BAB III KEKUATAN EKSEKUTORIAL HAK TANGGUNGAN YANG
B. Tahapan Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan
4. Lelang
Setelah tata cara dalam pelaksanaan eksekusi dilakukan dan proses eksekusi telah dilaksanakan maka Panitera atau Jurusita akan membuat berita acara eksekusi. Ketidakcermatan pembuatan berita acara eksekusi selalu
103
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata, (Yogyakarta : Liberty), 1993, halaman 184
104
menimbulkan selisih pendapat di kemudian hari, karena tidak dibuat secara seksama yang menjelaskan peristiwa yang sebenarnya terjadi pada saat eksekusi. Terkadang tidak dijelaskan secara tegas apakah yang dieksekusi seluruh bagian atau sebagian barang. Dalam penjelasan tidak tercantum luas atau batas tanah yang dieksekusi sehingga dapat menimbulkan persoalan misalnya pihak yang menang dapat menuntut kembali penyempurnaan eksekusi akibat eksekusi yang lalu baru diserahkan sebagian.105
3. Implementasi Eksekusi Hak Tanggungan melalui Pengadilan Negeri
Dalam UUHT Eksekusi Hak Tanggungan diatur dalam Bab V yaitu Pasal 20 dan Pasal 21. Pembuat Undang-Undang tampaknya menyadari adanya kendala- kendala yang terjadi. Bahwa dalam peristiwa-peristiwa tertentu ada kemungkinan diperolehnya harga yang lebih baik jika penjualan itu dilakukan secara di bawah tangan dan karenanya melalui Pasal 20 ayat (2) UUHT memberikan peluang untuk pelaksanaan eksekusi menyimpang dari asas yang telah ditentukan.
Dalam pasal 20 ayat (2) UUHT, wujud perlindungan kepentingan para pihak, sekalipun yang paling berkepentingan tentunya adalah pemberi Hak Tanggungan. Jika pada awalnya penilaian jaminan dilakukan kreditur diperkirakan sangat dekat dengan taksiran harga jual sekarang dan taksiran harga jual dekat atau lebih kecil dari kredit kreditur, maka kreditur pemegang
105
Hak Tanggungan berkepentingan sekali atas penjualan persil jaminan dengan harga yang tinggi, dengan harapan seluruh tagihannya akan tertutup. Pemberi Hak Tanggungan secara pasti juga mengharapkan harga yang tinggi karena sisa penjualan setelah diambil kreditur adalah haknya. Akan tetapi, jika taksiran harga penjualan adalah jauh di atas total tagihan kreditur, maka kreditur tidak begitu peduli, apakah akan dilaksanakan eksekusi melalui lelang atau penjualan di bawah tangan. Baik lelang maupun penjualan di bawah tangan, nasabah memperkirakan tagihannya akan dapat terlunasi dari hasil penjualan persil jaminan. Berbeda dengan pihak pemberi Hak Tanggungan, ia selalu berkepentingan, bahwa persilnya memberikan hasil penjualan tertinggi karena telah diperkirakan bahwa ada sisa uang penjualan yang tinggi setelah dipotong dengan pelunasan tagihan kreditur. Namun, demi untuk menjaga kemungkinan disalahgunakan kesempatan penjualan di bawah tangan, ditentukan syarat : a. Adanya sepakat antara pemberi Hak Tanggungan dan Pemegang Hak
Tanggungan;
b. Dilakukan demi untuk mendapatkan harga yang lebih baik dan menguntungkan semua pihak;
c. Dipenuhi syarat yang disebutkan dalam Pasal 20 ayat (3) UUHT.
Selanjutnya Pasal 20 ayat (3) UUHT mengatakan bahwa pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau
pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan. Yang menarik perhatian adalah adanya kewajiban memberitahukan rencana penjualan di bawah tangan kepada kepada “yang berkepentingan’’. Siapa yang termasuk dalam kelompok yang berkepentingan?
Di dalam penjelasan Undang-Undang atas pasal 20 ayat (3) disebutkan: yang berkepentingan ‘’misalnya’’ pemegang Hak Tanggungan yang kedua, ketiga dan kreditur lain dari pemberi Hak Tanggungan. Karena disana hanya dikatakan ‘’misalnya’’, maka ada kemungkinan ada pihak-pihak lain juga yang berkepentingan dan perlu diberitahu. Demi untuk kepastian hukum ini perlu penegasan lebih lanjut.
Kesulitan yang dihadapi adalah bahwa sebagian besar dari kreditur pemegang Hak Tanggungan adalah bank. Bank memiliki kewajiban untuk merahasiakan keterangan yang tercatat pada bank. Bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya, kecuali dalam hal sebagaimana yang diatur dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44.106
Dengan perumusan yang demikian luas sudah bisa dibayangkan tentu termasuk di dalamnya, memberitahukan walaupun secara tidak langsung bahwa debitur tertentu mempunyai utang pada bank yang bersangkutan dan dari suatu
106
rencana penjualan, orang sudah bisa menduga dan karenanya akan terdengar atau terbaca seperti suatu pemberitahuan bahwa kredit debitur tersebut pada bank yang bersangkutan macet.107
Di sini diketahui bahwa hukum tersusun dalam suatu sistem bagian yang satu, sering kali mempunyai kaitan dengan bagian lain yang harus tertata dalam suatu susunan yang logis. Diharapkan pihak Bank Indonesia perlu memberikan penegasan bahwa pemberitahuan rencana penjualan objek Jaminan Hak Tanggungan seperti yang disyaratkan dalam Pasal 20 ayat (3) UUHT, tidak termasuk dalam larangan yang disebutkan dalam pasal 40 Undang-undang No.7 Tahun 1992. 108
B. Tahapan Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan 1. Aanmaning
a. Pengertian Aanmaning
Pengertian Aanmaning dihubungkan dengan menjalankan putusan menurut M. Yahya Harahap adalah merupakan tindakan dan upaya yang dilakukan Ketua Pengadilan Negeri berupa “Teguran” kepada tergugat agar tergugat menjalankan isi putusan pengadilan dalam tempo yang ditentukan oleh Ketua Pengadilan Negeri. Mengenai tenggang waktu peringatan, Pasal 196 HIR
107
Hasil Wawancara dengan Advokat Syafrinal, SH pada Kantor Hukum Hasrul Benny Harahap, tanggal 10 April 2013.
108
menentukan batas maksimum yaitu delapan (8) hari sejak debitur dipanggil
untuk menghadap peringatan adalah109
1) Dalam batas waktu yang diberikan diharapkan debitur dapat menjalankan
putusan secara sukarela.
:
2) Bila tidak terlaksana, maka sejak itu putusan sudah dapat dieksekusi dengan
paksa.
Isi teguran harus sesuai dengan seluruh bunyi amar putusan yang bersifat penghukuman. Peneguran tidak perlu dilakukan dalam sidang terbuka, karena tidak merupakan pemeriksaan terhadap sengketa lagi dan persoalannya tinggal mengenai pelaksanaan putusan tentang sengketa itu. Setiap teguran dilakukan dengan membuat berita acara, maksudnya agar memenuhi syarat yuridis
(sebagai alat bukti bahwa peneguran telah dilakukan)110
Berapa orang dan siapa yang akan ditegur dapat diketahui dari surat permohonan yang dalam amar putusan juga dikutip atau dikurangi, akan tetapi tidak selalu semua yang dihukum merupakan orang yang sama dengan pihak- pihak dalam permohonan. Pihak tereksekusi yang sebenarnya bertanggung jawab untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan putusan dan yang memikul
.
109
M. Yahya H., Op.cit.,hal 26-27
110
tanggung jawab terhadap orang lain yang ada hubungan sebagai pihak yang tereksekusi111
Pemanggilan harus memenuhi syarat sah yang ditentukan oleh Undang- undang yaitu minimal 3 hari kerja, dan disampaikan kepada yang berhak atau kepala desa/Lurah setempat bila yang bersangkutan tidak ada. Pemanggilan yang tidak berhasil dapat diulangi sampai dua kali atau langsung dilanjutkan proses eksekusinya
.
112
b. Tata Cara Pelaksanaan Aanmaning
1) Surat permohonan Aanmaning yang masuk, akan didisposisi KPN dan Pansek pada hari itu juga;
2) Panitera Muda Perdata meneliti kelengkapan berkas dan menghitung panjar biaya (SKUM) setelah menerima disposisi dari KPN dan Pansek serta mencatatnya ke dalam register eksekusi, paling lama satu hari setelah menerima disposisi;
3) Kepaniteraan Perdata/bagian eksekusi membuat resume dan mempersiapkan penetapan KPN paling lama 3 hari setelah Pemohon membayar SKUM;
4) Penyerahan berkas Aanmaning/peneguran oleh bagian eksekusi kepada KPN untuk ditetapkan hari dan tanggal peneguran (pada hari itu juga);
111
Ibid.,hal 75
112
5) Panitera menunjuk Jurusita untuk melakukan pemanggilan pada hari itu juga;
6) Hari dan tanggal pelaksanaan Aanmaning diperhitungkan 7 (tujuh) hari kerja untuk di dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri dan 14 hari kerja apabila tempat tinggal Termohon berada di luar wilayah hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
7) Jurusita melakukan pemanggilan kepada Termohon pada hari itu juga dan atau paling lama 3 hari sebelum hari dan tanggal peneguran yang ditetapkan;
8) Berita Acara Aanmaning dibuat pada hari itu juga setelah dilakukan
Aanmaning. 113
113
Hasil Wawancara dengan Bpk.Syamsul Bahri Juru Sita Pengadilan Negeri Medan, tanggal 17 April 2013
Skema 3.1 Tahapan Pelaksanaan Aanmaning
(Sumber : Jurusita Pengadilan Negeri Medan)
2. Sita Eksekusi
a. Pengertian Sita Eksekusi
Sita eksekusi atau executoriale beslag (executor seizure) merupakan tahap
lanjutan dari peringatan dalam proses eksekusi pembayaran sejumlah uang. Tata cara dan syarat-syarat sita eksekusi diatur dalam Pasal 197 HIR atau Pasal 208 RBG. Ada beberapa hal yang perlu disepakati sehubungan dengan sita
eksekusi atau executoriale beslag, antara lain:
SURAT PERMOHONAN AANMANING
- Disposisi KPN
- Disposisi Pansek
KELENGKAPAN BERKAS & SKUM - Diteliti oleh Panitera
Muda Perdata
BERITA ACARA AANMANING PENETAPAN HARI &
TANGGAL SURAT PEMANGGILAN - Jurusita melakukan pemanggilan kepada Termohon PENUNJUKAN JURUSITA RESUME & PENETAPAN KPN - Dilakukan oleh Kepaniteraan Perdata
1) Sita eksekusi berdasarkan surat perintah, maksudnya adalah apabila pihak yang kalah (tergugat) tidak menghadiri panggilan tanpa alasan yang patut atau tidak melakukan pembayaran sampai batas masa peringatan, Pasal 197
ayat (1) HIR atau Pasal 208 ayat (1) RBG memberi keweanangan ex officio
kepada Ketua Pengadilan Negeri.
2) Conservatoir Beslag dengan sendirinya berkekuatan Executoriale Beslag,
bahwa tahap pertama proses eksekusi dalam eksekusi pembayaran sejumlah
uang harus melalui tahap awal yang disebut sita eksekusi (executoriale
beslag). Akan tetapi tahap sita eksekusi menurut hukum dapat dilewati apabila dalam perkara yang bersangkutan telah diletakkan sita jaminan terhadap harta kekayaan tergugat.
3) Barang yang dapat disita eksekusi. Sesuai dengan makna dan tujuan sita
eksekusi sebagai perampasan harta kekayaan tergugat guna menjamin pembayaran sejumlah uang kepada penggugat, berlaku prinsip Pasal 1131 KUHPerdata yang mengajarkan, bahwa seluruh harta kekayaan seorang debitur menjadi jaminan sepenuhnya untuk pelunasan pembayaran utangnya kepada pihak kreditur.
4) Dahulukan penyitaan barang yang bergerak (Movable Property), menurut
ketentuan ini, sita eksekusi pada prinsipnya tidak boleh langsung diletakkan atas barang yang tidak bergerak.
5) Sita Eksekusi atas barang yang tidak bergerak, Sita eksekusi dapat
tidak ada atau barang yang tidak bergerak tertentu sejak semula telah dijadikan sebagai “agunan” (jaminan) utang.
6) Jenis barang-barang bergerak yang dapat disita eksekusi,diatur dalam Pasal
197 ayat (8) HIR atau Pasal 211 RBG antara lain : uang tunai, surat-surat berharga serta barang yang berada di tangan pihak ketiga.
7) Yang dilarang disita eksekusi, diatur dalam Pasal 197 ayat (8) HIR atau
Pasal 211 RBG yaitu Hewan dan perkakas.
b. Macam-macam sita yang diatur di dalam HIR 1) Sita revindicatoir (Pasal 226 HIR)
a. Pemilik barang bergerak yang barangnya ada di tangan orang lain dapat minta, baik secara lisan maupun tertulis, kepada Ketua Pengadilan Negeri di tempat orang yang memegang barang tersebut tinggal, agar barang tersebut disita.
b. Barang yang disita secara revindicatoir adalah barang bergerak dan terperinci milik penggugat.
c. Untuk dapat mengajukan permohonan sita revindicatoir tidak perlu ada dugaan yang beralasan, bahwa seseorang yang berhutang selama belum dijatuhkan putusan, mencari akal akan menggelapkan atau melarikan barang yang bersangkutan.
d. Akibat hukum sita ini adalah penggugat tidak dapat menguasai barang yang telah disita, sebaliknya tergugat dilarang untuk mengalihkannya.
e. Apabila gugatan penggugat dikabulkan, maka dinyatakan sah dan berharga, sedangkan kalau gugatan ditolak, maka sita revindicatoir
itu dinyatakan dicabut.
2) Sita Conservatoir (Pasal 227 HIR)
a. Penyitaan (beslag) ini merupakan tindakan persiapan dari pihak penggugat dalam bentuk permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan perdata dengan menjual barang tergugat yang disita guna memenuhi tuntutan penggugat.
b. Barang yang disita secara conservatoir adalah barang bergerak dan tidak bergerak milik tergugat.
c. Penyitaan ini hanya dapat terjadi berdasarkan perintah Ketua Pengadilan Negeri atas permintaan penggugat (Pasal 227 ayat 1 HIR, 261 ayat 1 Rbg).
d. Untuk mengajukan sita jaminan ini harus ada dugaan yang beralasan, bahwa seorang yang berhutang selama belum dijatuhkan putusan oleh hakim atau selama putusan belum dijalankan mencari akal untuk menggelapkan atau melarikan barangnya.
e. Apabila gugatan penggugat dikabulkan, maka dinyatakan sah dan berharga, sedangkan kalau gugatan ditolak, maka sita conservatoir
itu dinyatakan dicabut.
f. Setiap saat tergugat dapat mengajukan permohonan kepada hakim yang memeriksa pokok perkara yang bersangkutan, agar sita jaminan atas barangnya dicabut, apabila dikabulkan maka tergugat harus menyediakan tanggungan yang mencukupi.
3) Sita Ekesekutoir (Pasal 197 HIR)
a. Penyitaan yang dilakukan sesudah putusan hakim mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan akan dieksekusi.
b. Penyitaan dilakukan oleh panitera Pengadilan Negeri wajib membuat berita acara tentang pekerjaannya serta memberitahukan isinya kepada tersita bahwa panitera hadir, dan panitera dibantu oleh dua orang saksi yang ikut serta menandatangani berita acara. c. Barang yang disita adalah barang bergerak dan tidak bergerak,
kecuali barang atau hewan yang digunakan untuk mencari nafkah. Untuk barang tidak bergerak, dibuat Berita Acara, diumumkan dan dicatat oleh Kepala Desa, salinannya didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Tanah.
Sita rangkap yaitu barang yang sudah disita kemudian disita untuk kedua kalinya maka tidak boleh dilakukan (Pasal 201 HIR). Selama proses
pemeriksaan di pengadilan dapat diajukan sita jaminan dan diajukan di tingkat banding di Pengadilan Tinggi. Jika permohonan dikabulkan maka ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri dimana barang yang akan disita berada.
c. Tata Cara Pelaksanaan Sita Eksekusi
1) Syarat formil pertama pelaksanaan sita eksekusi didasarkan atas surat perintah, berupa surat penetapan sita eksekusi yang dikeluarkan Ketua Pengadilan Negeri.
2) Yang melaksanakan sita eksekusi adalah panitera atau juru sita. Jadi, surat perintah sita eksekusi berisi perintah kepada panitera atau juru sita untuk menyita sejumlah atau seluruh harta kekayaan tergugat yang jumlahnya disesuaikan dengan patokan batas yang ditentukan Pasal 197 ayat (1) HIR atau Pasal 208 RBG.
3) Panitera atau juru sita yang diperintahkan menjalankan sita eksekusi dibantu dan disaksikan oleh dua orang saksi. Ketentuan ini termasuk syarat formil baik pada sita jaminan maupun sita eksekusi. Syarat ini ditentukan pada Pasal 197 ayat (6) HIR atau Pasal 210 ayat (1) RBG. 4) Tata cara pelaksanaan sita eksekusi menentukan persyaratan tentang
keharusan pelaksanaan sita dilakukan di tempat terletaknya barang yang hendak disita. Syarat ini disimpulkan oleh Pasal 197 ayat (5) dan ayat (9) HIR.
5) Berita acara merupakan bukti autentik satu-satunya kebenaran sita eksekusi. Tanpa berita acara, sita eksekusi dianggap tidak pernah terjadi. Hal ini dikarenakan semua tindakan yustisial pengadilan mesti dapat dipertanggungjawabkan secara autentik.
6) Penjagaan dan penguasaan barang yang disita tetap berada di tangan pihak tersita. Penjagaan dan penguasaan barang yang disita tidak boleh diserahkan kepada pihak penggugat.
7) Salah satu asas eksekusi menegaskan bahwa hadir atau tidak hadir tereksekusi, eksekusi jalan terus. Asas ini jelas tersirat dalam ketentuan Pasal 197 ayat (5) HIR atau Pasal 209 ayat (4) RBG. Pada pasal tersebut dapat dibaca isyarat yang memperkenankan sita eksekusi dijalankan, sekalipun pihak tersita (tergugat) tidak hadir.
Skema 3.2 Tahapan Pelaksanaan Sita Eksekusi
(Sumber : Jurusita Pengadilan Negeri Medan) JURUSITA
SURAT PERINTAH SITA EKSEKUSI - Penetapan Sita Eksekusi
oleh Ketua PN
PELAKSANAAN SITA
- Jurusita dibantu dan disaksikan oleh dua saksi
- Sita dilakukan di tempat terletaknya barang sita
BERITA ACARA SITA EKSEKUSI
3. Eksekusi
a. Persiapan Sebelum Pelaksanaan Eksekusi
1) Mempelajari dan memahami Penetapan Ketua PA tentang perintah eksekusi terhadap barang-barang tergugat.
2) Mempelajari dan memahami putusan pengadilan yang menjadi dasar pelaksanaan eksekusi.
3) Merencanakan dan menentukan hari dan tanggal pelaksanaan eksekusi.
4) Melaksanakan perhitungan tentang biaya proses dan pelaksanaan eksekusi.
b. Pelaksanaan Eksekusi (Pasal 1033 Rv)
Pada prinsipnya kedua jenis eksekusi yang disebutkan di atas baru dapat dilaksanakan setelah dilampauinya tenggang waktu peringatan (Aanmaning) kepada Tergugat yang dikalahkan/Termohon eksekusi. Dan Ketua Pengadilan agama telah mengeluarkan Surat Penetapan Perintah Eksekusi kepada Panitera dan Jurusita.
Skema 3.3 Tahapan Pelaksanaan Eksekusi
(Sumber : Jurusita Pengadilan Negeri Medan)
a. Jurusita berangkat bersama rombongan dan 2 orang saksi menuju tempat obyek eksekusi, menunggu kehadiran pejabat terkait, satuan keamanan, Pemohon dan Termohon eksekusi.
b. Jurusita membacakan Surat Penetapan Perintah Eksekusi.
PELAKSANAAN EKSEKUSI - Jurusita membacakan Surat
Perintah Eksekusi
SURAT PERINTAH EKSEKUSI - Dibuat oleh Ketua Pengadilan
Negeri
JURUSITA DAN 2 SAKSI
PEMOHON TERMOHON
BERITA ACARA EKSEKUSI - Dibuat dan ditandatangani oleh
Jurusita
- Penandatanganan disaksikan oleh 2 saksi
- Salinan Berita Acara dibuat 4 rangkap
PENYERAHAN BARANG EKSEKUSI
- Jurusita menyerahkan barang eksekusi kepada Pemohon
c. Jurusita membuat Berita Acara Pelaksanaan Eksekusi dengan menyebut secara rinci dan jelas terhadap barang-barang yang dieksekusi, meliputi jenis, bentuk, letak, batas-batas dan ukurannya.
d. Jurusita menandatangani Berita Acara pelaksanaan eksekusi tersebut dan 2 orang saksi.
e. Jurusita menyerahkan barang-barang tereksekusi kepada Pemohon eksekusi.
f. Jurusita membuat Salinan Berita Acara Eksekusi sebanyak 4 rangkap, disampaikan kepada Ketua PA sebagai laporan, kepada Pemohon dan Termohon Eksekusi, kepada petugas register eksekusi dan arsip.
4. Lelang
a. Pengertian Lelang Eksekusi
Bertitik tolak dari Pasal 1 Peraturan Lelang LN 1908 No.189 jo. LN 1940 No.56, Lelang adalah penjualan barang dimuka umum atau penjualan barang yang terbuka untuk umum114
Lelang juga dapat mengandung pengertian penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang.Setelah pengadilan mengeluarkan
114
penetapan sita eksekusi berikut acara sita eksekusi, dan terhadap pelaksanaan sita eksekusi itu telah berdaya ikat, bank/kreditur dapat segera mengajukan permohonan lelang kepada Ketua Pengadilan Negeri.115
Lelang Eksekusi adalah suatu tindakan untuk melaksanakan putusan/penetapan pengadilan atau dokumen-dokumen lain yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dipersamakan dengan itu dalam rangka membantu penegakan hukum, antara lain lelang eksekusi fidusia dan lelang eksekusi Pasal 6 Undang Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Pasal tersebut berbunyi, “Apabila debitur cidera janji, pemegang hak tanggungan tingkat pertama mempunyai hak untuk menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasannya dari hasil tersebut”. Harga limit bersifat terbuka/tidak rahasia dan harus dicantumkan dalam pengumuman lelang.116
b. Tata Cara Pelaksanaan Lelang Eksekusi
Bertitik tolak dari Pasal 1 Peraturan Lelang LN 1908 No.189 jo.LN1940 Nomor 56 Lelang adalah penjualan barang dimuka umum atau penjualan barang yang terbuka untuk umum. Dalam pelaksanaan lelang eksekusi jenis lelang ini merupakan penjualan umum untuk melaksanakan atau mengeksekusi putusan atau penetapan pengadilan atau dokumen yang dipersamakan dengan
115
Ibid
116
putusan pengadilan seperti hipotek, Hak Tanggungan (HT), atau Jaminan Fidusia (JF).
Pelaksanaan lelang berpedoman pada Kep. Menkeu No. 304/KMK 01/2002 tanggal 13 Juni 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang sebagaimana diubah dengan Kep. Menkeu Nomor 450/KMK 01/2002 tanggal 28 Oktober 2002 (selanjutnya disebut Kep.Menkeu No. 304/KMK 01/2002 jo Kep. Menkeu No.450/KMK 01/2002 jo Kep.DJPLN No.35/PL/2002 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Lelang (tanggal 27 September 2002). Tanpa mengurangi yang digariskan Peraturan Lelang (Vendu Reglement) Stb.1908-189 jo Stb.1940- 56.117. Maka tahapan pelaksanaan lelang eksekusi dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
117
Skema 3.4 Tahapan Pelaksanaan Lelang Eksekusi
(Sumber : Jurusita Pengadilan Negeri Medan) PEMOHON LELANG
- Mengajukan Permohonan Lelang
-Membayar SKUM Lelang
SURAT PERMOHONAN
PENDAFTARAN & PERMINTAAN LELANG - Dilakukan oleh Jurusita
atau Panitera - Diteruskan kepada KPKLN KPKLN JURUSITA KETUA PN - Penunjukan Juru Taksir - Menerima Laporan Juru
Taksir
- Menetapkan syarat, tata cara dan harga dasar objek lelang PENETAPAN HARI LELANG PENGUMUMAN LELANG PELAKSANAAN LELANG - Dilakukan oleh Juru Lelang - Mengajukan Pemenang
Lelang ke Ketua PN - Mengumumkan Pemenang
Lelang HASIL LELANG
- Juru Lelang menerima pembayaran harga lelang dan diserahkan kepada Ketua PN BERITA ACARA
- Dibuat oleh Panitera ditujukan kepada pihak dalam eksekusi
C. Pelaksanaan Eksekusi Melalui Pengadilan Negeri Pada Praktik Yang