Nilai 6

66-70 Nilai 5

60-65 Nilai 4

50-59 Nilai 3

40-49 Nilai 2

Kurang dari 40 Nilai 1

Sumber : Ismaryanti (2008) 2.1.6 Metode Latihan Daya Ledak

Daya ledak ini ada yang membagi sesuai spesifikasinya atas : 1) daya ledak explosive (explosive power), 2) daya ledak cepat (speed power), 3) daya ledak kuat

(strength power ), dan 4) daya ledak tahan lama (endurance power) (Nala,2011).

Bila pelatihan ditekankan pada komponen kekuatan, maka menjadi daya ledak kekuatan (strength power), kalau penekan pelatihan pada kecepatanya maka hasilnya berupa daya ledak kecepatan (speed power) (Nala,2011). Dalam kepentingan olahraga, daya ledak yang digunakan daya ledak ekplosif yang terdiri atas dua komponen biomotorik yaitu kekuatan dan kecepatan.

(35)

17

seminggu) (Nala, 2011). Menurut Hare (dikutip dari Nala, 2011) takaran untuk meningkatkan kekuatan otot dalam rangka meningkatkan komponen daya ledak ini dalam pelatihan yaitu

1. Repetisi rendah :

Intensitasnya 85-100% dari kekuatan maksimal dengan 1-5 kali repetisi, kecepatan sedang, 3-5 set bagi pemula atau 5-8 set bagi atlet terlatih, istirahat antar set 2-5 menit dan frekuensinya 3 kali seminggu.

2. Repetisi sedang:

Intensitasnya 70-85% dari kekuatan maksimal dengan 5-10 kali repetisi, kecepatan sedang atau rendah, 3-5 set bagi pemula atau 5-8 set bagi atlet terlatih, istirahat antar set 2-4 menit, dan frekuensi 3 kali seminggu.

(36)

2.2 Anatomi dan Biomekanik

2.2.1 Anatomi Otot Tungkai

Daerah tungkai memiliki beberapa grup otot besar yang dapat memberikan kontribusi terhadap daya ledak. Beberapa grup otot besar yang terlibat adalah

2.2.1.1Grup Otot ektensor knee dan fleksor hip (m. quadriceps)

Otot quadriceps femoris adalah salah satu otot rangka yang terdapat pada bagian depan paha manusia. Otot ini mempunyai fungsi dominan ekstensi pada knee

(Watson, 2002). Otot quadriceps terdiri atas empat otot, yaitu:

(37)

19

a. Otot Rectus Femoris

Tipe otot ini adalah otot tipe 1 yang terletak paling superfisial pada

facies ventalis berada diantara otot quadriceps yang lain yaitu otot vastus lateralis dan medialis. Berorigo pada Spina Illiaca Anterior Inferior (caput rectum) dan pada os ilium di cranialis acetabulum (caput obliquum) dan mengadakan insersio pada tuberositas tibia dengan perantaran ligamentum patellae serta diinervasi oleh n. femoralis (L2) (Watson, 2002).

b. Otot Vastus Lateralis

Tipe otot ini adalah otot tipe II yang berada pada sisi lateral yang mengadakan perlekatan pada facies ventro lateral trochanter major dan

labium lateral linea aspera femoris, berinsersio di tepi lateral patella dan melewati ligamentum patella sampai ke ankle tuberositas tibia (Watson, 2002).

c. Otot Vastus Medial

Melekat pada labium medial linea aspera (dua pertiga bagian bawah) dan termasuk otot tipe II serta diinervasi oleh n. femoralis (L2-L4) (Watson, 2002).

d. Otot Vastus Intermedius

(38)

merupakan otot tipe II serta dinervasi oleh n. femoralis (L2-L4) (Watson, 2002).

2.2.1.2 Grup Otot Fleksi Knee dan Ektensi Hip (Hamstring)

Hamstring merupakan otot paha yang terletak di posterior, secara umum

hamstring bertipe otot serabut otot tipe II (Watson, 2002). Hamstring terbagi atas tiga otot yaitu:

Gambar 2.3 Grup otot hamstring (Watson, 2002)

a. Otot Biceps Femoris

Mempunyai dua buah caput. Caput longum dan breve, caput longum

berorigo pada pars medialis tuber Ichiadicum dan M. semitendinosus

(39)

21

insersio otot ini pada capitulum fibula serta diinervasi oleh n. ischiadicus

(L5,S1,S2) (Watson, 2002).

b. Otot Semitendinosus

Otot ini berorigo pada pars medialis tuber ichiadicum dan berinsersio pada facies medialis ujung proximal tibia serta diinervasi oleh cabang tibialis n. ischiadikus (Watson, 2002).

c. Otot Semimembranosus

Melekat di sebelah pars lateralis tuber ichiadicum turun ke arah sisi

medial regio posterior femoris dan berinsersio pada facies posterior condylus medialis tibia serta diinervasi olehcabang tibial n. ischiadikus (L5,S1,S2) (Watson, 2002).

2.2.1.3. Grup Otot Adduksi Hip

Grup otot adduksi hip terletak di bagian medial dari paha yang memiliki fungsi untuk membawa hip joint mendekati bidang tengah tubuh, grup otot adductor

(40)

Gambar 2.4 Grup otot adduksi hip (Watson, 2002)

a. Otot Pectineus

Otot ini berorigo di Pecten os pubis dan berjalan sampai melekat pada

linea pectenia selain berfungsi sebagai adduksi hip, otot ini juga membantu

fleksi dan eksorotasi hip (Watson, 2002).

b. Otot Adductor longus

Otot ini berorigo di Ramus superior dan inferior os pubis dan melekat di 1/3 tengah labium medial linea aspera berfungsi sebagai penggerak

adduksi hip, membantu ekstensi dan eksorotasi (Watson, 2002).

c. Otot Adductor Magnus

(41)

23

epicondylus medial femur berfungsi untuk adduksi hip dan membantu

endorotasi (Watson, 2002).

d. Otot Gracilis

Otot ini berorigo di ramus inferior os pubis, sepanjang sympisis os pubis sampai melekat di sisi medial tuberositas tibia berfungsi untuk adduksi hip dan membantu fleksi dan endorotasi knee (Watson, 2002).

2.2.1.4 Grup Otot Abduksi Hip

Yang termasuk otot abduksi hip yaitu :

a. Otot Gluteus Medius

Otot ini penggerak abduksi hip yang utama berorigo di ala ossis gluteal dan facies gluteal sampai melekat pada trochanter mayor, selain sebagai abductor hip otot ini juga membantu endorotasi dan eksorotasi hip

(Watson, 2002).

b. Otot Tensor Fascia Latae

(42)

c. Otot Gluteus Maksimus

Otot ini selain berfungsi sebagai ektensi hip, adduksi, eksorotasi hip

juga sebagai membantu abduksi hip. Berorigo dibagian dorsal os sacrum dan

facies dorsal os ilium sampai melekat pada tuberositas gluteal serta melekat di tractus iliotibialis (Watson, 2002).

d. Otot Gluteus Minimus

Otot ini berorigo di ala ossis gluteal dan facies gluteal sampai melekat di

trochanter mayor, berfungsi sebagai penggerak abduksi hip dan membantu

endorotasi serta eksorotasi (Watson, 2002).

2.2.1.5 Grup Otot Plantar Fleksor Ankle

(43)

25

a. Otot Gastrocnemius

Otot ini merupakan serabut otot fast-twitch yang sangat kuat untuk

plantar fleksi kaki pada ankle joint. Otot gastrocnemius merupakan otot yang paling superfisial pada dorsal tungkai dan terdiri dari dua caput pada bagian atas calf. Dua caput tersebut bersamaan dengan soleus membentuk triceps surae. Bagian lateral dan medial otot masih terpisah satu sama lain sejauh memanjang ke bawah pada middle dorsal tungkai. Kemudian menyatu di bawah membentuk tendon yang besar yaitu tendon Achilles (Hamilton, 2012).

b. Otot Soleus

Seperti otot gastrocnemius, otot soleus berfungsi pada gerakan plantar fleksi kaki pada ankle joint. Otot ini terletak di dalam gastrocnemius, kecuali di sepanjang aspek lateral dari ½ bawah calf, di mana bagian lateral soleus

(44)

2.2.1.6 Grup Dorsofleksi Ankle

Gambar 2.6 Grup otot dorsi fleksor ankle (Watson, 2002)

a. Otot Tibialis Anterior

Otot ini terletak di sepanjang permukaan anterior tibia dari condylus lateral kebawah pada aspek medial regio tarsometatarsal. Sekitar ½ sampai 2/3 ke bawah tungkai otot ini menjadi tendinous. Tendon berjalan di depan

malleolus medial sampai pada cuneiform pertama. Otot ini berperan dalam gerakan dorsofleksi ankle dan kaki, serta supinasi (inversi dan adduksi) tarsal joint ketika kaki dorsi fleksi. Dalam penelitian EMG, otot ini ditemukan aktif pada ½ orang yang berdiri bebas dan ketika dalam posisi forward lean

(45)

27

b. Otot Extensor Digitorum Longus

Otot ini memanjang pada empat jari-jari kaki. Otot ini juga berperan pada gerakan dorsi fleksi ankle joint dan tarsal joint serta membantu eversi

dan abduksi kaki. Otot ini berbentuk penniform, terletak di lateral dari tibialis anterior pada bagian atas tungkai dan lateral dari extensor hallucis longus

pada bagian bawahnya. Tepat di depan ankle joint tendon ini membagi empat tendon pada masing-masing jari-jari kaki (Hamilton, 2012).

c. Otot Extensor Hallucis Longus

(46)

2.2.1.7 Grup Otot Gluteus

a. Otot Gluteus maximus

Otot ini merupakan otot yang terbesar yang terdapat di sebelah luar

ilium membentuk perineum. Fungsinya, antagonis dari iliopsoas yaitu rotasi fleksi dan endorotasi femur. Fungsi utama dari gluteus maximus adalah untuk menjaga bagian belakang tubuh tetap tegap, atau untuk mendorong kedudukan pinggul ke posisi yang tepat (Watson, 2002).

Gambar 2.7 Otot Gluteus Maximus (Watson, 2002)

b. Otot Gluteus medius dan Minimus

(47)

29

Gambar 2.8 Otot gluteus medius dan minimus (Watson, 2002)

2.2.2 Biomekanik Hip Joint

2.2.2.1 Atrhokinematika Hip Joint

Caput femoris berbentuk konveks seperti bola yang melekat pada collum femoris, dengan arahnya adalah menghadap anterior, medial, dan superior. Sedangkan asetabulum berbentuk konkaf dengan arahnya menghadap anterior, lateral, dan inferior. Pada setiap gerakan hip joint, caput femoris selalu bergerak (slide) berlawanan arah dengan gerakan angular (Anshar dan Sudaryanto, 2011).

Saat gerakan fleksi dan ektensi terjadi gerakan spin pada sendi, abduksi terjadi gerakan roll ke atas dan terjadi slide ke bawah pada sendi, adduksi terjadi roll ke bawah dan slide ke atas pada sendi, internal rotasi/endorotasi terjadi roll ke anterior

dan slide ke posterior dan ekternal rotasi/eksorotasi terjadi gerakan roll ke posterior

(48)

Tabel 2.2 Hubungan gerak angular dengan artrhokinematika caput femur

Sumber: (Anshar dan Sudaryanto, 2011)

2.2.2.2 Osteokinematika Hip joint

Hip joint merupakan sendi yang memiliki 3 derajat kebebasan gerak (DKG) yang disebut juga triaxial joint yang terdiri dari fleksi-ekstensi, abduksi-adduksi, dan

endorotasi-eksorotasi. Gerakan yang paling luas adalah fleksi hip dan yang paling terbatas adalah ekstensi/hipereskstensi hip (Anshar and Sudaryanto, 2011). Fleksi-ekstensi terjadi pada bidang sagital di sekitar aksis medio-lateral dengan gerak rotasi spin tidak murni. Abduksi-adduksi terjadi dalam bidang frontal di sekitar axis antero-posterior dengan gerak rotasi spin. Endorotasi-eksorotasi terjadi pada bidang

transversal di sekitar aksis vertikal dengan gerak rotasi spin pada posisi tungkai Gerakan angular femur Arthrokinematika caput femur

terhadap acetabulum Fleksi Posterior/spin

(49)

31

dianggap sebagai permukaan kerucut yang tidak beraturan dan apex-nya terletak pada

caput femoris (Anshar dan Sudaryanto, 2011).

Fleksi hip adalah gerakan femur ke depan dalam bidang sagittal dan axis medio-lateral. Jika knee lurus maka luas gerakan fleksi hip dibatasi oleh ketegangan otot hamstring. Gerakan fleksi hip dilakukan dengan knee dalam posisi fleksi dimana

pelvic akan backward tilt untuk melengkapi/menyempurnakan gerakan fleksi pada hip joint sehingga luas gerak sendinya lebih besar. ROM fleksi hip dengan posisi ekstensi knee adalah sebesar 00 - 900, sedangkan ROM fleksi hip dengan posisi fleksi knee

adalah sebesar 00 – 1200 (gerak aktif) dan 00 – 1400 (gerak pasif). Fleksi hip

dihasilkan oleh kontraksi otot iliopsoas yang dibantu oleh otot rectus femoris (Anshar dan Sudaryanto, 2011).

Ekstensi adalah gerakan kembali dari fleksi sedangkan hiperekstensi adalah gerakan femur ke belakang dalam bidang sagital. Faktor penghambat hiperekstensi hip adalah ketegangan ligamen iliofemoral pada bagian depan sendi. ROM ekstensi/hiperekstensi hip adalah 00 – 200 (gerak aktif) dan sebesar 00 – 300 (gerak pasif). Otot yang bekerja pada gerakan ini adalah otot gluteus maximus yang dibantu oleh grup otot hamstring (Anshar dan Sudaryanto, 2011).

(50)

adductor dan ligamen pubofemoral. ROM abduksi hip sebesar 00 – 450 (gerak pasif) dan 00– 300 (gerak aktif). Otot yang bekerja pada gerakan abduksi adalah otot gluteus medius et minus dan tensor fascia latae beserta traktus iliotibialis, yang dibantu oleh otot Sartorius (Anshar dan Sudaryanto, 2011).

Adduksi hip adalah gerakan kembali dari abduksi/mendekati dari midline

tubuh. Hiperadduksi hanya dapat terjadi jika tungkai sisi kontralateral digerakkan keluar. Pada hiperadduksi yang luas, ligamen capitis (teres) femoris menjadi tegang.

ROM adduksi hip sebesar 00 – 300 (gerak pasif) dan sebesar 00 – 200 (gerak aktif). Otot yang bekerja pada gerakan ini adalah grup otot adductor, pectineus, dan gracilis. (Anshar dan Sudaryanto, 2011)

Eksorotasi adalah suatu rotasi femur sekitar aksis longitudinal sehingga knee

berputar keluar. Eksorotasi juga merupakan suatu rotasi femur sekitar aksis sagital

sehingga knee berputar ke dalam. ROM eksorotasi biasanya lebih besar daripada

endorotasi. ROM eksorotasi hip adalah 00 – 400/600, sedangkan otot yang bekerja dalam posisi tungkai lurus adalah enam otot yang pendek yaitu obturator internus externus, gemellus superior dan inferior, quadratus femoris dan piriformis, serta dibantu oleh otot gluteus medius et minimus. Berbeda dengan posisi tungkai fleksi knee dimana otot yang bekerja adalah grup otot adductor, pectineus, gracilis, dan

(51)

33

Endorotasi hip adalah gerak rotasi femur sekitar aksis longitudinal sehingga

knee terputar ke dalam. Endorotasi juga merupakan gerak rotasi femur disekitar aksis sagital sehingga knee terputar keluar. ROM endorotasi dan eksorotasi dipengaruhi oleh derajat torsi femoral. ROM endorotasi hip adalah 00 – 300/400, sedangkan otot yang bekerja dalam posisi tungkai lurus adalah grup otot adductor dan pectineus, dan dalam posisi tungkai fleksi knee adalah keenam otot rotator yang pendek yang dibantu oleh tensor fascia latae (Anshar dan Sudaryanto, 2011).

2.2.3 Biomekanik Knee Joint

Knee joint merupakan sendi yang paling besar dan paling kompleks pada tubuh manusia. Knee joint didisain untuk mobilitas dan stabilitas. Secara fungsional,

knee dapat memanjangkan dan memendekan lower ektremitas untuk mengangkat dan menurunkan tubuh atau untuk menggerakan kaki dalam space. Knee joint kompleks terdiri dari tibiofemoral joint dan patellofemoral joint (Anshar dan Sudaryanto, 2011).

2.2.3.1 Atrhokinematika Knee

1. Tibiofemoral Joint

(52)

tibia beserta meniscus fibrokartilago. Pada open kinematic chain (kinematik terbuka), dataran tibia bergerak dengan slide dalam arah yang sama dengan gerak angularnya. Pada closed kinematic chain (kinematik tertutup), condylus femur bergerak slide dalam arah yang berlawanan dengan gerak angularnya (Anshar dan Sudaryanto, 2011).

Tabel 2.3 Hubungan gerak angular dengan artrhokinematika knee open kinematic chain

Gerakan angular femur Artrhokinematika dataran tibia terhadap

condylus femur

Fleksi Posterior

Ekstensi Anterior

Tabel 2.4 Hubungan gerak angular dengan artrhokinematika knee closed kinematic chain

Gerakan angular femur Artrhokinematika condylus femur

terhadap dataran tibia

(53)

35

Ektensi Posterior

Sumber: (Anshar and Sudaryanto, 2011)

Gambar 2.9 artrhokinematika condyles femur terhadap dataran tibia

(Anshar dan Sudaryanto, 2011). 2. Patellofemoral Joint

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa patellofemoral joint hanya menghasilkan gerakan slide saat terjadi fleksi-ektensi knee. Selain itu, dapat dilakukan gerakan slide secara pasif pada patella yaitu medial slide dan

lateral slide untuk melihat keutuhan cartilage sendi dan mobilitas patella

(Anshar dan Sudaryanto, 2011).

2.2.3.2 Osteokinematika Knee

(54)

Tibiofemoral joint termasuk kedalam sendi biaxial bicondyloid dengan sepasang gerakan (2DKG) yaitu fleksi-ektensi dan exorotasi-endorotasi, sedangkan gerakan pasif yang terjadi valgus–varus knee. ROM fleksi knee

adalah 00-1200(aktif) dan 00-1400(pasif). Sedangkan ROM extensi/hiperextensi knee adalah 00-50/100. ROM exorotasi knee adalah 00-400, sedangkan ROM endorotasi adalah 00-300. Exorotasi dan endorotasi knee hanya terjadi pada posisi knee fleksi karena pada posisi fleksi knee ligament cruciatum dan

collateral menjadi kendur sedangkan pada posisi extensi knee ligament cruciatum dan collateral menjadi tegang dan terjadi penguncian knee (Anshar dan Sudaryanto, 2011).

2. Patellofemoral Joint

Patellofemoral joint merupakan sendi plane nonaxial yang hanya menghasilkan gerak slide. Patella hanya terjadi slide disepanjang sulcus intercondylaris selama gerakan fleksi-extensi knee. Pada saat fleksi patella

akan slide kearah caudal, dan pada saat extensi maka patella akan slide ke

cranial atau kembali keposisi awal. Alignment patella memiliki sudut yang dikenal dengan Q angle (sudut Q). Q angle adalah sudut yang dibentuk oleh 2 garis yang saling memotong; garis pertama dari SIAS ke mid-patella, dan garis kedua dari tuberculum tibia ke mid-patella (normalnya 150). Q angle menggambarkan jalur lateral atau efek haluan busur (bowstring) terhadap otot

(55)

37

Gambar 2.10 Q angel (http://www.coreconcepts.com.sg/article/q-angle-and-knee-pain)

2.2.4 Biomekanik Ankle

Region ankle memiliki beberapa sendi dan sangat penting dalam aktivitas berjalan dan berlari.

2.2.4.1 Atrhokinematika Ankle

1. Tibiofibular Joint

Tibiofibular joint hanya menghasilkan gerakan slide saat gerakan

plantar fleksi, dorsofleksi, supinasi dan pronasi. Plantar fleksi ankle, malleolus lateral akan berotasi kemedial dan tertarik kearah inferior dan kedua malleolus saling mendekat. Sedangkan pada sendi superior, caput fibula akan slide kearah inferior. Pada saat dorsofleksi ankle, malleolus lateral

(56)

saling membuka, sedangkan pada sendi superior caput fibula slide kearah

superior. Pada saat supinasi kaki, caput fibula akan slide ke distal dan

posterior (external rotasi). Sedangkan saat pronasi kaki caput fibula akan

slide ke proksimal dan anterior (internal rotasi) (Anshar dan Sudaryanto, 2011).

2. Ankle Joint

Permukaan sendi yang konkaf dibentuk oleh ujung distal tibia (malleolus medialis) dan ujung distal fibula (malleolus lateralis), dimana

malleolus lateralis sedikit lebih panjang daripada malleolus medialis. Permukaan sendi yang konveks adalah corpus talus yang berbentuk sudut melebar pada sisi anterior dan juga berbentuk konus yang ujungnya menghadap kemedial. Untuk menghasilkan gerakan fisiologis ankle, maka

corpus talus akan slide dalam arah yang berlawanan dengan gerakan

angularnya (Anshar dan Sudaryanto, 2011).

Tabel 2.5 Hubungan gerak angular dengan artrhokinematika ankle

Gerakan angular Artrhokinematika talus terhadap

malleolus

(57)

39

Plantar fleksi Anterior

Sumber: (Anshar and Sudaryanto, 2011)

2.2.4.2 Osteokinematika Ankle

1. Tibiofibular Joint

Tibiofibular joint hanya menghasilkan gerakan slide saat gerakan

plantar fleksi, dorsofleksi, supinasi dan pronasi (Anshar dan Sudaryanto, 2011).

2. Ankle Joint

Ankle joint merupakan bentuk sendi hinge uniaxial dengan 1 DKG yaitu plantar fleksi dan dorsofleksi. ROM plantar fleksi adalah 00-500, otot yang bekerja m.gastrocnemius dan soleus yang dibantu oleh otot tibialis posterior, fleksor halucis longus, fleksor digitorum longus, serta otot peroneus longus dan brevis. ROM dorsofleksi adalah 00-200, otot yang bekerja m. tibialis anterior, ekstensor halluces longus, ekstensor halluces longus, dan

peroneus tertius (Anshar dan Sudaryanto, 2011).

2.2.5 Otot Skeletal

Otot skeletal terdiri dari banyak serabut otot yang berbentuk seperti benang/serabut. Membran yang membungkus serabut otot dinamakan dengan

(58)

membran. Neuron tersebut akan mengeluarkan impuls yang berjalan ke sarkolema

yang mengakibatkan sel otot berkontraksi. Transverse tubulus merupakan lubang yang ada pada sarkolema yang berfungsi menghantarkan impuls dari sarkolema ke dalam sel terutama pada struktur lain di dalam sel yang menyelubungi miofilamen

yang disebut sarcoplasmic reticulum. Tranverse tubules mempunyai lubang yang berhubungan dengan retikulum sarkoplasmik dalam menghantarkan impuls serta tempat penyimpanan ion kalsium. Antara retikulum sarkoplasmik dengan sitoplasma

sel otot disebut sarkoplasma. Pada sarkoplasma tersebut terjadi pemompaan ion kalsium. Ketika impuls saraf ada pada membran sarcoplasmic reticulum maka terjadi pembukaan membran yang memungkinkan ion kalsium menuju pada sarkoplasma

yang akan mempengaruhi miofibril untuk berkontraksi (Fatmawati, 2012).

Sarkoplasma pada setiap serabut otot mengandung sejumlah nukleus dan

mitokondria, serta sejumlah benang/serabut miofibril yang berjalan paralel sejajar satu sama lain. Miofibril mengandung 2 tipe filamen protein yang susunannya menghasilkan karakteristik pola striated sehingga dinamakan otot striated atau otot

skeletal (Anshar and Sudaryanto, 2011). Miofibril terbuat dari molekul protein yang panjang disebut miofilamen. Miofilamen terdiri dari 2 jenis yaitu thick miofilamen

yang berwarna lebih gelap dan thin miofilamen yang berwarna lebih terang. Kedua jenis miofilamen tersebut membentuk sub unit yang saling berhubungan dalam

(59)

41

tengah dan diapit oleh thin miofilamen. Jika dilihat dalam mikroskopis daerah tengah

sarkomer akan terlihat lebih gelap yang disebut dengan I-band sedangkan daerah pinggir terlihat lebih terang yang disebut dengan A-band. Bagian yang memisahkan antara kedua daerah tersebut adalah Z-line (Sherwood, 2006).

Kepala miosin mempunyai dua tempat tautan yaitu ATPbinding site dan aktin binding site. Pergeseran miosin yang terjadi disebabkan karena kepala dari miosin

bertemu dengan molekul aktin di dalam miofilamen. Thin miofilamen terdiri dari tiga komponen protein yaitu aktin, troponin dan tropomiosin. Pada otot yang rileks,

molekul miosin menempel pada benang molekul tropomiosin, ketika ion kalsium

mengisi troponin maka akan mengubah bentuk dan posisi troponin. Perubahan tersebut membuat molekul tropomiosin terdorong dan menjadikan kepala myosin

bersentuhan dengan molekul aktin. Persentuhan tersebut membuat kepala miosin

bergeser. Pada akhir gerakan ATP masuk dalam crossbridge dan memecah ikatan antara aktin dan miosin. Kepala miosin kembali bergerak ke belakang dan ATP

dipecah sebagai ADP + P. Kepala miosin kembali berikatan dengan molekul aktin

yang lain. Ikatan ini membuat terjadinya lagi gerakan aktin terdorong oleh kepala

(60)

Gambar 2.11 Struktur Otot dan Mekanisme Kontraksi dan Relaksasi Otot (Sumber: Sherwood, 2006)

Seperti gambar diatas, mekanisme terjadinya kontraksi otot dimulai dengan adanya suatu beda potensial pada motor end plate akibat suatu stimulus (neurotransmitter) sehingga tercetusnya suatu potensial aksi pada serabut otot. Menurut Azizah dan Hardjono (2006), ada 2 tipe serabut yang utama yaitu serabut

slow-twitch dan serabut fast-twitch. Kedua tipe serabut tersebut terdapat di dalam suatu otot tunggal.

(61)

43

yang rendah, tahan terhadap kelelahan, memiliki kapasitas aerobik yang tinggi dan berfungsi untuk mempertahankan sikap.

2. Tipe II atau fast twitch (phasic muscle fibers): disebut juga white muscle karena berwarna lebih pucat. Otot ini memiliki karakteristik menghasilkan kontraksi yang cepat (kecepatan kontraktil yang cepat), tidak tahan terhadap kelelahan (cepat lelah), memiliki kapasitas aerobik yang rendah, banyak mengandung

miofibril, durasi kontraksi lebih pendek dan berfungsi untuk melakukan gerakan yang cepat dan kuat.

Kontraksi otot skeletal ada dua yaitu kontraksi isotonik dan isometrik. Kontraksi otot isotonik dibagi menjadi konsentrik dan eksentrik. Kontraksi konsentrik

merupakan kontraksi otot yang membuat otot memendek dan terjadi gerakan pada sendi sedangkan kontraksi eksentrik merupakan kontraksi otot pada saat memanjang untuk menahan beban. Kontraksi isometrik merupakan kontraksi otot yang tidak disertai dengan perubahan panjang otot (Lippert, 2011).

2.2.6 Anatomi Saraf

2.2.6.1 Definisi Saraf

Sistem saraf adalah serangkaian organ yang kompleks dan berkesinambungan yang terdiri dari jaringan saraf. Dalam mekanisme sistem saraf, lingkungan internal

(62)

kemampuan untuk menghantarkan suatu respons dari stimulus yang diterima, diatur oleh sistem saraf dalam tiga cara utama yaitu : inputsensorik merupakan sistem saraf yang menerima stimulus melalui reseptor yang terletak di tubuh baik eksternal (reseptor somatic) maupun internal (reseptor visceral). Aktivitas integrative

merupakan aktivitas reseptor didalam mengubah stimulus menjadi sistem listrik yang menjalar di sepanjang saraf sampai ke otak dan medulla spinalis yang kemudian akan diinterpretasi dan integrasi sehingga respon terhadap informasi bisa terjadi. Output motoric merupakan respon yang sesuai dari otot dan kelenjar tubuh (efektor) hasil dari input dari otak dan medulla spinalis. Menurut Tjaliek (1991): hal yang terpenting didalam hubungan antara otot dan saraf adalah reseptor, pusat, dan efektor. Telaksananya kegiatan motorik pada manusia karena adanya sistem otot yang melekat pada tulang dan saraf-saraf yang menginervasi.

2.2.6.2 Struktur Saraf

Sistem saraf tersusun atas miliaran sel yang sangat khusus yang disebut sel saraf (neuron). neuron merupakan unit anatomis dan fungsionalis dari sistem saraf tersusun atas badan sel, dendrit, dan akson (neurit). Badan sel merupakan bagian sel saraf yang mengandung nukleus (inti sel) dan tersusun pula sitoplasma yang bergranuler dengan warna kelabu. Di dalamnya juga terdapat membran sel, nukleolus

(63)

45

memiliki struktur yang bercabang-cabang (seperti pohon) dengan berbagai bentuk dan ukuran. Fungsi dendrit adalah menerima impuls (rangsang) yang datang dari

reseptor. Kemudian impuls tersebut dibawa menuju ke badan sel saraf. Selain itu, pada badan sel juga terdapat penjuluran panjang dan kebanyakan tidak bercabang. Namanya adalah akson atau neurit. Akson berperan dalam menghantarkan impuls dari badan sel menuju efektor, seperti otot dan kelenjar. Walaupun diameter akson hanya beberapa mikrometer, namun panjangnya bisa mencapai 1 hingga 2 meter. Di dalam

neurit terdapat benang-benang halus yang disebut neurofibril. Neurofibril dibungkus oleh beberapa lapis selaput mielin yang banyak mengandung zat lemak dan berfungsi untuk mempercepat jalannya rangsangan. Selaput mielin tersebut dibungkus oleh sel-sel sachwann yang akan membentuk suatu jaringan yang dapat menyediakan makanan untuk neurit dan membantu pembentukan neurit. Lapisan mielin sebelah luar disebut neurilemma yang melindungi akson dari kerusakan. Bagian neurit ada yang tidak dibungkus oleh lapisan mielin. Bagian ini disebut dengan nodus ranvier

(64)

Gambar 2.12 sel saraf (Campbell and Reece, 2002)

Berdasarkan struktur dan fungsinya, neuron dikelompokkan dalam empat bagian, yaitu neuronsensorik, neuronmotorik, asosiasi dan adjustor (Sloane, 1994)

1. Saraf sensorik, berfungsi menghantar impuls (pesan) dari reseptor ke sistem saraf pusat, yaitu otak (ensefalon) dan sumsum belakang (medulla spinalis). Ujung

akson dari saraf sensorik berhubungan dengan saraf asosiasi/penghubung

(intermediet).

2. Saraf motorik, mengirim impuls dari sistem saraf pusat ke otot atau kelenjar yang hasilnya berupa tanggapan tubuh terhadap rangsangan. Badan sel saraf motorik

berada pada sistem saraf pusat. Dendritnya sangat pendek berhubungan dengan

akson saraf asosiasi, sedangkan aksonnya dapat sangat panjang terdapat di sistem saraf pusat dan berfungsi menghubungkan sel saraf motorik dengan sel saraf

(65)

47

selubung dan membentuk urat saraf. Sedangkan badan sel saraf, berkumpul membentuk ganglion atau simpul saraf.

3. Saraf asosiasi (penghubung), terdapat pada sistem saraf pusat yang berfungsi menghubungkan sel saraf motorik dengan sel saraf sensorik atau berhunungan dengan sel saraf lainnya yang ada di dalam sistem saraf pusat. Sel saraf asosiasi menerima impuls dari reseptor sensorik atau sel saraf asosiasi lainnya.

4. Saraf adjustor, berfungsi sebagai penghubung saraf sensorik dan motorik di sumsum tulang belakang dan otak.

5. Sinapsis merupakan hubungan penyampaian impuls dari satu neuron ke neuron

yang lain. Peristiwa ini terjadi dari ujung percabangan akson dengan ujung dendrit neuron yang lain. Celah antara satu neuron dengan neuron yang lain disebut dengan celah sinapsis. Loncatan-loncatan listrik yang bermuatan ion terjadi di dalam celah sinapsis, baik ion positif dan ion negatif. Pergantian antara impuls

yang satu dengan yang lain juga terjadi di dalam celah sinapsis ini, sehingga diperlukan enzim kolinetarase untuk menetralkan asetilkolin pembawa impuls

yang ada. Penyampaian impuls dengan bantuan zat kimia berupa asetilkolin yang berperan sebagai pengirim (transmitter) terdapat dalam celah sinapsis juga.

2.2.6.3 Jenis Saraf

(66)

Pembagian sistem saraf secara anatomis atau secara struktural adalah sebagai berikut

a. Sistem saraf pusat

Sistem saraf pusat terdiri atas otak yang berfungsi menerima pesan dan mengirim pesan dan medulla spinalis yang berfungsi membawa pesan dari otak ke saraf tubuh dan mengirim pesan dari saraf tubuh ke otak. Saraf pusat terdiri dari : 1.otak(encephalon) : a.prosencephalon; -telencephalon (hemispherium cerebri, telencephalon medium /telencephalon impar), -diencephalon (thalamus/thalamus

dorsalis, metathalamus /corpora geniculate, hypothalamus, Subthalamus,

epithalamus), b.mesencephalon; tectum mesenchepali, tegmentum mesenchepali,

-pedunculus cerebri (crus cerebri), c.rhombenchepalon, -metenchepalon terdiri atas

pons dan cerebellum, -myelencephalon juga disebut medulla oblongata. 2.medulla spinalis: pars cervicalis (segmen C1-C8), pars thoracalis(segmen Th1-Th12), pars

lumbalis (segmen L1-L5), pars sacralis (segmen S1-S5), dan pars coccygeus (segmen Co1). (Sukardi,2013)

b. Sistem saraf tepi

Berdasarkan lokasi saraf, sistem saraf perifer terdiri dari saraf berikut:

Gambar

Gambar 2.1 Pengukuran daya ledak otot tungkai dengan digital vertical jump test
Gambar 2.2 Grup otot quadriceps femoris (Watson, 2002)
Gambar 2.3 Grup otot hamstring (Watson, 2002)
Gambar 2.4 Grup otot adduksi hip (Watson, 2002)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui manakah yang lebih berpengaruh latihan knee tuck jump dan latihan Split jump terhadap peningkatan power otot tungkai pada karateka Club Binaan Dispora Medan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh latihan depth jump dan knee tuck jump terhadap peningkatan kekuatan otot tungkai pada siswa putra ekstrakurikuler voli

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Perbedaan pengaruh latihan stride jump crossover dan knee tuck jump terhadap power otot tungkai pada siswa

Latihan single leg speed hop dengan knee tuck jump ini termasksud latihan dari pliometrik dimana latihan pliometrik adalah latihan yang menggunakan kekuatan otot,

PENAMBAHAN BALLISTIC STRETCHING PADA LATIHAN KNEE TUCK JUMP LEBIH EFEKTIF DIBANDINGKAN LATIHAN KNEE TUCK JUMP TERHADAP PENINGKATAN DAYA LEDAK OTOT TUNGKAI PADA PEMAIN VOLI LAKI-

Tujuan penelitian: Tujuan dari penelitian ini ialah mengetahui peningkatan power otot tungkai berdasarkan hasil latihan knee tuck jump pada siswa SMK Negeri 2

Latihan single leg speed hop dengan knee tuck jump ini termasksud latihan dari pliometrik dimana latihan pliometrik adalah latihan yang menggunakan kekuatan otot, dimana

Dari hasi uji hipotesis III menggunakan Independent Samples T-Test menggunakan nilai post latihan single leg speed hop dan post latihan knee tuck jump yang dikarenakan