SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jawa Timur
Oleh :
RIZKY PUTRI WINASTITI NPM. 0743010181
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
PENGGAMBARAN PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA
DALAM LIRIK LAGU “ANDAI AKU GAYUS TAMBUNAN”
(Studi Semiotik Penggambaran Penegakan Hukum di Indonesia dalam LirikLagu “Andai Aku Gayus Tambunan Oleh Bona Paputungan) Disusun Oleh :
RIZKY PUTRI WINASTITI NPM 0743010181
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
LIRIK LAGU “ANDAI AKU GAYUS TAMBUNAN”
(Studi Semiotik Penggambaran Penegakan Hukum di Indonesia dalam Lirik Lagu “Andai Aku Gayus Tambunan Oleh Bona Paputungan)
Disusun Oleh :
RIZKY PUTRI WINASTITI 0743010181
Telah Disetujui Untuk Mengikuti Ujian skripsi
Menyetujui
Pembimbing Utama
DR. Catur Suratnoaji, M.Si NPT. 3 6804 94 0028 1
Mengetahui DEKAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan
karunia-Nya kepada penulis sehingga skripsi dengan judul “PENGGAMBARAN PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA DALAM LIRIK LAGU “ANDAI AKU GAYUS TAMBUNAN” (Studi Semiotik Penggambaran Penegakan Hukum di Indonesia Dalam Lirik Lagu “Andai Aku Gayus Tambunan” Oleh Bona Paputungan) dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Dr. Catur
Surotnoadji, M.si selaku Dosen Pembimbing utama yang telah meluangkan
waktunya untuk memberikan bimbingan, nasehat serta motivasi kepada penulis.
Dan penulis juga banyak menerima bantuan dari berbagai pihak, baik itu moril,
spiritual maupun materiil. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP. Rektor UPN “Veteran” Jawa Timur.
2. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, MSi. Dekan Fisip UPN “Veteran” Jawa TImur.
3. Bapak Juwito, S.Sos, Msi. Ketua Program Studi Studi Ilmu Komunikasi.
4. Bapak Drs. Syaifuddin Zuhri, Msi. Sekretaris Program Studi Ilmu
Komunikasi.
5. Bapak Dr. Catur Suratnoaji, Msi. Selaku Dosen Pembimbing yamg selalu
memberikan dukungan, saran dan kritik untuk penulis.
6. Seluruh Staff dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu
10.Teman seperjuangan Tya, Novi, Dian ”Koming”, Mbak Cherry, Agnes
makasih atas saran dan memberikan semangat kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih banyak memiliki
kekurangan. Penulis berharap kritik dan saran yang membangun agar Skripsi ini
dapat menjadi lebih baik.
Semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi teman-teman Jurusan Ilmu
Komunikasi dan semua mahasiswa yang melakukan penelitian serta bagi penulis
khususnya.
Terima kasih
Surabaya, Mei 2011
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN MENGIKUTI UJIAN SKRIPSI... ii
HALAMAN PERSETUJUAN MENGIKUTI UIAN SKRIPSI ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR GAMBAR ... ix
ABSTRAKSI... x
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 13
1.3. Tujuan Penelitian ... 13
1.4. Manfaat Penelitian ... 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori ... 14
2.1.1. Penegakan Hukum di Indonesia ... 14
2.1.2. Gayus Lumpuhkan Naluri Kepolisian ... 19
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional ... 30
3.1.1. Penggambaran Penegakan Hukum di Indonesia dalam Lirik lagu ”Andai Aku Gayus Tambunan”... 30
3.2. Unit Analisis dan Corpus ... 31
3.2.1. Unit Analisis ... 31
3.2.2. Corpus ... 31
3.2.3. Teknik Pengumpulan Data ... 35
3.2.4. Metode Analisis Data ... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Obyek ... 38
4.2. Lirik Lagu ”Andai Aku Gayus Tambunan” Menurut Teori Tanda Saussure... 40
4.3. Penyajian dan Pemaknaan Data... 41
4.3.1. Penyajian Data ... 41
4.3.2. Pemaknaan Lirik Lagu ”Andai Aku Gayus Tambunan” ... 44
4.4.1. Hukum Digambarkan Sebagai ”Barang Dagangan” .... 69
4.4.2. Penegakan Hukum di Indonesia... 73
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan... 76
5.2. Saran ... 78
DAFTAR PUSTAKA ... 79
ABSTRAKSI
Rizky Putri Winastiti, Penggambaran Penegakan Hukum Di Indonesia Dalam Lirik Lagu ”Andai Aku Gayus Tambunan” (Studi Semiotik Penggambaran Penegakan Hukum di Indonesia dalam Lirik Lagu ”Andai Aku Gayus Tambunan” Oleh Bona Paputungan).
Musik merupakan satu kata yang amat menarik untuk diperbincangkan, diperdebatkan dan diamati. Musik dalam hal ini telah menjadi fenomena, tidak bisa dipisahkan dari lingkar hidup manusia. Fenomena kebrobokan terhadap penegakan hukum di Indonesia membuat Bona Paputungan untuk membuat judul lagu ”Andai Aku gayus Tambunan”. Syair lagu ini merupakan salah satu kritik sosial. Betapa tidak adilnya perlakuan hukum di negeri ini digambarkan dua sosok yang kontras. Satunya bisa melenggang ke luar tahanan karena bisa menyuap aparat. Satunya lagi tidak bisa banyak berbuat karena tidak memiliki uang. Alasan peneliti memilih Bona Paputungan adalah karena kiprah maestro mafia pajak Gayus Tambunan yang telah menginjak-injak hukum Indonesia menginspirasi Bona Paputungan. Bona pun lantas menciptakan sebuah lagu khusus untuk Gayus. Lagu yang berjudul “Andai Aku Gayus Tambunan” tersebut di posting di situs Youtube, Jumat 14 Januari 2011.
Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode Semiotik Saussure yaitu, dengan menghubungkan antara Signifier dan Signified dalam lirik lagu tersebut sehingga dapat diperoleh interprestasi data yang benar-benar berkualitas. Penggambaran penegakan hukum di Indonesia dalam lirik lagu “Andai Aku Gayus Tambunan” adalah untuk mengetahui bagaimana penggambaran penegakan hukum di Indonesia dalam lirik lagu. Sebagian orang memandang kritik tentang penegakan hukum di Indonesia sebagai suatu realitas yang wajar, namun tidak semua orang memiliki pemaknaan yang sama terhadap suatu realitas. Hal ini bersifat subyektif, tergantung dari latar belakang individu yang memaknainya.
Hasil ini menunjukkan bahwa Melalui larik kedua lirik lagu “Andai Aku Gayus Tambunan”, Hukum di Indonesia digambarkan seperti barang dagangan. Para aparat hukum memperjual-belikan hukum, karena memang sistem hukum di Indonesia sudah sedemikian korup. Hukum dapat dibeli dengan uang lalu masyarakat kecil yang tidak memiliki apapun harus menerima dengan pasrah situasi yang mendera mereka. Aparat hukum, baik polisi, jaksa, dan hakim, hanya berorientasi pada uang. Bukan menegakkan keadilan. Siapa yang kuat membayar, merekalah yang akan menang. Hukum sudah seperti barang dagangan yang diperjual-belikan oleh para polisi, jaksa, dan hakim. Biasanya, para pengacara yang akan jadi perantara antara terdakwa dengan para aparat hukum tersebut.
1.1. Latar Belakang Masalah
Musik merupakan satu kata yang amat menarik untuk diperbincangkan,
diperdebatkan dan diamati. Musik dalam hal ini telah menjadi fenomena, tidak
bisa dipisahkan dari lingkar hidup manusia. Musik bukan sekedar sebagai sarana
hiburan atau rekreasi, musik harus dipandang serta dipahami sebagai bagian
inheren dari proses perkembangan manusia atau masyarakat. Musik seringkali
dipakai saebagai alat upacara atau ceremony, pengungkapan perasaan, bahkan alat
politik. Dengan kata lain, keberadaan fungsi alat musik tidak bisa dilepaskan dari
konteks sosial dan politik dimana alat musik itu berasal.
Keberadaan musik senantiasa hadir dimanapun manusia berada. Hal ini
disebabkan karena musik disampaikan melalui berbagai macam media
komunikasi elektronik, misalnya radio, televisi, tape recorder, compact disc,
internet ataupun sarana yang lain seperti pada saat pagelaran, konser musik,
pertunjukkan, yang diiringi musik. Salah satu hal penting dalam sebuah musik
adalah keberadaan liriknya, karena melaui lirik lagu, pencipta lagu ingin
menyampaikan pesan yang merupakan pengekspresian dirinya terhadap
fenomena-fenomena yang terjadi di dunia sekitar, dimana dia berinteraksi di
dalamnya.
Dalam sebuah lagu selain kekuatan musik, unsur lirik yang dinyayikan
2
dapat menjadi sarana atau media komunikasi untuk mencerminkan realitas sosial
yang beredar dalam masyarakat. Lirik lagu dapat memilihnya bisa memiliki nilai
yang sama dengan ribuan kata atau peristiwa, juga secara individu mampu
memikat perhatian. Lirik lagu dapat pula sebagai sarana untuk sosialisasi dan
pelestarian terhadap sikap atau nilai.
Penegakan Hukum di Indonesia mempunyai gambaran yang ideal yaitu
mensyaratkan satu kondisi lain yang tidak bisa diabaikan, yakni dijalankannya
pembangunan hukum, terutama dalam aspek penegakan hukum (law enforcement)
yang menjadi dambaan masyarakat Indonesia. Ironisnya, fakta menunjukkan
potret penegakan hukum di tanah air condong dijalankan secara sendiri-sendiri
oleh setiap lembaga penegak hukum. Ada kesan, tidak ada koordinasi,
keterpaduan, dan kesamaan persepsi di antara aparat penegak hukum dalam
menyelesaikan persoalan-persoalan hukum. Bergandengan erat dengan itu,
perangkat perundang-undangan yang ada sudah sangat banyak dibuat, bahkan
secara substantif cenderung tumpang tindih antara satu peraturan dan
peraturan-peraturan lainnya.
(http://haripom.multiply.com/journal/item/16)
Sampai sejauh ini, penegakan hukum di Indonesia tergolong masih sangat
lemah. Hukum seringkali dipermainkan dan dicari celah-celah kelemahannya serta
dengan mudahnya untuk merubah suatu tatanan yang sudah di atur oleh
Pemerintah Pusat sehingga Negara ini dianggap seperti main ludruk/sandiwara.
Penegakan hukum yang baik mesti mampu memberikan dampak signifikan
pelanggaran, dan penyalahgunaan hukum di semua institusi baik di sipil maupun
di militer dapat dengan mudah dieliminasi. Oleh Karena itu, penegakan hukum
tidak boleh dijalankan secara parsial, melainkan secara menyeluruh, terpadu,
transparan, berkeadilan tanpa pandang bulu, dan bisa dipertanggungjawabkan.
Ada lagi petugas penegak hukum diluar kepolisian. seperti aparat kejaksaan,
selaku penyidik dalam tindak pidana korupsi. Belakangan, ada Komisi
Pemberantasan Korupsi yang berwenang menyidik kasus korupsi. Terakhir ada
lagi yang namanya Timtas Tipikor (Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi)
yang berfungsi penyidik, juga khusus untuk kasus korupsi.
(http://haripom.multiply.com/journal/item/16)
Setiap lembaga penegak hukum terkesan berjalan sendiri-sendiri,
bertumpang tindih wewenang, dan bahkan cenderung saling menyalahkan bila
terjadi sesuatu yang tidak diharapkan. Tak ayal, akibat dari semua itu, banyak
kasus korupsi yang menggantung, tidak terselesaikan dengan baik, atau bahkan
menguap begitu saja. Tragisnya, realitas justru berbicara lain. Dalam menangani
satu kasus korupsi, misalnya, yang namanya penyidik pegawai negeri sipil
(PPNS), Kepolisian Militer, Polri, kejaksaan, dan KPK bisa menyelidiki satu
kasus korupsi yang sama.
(http://haripom.multiply.com/journal/item/16)
Dilihat dari fenomena yang ada saat ini keseriusan aparat pun
dipertanyakan dalam memproses hukum orang-orang yang terlibat. Kebenaran
dan keadilan pun dipertanyakan dalam memproses hukum orang-orang terlibat.
4
hukum dibuat untuk menciptakan keteraturan dalam lingkungan sosial. Aturan
mencakup semua aspek kehidupan berdasarkan norma, etika, adat, dan pandangan
logis. Kenyataan di lapangan aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim,
dan pengacara sering main mata. Keberadaan pengadilan hanya formalitas untuk
legalitas vonis yang sudah tidak murni lagi. Jatuhnya vonis pengadilan bisa diatur
sesuai imbalan yang berikan. Jangan heran bila banyak terdakwa yang terlibat
kasus kakap mendapat vonis ringan bahkan bebas. Hukum berlaku tegas, keras,
dan memaksa kepada masyarakat lemah yang buta hukum. Jauh dari itu aparat
sering menindas masyarakat dengan memanfaatkan faktor kebutaan pengetahuan
tentang hukum. Berbanding 180 derajat hukum melempem menghadapi orang
dengan kekuatan kekuasaan dan financial besar. Patokan palu hakim terdengar
manis bagi pembeli keputusan dan terdengar pahit bagi pencari kebenaran hakiki.
Karena itu, masyarakat sangat phobia berhubungan dengan hukum.
(http://kampus.okezone.com/index.php/ReadStory/2009/12/24/95/287881/95/palu
-hakim-untuk-siapa)
Mereka menganggap mengurus suatu perkara sama dengan buang-buang
uang, tenaga, waktu, dan membuka pintu penjara sendiri. Palu meja hijau selalu
bermata hijau kepada limpahan uang sehingga uang adalah raja dan keadilan
keberpihakan kepada uang. Kerjasama antara polisi, jaksa, hakim dan pengacara
dalam bersandiwara di pengadilan sudah berlangsung lama. Mereka hidup disana,
mereka membawa nama besar institusi penegak hukum, dan mereka pula yang
mencoreng-coreng muka sistem peradilan. Imange kotor ini karena aparat tunduk
diabaikan. Keadilan telah bermetafosa menjadi barang langka dengan melawan
common sense (proses politik yang dipenuhi dengan hal-hal yang logis dan bisa dinalar secara sedehana oleh “subjek sadar” secara luas dan umum). Pengadilan
bahkan lebih banyak mengorbankan kebaikan dan fakta kebenaran, meringankan
timbangan kesalahan dan menghilangkan merupakan perilaku tercela yang
merendahkan martabat pengadilan.
(http://kampus.okezone.com/index.php/ReadStory/2009/12/24/95/287881/95/palu
-hakim-untuk-siapa)
Hingga minggu ini masalah suap menyuap masih menjadi deretan pertama
dari perbincangan banyak kalangan. Sangatlah wajar jika ini terjadi, karena
sampai detik ini, tak satupun aktor intlektual yang sedang "bermain" dalam kasus
ini tersentuh oleh hukum. Bahkan kalau boleh dibilang, mereka sudah semakin
piawai dalam memainkan perannya. Meski banyak sosok sengaja di jadikan
tumbal dalam kasus ini.Banyak kasus sudah bergulir ke permukaan. Media juga
tak henti hentinya mem-blowup kasus suap menyuap yang makin hari makin
marak. Yang lebih dahsyat lagi, para pejabat negara juga sudah tidak malu lagi
menerima atau memberi suap meskipun terselubung. Bahkan jika ada rekannya
yang tertangkap mereka cenderung mengatakan bahwa pejabat tersebut apes.
Sepertinya budaya malu di negeri ini sudah tidak ada lagi.
(http://cybertech.cbn.net.id/cbprtl/Cybernews/detail.aspxx=Hot+Topic&y=Cybern
ews|0|0|12|283)
Dengan adanya reaksi yang seperti ini, tentulah pemberantasan korupsi
6
banyak pejabat yang menganggap suap sebagai hal biasa dalam kehidupan
mereka. Bahkan mungkin boleh dibilang seperti sudah menjadi bagian dari gaya
hidup mereka.Yang pasti, tertangkapnya Gayus Tambunan yang sempat
menghilang beberapa minggu itu tentulah menguak tabir betapa bobroknya
perangkat pemerintahan. Tak hanya dari aparat pemerintahan, penegak hukumpun
terlibat dalam kasus ini. Dan tentulah semua orang juga meyakini bahwa Gayus
tidak sendiri tapi banyak oknum yang juga terlibat di dalamnya. Bahkan orang
yang selama ini paling vokal dalam mengungkap kasus suap ini, mantan
Kabareskrim Komjen Susno Duadji, dengan lantan mengatakan bahwa mereka
yang telah ditangkap dalam kasus suap ini bukanlah sutradara. Tapi mereka
adalah pemain yang memang sengaja dipasang untuk memainkan arahan dari sang
sutradara.
(http://cybertech.cbn.net.id/cbprtl/Cybernews/detail.aspx?x=Hot+Topic&y=Cyber
news|0|0|12|283)
Bisa jadi apa yang dikatakan Susno ini benar. Melihat begitu
mengakarnya kasus ini hingga bertahun tahun, boleh dipastikan hampir semua
line telah terkena "virus" ini. Karena sudah begitu banyak oknum yang terlibat
dalam kasus ini, pastilah mereka mengamankan posisi mereka
masing-masing.Bahkan dari kalangan Peneliti Hukum Indonesia Corruption Watch Febri
Diansya, seperti yang diutarakan di salah satu media Indonesia menyebutkan
bahwa karakter kejahatan Gayus ini sangat terorganisasi dengan baik, sehingga
sudah bisa di pastikan dia tidak bekerja sendiri dalam melakukannya. Karena
untuk bisa memberantas sampai ke akar akarnya. Tidak cukup hanya di penjara
atau kewajiban mengembalikan hasil korupsinya. Tapi ketegasan untuk memberi
efek jerah, tak hanya bagi pelaku, tapi juga bagi mereka yang ingin coba coba
untuk melakukan kejahatan model ini. Yang pasti kasus suap ini harus di
tuntaskan secara serius.
(http://cybertech.cbn.net.id/cbprtl/Cybernews/detail.aspx?x=Hot+Topic&y=Cyber
news|0|0|12|283)
Rumah tahanan ternyata hanya sekadar alat untuk menyempurnakan
sandiwara hukum. Gedung pengisolasian tersangka atau terdakwa itu sebenarnya
bak gedung tanpa pintu, semua bisa keluar masuk, asal ada duit.Gayus Halomoan
Partahanan Tambunan kembali membuka borok penegak hukum di Indonesia.
Setelah membuka borok mengenai mafia perpajakan, mantan pegawai Direktorat
Perpajakan itu kemudian membuka aib mengenai adanya suap menyuap dengan
petugas hukum dalam hal penyelesaian perkara di pengadilan. Kini, dia kembali
membuka borok mengenai adanya suap-menyuap kepada petugas penjaga rumah
tahanan (Rutan) agar bisa keluar masuk dari rutan tanpa alasan yang diizinkan
hukum.
(http://beritaindonesia.co.id/hukum/rutan-tanpa-pintu)
Bukanlah hal yang luar biasa jika ada berita seperti terdakwa mafia pajak
Gayus Tambunan bisa bebas keluar masuk tahanan dengan menyuap aparat
penegak hukum. Yang luar biasa adalah bilamana tidak ada tahanan yang berani
keluar masuk penjara karena aparat menjaga ketat dan tidak doyan duit ‘haram’.
8
bisa bebas keluar masuk penjara seenaknya. Meski kasus ini terjadi berkali-kali
dan sudah menjadi rahasia umum, namun tidak terlihat ada upaya preventif dari
pemerintah yang berkuasa untuk melakukan perbaikan. Mestinya, setiap penjara
dilakukan inspeksi mendadak secara rutin.
(http://jakartapress.com/www.php/news/id/16639/Kasus-Gayus-Kekonyolan-Aparat-Hukum.jp)
Seperti publik dibuat kaget dadakan, terpidana Gayus Tambunan
diberitakan keluar rumah tahanan (Rutan) Mako Brimob Kelapa Dua dan diduga
pergi ke Bali nonton turnamen tennis intrernasional. Selama menjalani penahanan,
Oknum pegawai Ditjen pajak ini tercatat 68 kali meninggalkan selnya di Rutan
Brimob. Kabarnya, Gayus menyogok Rp790 juta kepada Kepala Rutan Brimob
Kopol Iwan Siswanto dan delapan penjaga Rutan, untuk bias melenggang bebas
keluar tahanan. Terlebih lagi, pada Jumat (5 /11/2010) lalu, Gayus diduga
‘pelesir’ Bali menonton turnamen tenis internasional. Dugaan tersebut muncul
setelah foto penonton tennis 99 persen ‘mirip’ Gayus beredar di media massa.
(http://jakartapress.com/www.php/news/id/16639/Kasus-Gayus-Kekonyolan-Aparat-Hukum.jp)
Gejala yang sama tidak hanya terjadi di lingkungan kepolisian, melainkan
juga merasuk di jajaran kejaksaan. Pengakuan Gayus bahwa ia telah memberikan
uang US$ 500.000 kepada petinggi di lingkungan Kejaksaan Agung seperti tidak
Seharusnya keterangan itu dijadikan sebagai modal dasar untuk membongkar
praktek mafia hukum di kejaksaan.
(http://www.bunyu-online.com/2011/01/gayus-dkk-telah-membeli-kebobrokan.html)
Fenomena kebrobokan terhadap penegakan hukum di Indonesia membuat
Bona Paputungan untuk membuat judul lagu ”Andai Aku gayus Tambunan”.
Syair lagu ini merupakan salah satu kritik sosial. Betapa tidak adilnya perlakuan
hukum di negeri ini digambarkan dua sosok yang kontras. Satunya bisa
melenggang ke luar tahanan karena bisa menyuap aparat. Satunya lagi tidak bisa
banyak berbuat karena tidak memiliki uang.
Upaya menyampaikan kritik terhadap sistem penegakan hukum di
Indonesia ini secara otomatis memerlukan media dalam sosialisasinya seperti
dalam tulisan, diskusi, atau symposium, film, dan salah satu media yang
digunakan untuk mempresentasikan gagasan atau pesan tentang sistem penegakan
hukum di Indonesia ini adalah melalui musik atau lagu.
Lirik lagu sebagaimana bahasa, dapat menjadi sarana atau media
komunikasi untuk mencerminkan realitas sosial yang beredar dalam masyarakat.
Lirik lagu dapat pula sebagai sarana untuk sosialisasi dan kelestarian terhadap
siakp atau nilai. Oleh karena itu ketika sebuah lirik lagu mulai diaransir dan
diperdengarkan kepada khalayak, juga mempunyai tanggung jawab besar atas
tersebar luasnya sebuah keyakinan, nilai-nilai atau bahkan prasangka tertentu.
Suatu lirik dapat menggambarkan realitas sosial yang menggambarkan kritik
10
Bagi James Lull (1998, 93-94), musik merupakan sebuah domain budaya
pop dimana kita dapat dengan mudah menemukan banyak contoh konkret tentang
bagaimana kekuasaan budaya dijalankan.
Musik juga memainkan peran dalam evolusi manusia, dibalik dan tindakan
manusia terdapat pikiran dan perkembangan diri dipengaruhi oleh musik.
Pemakaian bahasa pada sebuah karya seni berbeda dengan penggunaan bahasa
sehari-hari atau dalam kegiatan lain. Musik berkaitan erat dengan setting sosial
terhadap masyarakat tempat dia berada, sehingga mengandung makna yang
tersembunyi dan berbeda didalamnya.Realitas–realitas yang bertentangan dengan
nilai-nilai ideal tersebut, kemudian dicoba untuk diangkat oleh Bona Paputungan
dalam lirik lagunya.
Dalam lirik lagu “Andai Aku Gayus Tambunan” yang di populerkan oleh
Bona Paputungan ini menceritakan sebagian dari para pejabat pemerintah yang
sering dinilai melakukan penyimpangan-penyimpangan dan bertindak demi
kepentingan pribadi semata sebagai oknum yang berkuasa di negeri ini.
Karena itu dalam penelitian ini peneliti menaruh perhatian pada masalah
sosial, khususnya sesuatu yang berkenaan dengan sistem penegakan hukum di
Indonesia yang digambarkan oleh Bona Paputungan. Alasan peneliti memilih
Bona Paputungan adalah karena kiprah maestro mafia pajak Gayus Tambunan
yang telah menginjak-injak hukum Indonesia menginspirasi Bona Paputungan.
Bona pun lantas menciptakan sebuah lagu khusus untuk Gayus. Lagu yang
berjudul “Andai Aku Gayus Tambunan” tersebut di posting di situs Youtube,
Sejak itu, video sudah di upload berulang-ulang dan video aslinya sudah
dilihat 63.816 orang saat postingan ini dibuat. Video yang diunggah oleh akun
234mure ini berhasil meraih 26.120 klikers per Minggu (16/1/2011) dengan durasi
4:47 menit. Kekuatan lagu "Andai Aku Gayus Tambunan" ini jelas terletak pada
syair lagunya. Lagu yang cukup kontekstual dan membumi menjadi bagian kritik
sosial aktual.
(file://localhost/G:/DOWNLOAD%204/kritik-sosial-ala-bona paputungan.html)
Kini, lagu tersebut sudah banyak tersebar melalui telepon seluler (ponsel).
Bahkan, ada juga yang bangga memakai lagu tersebut sebagai nada dering di
ponselnya. Ia kemudian membuat video klip unik ini. Lagu ciptaannya itu juga
tengah hangat dibahas lewat situs-situs jejaring sosial, seperti Facebook dan
Twitter. Para pengguna akun jejaring pertemanan ini ramai-ramai menge-share
lagu "Andai Aku Gayus
Tambunan"(file://localhost/G:/DOWNLOAD%204/Gara-gara%20Lagu%20Gayus,%20Bona%20Paputungan%20Mendadak%20Tenar.htm
Jalur dunia maya memang saat ini menjanjikan sebagai jalur cepat untuk
mempopulerkan diri. Hal ini seperti yang tertangkap dengan jenaka oleh si
palantun sekaligus pencipta lagu ” Andai Aku Gayus Tambunan “. Sejak karyanya
beredar di internet ia pun sontak menjadi popular. Tak ada salahnya memang apa
yang menginspirasi beliau menciptakan lagu tersebut adalah sosok Gayus
Tambunan. Mungkin sang penyair saat itu sedang menyuarakan kecemburuannya
pada sang koruptor, karena ia pernah merasakan susahnya hidup dibalik terali
besi. Namun bagi sebagian besar masyarakat seakan terwakili opini mereka lewat
12
nakal menyentil para penegak hukum memang bisa membuat kuping panas bagi
mereka. Mereka yang sacara langsung maupun tak langsung menjadi bagian
institusi hukum. Lagu tersebut layak diberikan apresiasi karena lahir dari
ketidakpuasan masyarakat atas bobroknya penegakan hukum saat ini.
Lagu yang sangat ” easy listening ” ini begitu merebak secepat tumbuhnya
cendawan di musim penghujan. Begitu cepat tersebar dan menjadikan sang
penciptanya menjadi selebritas mendadak. Mengangkat peristiwa korupsi
terpopuler di masyarakat dan memadukannya dengan media internet yang begitu
mudah diakses sebagai publikasinya. Berlimpahnya oknum koruptor di negeri ini
mempunyai stok inspirator yang cukup banyak untuk menggali ide-ide. Dengan
mengutak-atik , corat coret dan menuangkan dalam sebuah syair, lagu, pantun,
puisi, atau sebuah film dan unggah melalui media internet.
(file://localhost/G:/DOWNLOAD%204/Hits%20lagu%20”%20Andai%20aku%20
Gayus%20Tambunan”.html)
Dari beberapa fenomena yang telah diuraikan diatas, peneliti tertarik untuk
mengkaji lirik lagu “ Andai Aku Gayus Tambunan” yang dibawakan oleh Bona
Paputungan terhadap berbagai permasalahan yang sedang terjadi dalam
pemerintahan saat ini sehingga dapat mengetahui makna yang disampaikan dalam
lirik lagu tersebut. Dalam mengungkapkan bentuk komunikasi yang diungkapkan
oleh Bona Paputungan, peneliti menggunakan metode semiotik Saussure untuk
mengetahui makna pesan yang terdapat dalam lirik lagu “Andai Aku Gayus
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang di uraikan di atas, maka yang
menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
“Bagaimanakah penggambaran penegakan hukum di Indonesia dalam lirik lagu
“Andai Aku Gayus Tambunan” oleh Bona Paputungan.
1.3. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui penggambaran penegakan hukum di Indonesia
berdasarkan lirik lagu “Andai Aku Gayus Tambunan” oleh Bona Paputungan.
1.4. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Teoritis, yaitu menambah literatur penelitian kualitatif Ilmu
Komunikasi, khususnya mengenai analisis studi semiotik.
2. Kegunaan Praktis, yaitu untuk membantu pendengar musik dalam
memahami makna tanda yang menggambarkan penegakan hukum di
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Penegakan Hukum di Indonesia
Secara konsepsional, inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan
menyerasiakan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah
yang mantap dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran
nialai tahap akhir, untuk menciptakan memelihara dan mempertahankan
kedamaian pergaulan hidup (Surjono Sukanto (1983:2) dalam Bambang Sutiyoso,
2010:16)
Pola penegakan hukum dipengaruhi oleh tingkat perkembangan
masyarakat, tempat hukum tersebut berlaku atau diberlakukan. Dalam masyarakat
sederhana, pola penegakan hukumnya dilaksanakan melalui prosedur dan
mekanisme yang sederhana pula. Namun dalam masyarakat modern yang bersifat
rasional dan memiliki tingkat spesialisasi dan diferensiasi yang begitu tinggi,
pengorganisasian penegak hukumnya menjadi begitu kompleks dan sangat
birokratis. Semakin modern suatu masyarakat, maka akan semakin kompleks dan
semakin birokratis proses penegakan hukumnya. Sebagai akibatnya, yang
memegang peranan penting dalam proses penegakan hukum bukan hanya manusia
yang menjadi aparat penegak hukum, namun juga organisasi yang mengatur dan
mengelola operasionalisasi proses penegakan hukum. (Bambang Sutiyoso,
Penegakan hukum selalu melibatkan manusia didalamnya dan melibatkan
juga tingkah laku manusia. Hukum tidak dapat tegak dengan sendirinya, artinya
hukum tidak mampu mewujudkan sendiri janji-janji serta kehendak-kehendak
yang tercantum dalam (peraturan-peraturan) hukum. Janji dan kehendak tersebut,
misalnya untuk memberikan perlindungan kepada seseorang, mengenakan pidana
terhadap seorang yang memenuhi persyaratan tertentu.(Satjipto Rahardjo,2009:7).
Kita tidak dapat menutup mata terhadap kenyataan para penegak hukum,
sebagai kategori manusia dan bukan sebagai jabatan, akan cenderung memberikan
penafsiran sendiri terhadap tugas-tugas yang harus dilaksanakan sesuai dengan
tingkat dan jenis pendidikan, kepribadian dan masih banyak faktor lain. Oleh
karena itu, menjadi tidak aneh apabila orang mengatakan bagaimana hukum
dijalankan sehari-hari merupakan satu mitos dan mitos itu setiap hari dibuktikan
kebohongannya (Chambliss & Seidman (1971:3) )
Untuk mewujudkan hukum dan sebagai ide-ide ternyata dibutuhkan suatu
oragnisasi yang cukup kompleks. Negara yang harus campur tangan dalam
perwujudan hukum yang abstrak ternyata harus mengadakan berbagai macam
badan untuk keperluan tersebut. Kita tidak mengenal adanya Jawatan Hukum atau
Kantor Hukum, melainkan: Pengadilan, Kejaksaan, Kepolisian, Pemasyarakatan
dan juga Badan Peraturan Perundang-undangan. Badan-badan yang tampak
sebagai organisasi yang berdiri sendiri-sendiri tersebut pada hakekatnya
mengemban tugas yang sama, yaitu mewujudkan hukum atau menegakkan hukum
dalam masyarakat. Dapat dikatakan tanpa organisasi-oragnisasi terssebut, hukum
16
tentunya dalam rangka membicarakan penegakan hukum, tidak dapat dilewatkan
pembicaraan mengenai segi keorganisasian tersebut. Tujuan-tujuan hukum hanya
dapat diwujudkan melalui pengorganisasian yang kompleks pula. Untuk
mewujudkan tujuan hukum diperlukan berbagai organisasi, sekalipun pada
hakekatnya bertugas untuk mengantarakan orang kepada tujuan-tujuan hukum,
namun masing-masing tetap berdiri sendiri-sendiri sebagai badan yang bersifat
otonom. (Satjipto Rahardjo, 2009:14)
Pada hakekatnya hukum mengandung ide atau konsep-konsep yang dapat
digolongkan sebagai sesuatu yang abstrak. Ke dalam kelompok abstrak termasuk
ide tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial. (Radburch
(1961:36) )
Membicarakan hukum dalam konteks organisasi membuka pintu bagi
pengkajian tentang bagaimana lembaga hukum yang diserahi tugas untuk
mewujudkan dan menegakkan hukum itu bekerja. Bagaimanapun juga badan
tersebut menjalani kehidupannya sendiri. Kehidupannya sendiri yang dimaksud
kehidupan sebagai lembaga atau organisasi tersebut. Kehadiran lembaga-lembaga
hukum tersebut adalah untuk mewujudkan sesuatu yang abstrak menjadi
kenyataan, namun lembaga-lembaga itu sendiri diikat oleh kehidupan
kelembgaan. Dalam keadaan tersebut, maka alih-alih menegakkan hukum,
lembaga tersebut sibuk sendiri untuk mengatasi masalah-masalah yang
menyangkut bekerjanya suatu lembaga (Satjipto Rahardjo, 2009:18)
negara-negara lain di dunia ini. Penegakan dan penerapan hukum yang
berkenaaan dengan pemberantasan tindak pidana korupsi disebut-sebut juga sudah
semakin parah, sudah sampai titik nadir. Banyak kasus menunjukkan bahwa saat
ini korupsi dan suap menyuap juga menimpa para penegak hukum itu sendiri,
seperti korupsi di kalangan advokat, polisi, kejaksaan, dan hakim-hakim di
pengadilan di berbagai tingkatannya, sehinggga apa yang namanya “mafia
peradilan” sebenarnya memang benar-benar ada dalam kenyataan. (Munir Fuady,
2010:172)
Andi Hamzah (2005:6) dalam Munir Fuady (2010:172) melukiskan
dengan jelas bagaimana parahnya wabah korupsi di Indonesia, jika dibandingkan
dengan apa yang terjadi di negara-negara tetangga, dengan menyatakan sebagai
berikut:
“Jika komisi pemberantasan korupsi di Australia dan Singapura berfungsi sebagai pengisap debu (vacuum
cleaner), di Malaysia dan Hongkong sebagai sapu
ijuk dalam rumah, di Thailand sebagai sapu lidi di pekarangan, maka di Indonesia diperlukan bulldozer
karena korupsinya sudah menggunung”.
Bahwa bobroknya penerapan hukum di Indonesia juga tidak terlepas
adanya bias dalam pembentukan hukum itu sendiri, sehinnga hukum yang
dihasilkannya tidak dapat diwujudkan dalam praktik. Seperti telah disebutkan
bahwa hukum (law) tidak dapat dipisahkan dengan kekuasaan (power), sehingga baik dalam pembentukan hukum maupun dalam penegakan hukum, senebarnya
tidak dapat dihindari dari proses tawar menawar politik. Akan tetapi, apa yang
18
proses pembuatan dan penerapan hukum. Sehingga konsekuensinya adalah kaidah
hukum tidak pernah dapat dirumuskan secara baik dan pelaksanaanya juga tidak
pernah dirumuskan secara baik dan pelaksanaanya juga tidak pernah benar.
Mestinya kekuasan tersebut dikontrol oleh hukum bukan sebaliknya. (Munir
Fuady, 2010: 179)
Kemudian Lili Rasjidi (1982:52) dalam Munir Fuady (2010:179)
menyatakan sebagai berikut:
“ Unsur pemegang kekuasaan merupakan faktor yang penting dalam hal digunakannya kekuasaan yang dimilikinya itu sesuai dengan kehendak masyarakat. Karena itu, disamping keharusan daya hukum sebagai alat pembatas, juga pemegang kekuasaan ini diperlukan syarat-syarat lainnya, seperti memilki watak yang jujur dan rasa pengabdian terhadap kepentingan masyarakat. Kesadaran hukum yang tinggi dari masyarakat juga merupakan pembatas yang ampuh bagi pemegang kekuasaan”.
Sebenarnya, Indonesia dapat dimasukkan sebagai negara paling aneh di
dunia, karena sebagai negara yang termasuk paling korup di dunia, justru paling
sedikit koruptor yang berhasil dijebloskan ke balik tirai penjara law enforcement
kita. Salah satu penyebab sulitnya diberantas di Indonesia adalah karena berbagai
putusan hakim yang mengadili berbagai kasus korupsi sudah terasing dari rasa
keadilan yang hidup di dalam masyarakatnya. Fenomena yang mencuat di dalam
law enforcement kita di Indonesia adalah kepenjaraan di dalam paradigma
legalistik, formalistik, dan prosedural belaka. (Achmad Ali, 2005:8)
Satjipto Rahardjo dalam Achmad Ali (2005:6) mengatakan sebagai
“ Sudah waktunya bangsa Indonesia mencanangkan bahaya korupsi sebagai keadaan darurat. Karena keadaan darurat, maka juga mesti ditangani dengan cara berpikir darurat, cara bertindak darurat, dan dengan petinggi hukum yang mampu melakukan terobosan yang bersifat darurat ”.
Semakin rendahnya tingkat kepercayaan warga masyarakat terhadap
hukum dan penegakan hukum, disebabkan warga secara kasat mata menyaksikan
dan mengetahui sendiri betapa “sandiwara hukum” dan lebih khusus lagi
“sandiwara peradilan” masih terus berlangsung. Sosok-sosok penegakan hukum
yang kini masih bergentayangan masihlah sosok lama dengan paradigma lama,
tetapi dengan “kemasan baru”. Konkretnya, “sosok-sosok sapu kotor” di
lingkungan penegakan hukum masih eksis dan semakin hari semakin
memperkokoh posisinya. (Achmad Ali, 2005:36)
2.1.2. Gayus Lumpuhkan Naluri Kepolisian
Gayus Halomoan Tambunan luar biasa saktinya. Pegawai golongan III
Direktorat Jenderal Pajak yang memiliki kekayaan lebih dari Rp100 miliar itu
adalah jawara suap-menyuap.
Dia menyuap hampir semua otoritas penegak keadilan untuk
membebaskannya dari jerat hukum. Di tahanan, dia melumpuhkan polisi dengan
kelihaian suapnya. Dia mengerti betul watak polisi yang mudah teler karena uang.
Gayus kembali menampar wajah penegakan hukum, terutama kepolisian,
dengan ulah terbarunya. Dengan kemampuan uangnya, Gayus mampu membeli
20
sembilan anggota polisi yang menjaganya menjadi tersangka, termasuk Kepala
Rumah Tahanan Mako Brimob Kelapa Dua Depok Komisaris Iwan Siswanto.
Gayus bahkan memperlihatkan kelasnya sebagai raja suap dengan
menonton pertandingan tenis internasional di Bali, dengan penyamaran seadanya.
Polisi seperti gagap untuk menjelaskan apakah Gayus benar berada di Bali sesuai
dengan foto yang direkam wartawan. Ketika polisi masih gelagapan, Gayus
mengaku bahwa dia memang berada di Bali.
Publik semakin jengkel terhadap kinerja kepolisian. Jengkel karena tidak
mau bergerak cepat menjawab pertanyaan-pertanyaan fundamental.
Ketika foto Gayus terungkap, polisi lebih sibuk menginterogasi penjaga
rutan Brimob mengapa Gayus diizinkan keluar. Padahal yang menjadi pertanyaan
publik adalah mengapa Gayus bisa ke Bali, bagaimana bisa, dan untuk apa?
Apakah benar dia sekadar menonton pertandingan tenis, olahraga yang bukan
kesukaannya?
Publik juga ingin tahu, dari mana Gayus memperoleh uang begitu banyak
untuk menyuap petugas rutan sehingga sebagian besar hidupnya berada di luar
tahanan? Kalau uang Gayus semuanya sudah disita, siapa yang membiayai Gayus
selama ini?
Juga, apakah seorang Komisaris Iwan yang memiliki pengalaman reserse
begitu mudah melepas Gayus tanpa mengetahui ke mana sang tahanan pergi?
Apakah Komisaris Iwan menjadi satu-satunya pejabat tertinggi di kepolisian yang
Kepolisian Republik Indonesia harus dibedah total. Argumen bahwa
lembaga itu sedang berbenah dan meminta publik untuk bersabar dimentahkan
kasus Gayus. Polisi, dalam kasus Gayus, ternyata mampu memisahkan siapa yang
boleh dihukum dan siapa yang tidak boleh. Buktinya, pemberi suap kepada Gayus
tidak pernah diperiksa atau didengar kesaksiannya.
Kalau kepolisian terus-menerus menampar wajah Indonesia dengan
perilaku manipulatif, ini bencana besar. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
harus mengambil langkah berani membenahi institusi kepolisian.
Kasus Gayus mempertegas bahwa naluri kepolisian telah lumpuh. Ibarat
macan yang terlalu lama dipiara di kandang emas, dia kehilangan naluri
kebinatangannya. Perlu latihan serius agar harimau memperoleh kembali naluri
membunuh.(file://localhost/G:/BOBROKNYA%20HUKUM%20DI%20INDONE
SIA/18.htm)
2.1.3. Lemahnya Penegakan Hukum Di Indonesia
Hasil survei Transparency International Indonesia (TII) menyebut
kejaksaan sebagai lembaga terkorup kedua setelah DPR. Presiden SBY pun
menyadari betapa lemahnya penegakan hukum di Tanah Air. "Presiden
menyambut baik penelitian yang dilakukan Todung Mulya Lubis dkk. Presiden
sejak awal pemerintahan sudah menyadari lemahnya penegakan hukum di
Indonesia," kata staf khusus presiden bidang hukum Sardan Marbun. Hal ini
disampaikan dia usai diskusi bertajuk "Reformasi lembaga peradilan" di
22
penegakan hukum selama SBY memerintah sudah lebih baik. Untuk reformasi
peradilan, itu tergantung dari yudikatif, bukan eksekutif. Pemerintah tidak boleh
campur tangan," ujarnya. Sementara anggota Komisi III DPR Nursjahbani
Katjasungkana menilai survei dari TII merupakan persepsi dari lembaga tersebut.
Praktek-praktek suap di peradilan saat ini masih ada dan dilakukan oleh semua
perangkat peradilan, seperti panitera, hakim, dan jaksa. "Saya pernah mendapat
laporan, ada seorang ibu yang membantu mengurus perceraian anaknya di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Untuk mengambil putusan saja, panitera minta
uang Rp 1 juta. Padahal ada angka resminya, tidak sampai segitu," ketusnya.
Sedangkan anggota KY Zaenal Arifin berpendapat MA harus membuat survei
tandingan. Tujuannya untuk membuktikan peradilan bukan lembaga terkorup
kedua. "Tapi survei itu harus akurat dan mempunyai bukti. Selama tidak ada bukti
konkret, maka nantinya pengusutan oleh suatu badan yang berwenang tidak bisa
dilakukan," katanya. Pada 9 Desember 2006, TII mempublikasikan hasil survei
indeks korupsi 2006. DPR menempati peringkat pertama, disusul kejaksaan,
kemudian kepolisian.
(http://www.detiknews.com/read/2007/03/03/193745/749373/10/sby-sadari-lemahnya-penegakan-hukum-di-tanah-air)
2.1.4. Lirik Lagu
Sebuah lagu belum lengkap keberadaanya tanpa adanya lirik. Lirik lagu
diciptakan untuk melengkapi dan memperindah keberadaan sebuah lagu tersebut.
insting yang lebih, sehingga nantinya akan tercipta lirik demi lirik yang cukup
indah untuk diperdengarkan.
Lirik lagu dalam musik dapat menjadi sarana atau media komunikasi
untuk mencerminkan realitas sosial yang beredar dalam masyarakat. Lirik lagu
dapat dipakai untuk mencerminkan realitas sosial yang beredar dalam masyarakat.
Lirik lagu dapat diapakai sebagai sarana untuk sosialisasi dan pelestarian terhadap
suatu sikap atau nilai. Oleh karena itu, ketika sebuah lirik diaransir dan
diperdengarkan kepada khalayak juga mempunyai tanggung jawab yang besar atas
tersebar luasnya keyakinan, nilai-nilai, bahkan prasangka tertentu. (Setianingsih,
2003:7-8).
Lirik lagu merupakan salah satu dari beragam karya seni yang ada. Ia pada
dasarnya sama dengan puisi. Puisi tergolong sebagai seni kata, oleh karena itu
lirik digolongkan sebagai seni kata, oleh karena itu lirik digolongkan sebagai seni
kata sebab mediumnya adalah kata dalam bahasa. Sebenarnya, lirik sebuah lagu
tak ubahnya dengan lirik sebuah puisi atau sajak. Yang membedakan hanyalah
cara membawakannya saja, puisi tau sajak dibawakan dengan cara membaca dan
menghafal dengan penuh penghayatan, sedangkan lirik lagu dibawakan dengan
irama alunan musik yang dipandu padankan oleh sebuah irama.
Dalam sebuah lagu selain kekuatan musik, unsur lirik yang dinyayikan
mempunyai peranan nyang sangat penting, karena lirik lagu sebagaimana bahsa
dapat menjadi sarana atau media komunikasi untuk mencermnkan realitas sosial
yang beredar dalam masyarakat. Lirik lagu bila tepat memilihnya bisa memiliki
24
memikat perhatian. Lirik lagu, dapat pula sebagai sarana untuk sosialisasi dan
pelestarian terhadap sikap atau nilai.
Oleh karena itu, ketika sebuah lirik lagu mulai diaransir dan
diperdengarkan kepada khalayak, juga mempunyai tanggung jawab yang besar
atas tersebar luasnya keyakinan, nilai-nilai , bahkan prasangka tertentu. Suatu lirik
dapat menggambarkan realitas yang menggambarkan tentang
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di dalam pemerintahan sendiri.
2.1.5. Teori Semiotik
Semiotik adalah ilmu tanda, istilah tersebut berasal dari kata Yunani
semeion yang berarti “tanda”. Bidang kajian semiotik adalah mempelajari fungsi
tanda dalam teks, yaitu bagaimana memahami sistem tanda yang ada dalam teks
yang berperan membimbing pembacanya agar bisa menangkap pesan yang
terkandung di dalamnya. (Komaruddin dalam Sobur 2001:106). Tanda terdapat
dimana-mana kata adalah tanda, demikain pula gerak isyarat, lampu lalu lintas,
bendera dan sebagainya.
Pokok kajian Saussure tentang bahasa berbeda jauh dengan pendekatan
filolog abad ke-19. Bukannya mengkaji linguistik secara historis berdasarkan
garis diakronik, yaitu kajian yang melihat perubahan pada bahasa dalam satu
kurun waktu tertentu. Saussure justru mengembangkan linguistik sinkronik. Dia
mempresentasikan analisis bahasa secara umum, sebuah kajian tentang prasyarat
Saussure mendefinisikan tanda linguistik sebagai entitas dua sisi (dyad),
yaitu:
1. Penanda (signifier)
Penanda adalah aspekaterial dari sebauh tanda, sebagaimana kita
menangkap bunyi saat orang berbicara. Bunyi ini muncul dari getaran pita
suara (yang tentu saja bersifat material). Wilayah perhatian Saussure
hanya meliputi tanda linguistik. Dalam hal ini dia mengikuti tradisi
teorisasi tanda-tanda konvensional.
2. Petanda (signified)
Sisi kedua dari tanda yaitu sisi yang diwakili secara material oleh
penanda. Petanda merupakan konsep mental dari petanda tersebut.
Sign
Composed of
signification
Signifier Signified external reality of (phisical (mental concept)
meaning
existance of the sign)
Gb. 2.1.5. Diagram Semiotik Saussure (Fiske dalam Sobur, 2002:125)
26
Signified adalah gambaran mental. Yakni pikiran atau konsep aspek
mental dari bahasa. Hubungan antara keberadaan fisik tanda dan konsep
mental tersebut dinamakan signification. Dengan kata lain signification
adalah upaya dalam memberikan makna terhadap dunia (Fiske dalam
Sobur, 2002:125) Tegasnya, Saussure meyakini bahwa proses komunikasi
melalui bahasa juga melibatkan pemindahan isi kepala: tanda-tanda
membetuk kode sirkuit yang menghubungkan dua individu agar membuka
isi kepala masing-masing.
Selain itu Saussure juga meletakkan dasar perbedaan antara
Langue dan Parole sebagai dua pendekatan linguistik. (Sobur, 2002:111).
Langue adalah sistem pembendaan di antara tanda-tanda. Dapat
dibayangkan sebagai sebuah lemari besar yang menyimpan semua
kemungkinan tanda yang dapat digunakan oleh semua masyarakat. Kita
dapat mengambil tanda-tanda tersebut, satu demi satu, untuk
mengkonstruksikan sebuah parole (ekspresi kebahasaan, wicara) tertentu.
Ciri dasar lain dari Langue adalah terdapat dua bentuk di dalam
hubungan dan perbedaan antara unsur-unsur bahasa berdasarkan kegiatan
mental manusia. Di satu sisi, dalam satu wacana, kata-kata bersatu satu
demi suatu kesinambungan tertentu yang ditunjang oleh keluasa.
Hubungan demikian disebut sintagma (kumpulan tanda yang berurut
secara logis). Dalam suatu sintagma suatu istilah kehilangan valensinya
karena istilah itu dipertentangkan dengan istilah lain yang mendahului dan
yang memiliki kesamaan bersosiasi dalam ingatan yang membentuk
kelompok-kelompok tempat berbagai hubungan berkuasa. Hubungan ini
disebut oleh Saussure sebagai hubungan asosiatif atau paradigmatik.
Bahasa di mata Saussure tak ubahnya sebuah karya keutuhan karya musik.
Untuk memahamai sebuah simponi, kita harus memperhatikan keutuhan
karya musik secara keseluruhan dan bukan kepada permainan individual
dari setiap pemain musik. Untuk memahami bahasa, kita harus melihatnya
secara “sinkronis”, sebagai sebuah jaringan hubungan antara bunyi dan
makna.
Lagu merupakan sebuah dominan pop dimana kita dapat dengan
mudah menemukan banyak contoh konkret tentang bagaimana kekuasaan
budaya dijalankan. (James Lull dalam Sobur, 2003:147) Sistem tanda
musik adalah oditif, namun untuk mencapai pendegarnya, pencipta musik
mempersembahkan kreasinya dengan perantara pemain musik dalam
bentuk sistem tand aperantara tertulis, jadi visual.
Untuk menganalisis musik diperlukan disiplin lain, sebut saja
misalnya ethnomusicology dan antropologi. Mantle Hood, seorang pelopor ethnomusicology dar USA memberikan definisi tentang ethnomusicology
sebagai studi musik dari segi sosial dan kebudayaannya. (Sobur,
2003:148) Musik itu dipelajari melalui peraturan tertentu yang
dihubungkan dengan bentuk kesenian lainnya termasuk bahasa, agama dan
28
2.2. Kerangka Berpikir
Setiap individu memiliki latar belakang yang berbeda-beda dalam memaknai
sesuatu peristiwa atau objek. Hal ini dikarenakan latar belakang pengalaman
(Field of Experience) dan pengetahuan (Frame of Reference) yang berbeda-beda
pada setiap individu tersebut. Dalam menciptakan sebuah pesan komunikasi,
dalam hal ini pesan disampaikan dalam bentuk lagu, maka pencipta lagu juga
tidak terlepas dari dua hal di atas.
Begitu juga peneliti memaknai tanda dan lambang yang ada objek, juga
berdasarkan pengalaman dan pengetahuan peneliti. Dalam penelitian ini peneliti
melakukan pemaknaan terhadap tanda dan lambang berbentuk tulisan pada lirik
lagu “Andai Aku Gayus Tambunan” dalam hubungannya dengan penegakan
hukum di Indonesia dengan menggunakan metode semiotik Saussure, sehingga
akhirnya dapat diperoleh hasil dari interpretasi data mengenai penegakan hukum
di Indonesia.
Pada penelitian ini peneliti tidak menggunakan metode semiotik Pierce
karena dalam lirik lagu “Andai Aku Gayus Tambunan” kata-kata yang digunakan
adalah kata-kata yang lugas atau kalimat langsung sehingga peneliti tidak banyak
menemukan adanya simbol-simbol yang bisa digunakan untuk memenuhi
kebutuhan analisis. Oleh karena itu peneliti menggunakan metode semiotik
Saussure menitikberatkan pada hubungan Penanda dan Petanda yang ada pada
lirik lagu tersebut.
Dari data-data berupa lirik lagu “ Andai Aku Gayus Tambunan”, kata-kata
dan rangkaian kata dalam lirik lagu tersebut kemudian dianalisis dengan
(penanda) dan aspek mental (petanda) yang pada akhirnya diperoleh signifikansi)
hingga menghasilkan suatu interpretasi bagaimana penegakan hukum di Indonesia
30
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Definisi Operasional
3.1.1. Pengambaran Penegakan Hukum di Indonesia dalam Lirik Lagu
“Andai Aku Gayus Tambunan”.
Penegakan hukum (law enforcement) yang dapat dilakukan dengan baik dan efektif merupakan salah satu tolok ukur keberhasilan suatu negara dalam
upaya mengangkat harkat dan martabat bangsanya dibidang hukum terutama
dalam memberikan perlindungan hukum terhadap warganya. Hal ini berarti pula
adanya jaminan kepastian hukum bagi rakyat, sehingga rakyat merasa aman dan
terlindungi hak-haknya dalam menjalani kehidupannya. Sebaliknya penegakan
hukum yang tidak berjalan sebagaimana mestinya merupakan indikator bahwa
negara yang bersangkutan belum sepenuhnya mampu memberikan perlindungan
hukum kepada warganya. (Satjipto Rahardjo, 2010:18)
Penggambaran penegakan hukum di Indonesia dalam lirik lagu “Andai
Aku Gayus Tambunan” adalah untuk mengetahui bagaimana penggambaran
penegakan hukum di Indonesia dalam lirik lagu. Sebagian orang memandang
kritik tentang penegakan hukum di Indonesia sebagai suatu realitas yang wajar,
namun tidak semua orang memiliki pemaknaan yang sama terhadap suatu realitas.
Hal ini bersifat subyektif, tergantung dari latar belakang individu yang
Lirik adalah susunan kata berupa nyanyian. Sementara lagu adalah ragam
suara yg berirama.Sehingga dapat diartikan lirik lagu adalah susunan kata berupa
nyanyian dengan ragam suara yang berirama. (www.artikata.com)
Dalam penelitian ini lirik lagu yang menjadi obyek adalah lirik pada lagu
milik Bona Paputungan yaitu lirik lagu “Andai Aku Gayus Tambunan”.
3.2. Unit Analisis dan Corpus
3.2.1. Unit Analisis
Unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanda-tanda
berupa tulisan, terdiri atas kata-kata yang membentuk kalimat yang ada pada lirik
lagu “ Andai Aku Gayus Tambunan”.
3.2.2. Corpus
Corpus adalah sekumpulan bahan yang terbatas yang ditentukan pada
perkembangannya oleh analisis dengan semacam kesemenaan, bersifat homogen
mungkin (Kurniawan, 2001:70). Sifat yang homogen ini diperlukan untuk
memberi harapan yang beralasan bahwa unsur-unsurnya dapat dianalisis sebagai
keseluruhan. Tetapi sebagai analisis, corpus itu bersifat terbuka pada konteks yang
beraneka ragam, sehingga memungkinkan untuk memahami banyak aspek dari
sebuah teks yang tidak dapat ditangkap atas dasar suatu analisis yang bertolak dari
unsur tertentu yang terpisah dan berdiri sendiri dari teks yang bersangkutan.
Kelebihannya adalah bahwa dalam mendekati teks kita tidak didahului oleh para
32
Corpus adalah kata lain dari sampel bertujuan khusus digunakan untuk
analisis semiotika dan analisis wacana. Corpus pada penelitian ini adalah lirik
lagu dengan judul “Andai Aku Gayus Tambunan”.
Alasan pengambilan lirik lagu di atas sebagai Corpus adalah karena dalam
lirik lagu tersebut, memuat tentang penggambaran penegakan hukum di
Indonesia. Selain itu dalam lirik lagu ini, pencipta lagu yaitu Bona Paputungan
memposisikan dirinya sebagai subyek dalam memberikan kritik didalam isi cerita
lirik dengan penggunaan kata “aku”. Dengan mengangkat dirinya sebagi subyek
dalam lirik lagu tersebut akan memudahkannya untuk melakukan penghayatan
dan mengekspresikan apa yang ingin digambarkan lirik lagu tersebut. Oleh karena
itu lah, dalam memaknai lirik pada lagu ini peneliti lebih menekankan dengan
melihat dari pencipta atau penulis lirik lagu tersebut. Lirik lagu “Andai Aku
Gayus Tambunan” yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
ANDAI AKU GAYUS TAMBUNAN
11 Maret
Diriku masuk penjara
Awal ku menjalani
Proses masa tahanan
Hidup di penjara
Sangat berat kurasakan
Karena beban pikiran
Kita orang yang lemah
Tak punya daya apa-apa
Tak bisa berbuat banyak
Seperti para koruptor
Andai Aku Gayus Tambunan
Yang bisa pergi ke Bali
Semua keinginannya
Pasti bisa terpenuhi
Lucunya di negeri ini
Hukuman bisa dibeli
Kita orang yang lemah
Pasrah akan keadaan
7 Oktober
Kubebas dari penjara
Menghirup udara segar
Lepaskan penderitaan
Wahai saudara
Dan para sahabatku
34
Jangan engkau salah arah
Andai Aku Gayus Tambunan
Yang bisa pergi ke Bali
Semua keinginannya
Pasti bisa terpenuhi
Lucunya di negeri ini
Hukuman bisa dibeli
Kita orang yang lemah
Pasrah akan keadaan
Biarlah semua menjadi kenangan
Kenangan yang pahit
Dalam hidup ini
Andai Aku Gayus Tambunan
Yang bisa pergi ke Bali
Semua keinginannya
Pasti bisa terpenuhi
Lucunya di negeri ini
Hukuman bisa dibeli
Kita orang yang lemah
3.2.3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah pengumpulan data
primer yaitu data diperoleh melaui pemahaman lirik lagu “Andai Aku Gayus
Tambunan”. Pada tahap pemahaman ini diperoleh data primer yaitu data lirik lagu
“Andai Aku Gayus Tambunan”.
3.2.4. Metode Analisis Data
Pemahaman terhadap lirik lagu ini menggunakan metode semiotik
Saussure yaitu, menghubungkan antara signifer dan signified atau penanda dan petanda dengan melihat dari kata-kata dan rangkaian kata yang membentuk
kalimat dalam lirik lagu tersebut. Kemudian menganalisis makna konotasi yang
terdapat dalam lirik lagu tersebut sehingga diperoleh makna sebenarnya dari suatu
kata (Sobur, 2002:128), sehingga diperoleh interpretasi data yang benar-benar
berkualitas.
Signifier atau penanda adalah bunyi yang bermakna atau coretan yang
bermakna (aspek material), yakni apa yang dikatakan dan apa yang ditulis atau
dibaca. Sementara signified atau petanda adalah gambaran mental, yakni pikiran atau konsep (aspek mental) dari bahasa (Bertens dalam sobur, 2003:46) kerangka
referensi pengguna tanda, melalui interaksi sosial yang dilakukan oleh pengguna
sebagai anggota masyarakat atau budaya tertentu. Contoh Signifier dalam lirik
36
Lucunya di negeri ini
Hukuman bisa dibeli
Kita orang yang lemah
Pasrah akan keadaan
Dalam lirik ini diperoleh kosep mental (Signified) sebagai berikut :
Andai Aku Gayus Tambunan
Yang bisa pergi ke Bali
Semua keinginannya
Pasti bisa terpenuhi
Saussure mendefinisikan bahwa bahasa sebagai suatu sistem tanda (sign)
dan setiap tanda itu tersusun dari dua bagian yaitu signifier (penanda) dan
signified (petanda). Signifier atau penanda adalah bunyi yang bermakna (aspek
material), yakni apa yang dikatakan dan apa yang ditulis atau dibaca sedangkan
petanda gambran mental, yakni pikiran atu konsep (aspek mental) dari bahasa
(Kurniawan, 2001:30). Apabila penanda dan petanda ini digabungkan akan
menghasilkan konsep makna yang sebenarnya. Gabungan antra kedua unsur
tersebut menghasilkan suatu pemahaman yang dinamakan signification. Dengan kata lain signification adalah upaya untuk memberikan makna.
Dalam lirik lagu “Andai Aku Gayus Tambunan”, ketiga bagian dari teori
1. Signifiernnya adalah kata, fase dan kalimat yang terdapat dalam lagu Andai Aku Gayus Tambunan atau kata maupun kalimat dengan kata yang
sesungguhnya.
2. Signifiednya adalah makna atau konsep yang ada dalam kata-kata yang
digunakan oleh penulis lirik atau sang kreator, sehingga tercipta sebuah
pesan yang ingin disampaikan.
3. Significationnya adalah kata, fase dan kalimat yang terdapat dalam lagu
Andai Aku Gayus Tambunan atau kata maupun kalimat yang
sesungguhnya dan kata yang terkandung dalam lagu Andai aku Gayus
38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Obyek
Obyek dalam penelitian ini adalah lagu ”Andai Aku Gayus Tambunan” yang
dipopulerkan oleh Bona Paputungan, 32 tahun, yaitu seorang mantan narapidana
karena kasus kekerasan dalam rumah tangga di Lembaga Pemasyarakatan kelas II
A di Kota Gorontalo. Bona Paputungan meringkuk di terali besi sejak 11 Maret
2010 dan bebas pada 5 Januari 2011.
Selama meringkuk diterali besi sejak 11 Maret 2010 lalu, ia mengaku
mendapat perlakuan kasar dari sipir dalam penjara. Wajahnya babak belur akibat
dihantam bogem mentah dan pentungan salah seorang petugas. Belum lagi ia
harus menjalani ”ritual” hukuman dari sesama penghuni penjara. Berbeda dengan
tahanan yang terjerat kasus pidana korupsi, perlakuan mereka lebih baik dari
tahanan lainnya. Kondisi Bona yang babak belur di jeruji itu dituangkan dalam
bait-bait lagu. Salah satu yang menarik adalah berjudul ”Kisah aku dan Gayus
Tambunan” yang kemudian diganti menjadi “Andai Aku Gayus Tambunan”.
Lewat lagu dan video klip yang dipublikasikan di sebuah situs internet you
tube, penyanyi sekaligus pencipta lagu ”Andai Aku Gayus Tambunan” menjadi terkenal karena lagu ini banyak diakses oleh para pengguna internet. Selanjutnya
karena lagu tersebut banyak diminati masyarakat, maka lagu tersebut mulai
berjudul ”Andai Aku Gayus Tambunan” dan ”Markus”, video klipnya dibuat
didalam lembaga pemasyarakatan kelas II A Kota Gorontalo. Sementara delapan
lagu sisanya, video klipnya dibuat diluar penjara. Untuk produksi lagu di
albumnya itu, Bona dibantu oleh salah seorang anggota Dewan Perwakilan
Daerah (DPD) dari utusan Provinsi Gorontalo, dan seorang anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Gorontalo yang sempat mendekam
dalam penjara karena kasus korupsi.
Lagu ”Andai Aku Gayus Tambunan” terinspirasi seorang mafia pajak yaitu
Gayus Tambunan yang terjerat dalam kasus pajak bersama beberapa pejabat di
Indonesia. Namun dalam proses penahanannya, Gayus Tambunan membuat heboh
masyarakat Indonesia karena dengan mudahnya Gayus Tambunan keluar masuk
penjara dan bepergian ke Bali dengan cara menyuap aparat penegak hukum.
Lagu ”Andai Aku Gayus Tambunan” merupakan ungkapan hati pencipta
lagu yaitu Bona Paputungan yang juga seorang mantan narapidana di Gorontalo.
Dalam setiap liriknya, Bona ingin menggambarkan bahwa dalam penjarapun
masih terdapat perbedaan perlakuan antara narapidana yang kaya dan miskin. Hal
tersebut menggambarkan bahwa hukum di Indonesia masih lemah karena para
aparat penegak hukumnya dapat dengan mudah memberikan keleluasaan kepada
siapapun yang memiliki uang, baik fasilitas ataupun hak “kebebasan” yang tidak
seharusnya. Dalam video klip lagu tersebut, Bona Paputungan menyindir sipir
40
4.2. LirikLagu “Andai Aku Gayus Tambunan” menurut Teori Tanda
Saussure
Saussure mendefinisikan bahwa bahasa sebagai suatu sistem tanda (sign) dan setiap tanda itu tersusun dari dua bagian yaitu signifier (penanda) dan
signified (petanda). Signifier atau penanda adalah bunyi yang bermakna (aspek
material), yakni apa yang dikatakan dan apa yang ditulis atau dibaca sedangkan
petanda adalah gambaran mental, yakni pikiran atau konsep (aspek mental) dari
bahasa (Kurniawan, 2001:30). Apabila penanda dan petanda ini digabungkan akan
menghasilkan suatu konsep makna yang sebenarnya. Gabungan antara kedua
unsur tersebut menghasilkan suatu pemahaman yang dinamakan signification. Dengan kata lain signification adalah upaya untuk memberikan makna.
Dalam lirik lagu ”Andai Aku Gayus Tambunan”, ketiga bagian dari teori
tanda saussure adalah sebagai berikut :
1. Signifiernya adalah seluruh lirik kata yang tertuang atau kata-kata yang ada
dalam lirik lagu tersebut. Baik kata-kata, kalimat tersebut tertuang mulai bait
yang pertama sampai dengan bait yang terakhir.
2. Signifiednya adalah makna atau konsep yang ada dalam kata-kata yang
digunakan oleh penulis lagu tersebut, sehingga dapat diketahui pesan atau
maksud yang ingin disampaikan oleh sang penulis lagu.
3. Significationnya adalah seperti yang dijelaskan sebelumnya adalah
penggabungan antara penanda dan petanda yang menghasilkan sebuah
Melalui lirik dalam lagu “Andai Aku gayus Tambunan”, sang pencipta lagu
yaitu Bona Paputungan berusaha mencurahkan perasaannya atas kejadian nyata
yang dialami oleh dirinya dan juga teman-teman sesama napi yang tidak punya
apa-apa baik uang atau kekuasaaan, sehingga mereka harus rela menerima segala
perlakuan yang diberikan oleh penjara yang tentu saja kontras dengan perlakuan
yang diberikan kepada para napi yang kaya dan memiliki kekuasaan. Lirik lagu
”Andai aku Gayus Tambunan” juga ingin merepresentasikan gambaran penegakan
hukum di Indonesia yang masih lemah dan banyak dikendalikan oleh uang dan
kekuasaaan serta lemahnya mentalitas dari para aparat penegak hukumnya.
4.3. Penyajian dan Pemaknaan Data
4.3.1. Penyajian Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa lirik lagu dari lagu
”Andai Aku Gayus Tambunan” yang diciptakan sekaligus dinyanyikan oleh Bona
Paputungan. Berikut ini adalah lirik lagu ”Andai Aku Gayus Tambunan” :
”Andai Aku Gayus Tambunan”
11 Maret Diriku masuk penjara
Awal ku menjalani Proses masa tahanan
42
Karena beban pikiran
Kita orang yang lemah Tak punya daya apa-apa Tak bisa berbuat banyak Seperti para koruptor
Andai Aku Gayus Tambunan Yang bisa pergi ke Bali
Semua keinginannya Pasti bisa terpenuhi
Lucunya di negeri ini Hukuman bisa dibeli Kita orang yang lemah
Pasrah akan keadaan
7 Oktober Kubebas dari penjara Menghirup udara segar
Lepaskan penderitaan
Jangan engkau salah arah
Andai Aku Gayus Tambunan Yang bisa pergi ke Bali
Semua keinginannya Pasti bisa terpenuhi
Lucunya di negeri ini Hukuman bisa dibeli Kita orang yang lemah
Pasrah akan keadaan
Biarlah semua menjadi kenangan Kenangan yang pahit
Dalam hidup ini
Andai Aku Gayus Tambunan Yang bisa pergi ke Bali
Semua keinginannya Pasti bisa terpenuhi
Lucunya di negeri ini Hukuman bisa dibeli Kita orang yang lemah