• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lembaga Pemasyarakatan adalah bagian dari tata peradilan pidana dari segi pelayananan tahanan, pembinaan narapidana, anak negara dan bimbingan klien pemasyarakatan yang dilaksanakan secara terpadu (dilaksanakan bersama-sama dengan semua aparat penegak hukum) dengan tujuan agar mereka setelah menjalani pidananya dapat kembali menjadi warga masyarakat yang baik (Kementrian Hukum dan Hak Azasi Manusia RI, 2007)

Lembaga pemasyarakatan selanjutnya disebut Lapas Kelas I adalah sebagai unit pelaksana tehnis pemasyarakatan yang menampung, merawat dan membina narapidana (Pasal 1 Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan). Rumah Tahanan Negara, selanjutnya disebut Rutan adalah unit pelaksana teknis tempat tersangka dan terdakwa ditahan selama proses penyelidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan (Dephumkam RI, 2007).

Narapidana adalah orang yang dihilangkan kebebasan pribadinya akibat dari hukuman atas kejahatan yang dilakukannya. Sistem pembinaan narapidana yang dikenal dengan nama Lembaga Pemasyarakatan mulai berlaku di Indonesia sejak tahun 1964 yang merupakan perubahan dari sitem kepenjaraan. Dengan system ini maka pelaku tindakan pidana tidak hanya dihukum tetapi juga diayomi dan diberikan bimbingan sebagai bekal hidupnya kelak setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan agar berguna bagi masyarakat (Dephumkam RI, 2007).

2.6.2 Strategi Utama Pencegahan dan Pemberantasan TB Paru di Lapas Kelas I/Rutan

Dalam buku PedomanPerencanaan strategik penanggulangan TB Paru Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2007 memberikan beberapa strategi penanggulangan TB Paru di Lapas Kelas I sebagai berikut:

a. Membangun hubungan yang harmonis antara pemerintah, instansi terkait, swasta, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) baik dalam maupun luar negeri, organisasi profesi, masyarakat, serta melibatkan keluarganya.

b. Menerapkan prosedur kewaspadaan atau pencegahan universal dalam setiap tindakan medis di Lapas Kelas I /Rutan.

c. Menggali dan mendayagunakan sumber dana dari berbagai pihak yang peduli terhadap penanggulangan TB Paru dan penyalahgunaan narkoba di Lapas Kelas I /Rutan baik dari pemerintah pusat, maupun pemerintah daerah, masyarakat, swasta maupun bantuan lain dari luar negeri.

d. Monitoring dan evalusi program dilakukan secara berkala dan terintegrasi dengan menggunakan indikator-indikator pencapaian dalam periode tahunan maupun lima tahunan.

e. Meningkatkan kemampuan petugas pemasyarakatan melalui berbagai pelatihan dibidang penyalahgunaan TB Paru dan penyalahgunaan narkoba (Dep Hukum dan HAM, RI,2005).

WHO telah membuat suatu pedoman untuk TB Paru di Lapas Kelas I yang memuat strategi komprehensif untuk tes, pencegahan dan perawatan di Lapas Kelas I. Pedoman ini memperhatikan hak-hak azasi manusia dan pemahaman akan prinsip perubahan perilaku dan intervensi perawatan yang telah diterapkan di banyak negara dan menunjukkan keberhasilan. Walaupun pedoman ini memuat praktek yang terbaik, tetapi dalam penerapan haruslah realistik dan disesuaikan dengan kondisi dan situasi. Tidak semua yang ada dalam pedoman dapat diterapkan sama disemua Lapas Kelas I .

Program Penanggulangan TB Paru di Lapas dan Rutan Kelas I merupakan bagian dalam Program Nasional TB yang terintegrasi dengan pelayanan kesehatan di Lapas dan Rutan Kelas I di awali dengan adanya kesepahaman antara Ditjen Pemasyarakatan yang bertanggungjawab terhadap pelayanan kesehatan di Lapas Kelas I dan Rutan dan Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

yang bertanggung jawab terhadap program TB Nasional. Penanggulangan TB Paru di Lapas Kelas I dan Rutan harus dilakukan secara menyeluruh dan terintegrasi untuk meningkatkan kesehatan di dalam dan di luar Lapas dan Rutan Kelas I yang pelaksanaannya berkoordinasi dengan program AIDS di Lapas Kelas I dan Rutan dan program-program kesehatan yang lainnya (Pedoman Pemberantasan TB Paru di Lapas Kelas I , 2007).

Adapun struktur organisasi program Penanggulangan TB Paru di Lapas dan Rutan, seperti pada Gambar 2.2 berkut ini:

Gambar 2.2. Struktur Organisasi Program Penanggulangan TB Paru di Lapas dan Rutan

Strategi yang efektif yang dapat digunakan dalam mengefektifkan pelaksanaan penanggulangan TB Strategi DOTS dengan setting Lapas Kelas I dan Rutan di Indonesia dengan melakukan pemantauan dan evaluasi yang baik dan terus-menerus untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas sehingga dapat diambil tindakan perbaikan yang lebih tepat dan nyata di masa mendatang. Strategi penanggulangan TB paru di Lapas, yaitu:

1. Membangun komitmen dari semua stakeholder yang terlibat dalam program penangulangan TB Paru di Lapas Kelas I dan Rutan

2. Membangun kapasitas sumber daya

3. Membangun jejaring pelaksanaan penanggulangan TB Strategi DOTS di Lapas Kelas I dan Rutan dengan pihak yang terkait dalam hal:Penemuan kasus TB, Tatalaksana kasus TB, meningkatkan kualitas pemeriksaan laboratorium, menjamin ketersediaan logistik, mengembangkan sistem informasi surveilans, dan kegiatan monitoring dan evaluasi

4. Meningkatkan promosi kesehatan di lingkungan Lapas dan Rutan Kelas I 5. 5. Melakukan kolaborasi program TB/HIV.

6. Mengembangkan upaya pengendalian penularan TB Paru di Lapas dan Rutan Kelas I

7. Mobilisasi pendanaan dari berbagai sektor untuk menunjang kegiatan penanggulangan TB Paru di Lapas dan Rutan Kelas I.

Strategi program juga dilakukan dengan kegiatan pemantauan dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen untuk menilai keberhasilan pelaksanaan program TB Paru di Lapas Kelas I dan Rutan. Pemantauan dilakukan secara

berkala dan terus menerus, untuk dapat segera mendeteksi jika ada masalah dalam pelaksanaan kegiatan yang telah dilaksanakan, supaya dapat dilakukan tindakan perbaikan segera. Evaluasi dilakukan setelah suatu jarak waktu (interval) biasanya 3 bulan, 6 bulanan, tahunan. Dengan evaluasi dapat dinilai sejauh mana tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya tercapai. Dalam mengukur keberhasilan tersebut diperlukan indikator. Hasil evaluasi sangat berguna untuk kepentingan perencanaan program.

Pada prinsipnya semua kegiatan program TB Paru di Lapas Kelas I dan Rutan harus dipantau dan dievaluasi antara lain kegiatan dalam membangun komitmen, kapasitas sumber daya, jejaring pelaksanaan, penemuan kasus TB, tatalaksana kasus TB, kualitas laboratorium, surveilans, promosi kesehatan, pengendalian penularan TB, TB/HIV dan pendanaan. Seluruh kegiatan tersebut harus dipantau baik dari aspek masukan (input), proses maupun keluaran (output)

Dokumen terkait