• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.4. Lirik Lagu

penegakan hukum selama SBY memerintah sudah lebih baik. Untuk reformasi peradilan, itu tergantung dari yudikatif, bukan eksekutif. Pemerintah tidak boleh campur tangan," ujarnya. Sementara anggota Komisi III DPR Nursjahbani Katjasungkana menilai survei dari TII merupakan persepsi dari lembaga tersebut. Praktek-praktek suap di peradilan saat ini masih ada dan dilakukan oleh semua perangkat peradilan, seperti panitera, hakim, dan jaksa. "Saya pernah mendapat laporan, ada seorang ibu yang membantu mengurus perceraian anaknya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Untuk mengambil putusan saja, panitera minta uang Rp 1 juta. Padahal ada angka resminya, tidak sampai segitu," ketusnya. Sedangkan anggota KY Zaenal Arifin berpendapat MA harus membuat survei tandingan. Tujuannya untuk membuktikan peradilan bukan lembaga terkorup kedua. "Tapi survei itu harus akurat dan mempunyai bukti. Selama tidak ada bukti konkret, maka nantinya pengusutan oleh suatu badan yang berwenang tidak bisa dilakukan," katanya. Pada 9 Desember 2006, TII mempublikasikan hasil survei indeks korupsi 2006. DPR menempati peringkat pertama, disusul kejaksaan, kemudian kepolisian.

(http://www.detiknews.com/read/2007/03/03/193745/749373/10/sby-sadari-lemahnya-penegakan-hukum-di-tanah-air)

2.1.4. Lirik Lagu

Sebuah lagu belum lengkap keberadaanya tanpa adanya lirik. Lirik lagu diciptakan untuk melengkapi dan memperindah keberadaan sebuah lagu tersebut. Sebuah lirik dapat diciptakan oleh mereka-mereka yang mempunyai inspirasi dan

insting yang lebih, sehingga nantinya akan tercipta lirik demi lirik yang cukup indah untuk diperdengarkan.

Lirik lagu dalam musik dapat menjadi sarana atau media komunikasi untuk mencerminkan realitas sosial yang beredar dalam masyarakat. Lirik lagu dapat dipakai untuk mencerminkan realitas sosial yang beredar dalam masyarakat. Lirik lagu dapat diapakai sebagai sarana untuk sosialisasi dan pelestarian terhadap suatu sikap atau nilai. Oleh karena itu, ketika sebuah lirik diaransir dan diperdengarkan kepada khalayak juga mempunyai tanggung jawab yang besar atas tersebar luasnya keyakinan, nilai-nilai, bahkan prasangka tertentu. (Setianingsih, 2003:7-8).

Lirik lagu merupakan salah satu dari beragam karya seni yang ada. Ia pada dasarnya sama dengan puisi. Puisi tergolong sebagai seni kata, oleh karena itu lirik digolongkan sebagai seni kata, oleh karena itu lirik digolongkan sebagai seni kata sebab mediumnya adalah kata dalam bahasa. Sebenarnya, lirik sebuah lagu tak ubahnya dengan lirik sebuah puisi atau sajak. Yang membedakan hanyalah cara membawakannya saja, puisi tau sajak dibawakan dengan cara membaca dan menghafal dengan penuh penghayatan, sedangkan lirik lagu dibawakan dengan irama alunan musik yang dipandu padankan oleh sebuah irama.

Dalam sebuah lagu selain kekuatan musik, unsur lirik yang dinyayikan mempunyai peranan nyang sangat penting, karena lirik lagu sebagaimana bahsa dapat menjadi sarana atau media komunikasi untuk mencermnkan realitas sosial yang beredar dalam masyarakat. Lirik lagu bila tepat memilihnya bisa memiliki nilai yang sama dengan ribuan kata ataiu peristiwa, yang secara individu mampu

24

memikat perhatian. Lirik lagu, dapat pula sebagai sarana untuk sosialisasi dan pelestarian terhadap sikap atau nilai.

Oleh karena itu, ketika sebuah lirik lagu mulai diaransir dan diperdengarkan kepada khalayak, juga mempunyai tanggung jawab yang besar atas tersebar luasnya keyakinan, nilai-nilai , bahkan prasangka tertentu. Suatu lirik dapat menggambarkan realitas yang menggambarkan tentang penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di dalam pemerintahan sendiri.

2.1.5. Teori Semiotik

Semiotik adalah ilmu tanda, istilah tersebut berasal dari kata Yunani

semeion yang berarti “tanda”. Bidang kajian semiotik adalah mempelajari fungsi

tanda dalam teks, yaitu bagaimana memahami sistem tanda yang ada dalam teks yang berperan membimbing pembacanya agar bisa menangkap pesan yang terkandung di dalamnya. (Komaruddin dalam Sobur 2001:106). Tanda terdapat dimana-mana kata adalah tanda, demikain pula gerak isyarat, lampu lalu lintas, bendera dan sebagainya.

Pokok kajian Saussure tentang bahasa berbeda jauh dengan pendekatan filolog abad ke-19. Bukannya mengkaji linguistik secara historis berdasarkan garis diakronik, yaitu kajian yang melihat perubahan pada bahasa dalam satu kurun waktu tertentu. Saussure justru mengembangkan linguistik sinkronik. Dia mempresentasikan analisis bahasa secara umum, sebuah kajian tentang prasyarat keberadaan dari semua bahasa.

Saussure mendefinisikan tanda linguistik sebagai entitas dua sisi (dyad), yaitu:

1. Penanda (signifier)

Penanda adalah aspekaterial dari sebauh tanda, sebagaimana kita menangkap bunyi saat orang berbicara. Bunyi ini muncul dari getaran pita suara (yang tentu saja bersifat material). Wilayah perhatian Saussure hanya meliputi tanda linguistik. Dalam hal ini dia mengikuti tradisi teorisasi tanda-tanda konvensional.

2. Petanda (signified)

Sisi kedua dari tanda yaitu sisi yang diwakili secara material oleh penanda. Petanda merupakan konsep mental dari petanda tersebut.

Sign Composed of

signification

Signifier Signified external reality of (phisical (mental concept)

meaning

existance of the sign)

Gb. 2.1.5. Diagram Semiotik Saussure (Fiske dalam Sobur, 2002:125) Saussure menyebut signifier sebagai bunyi atau coretan bermakna (konsep material), artinya apa yang dapat dikatakan ditulis atau dibaca.

26

Signified adalah gambaran mental. Yakni pikiran atau konsep aspek

mental dari bahasa. Hubungan antara keberadaan fisik tanda dan konsep mental tersebut dinamakan signification. Dengan kata lain signification

adalah upaya dalam memberikan makna terhadap dunia (Fiske dalam Sobur, 2002:125) Tegasnya, Saussure meyakini bahwa proses komunikasi melalui bahasa juga melibatkan pemindahan isi kepala: tanda-tanda membetuk kode sirkuit yang menghubungkan dua individu agar membuka isi kepala masing-masing.

Selain itu Saussure juga meletakkan dasar perbedaan antara Langue dan Parole sebagai dua pendekatan linguistik. (Sobur, 2002:111). Langue adalah sistem pembendaan di antara tanda-tanda. Dapat dibayangkan sebagai sebuah lemari besar yang menyimpan semua kemungkinan tanda yang dapat digunakan oleh semua masyarakat. Kita dapat mengambil tanda-tanda tersebut, satu demi satu, untuk mengkonstruksikan sebuah parole (ekspresi kebahasaan, wicara) tertentu.

Ciri dasar lain dari Langue adalah terdapat dua bentuk di dalam hubungan dan perbedaan antara unsur-unsur bahasa berdasarkan kegiatan mental manusia. Di satu sisi, dalam satu wacana, kata-kata bersatu satu demi suatu kesinambungan tertentu yang ditunjang oleh keluasa. Hubungan demikian disebut sintagma (kumpulan tanda yang berurut secara logis). Dalam suatu sintagma suatu istilah kehilangan valensinya karena istilah itu dipertentangkan dengan istilah lain yang mendahului dan mengikutinya atau dengan keduanya. Di sisi lain, diluar wacana, kata-kata

yang memiliki kesamaan bersosiasi dalam ingatan yang membentuk kelompok-kelompok tempat berbagai hubungan berkuasa. Hubungan ini disebut oleh Saussure sebagai hubungan asosiatif atau paradigmatik. Bahasa di mata Saussure tak ubahnya sebuah karya keutuhan karya musik. Untuk memahamai sebuah simponi, kita harus memperhatikan keutuhan karya musik secara keseluruhan dan bukan kepada permainan individual dari setiap pemain musik. Untuk memahami bahasa, kita harus melihatnya secara “sinkronis”, sebagai sebuah jaringan hubungan antara bunyi dan makna.

Lagu merupakan sebuah dominan pop dimana kita dapat dengan mudah menemukan banyak contoh konkret tentang bagaimana kekuasaan budaya dijalankan. (James Lull dalam Sobur, 2003:147) Sistem tanda musik adalah oditif, namun untuk mencapai pendegarnya, pencipta musik mempersembahkan kreasinya dengan perantara pemain musik dalam bentuk sistem tand aperantara tertulis, jadi visual.

Untuk menganalisis musik diperlukan disiplin lain, sebut saja misalnya ethnomusicology dan antropologi. Mantle Hood, seorang pelopor ethnomusicology dar USA memberikan definisi tentang ethnomusicology sebagai studi musik dari segi sosial dan kebudayaannya. (Sobur, 2003:148) Musik itu dipelajari melalui peraturan tertentu yang dihubungkan dengan bentuk kesenian lainnya termasuk bahasa, agama dan falsafah.

Dokumen terkait