• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses dan Akibat Hukum dalam Kepailitan

BAB III LEMBAGA PAKSA BADAN DALAM KEPAILITAN

B. Proses dan Akibat Hukum dalam Kepailitan

Dalam undang-undang kepailitan, persyaratan untuk dapat dipailitkan sungguh sangat sederhana. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU menentukan bahwa yang dapat dipailitkan adalah debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih krediturnya.

Kreditur yang tidak dibayar tersebut, kemudian dapat dan sah secara hukum untuk mempailitkan debitur, tanpa melihat jumlah piutangnya. Undang- undang kepailitan memang sangat mempermudah proses kepailitan. Sebagai contoh, Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU menentukan bahwa permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau

40

keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah terpenuhi.

Bunyi pasal di atas dengan tegas menyatakan bahwa Hakim harus mengabulkan, bukan dapat mengabulkan, jika telah terbukti secara sederhana. Yang dimaksud terbukti secara sederhana adalah kreditur dapat membuktikan bahwa debitur berutang kepadanya, dan belum dibayarkan oleh debitur kepadanya padahal telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Kemudian kreditur tersebut dapat membuktikan di depan pengadilan, bahwa debitur mempunyai kreditur lain selain dirinya. Jika menurut hakim apa yang disampaikan kreditur atau kuasanya benar, tanpa melihat besar kecilnya jumlah tagihan kreditur, maka hakim harus mengabulkan permohonan kepailitan yang diajukan oleh kreditur tersebut.

Dalam mengajukan permohonan pailit mempunyai prosedur-prosedur yang telah diatur pada Undang-Undang Kepailitan dan PKPU. Permohonan pernyataan pailit diajukan kepada Ketua Pengadilan, lalu panitera mendaftarkan permohonan pernyataan pailit pada tanggal permohonan yang bersangkutan diajukan. Panitera wajib menolak pendaftaran permohonan pernyataan pailit bagi institusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) yaitu Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal (BPPM), dan Menteri Keuangan jika dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan dalam ayat-ayat tersebut. Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada Ketua Pengadilan paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal pendaftaran didaftarkan, lalu dalam waktu paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan, Pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan hari sidang.

Sidang pemeriksaan diselenggarakan dalam jangka waktu paling lambat 20 hari setelah tanggal permohonan didaftarkan, atas permohonan debitur dan berdasarkan alasan yang cukup Pengadilan dapat menunda penyelenggarakan sidang paling lambat 25 hari setelah tanggal permohonan didaftarkan. Pengadilan wajib memanggil debitur yang dilakukan oleh juru sita dengan surat kilat paling lambat 7 hari sebelum sidang pemeriksaan pertama diselenggarakan dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh kreditur, kejaksaan, Bank Indonesia, BPPM, dan Menteri Keuangan, dan juga pengadilan dapat memanggil kreditur dalam hal permohonan pailit diajukan oleh debitur dan terdapat keraguan bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit telah terpenuhi. Permohonan pailit dapat dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit telah terpenuhi dan putusan pengadilan atas permohonan pernyataan pailit harus diucapkan paling lambat 60 hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan.

Pelaksanaan kepailitan menurut Undang-Undang Kepailitan ddan PKPU juga hendaknya mendasarkan kepada prinsip/azas-azas yang terkandung dalam Undang-Undang Kepailitan yaitu: 41

1. Undang-undang kepailitan harus dapat mendorong kegairahan investasi asing, mendorong pasar modal dan memudahkan perusahaan Indonesia memperoleh kredit luar negeri (biaya dari luar negeri penting dari waktu ke waktu untuk membiayai pembangunan nasional jadi Indonesia harus mempunyai hukum kepailitan yang diterima secara global (globally accepted principles)

41

Herna Pardede, Azas-azas kepailitan,

2. Undang-undang kepailitan harus memberikan perlindungan yang seimbang bagi kreditur dan debitur (menjunjung keadilan dan memperhatikan kepentingan keduanya meliputi segi-segi penting yang dinilai perlu untuk mewujudkan penyelesaian masalah utang-piutang secara cepat, adil, terbuka, dan efektif

3. Putusan pernyataan pailit seyogyanya berdasarkan persetujuan para kreditur mayoritas

4. Permohonan pernyataan pailit seyogyanya hanya dapat diajukan terhadap debitur yang insolven yaitu yang tidak membayar utang-utangnya kepada para kreditur mayoritas

5. Sejak dimulainya pengajuan permohonan pernyataan pailit seyogyanya diberlakukan keadaan diam (standstill atau statf). Undang-undang kepailitan seharusnya menganut ketentuan mengenai berlakunya keadaan diam (standstill atau stay) secara otomatis (berlaku demi hukum), dengan kata lain memberlakukan automatic standstill atau automatic stay, sejak permohonan pernyataan pailit didaftarkan di pengadilan. Selama berlakunya keadaan diam tersebut, harta kekayaan (asset) dan hutang debitur harus dinyatakan dalam status quo. Ketentuan ini adalah demi melindungi para kreditur dari upaya debitur untuk "menyembunyikan" atau dari upaya-upaya debitur untuk mengalihkan sebagian atau seluruh harta kekayaan debitur kepada pihak lain yang dapat merugikan kreditur. Selama berlangsungnya keadaan diam, debitur tidak pula diperbolehkan untuk melakukan negosiasi dengan .Kreditur tertentu, tidak boleh melunasi sebagian atau seluruh

utangnya terhadap kreditur tertentu saja. Selama masa itu, debitur tidak pula diperkenankan untuk memperoleh pinjaman baru.

6. Undang-undang kepailitan harus mengakui hak separatis dari kreditur pemegang hak jaminan

7. Permohonan pernyataan pailit harus diputuskan dalam waktu yang tidak berlarut-larut. Undang-undang kepailitan harus menjamin proses kepailitan berjalan tidak berlarut-larut. Untuk mencapai tujuan itu, undang-undang kepailitan harus membatasi berapa lama proses kepailitan harus telah tuntas sejak proses kepailitan itu dimulai. Dalam hubungan ini, maka harus ditentukan batas waktu bagi pengadilan yang berwenang memutuskan pernyataan pailit harus telah memeriksa dan memutuskan permohoonan pernyataan pailit itu. Dan keputusan tidak boleh terlalu cepat karna dapat menghasilkan keputusan yang mutunya mengecewakan karena dibuat tergesa- gesa oleh hakim.

8. Proses kepailitan harus terbuka untuk umum. Mengingat putusan pernyataan pailit terhadap seorang debitur berdampak luas dan menyangkut kepentingan banyak pihak, maka proses kepailitan harus dapat diketahui oleh masyarakat luas. Putusan pailit terhadap seorang debitur bukan saja menyangkut kepentingan satu atau dua orang kreditur saja, tetapi juga menyangkut semua kreditur, karena dengan putusan pailit oleh pengadilan itu maka terhadap harta debitur diletakkan sita jaminan untuk umum. Putusan pailit bukan menyangkut kepentingan para kreditur saja, tapi juga menyangkut stakeholders yang lain dari debitur yang bersangkutan yaitu negara sebagai penerima pajak debitur,

para karyawan, buruh dari debitur, para pemasok yang memasok barang dan jasa kebutuhan debitur, para pedagang atau pengusaha yang memperdagangkan barang dan jasa debitur. Para pemasok maupun pedagang atau pengusaha yang memperdagangkan barang dan jasa debitur dapat berjumlah sangat banyak.

9. Pengurus perusahaan yang karena kesalahannya mengakibatkan perusahaan dinyatakan pailit harus bertanggung jawab secara pribadi. Sering ditemui dalam praktik, terjadinya kesulitan keuangan suatu perusahaan bukan sebagai akibat keadaan bisnis yang tidak baik, tetapi karena para pengurusnya tidak memiliki kemampuan profesional yang baik untuk mengelola perusahaan atau karena tindakan-tindakan tidak terpuji dari para pngurus perusahaan. Tindakan-tindakan tidak terpuji itu antara lain pengurus perusahaan melakukan perbuatan-perbuatan yang berorientasi kepada kepentingan pribadi dengan merugikan perusahaan.

10.Undang-undang kepailitan seyogyanya memungkinkan utang debitur diupayakan direstrukturisasi terlebih dahulu sebelum diajukan permohonan pernyataan pailit. Undang-undang kepailitan haruslah tidak semata-mata bermuara kepada atau dengan mudah memungkinkan dipailitkannya suatu perusahaan debitur yang tidak membayar utang. Undang-undang kepailitan harus memberikan alternatif muara yang lain, yaitu berupa pemberian kesempatan kepada perusahaan-perusahaan yang tidak membayar utang- utangnya tetapi masih memiliki prospek usaha yang baik dan pengurusnya beritikad baik serta kooperatif dengan para kreditur untuk melunasi utang-

utangnya, untuk direstrukturisasi utang-utangnya dan disehatkan perusahaannya. Restrukturisasi utang dan perusahaan (debt corporate restructuring, atau corporate reorganization, atau corporate rehabilitation) akan memungkinkan perusahaan debitur kembali berada dalam keadaan mampu untuk membayar kembali hutang-hutangnya kepada kreditur.

11. Undang-undang kepailitan harus mengkriminalisasi kecurangan menyangkut kepailitan debitur.

Putusan pailit oleh Pengadilan Niaga berlaku secara serta merta. Dengan demikian sejak saat putusan pailit maka status debitur sudah dalam keadaan pailit. Akan tetapi, putusan pailit dapat diajukan upaya hukum, yaitu kasasi atau peninjauan kembali terhadap putusan yang berkekuatan hukum tetap. Dalam proses kepailitan tidak dimungkinkan upaya banding. Hal tersebut diatur dalam Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU yang menyatakan bahwa upaya hukum yang dapat diajukan terhadap putusan atas permohonan atas pernyataan pailit adalah kasasi ke Mahkamah Agung. Apabila pada tingkat kasasi ternyata putusan pernyataan pailit itu dibatalkan, maka kepailitan bagi debitur juga berakhir. Namun, segala perbuatan yang telah dilakukan kurator sebelum atau pada saat kurator menerima pemberitahuan tentang putusan pembatalan dari Mahkamah Agung tetap sah. Setelah menerima pemberitahuan tentang pembatalan putusan pernyataan pailit itu, selanjutnya kurator wajib mengiklankan pembatalan tersebut dalam surat kabar. Dengan pembatalan putusan pernyataan pailit tersebut, perdamaian yang telah terjadi hapus demi hukum.

Penyelesaian kepailitan tidak hanya terjadi pada pelaksanaan proses pailit maupun pemberesan harta keapailitan, suatu kepailitan pada dasarnya bisa berakhir, ada beberapa macam cara berakhirnya kepailitan :

1. Setelah adanya perdamaian (akkoord), yang telah dihomologasi dan berkekuatan hukum tetap. Dengan diucapkanya perdamaian tersebut, berarti telah ada kesepakatan di antara para pihak tentang cara penyelesaian utang. Akan tetapi persetujuan dari rencana perdamaian tersebut perlu disahkan (homologasi) oleh Pengadilan Niaga dalam sidang homologasi. Apabila Pengadilan menolak pengesahan perdamaian karena alasan yang disebutkan dalam undang-undang maka pihak-pihak yang keberatan dapat mengajukan kasasi. Setelah putusan perdamaian tersebut diterima dan mempunyai kekuatan hukum tetap maka proses kepailitan tidak perlu dilanjutkan lagi. 2. Insolvensi dan pembagian. Kepailitan bisa berakhir segera setelah dibayar

penuh jumlah piutang-piutang terhadap para kreditur atau daftar pembagian penutup memperoleh kekuatan yang pasti. Akan tetapi bila setelah berakhirnya pembagian ternyata masih terdapat harta kekayaan debitur, maka atas perintah Pengadilan Niaga, kurator akan membereskan dan mengadakan pembagian atas daftar-daftar pembagian yang sudah pernah dibuat dahulu. 3. Atas saran kurator karena harta debitur tidak cukup. Apabila ternyata harta

debitur ternyata tidak cukup untuk biaya pailit atau utang harta pailit, maka kurator dapat mengusulkan agar kepailitan tersebut dicabut kembali. Keputusan untuk mencabut kepailitan ini dibuat dalam bentuk ketetapan hakim dan diputuskan dalam sidang yang terbuka untuk umum.

4. Pencabutan atas anjuran Hakim Pengawas Pengadilan Niaga atas anjuran dari Hakim pengawas dapat mencabut kepailitan dengan memperhatikan keadaan harta pailit. Dalam memerintahkan pengakiran kepailitan tersebut, Pengadilan Niaga juga menetapkan biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator yang dibebankan terhadap debitur. Terhadap penetapan biaya dan imbalan jasa tersebut, tidak dapat diajukan kasasi dan untuk pelaksanaanya dikeluarkan

Fiat Eksekusi.

Pailitnya pihak debitur, banyak menimbulkan akibat yuridis yang diberlakukan kepadanya oleh undang-undang. Akibat-akibat yuridis tersebut berlaku kepada debitor dengan 2 (dua) model pemberlakuan, yaitu : 42

1. Berlaku demi hukum

Beberapa akibat yuridis yang berlaku demi hukum (by the operation of law) segera setelah pernyataan pailit dinyatakan atau setelah pernyataan pailit mempunyai kekuatan hukum tetap ataupun setelah berakhirnya kepailitan. Dalam hal ini, pengadilan niaga, hakim pengawas, kurator, kreditor, dan pihak lain yang terlibat dalam proses kepailitan tidak dapat memberikan andil secara langsung untuk terjadinya akibat yuridis tersebut.

2. Berlaku secara Rule of Reason

Selain akibat yuridis hukum kepailitan yang berlaku demi hukum, terdapat akibat hukum tertentu dari kepailitan yang berlaku secara Rule of Reason. Maksud dari pemberlakuan model ini adalah bahwa akibat hukum tersebut tidak otomatis

42Munir Fuady

, Hukum Kepailitan, Dalam Teori dan Praktek, (Bandung: Citra Aditya,

berlaku, tetapi baru berlaku jika diberlakukan oleh pihak-pihak tertentu setelah mempunyai alasan yang wajar untuk diberlakukan.

Menurut Sutan Remy Sjahdeini, secara umum akibat pernyataan pailit adalah sebagai berikut : 43

1. Kekayaan debitur pailit yang masuk ke dalam harta pailit merupakan sitaan umum atas harta pihak yang dinyatakan pailit

2. Kepailitan semata-mata hanya mengenai harta pailit dan tidak mengenai diri pribadi debitur pailit

3. Debitur pailit demi hukum kehilangan hak untuk mengururs dan menguasai kekayaannya yang termasuk harta pailit sejak hari putusan pailit diusapkan

4. Segala perikatan debitur yang timbul sesudah putusan pailit diucapkan tidak dapat dibayar dari harta pailit kecuali jika menguntungkan harta pailit

5. Harta pailit diurus dan dikuasai kurator untuk kepentingan semua kreditur dan debitur, sedangkan Hakim Pengawas memimpin dan mengawasi pelaksanaan jalannya kepailitan

6. Tuntutan dan gugatan mengenai hak dan kewajiban harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator

7. Semua tuntutan atau gugatan yang bertujuan untuk mendapatkan pelunasan suatu perikatan dari harta pailit, dan dari harta debitur sendiri

43 Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan, Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan

Pokok Dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan, (Bandung: Alumni,1999), hal. 82.

selama kepailitan harus diajukan dengan cara melaporkannya untuk dicocokkan

8. Kreditur yang dijamin dengan Hak Gadai, Hak Fidusia, Hak Tanggungan, atau hipotek dapat melaksanakan hak agunannya seolah-olah tidak ada kepailitan

9. Hak eksekutif kreditur yang dijamin dengan hak-hak di atas serta pihak ketiga, untuk dapat menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan debitur pailit atau kurator, ditangguhkan maksimum untuk waktu 90 hari setelah putusan pailit diucapkan

Akibat hukum kepailitan diatur dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU Bab II Bagian Kedua mulai Pasal 21 sampai dengan Pasal 64. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU menentukan bahwa kepailitan merupakan sita umum atas harta kekayaan yang meliputi seluruh kekayaan debitur. Kepailitan ini meliputi seluruh kekayaan debitur pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan, namun dalam Pasal 22 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU juga menerangkan bahwa hal-hal yang tidak termasuk dalam harta kepailitan adalah :

a. Harta benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitur sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang digunakannya untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh debitur dan keluarganya serta bahan makanan untuk 30 (tiga puluh) hari bagi debitur dan keluarganya yang terdapat ditempat itu.

b. Segala sesuatu yang diperoleh debitur dari pekerjaannya sendiri sebagai suatu penggajian dari suatu jabatan, jasa, upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan oleh hakim pengawas

c. Uang yang diberikan oleh debitur untuk memnuhi suatu kewajiban memberi nafkah menurut undang-undang.

Akibat lain dari hukum kepailitan adalah bahwa debitur demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk harta pailit sejak tanggal putusan pailit tersebut diucapkan, ketentuan ini terdapat dalam Pasal 24 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU. Gunawan Widjaja mengatakan bahwa pernyataan pailit mengakibatkan debitur yang dinyatakan pailit kehilangan segala “hak perdata” untuk menguasai dan mengurus harta kekayaan yang telah dimasukkan ke dalam harta pailit.44 Perlu diketahui bahwasannya putusan pernyataan pailit tidak mengakibatkan debitur kehilangan kecakapannya untuk melakukan perbuatan hukum (volkomen handelingsbevoegd) pada umumnya, tetapi hanya kehilangan kekuasaan atau kewenangannya untuk mengurus dan mengalihkan harta kekayaannya saja. Kewenangan debitur itu selanjutnya diambil alih oleh kurator.45

Dengan ditiadakannya hak debitur secara hukum untuk mengurus kekayaannya, maka oleh Undang-Undang Kepailitan dan PKPU ditetapkan bahwa terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit ditetapkan, kurator berwenang melaksanakan tugas pengurusan dan atau pemberesan atas harta pailit, meskipun terhadap putusan tersebut diajukan kasasi atau peninjauan kembali. Kurator

44

Ibid, hal. 30.

45

Lihat ketentuan Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

tersebut ditunjuk bersamaan dengan Hakim Pengawas pada saat putusan pernyataan pailit dibacakan.

Sesudah pernyataan pailit tersebut maka segala perikatan yang dibuat debitur dengan pihak ketiga tidak dapat dibayar dari harta pailit, kecuali bila perikatan-perikatan tersebut mendatangkan kuntungan bagi harta pailit atau dapat menambah harta pailit.

Gugatan-gugatan yang diajukan dengan tujuan untuk memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit, selama dalam kepailitan, yang secara langsung diajukan kepada debitur pailit, hanya dapat diajukan dalam bentuk laporan untuk pencocokan atau rapat verifikasi. Segala tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator. Begitu pula mengenai segala eksekusi pengadilan terhadap harta pailit. Eksekusi pengadilan terhadap setiap bagian dari kekayaan debitur yang telah dimulai sebelum kepailitan harus dihentikan, kecuali eksekusi itu sudah sedemikian jauh hingga hari pelelangan sudah ditentukan, dengan izin hakim pengawas kurator dapat meneruskan pelelangan tersebut.

Setelah adanya putusan pernyataan pailit maka semua perikatan debitur yang terbit sesudahnya tidak dapat lagi dibayar dari harta pailit, kecuali perikatan tersebut menguntungkan harta pailit. Tuntutan mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator, dalam hal tuntutan tersebut diajukan atau diteruskan oleh atau terhadap debitur pailit maka apabila tuntutan tersebut mengakibatkan suatu penghukuman terhadap debitur

Pailit, penghukuman tersebut tidak mempunyai akibat hukum terhadap harta pailit.

Sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada Pasal 23 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, debitur pailit meliputi istri atau suami dari debitur pailit yang menikah dalam persatuan harta. Namun dalam hal suami atau istri dinyatakan pailit maka istri atau suaminya berhak mengambil kembali semua benda bergerak dan tidak bergerak yang merupakan harta bawaan dari istri atau suami dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadian atau warisan (Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU). Dan istri atau suami tidak berhak menuntut atas keuntungan yang diperjanjikan dalam perjanjian perkawinan kepada harta pailit suami atau istri yang dinyatakan pailit demikian juga sama hal nya kreditur suami atau istri tidak berhak menuntut keuntungan yang diperjanjikan, hal ini sesuai dengan Pasal 63 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU.

Apabila sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan telah dilaksanakan transfer dana melalui bank atau lembaga selain bank pada tanggal putusan sebagaimana dimaksud transfer tersebut wajib diteruskan dan dalam hal sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan telah dilaksanakan transaksi efek di Bursa Efek maka transaksi tersebut wajib diselesaikan. 46

Putusan pailit mempunyai akibat-akibat yuridis yang harus dijalankan atau berdampak pada debitur pailit dan debitur tidak dapat menghindari akibat yang ditimbulkan dari adanya putusan pailit tersebut. Dalam menjalankan putusan pailit

46

tersebut, debitur menjalankannya ada yang dengan itikad baik dan ada yang dengan tidak beritikad baik, maka undang-undang memberikan perlindungan kepada kreditur dari debitur yang tidak beritikad baik dengan adanya lembaga paksa badan.

Selain gijzeling, bagi debitur yang tidak patuh terhadap akibat kepailitan atau tidak kooperatif dapat dikenakan pidana, sesuai dengan Pasal 369, Pasal 397, Pasal 398 , Pasal 399 dan Pasal 400 KUH Pidana. Pasal-pasal tersebut berisi:

Pasal 396 KUH Pidana

Seorang pengusaha yang dinyatakan dalam keadaan pailit atau yang diizinkan melepaskan budel oleh pengadilan, diancam karena merugikan pemiutang dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan: 2. Jika pengeluarannya melampaui batas;

3. Jika yang bersangkutan dengan maksud untuk mengangguhkan kepailitannya telah meminjam uang dengan syarat-syarat yang memberatkan, sedang diketahuinya bahwa pinjaman itu tiada mencegah kepailitan;

4. Jika dia tidak dapat memperlihatkan dalam keadaan tak diubah buku- buku dan surat-surat untuk catatan menurut pasal 6 Kitab Undang- undang Hukum Dagang dan tulisan-tulisan yang harus disimpannya menurut pasal itu.

Pasal 397 KUH Pidana

Seorang pengusaha yang dinyatakan dalam keadaan pailit atau diizinkan melepaskan budel oleh pengadilan, diancam karena merugikan pemiutang

secara curang jika yang bersangkutan untuk mengurangi hak pemiutang secara curang :

1. Membikin pengeluaran yang tak ada maupun tidak membukukan pendapatan, atau menarik barang sesuatu dari budel;

2. Telah memindahtangankan (vervreemden) barang sesuatu dengan cuma-cuma atau jelas dibawah harganya;

3. Dengan suatu cara menguntungkan salah seorang pemiutang di waktu pailitnya atau pada saat dimana diketahui bahwa keadaan tersebut tak dicegah;

4. Tidak memenuhi kewajiban untuk mengadakan pencatatan menurut pasal 6 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Dagang atau untuk menyimpan dan memperlihatkan buku-buku, surat-surat dan tulisan- tulisan yang dimaksud dalam ayat (3) pasal tersebut.

Pasal 398 KUH Pidana

Seorang pengurus atau komisaris perseroan terbatas, maskapai andil Indonesia atau perkumpulan koperasi yang dinyatakan dalam keadaan pailit atau yang diperintahkan penyelesaian oleh pengadilan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan :

1. Jika yang bersangkutan turut membantu atau mengizinkan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan anggaran dasar, sehingga oleh karena itu seluruh atau sebagian besar dari kerugian diderita oleh perseroan, maskapai atau perkumpulan;

2. Jika yang bersangkutan dengan maksud untuk menangguhkan kepailitan

Dokumen terkait