BAB IV ANALISIS DAN EVALUAS
C. Lelang
Definisi lelang dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 pasal 1 sub 17 adalah penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumpulan minat atau calon pembeli.Apabila utang utang pajak lunas dan atau biaya penagihan pajak tidak dilunasi setelah dilaksanakan penyitaan, pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang disita melalui kantor lelang. Barang yang disita digunakan untuk membayar biaya penagihan pajak dan utang pajak dengan cara:
b. Deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, dipindah bukukan ke rekening Kas Negara atau Kas Daerah atas permintaan Pejabat kepada Bank yang bersangkutan;
c. Obligasi, saham, atau surat berharga lainnya yang diperdagangkan di bursa efek dijual di bursa efek atas permintaan Pejabat;
d. Obligasi, saham, atau surat berharga lainnya yang tidak diperdagangkan di bursa efek segera dijual oleh pejabat;
e. Piutang dibuatkan berita acara persetujuan tentang Pengalihan Hak Menagih dari Penanggung Pajak kepada Pejabat;
f. Penyertaan modal pada perusahaan lain dibuatkan akte persetujuan Pengalihan Hak Menjual dari Penanggung pajak kepada Pejabat;
1.Pengumuman Lelang
Setiap penjualan secara lelang harus didahului dengan pengumuman lelang (pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 tahun 1997 JO Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000).Pengumuman lelang dilaksanakan sekurang-kurangnya 14(empat belas hari) sejak pengumuma lelang. Sebelum pengumuman lelang dimuat di media massa, pejabat menulis surat kepada Kepala Kantor Lelang setempat untuk minta jadwal waktu dan tempat pelelangan diadakan. Pejabat bertindak sebagai penjual atas barang yang disita dan sekaligus pejabat atau wakilnya menghadiri pelaksanaan
lelang untuk menentukan dilepas atau tidaknya barang yang dilelang, sekaligus menandatangani asli risalah lelang.
LARANGAN TERHADAP PEJABAT DAN JURUSITA PAJAK DIATUR DALAM PASAL 26 AYAT 4 DAN AYAT 5 UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1997 JO UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2000) PEJABAT DAN JURU SITA PAJAK DILARANG UNTUK MEMBELI BARANG SITAAN YANG DILELANG. INI BELAKU JUGA TERHADAP ISTRI, KELUARGA SEDARAH DAN SEMENDA DALAM KETURUNAN GARIS LURUS SERTA ANAK ANGKAT.
-
2.SYARAT-SYARAT LELANG:
1. Lelang dilakukan di muka umum 2. Lelang dilakukan berdasarkan hukum 3. Lelang dilakukan di hadapan Pejabat 4. Lelang dilakukan dengan penawaran harta
5. Lelang dilakukan dengan usaha pengumpulan peminat 6. Lelang ditutup dengan Berita Acara
Jurusita pajak datang ke tempat di mana barang tersebut akan dilelang untuk mendampingi juru lelang. Sesaat sebelum pelelangan dimulai sebaiknya Jurusita Pajak menanyakan kepada WP apakah utang pajaknya akan dilunasi. Seandainya WP dapat dan bersedia melunasi utang pajaknya, maka pelelangan dibatalkan, bila tidak maka pelelangan segera dilakukan. Saat pelelangan sebaiknya Pejabat yang bersangkutan atau wakilnya dapat menghadirinya. Juru lelang kemudian mengumumkan kepada calon pembeli tentang syarat apa yang harus dipenuhi serta cara penawarannya.WP berhak untuk menentukan urutan menurut mana barang-barang yang disita akan dilelang. Jika hasil penjualan barang telah mencapai jumlah utang pajak ditambah dengan biaya pelaksanaannya , maka penjualan tersebut dihentikan dan sisa barang dikembalikan dengan segera kepada WP. Segera selesai pelelangan, maka Kantor lelang, Jurusita Pajak, atau orang yang diserahi untuk menjual barang-barang sitaan melaporkan kepada atasannya untuk membuat Laporan Hasil Pelaksanaan Lelang. Dengan telah dijualnya barang-barang sitaan itu, maka hak atas barang-barang tersebut berpindah dari WP/PP kepada pembeli yang tawarannya telah diterima, segera setelah pembeli tersebut memenuhi syarat-syarat pembelian.
D. Kendala-Kendala Yang dihadapi Oleh Jurusita Pajak
Pada waktu pelaksanaan penyitaan, ada kemungkinan jurusita pajak tersebut tidak dapat masuk atau tidak diperkenankan masuk kedalam rumah WP/Penaggung Pajak yang barang-barangnya akan disita. Kalau jurusita pajak tidak dapat masuk karena didalam rumah tersebut tidak ada seorangpun, maka dalam hal ini jurusita pajak akan menunda pelaksanaan penyitaan itu. Tetapi kalau di dalam rumah ada penghuni nya maka juru sita pajak dapat meminta izin untuk masuk kedalam rumah tersebut guna melaksanakan tugasnya.
2.Jurusita pajak tidak diperbolehkan menyita barang WP
Kemungkinan lain adalah jurusita pajak diizinkan masuk kedalam rumah tetapi tidak diperkenankan menyita barang-barang milik WP, dalam hal ini jurusita pajak supaya memberikan keterangan dan menjelaskan atau pengertian mengenai maksud penyitaan dan bahwa penyitaan tidak selalu berakhir dengan penjualan barang-barang (lelang), apabila WP bersedia melunasi utang pajaknya.
3. WP atau wakilnya tidak mau menandatangani Berita Acara Sita
Berita Acara Sita dibuat dan ditandatangani oleh jurusita pajak, para saksi dan WP atau wakilnya yang bertindak sebagai penyimpan barang. Apabila WP atau wakilnya menolak untuk ikut menandatangani berita Acara Sita tersebut maka jurusita pajak dapat mengambil tindakan sebagai berikut:
a. Memberitahukan kepada kepolisian dan meminta bantuan agar dapat membantu menjaga supaya tidak ada barang-barang sitaan yang hilang. b. Jurusita pajak dapat membawa barang-barang sitaan tersebut ketempat
titipan yang baik.
c. Berita Acara Sita secara hukum dianggap sah.
4. Pembuktian barang-barang yang bukan milik WP
Pada waktu melakukan penyitaan, ada sebagian barang yang disita tersebut bukan miliknya. Dalam hal ini maka WP atau wakilnya dapat menunjukkan bukti- bukti yang jelas bahwa barang-barang tersebut memang bukan milik WP.
5.Wajib pajak tidak merespon panggilan.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari keterangan-keterangan yang telah disajikan pada BAB I sampai BAB IV penulis memperoleh kesimpulan. Adapun kesimpulan-kesimpulan tersebut adalah:
1. Pelaksanaan penagihan dan penyitaan khususnya di KPP Medan Petisah dapat berjalan lancar, dikarenakan adanya keahlian serta kemampuan jurusita dalam menjalankan tugasnya.
2. penagihan dan penyitaan pajak harus dilaksanakan oleh petugas yang khusus di tunjuk dan diangkat oleh Kepala Dirjen Pajak, yang disebut dengan jurusita.
3. Pelaksanaan jurusita adalah merupakan jaminan utuk pelunasan pajak dan biaya penagihan pajak oleh penanggung pajak.
4. Penjelasan Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 yang menyatakan bahwa pajak sebagai sumber utama penerimaan Negara perlu terus ditingkatkan sehingga Pembangunan Nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasarkan prinsip kemandirian.
5. Peningkatan kesadaran masyarakat di bidang perpajakan harus ditunjang dengn iklim yang mendukung peningkatan peran aktif masyarakat serta
pemahaman akan hak dan kewajibannya dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan.
SARAN-SARAN
Dalam penulisan suatu laporan tentu saja harus ada saran-saran dari penulis, adapun saran dari penulis setelah mengetahui lebih dalam tentang tatacara penyitaan adalah:
1. Perlunya sosialisasi yang lebih gencar yang dilakukan Direktorat Jendral Pajak melalui media apapun, yaitu tentang kewajiban wajib pajak dalam membayar pajak demi kepentingan bangsa dan negara.
2. Menyiapkan jurusita yang handal, tangguh, profesional dan berdedikasi tinggi terhadap pekerjaannya serta menambah petugas jurusita pajak, paling tidak di setiap KPP tersedia 3 (tiga) orang jurusita.
3. Diharapkan kepada jurusita pajak dalam melaksanakan tugasnya agar selalu mengikuti prosedur pelaksanaan penyitaan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, khususnya Direktorat Jendral Pajak.
DAFTAR PUS TAKA
Mardiasmo, 2006, Perpajakan Indonesia, Salemba Empat, Jakarta.
Waluyo, 2010, Perpajakan Indonesia Edisi 10- Buku 11, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Hadi, H Mulyo. (1995). Dasar-Dasar Penagihan Pajak Negara. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Mardiasmo.(1999). Perpajakan. Yogyakarta: Andi Yogyakarta
Rusdji, Muhammad. (2003). Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Jakarta: PT. Indek.
Soemitro, Rochmat. (1991). Asas Dan Dasar Perpajakan 2. Bandung: PT. Refika Aditama.
Undang-Undang Pajak No. 16 tahun 2000 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Undang-Undang Pajak No. 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat paksa, Jakarta: Salemba Empat.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2007 Pasal 18 Ayat 1 Tentang Surat Tagihan Pajak, Salemba Empat, Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan (PPh), Salemba Empat, Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa, Salemba Empat, Jakarta.
Undang-Undang No.17 Tahun 2000 Tentang Pajak Penghasilan.Salemba empat, Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.