• Tidak ada hasil yang ditemukan

TASAWUF: KONSEP TEORITIS DAN PRAKTIS

D. Lembaga Tasawuf (Tarekat)

Sebagian para sufi menisbatkan dirinya pada guru tertentu dengan mematuhi aturan dalam pendakian jiwa (suluk rūḥī), menghidupkan kehidupan sosial di zāwiyah, ribāṭ, khānaqah, berkumpul dalam pertemuan rutin dalam acara tertentu, mengadakan kajian ilmu dan dzikir dengan sistematis. Mereka memasuki lembaga tasawuf yang kemudian belakangan disebut dengan ṭarīqah (tarekat).26

Dalam sejarahnya, lembaga formal tarekat lengkap dengan kaifiyatnya didirikan pertama kali oleh al-Gauṡ al-A‗ẓam Syaikh ‗Abdul Qādir al-Jīlānī (470–561 H/1077–1166 M) (Bakhtiar: 2005). Menurut Spencer (1971: 3-4), tarekat menjadi metode praktis untuk membimbing

sālik melalui pemikiran, perasaan dan tindakan melalui rangkaian

tingkatan (maqāmāt dan aḥwāl) untuk mengekspresikan Realitas Suci (ḥaqīqah). Pada awalnya tarekat hanya berupa praktek yang sederhana,

26Dalam tasawuf, ṭarīqah bisa diartikan sebagai metode dan sebagai lembaga.

Dalam arti yang pertama, ṭarīqah merupakan perjalanan khusus yang dilalui para salik

kepada Allah dengan melintasi beberapa ḥāl dan maqām (al-Qāsyānī, 1981: 6). Abū Bakr

ad-Dimyāṭī (t.th: 8) mengatakan bahwa ṭarīq (proses) menuju akhirat ada tiga, yaitu 1)

syarī„ah; 2) arīqah; dan 3) aqīqah. Proses pertama adalah syarī„ah yang berisi tentang

menaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Proses kedua, setelah syarī„ah dilalui, adalah ṭarīqah. arīqah adalah berhati-hati dalam segala hal, dengan wara„,

riyāah, mujāhadah dan lainnya. Proses selanjutnya, setelah syarī„ah dan arīqah dilalui

adalah ḥaqīqah, yaitu sampainya salik kepada ma„rifatullāh. Ketiga arīq ini harus dilalui

secara berjenjang agar ia sampai kepada apa yang dituju, yaitu ma„rifatullāh (ad-Dimyāṭī, t.t: 8-11).

cukup dengan kontemplasi dan melatih jiwa. Setelah itu, baru para sufi mempunyai beberapa murid. Lama kelamaan, mereka membentuk lingkaran murid dan mereka berkumpul mengelilingi syaikh mereka.

Nama tarekat berbeda-beda sesuai nama para pendirinya, tetapi tujuannya sama. Ada beberapa perbedaan dalam praktek-praktek tarekat ini seperti zay, wird, ḥizb dan lainnya yang diajarkan. Tarekat seperti halnya sekolah di mana metode, media, guru dan yang lainnya berbeda tetapi tujuannya sama, yaitu mengajari para muridnya. Para guru mengajari kaidah dan metode tertentu yang dianggap sebagai cara yang terbaik dalam mengajari para murid. Tujuan para sufi adalah sama, yaitu tujuan etis dalam kejujuran kata, amal, sabar, khusyu‘, cinta, berserah diri, dan lainnya yang diajarkan oleh Islam (at-Taftāzānī, 1979: 235-236; Chittick, 2008, Arberry, 2008: 84-94).

Menurut ‗Afīfī (1983: 271), tarekat-tarekat dalam tasawuf tidak mempunyai perbedaan dalam masalah teologi. Perbedaan yang ada hanya dalam konsep kehidupan tasawuf, esensi, komponen, tujuan, aturan dan bentuknya saja. Mereka berbeda dalam melihat corak kehidupan yang dipilihnya dan hal inilah yang membedakan satu tarekat dengan tarekat yang lain.

Adapun macam-macam tarekat yang terkenal dalam dunia tasawuf antara lain (at-Taftāzānī, 1979: 236-245; Anjum, 2006: 245-250; Mulyati, 2005):

1. Tarekat Qādiriyyah yang didirikan oleh asy-Syaikh ‗Abdul Qādir al-Jīlānī (w. 561 H/1165 M) di Baghdad. Tarekat ini tersebar di Irak,

Yaman, Suriah, Mesir, India, Turki dan Afrika dan merupakan pelopor tarekat di dunia Islam. Di Indonesia, para pengikut tarekat ini antara lain Ḥamzah Fansurī (Aceh), Syaikh Yūsuf al-Makassarī (Makassar) dan Syaikh Khaṭīb Sambas (Bakhtiar, 2005: 51-54).

2. Tarekat Yaswiyyah yang didirikan oleh Aḥmad al-Yasawī (w. 562 H/1166 M) di Turki

3. Tarekat Suhrawardiyyah yang didirikan oleh Abūn Najīb as-Suhrawardī (w. 563 H/1167 M) dan keponakannya, Abū Ḥafṣ ‗Umar as-Suhrawardī al-Bagdādī (w. 632 H/1234 M) di Irak (lihat kajian Ohlander, 2008)

4. Tarekat Rifā„iyyah (w. 578 H/1182 M) yang didirikan oleh asy-Syaikh Aḥmad ar-Rifā‗ī di Irak dan tersebar di Mesir dan beberapa negara Islam lainnya

5. Tarekat Kubrāwiyyah yang didirikan oleh Najmuddīn al-Kubrā (w. 618 H/1221 M) di Iran

6. Tarekat Chistiyyah yang didirikan oleh Mu‗īnuddīn Ḥasan Chisti (w. 623 H/1226 M) di Afganistan yang tersebar di India dan Asia Selatan dan Asia Tengah

7. Tarekat Aḥmadiyyah yang didirikan oleh as-Sayyid Aḥmad al-Badawī (w. 675 H/1276 M) di Mesir. Tarekat ini tersebar di Mesir dan sekitarnya

8. Tarekat Burhāmiyyah atau Dasūqiyyah atau Burhāniyyah yang didirikan oleh asy-Syaikh Ibrāhīm ad-Dasūqī (w. 676 H/1277 M) di

Aljazair, Maroko, Lebanon, Suriah, Yordania, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, Pakistan, Swedia, Norwegia, Denmark, Jerman, Belanda, Luxemburg, Swiss, Italia, Rusia, Inggis, Kanada dan Amerika Serikat.

9. Tarekat Syāżiliyyah yang didirikan oleh Abūl Ḥasan asy-Syāżilī (w. 686 H/1287 M) di Syāẓilah, Tunisia yang tersebar di Mesir hingga Andalusia pada waktu itu dan beberapa negara lain.

10. Tarekat Baktāsyiyyah yang didirikan di Turki oleh Ḥājj Baktāsy (w. 738 H/1337 M) yang merupakan cabang dari Tarekat Yaswiyyah dan tersebar di Irak, Mesir, Suriah, Albania, Turki dan Bosnia

11. Tarekat Naqsyabadiyyah yang didirikan oleh Bahā‘ Naqsyabandī al-Bukhārī (w. 791 H/1388 M) di Bukhara, yang tersebar di berbagai negara Islam dan Asia Tengah. Para pengikut ṭarīqah ini di Indonesia antara lain Syaikh Yūsuf al-Makassarī (Makassar), ‗Uṡmān al-Puntianī (Pontianak), Muḥammad Yūsuf (Riau), Muḥammad Ilyās (Sukaraja Banyumas), Muḥammad Hādī (Giri Kusumo), ‗Abdul Wahhāb (Minangkabau) dan lainnya (Sajaroh, 2005: 97-101)

12. Tarekat Syattāriyyah yang didirikan oleh ‗Abdullāh asy-Syattārī (w. 890/1485 H), yang masih mempunyai hubungan kerabat dengan Syihābuddīn Abū Ḥafṣ ‗Umar as-Suhrawardī dan Ḍiyā‘uddīn Abū Najīb as-Suhraawardī. Pengikut tarekat ini di Indonesia antara lain adalah Syaikh Abdur Ra‘ūf as-Sinkilī (Aceh), Syaikh Burhānuddin Ulakan (Minangkabau), Syaikh ‗Abdul Muḥyī (Pamijahan Jawa Barat) dan lainnya (Oman, 2005: 162-164)

13. Tarekat Khalwatiyyah yang didirikan oleh Kamāluddīn al-Bakrī (w. 986 H/1578 H) di Mesir, yang silsilah sanad tasawufnya sampai pada Abū an-Najīb as-Suhrawardī. Tarekat ini tersebar di Mesir, Turki, Palestina dan Yordania. Para pengikut tarekat ini di Indonesia antara lain Syaikh Yūsuf Makassarī (Makassar), ‗Abdul Baṣīr aḍ-Ḍarīr al-Khalwatī (Makassar), Muḥammad Sulṭān Baitullāh (Gowa) dan lainnya (Sunanto, 2005: 128-129)

14. Tarekat Sammāniyyah yang didirikan oleh Muḥammad bin ‗Abdul Karīm al-Madanī asy-Syāfi‗ī as-Sammān (w. 1189/1775 M). Tarekat ini tersebar di Sudan, Ethiopia, Asia Tenggara. Di Indonesia pengikutnya antara lain Syaikh ‗Abduṣ Ṣamad al-Palimbanī (Palembang), Tuan Haji Aḥmad dan Muḥyiddīn bin Syamsuddīn (Abrori, 2005: 192-193)

15. Tarekat Tijāniyyah yang didirikan oleh Aḥmad bin Muḥammad at-Tijānī, yang tersebar di Aljazair dan Maroko. Di Indonesia, tarekat ini tersebar melalui pengajaran Syaikh ‗Alī bin ‗Abdullāh aṭ-Ṭayyib di Pesantren Buntet Cirebon, KH. ‗Abbās (Cirebon) dan kemudian menyebar ke berbagai daerah di Indonesia (Syamsuri, 2005: 223-226) 16. Tarekat Maulawiyyah yang didirikan di Turki oleh Jalāluddīn ar-Rūmī

(1272 H/1855 M) yang menggunakan musik dan nyanyian dalam majlis dzikirnya dan terkenal dengan Whirling Derwishes (Tari Darwis)

Syaikh Aḥmad Khaṭīb Sambas (w. 1288 H/1872 M). Tarekat ini menyebar di berbagai daerah di Indonesia melalui Syaikh ‗Abdul Karīm (Banten), Kiai Muṣlih (Mranggen Demak), KH. ‗Abdullah Mubarok (Abah Sepuh) dan KH. A. Ṣaḥibul Wafā Tājul ‗Ārifīn (Abah Anom) di Cirebon dan lainnya (Mulyati, 2005: 258-)

Kemudian tarekat-tarekat di atas berkembang dari waktu ke waktu, baik itu berasal dari cabang maupun gabungan dari tarekat yang ada (lihat Trimingham, 1971). Menurut at-Taftāzānī (1979: 246), perkembangan tarekat kemudian mengalami kemunduran pada masa Daulah ‗Uṡmāniyyah. Hal ini dikarenakan berkurangnya produktivitas kitab yang mengkaji tasawuf serta kecenderungan memberikan komentar (syarḥ) dan ringkasan (talkhīṣ) kitab terdahulu. Di samping itu, para pengikut ṭarīqah tidak begitu lagi mengembangkan esensi tasawuf, tetapi berpaling kepada bentuk dan formalitas serta banyak bercerita tentang manāqib para wali dan keramatnya, bukan pada ilmu dan amaliah mereka. Inilah yang dijadikan kritik oleh mereka yang menyerukan kepada pemurnian akidah seperti Muḥammad bin ‗Abdul Wahhāb (w. 1206 H/1791 M) dan para pengikutnya (Weismann, 2001: 315-316).

Di sisi yang lain, tarekat seperti Qādiriyyah, Syāżiliyyah dan Tījāniyyah memberikan peran positif di zaman modern seperti penyebaran agama Islam di Afrika melalui perdagangan, ceramah dan pendirian

zāwiyah baru yang tersebar dari Afrika Utara hingga Sudan. Begitu juga

sosial, budaya dan pendidikan. Lebih lanjut at-Taftāzānī (1979: 246) menambahkan bahwa metode tarekat dalam menyucikan ruh dan akhlak mempunyai efektivitas yang kuat karena diarahkan pada perasaan manusia. Menurutnya, Muḥammad ‗Abduh percaya dengan efektivitas metode tersebut dalam mendidik dan memperbaiki agama serta masyarakat sebagaimana dikatakan oleh muridnya, Rasyīd Riḍā (2006: 130).

Peran lembaga tasawuf (tarekat) ini tidak hanya berhenti pada pelembagaan ritual spiritual antara Islam dan Kristen pada waktu Dinasti ‗Uṡmāniyyah, tetapi juga menjalankan interaksi lintas budaya dan kota-kota kosmopolitan di berbagai negara seperti Kairo, Roma dan Paris. Bagi para tradisionalis, tasawuf dan tradisi Timur lainnya menyediakan cermin dan barometer untuk mengukur deviasi modernitas Barat dari ide normatif tingkah laku manusia. Mereka mengusulkan intervensi metafisika, spiritualisme, imajinasi dan elitisme sebagai fakta dan antitesis untuk membersihkan rasionalisme, simplifikasi dan budaya massal. Hal ini juga berfungsi sebagai mediator antara Timur dan Barat dan gerbang pengingat hilangnya arah masyarakat Barat dengan gaya hidup hedonis (Hetina, 2007: 404; van Bruinessen dan Howell, 2007: 5. Bandingkan dengan an-Nāṣirī, 2014; Nasr, 1994: 299-300).