• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lembaga Paksa Badan dalam Kepailitan

BAB III LEMBAGA PAKSA BADAN DALAM KEPAILITAN

C. Lembaga Paksa Badan dalam Kepailitan

Dalam kepailitan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, dikenal adanya Lembaga Paksa Badan (gijzeling) yang merupakan suatu solusi dalam menghadapi debitur yang tidak kooperatif. Akan tetapi, hingga saat ini tidak ada satu pun permohonan gijzeling yang dikabulkan. Dalam Pasal 95 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU ditegaskan bahwanya, permintaan untuk menahan debitur pailit harus dikabulkan, apabila permintaan tersebut didasarkan atas alasan bahwa debitur pailit dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98, Pasal 110, dan Pasal 121 ayat (1) dan ayat (2).47

Jika debitor pailit tidak menghadap Hakim Pengawas, Kurator, atau panitia kreditur apabila dipanggil untuk memberikan keterangan sesuai Pasal 110 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU maka dapat dijadikan alasan untuk permintaan menahan debitor pailit. Istri atau suami yang dinyatakan pailit pun wajib memberikan keterangan mengenai semua perbuatan yang dilakukan oleh

Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 98 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, sejak mulai pengangkatannya, Kurator harus melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta pailit dan menyimpan semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek, dan surat berharga lainnya dengan memberikan tanda terima. Jika Kurator melihat debitor pailit tidak koperatif, Pasal 98 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU ini dapat menjadi dasar hukum Kurator untuk dilaksanakannya paksa badan terhadap debitor.

47

http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:inv2gt7QJrEJ:www.redgage.c

om/blogs/advokatku/permohonan-gijzeling-dalam-perkara kepailitan. html+ Lembaga+ paksa+

masing-masing harta bersama sebagaimana Pasal 110 ayat (2) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU.

Kurator wajib memanggil kreditur untuk hadir pada rapat pencocokan piutang. Dalam rapat pencocokan piutang, debitur pailit wajib hadir sendiri agar dapat memberikan keterangan yang diminta oleh Hakim Pengawas mengenai sebab musabab kepailitan dan keadaan harta pailit, dan dalam rapat pencocokan piutang tersebut, kreditur dapat meminta keterangan dari debitur pailit mengenai hal-hal yang dikemukakan melalui Hakim Pengawas. Dan ketentuan ini terdapat pada pasal 121 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU.

Mengenai penyanderaan debitur pailit ini diatur dalam Pasal 93, Pasal 94, Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97 dan Pasal 111 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU. Pengadilan dengan putusan pernyataan pailit pada debitur, atas usul hakim pengawas, permintaan kurator, permintaan kreditur dan setelah mendengarkan hakim pengawas, dapat memerintahkan debitur pailit ditahan di rumah tahanan Negara maupun dirumahnya sendiri, dibawah pengawasan jaksa yang ditunjuk oleh hakim pengawas dan perintah penahanan tersebut dilaksanakan oleh jaksa yang ditunjuk oleh hakim pengawas. Masa penahanan debitur pailit tersebut berlaku paling lama 30 hari terhitung sejak penahanan dilaksanakan serta atas usul hakim pengawas, permintaan kurator, kreditur, dan setelah mendengar hakim pengawas, pengadilan dapat memperpanjang masa penahanan setiap kali untuk jangka waktu paling lama 30 hari serta biaya penahanan dibebankan kepada harta pailit sebagai utang harta pailit sesuai dengan Pasal 93 ayat (1) sampai dengan ayat (5) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU dan hal ini dilakukan sebagai

upaya untuk mencegah debitur melakukan perbuatan yang dapat merugikan kreditur.

Sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 94 ayat (1) dan (2) Undang- Undang Kepailitan dan PKPU, pengadilan juga berwenang melepas debitur pailit dari tahanan atas usul hakim pengawas atau atas permohonan dabitur pailit dengan jaminan uang dari pihak ketiga bahwa debitur pailit setiap waktu akan menghadap atas panggilan pertama dan jumlah uang jaminan tersebut ditetapkan oleh pengadilan dan apabila debitur pailit tidak dapat menghadap maka uang jaminan tersebut menjadi keuntungan harta pailit. Dan apabila dalam hal diperlukan kehadiran debitur pailit pada sesuatu perbuatan yang berkaitan dengan harta pailit maka apabila debitur berada didalam tahanan, debitur pailit dapat diambil dari tempat tahanan tersebut atas perintah hakim pengawas dan dilaksanakan oleh kejaksaan, sesuai dengan Pasal 96 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU.

Selama kepailitan, debitur pailit tidak diperbolehkan meninggalkan domisilinya atau tempat tinggal/kediaman debitur pailit tersebut tanpa izin dari hakim pengawas, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 97 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, hal ini juga sebagai upaya agar debitur pailit tidak menyulitkan apabila debitur pailit diperlukan kehadirannya untuk kepentingan pemeriksaan serta agar debitur pailit tidak melakukan perbuatan yang dapat merugikan kreditur.

Selanjutnya Pasal 111 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, dalam hal kepailitan suatu badan hukum, ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93

sampai dengan Pasal 97 hanya berlaku terhadap pengurus badan hukum tersebut, dan ketentuan Pasal 110 ayat (1) yang menjelaskan bahwa debitor pailit wajib menghadap Hakim Pengawas, Kurator, atau panitia kreditor apabila dipanggil untuk memberikan keterangan, berlaku terhadap pengurus dan komisaris, dan yang dimaksud dengan komisaris tersebut termasuk badan pengawas.

Memorie van Toelichting mengemukakan bahwa perintah penahanan sementara merupakan alat paksaan yang membawa kewajiban bagi debitur, apabila ia dengan sengaja menghindarkan diri atau apabila ia menolak memenuhi kewajiban yang diletakkan padanya untuk kepentingan para kreditur. Lembaga paksa badan sangat dibutuhkan keberadaannya dalam hukum Indonesia. Hal ini disebabkan upaya-upaya hukum yang telah ada ternyata belum mampu memaksa debitur bermasalah untuk menyelesaikan utang-utangnya.

Sebelum adanya undang-undang kepailitan, kewenangan absolut untuk menerima, memeriksa dan mengadili permohonan kepailitan ada pada peradilan umum namun setelah dibentuknya Pengadilan Niaga, kewenangan peradilan umum dalam menerima, memeriksa dan mengadili berpindah menjadi kewenangan Pengadilan Niaga yang berada di lingkungan peradilan umum, sebagaimana diatur dalam penjelasan Pasal 280 ayat (1) Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan sebagaimana diubah pada Pasal 300 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU.

“Dengan ketentuan ini, semua permohonan penyataan pailit dan penundaan kewajiban pembayaran utang yang diajukan setelah berlakunya undang- undang tentang Kepailitan sebagaimana diubah dengan Peraturan

Pemerintah Pengganti undang-undang ini, hanya dapat diajukan kepada Pengadilan Niaga”

Apabila sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan telah dilaksanakan transfer dana melalui bank atau lembaga selain bank pada tanggal putusan sebagaimana dimaksud transfer tersebut wajib diteruskan dan dalam hal sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan telah dilaksanakan Transaksi Efek di Bursa Efek maka transaksi tersebut wajib diselesaikan.48

Dokumen terkait