• Tidak ada hasil yang ditemukan

M.I.Globe Vol. 15 No. 1 Hal. 1-85 Cibinong,

Juni 2013

ISSN 1411-0512

Pengaruh Ketinggian dalam Analisis Kemasuk-Akalan (Plausibility Function) untuk Optimalisasi Klasifikasi Penggunaan Lahan

Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengkaji aspek kemasuk-akalan untuk mendapatkan informasi penggunaan lahan dari data penutup lahan yang diperoleh dari citra penginderaan jauh; dan (2) mengkaji pengaruh informasi ketinggian dalam pengambilan keputusan untuk pemetaan penggunaan lahan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pembuatan klasifikasi maximum likelihood untuk pemetaan penutup lahan yang dibuat dari citra Landsat ETM+. Dari hasil klasifikasi kemudian dilakukan perkalian terhadap nilai plausibilitas untuk penggunaan lahan dan plausibilitas lereng sehingga menghasilkan klasifikasi penggunaan lahan optimal. Penggunaan lahan optimal adalah penggunaan lahan yang sesuai dengan keadaan di lapangan dengan memperhatikan ”local knowledge” dan aspek ketidak-pastian. Teori Dempster-Shaffer menawarkan alternatif berdasarkan teori probablisitik yang direpresentasikan melalui ketidakpastian dengan mencari nilai terbaik dari plausibilitas penutup lahan untuk penggunaan lahan, yang diperoleh dari perkalian antara nilai terbaik dari plausibilitas penutup lahan dengan plausibilitas elevasi optimum untuk penggunaan lahan. Penelitian ini merupakan modifikasi teori Dempster-Shaffer untuk pemetaan Penggunaan Lahan Optimal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode tersebut dapat digunakan untuk optimalisasi penggunaan lahan. Hasil akurasi dari metode adalah 92,40% dan koeffisien kappa sebesar 0,93.

Inventarisasi Produksi Padi dengan Data Citra MODIS di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten

Memantapkan ketahanan pangan merupakan prioritas utama pembangunan, karena pangan merupakan kebutuhan yang paling dasar bagi manusia. Salah satu pilar penting dalam membangun ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan. Aspek produksi menjadi salah satu aspek terpenting dalam ketersediaan pangan. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan inventarisasi produksi dan pola musim tanam dan panen padi sawah dengan menggunakan Enhanced Vegetation Index (EVI) citra MODIS. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah estimasi produksi tanaman padi sawah di Kabupaten Lebak pada tahun 2011 yaitu sebesar 489.947 ton atau 2% lebih kecil dibandingkan dengan angka perhitungan produksi tanaman padi sawah dari Dinas Pertanian Kabupaten Lebak. Secara umum, Kabupaten Lebak mengalami 3 periode musim tanam dan panen dalam setahun. Musim tanam terjadi pada bulan Januari, Mei dan November, sedangkan musim panen terjadi pada bulan Maret, April, Agustus dan September.

Evaluasi Lahan Wilayah Pertanian Kepulauan Maritim untuk Mendukung Ketahanan Pangan : Studi Kasus di Kabupaten Maluku Tenggara Barat

Kabupaten Maluku Tenggara Barat secara umum dikategorikan sebagai wilayah kepulauan maritim karena dominasi sumberdaya alam maupun masyarakat berbasis pada jasa kelautan. Sejauh ini, kebutuhan makanan di wilayah ini masih tergantung dari wilayah lain seperti Jawa dan Sulawesi. Penelitian ini mengembangkan konsep evaluasi potensi lahan pertanian berdasarkan data sistem lahan dan informasi fisik lahan terkini. Interpretasi citra satelit dilakukan untuk perolehan data fisik lahan yang diintegrasikan dengan data sistem lahan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis dalam analisis spasial potensi lahan pertanian tersebut. Penerapan konsep pengembangan lahan pertanian yang digunakan menghasilkan tiga jenis potensi lahan yaitu pertanian padi sawah, pertanian lahan kering, dan pengembangan tanaman tahunan. Namun demikian, hasil penelitian masih merupakan informasi awal zonasi lahan yang memiliki potensi tersebut, dan dapat digunakan sebagai data awal untuk pengembangan lebih lanjut terhadap kesesuaian jenis pertanian sampai dengan jenis komoditasnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wilayah kabupaten ini memiliki areal potensi lahan pertanian sawah dengan kelas sesuai marginal (S3) seluas 53 ribu ha atau 8,7 % dari total wilayah, potensi lahan pertanian lahan kering dengan kelas sesuai marginal (S3) seluas 44 ribu ha atau 9,9 % dari total wilayah. Berdasarkan hasil analisis ini, potensi pengembangan lahan pertanian di wilayah kepulauan maritim ini cukup besar meskipun dalam kategori sesuai marginal. Lahan dengan kondisi seperti ini mempunyai pembatas-pembatas yang besar, oleh karena itu upaya-upaya manajemen pada tingkat pengelolaan harus diterapkan. Informasi spasial memiliki peran penting dalam rangka mendukung program ketahanan pangan nasional.

Pemetaan Lahan Kritis Kabupaten Belitung Timur Mengunakan Sistem Informasi Geografis

Pulau Belitung dikenal sebagai pulau timah. dimana aktivitas penambangan timah telah dimulai sejak tahun 1852. Kegiatan penambangan timah di pulau ini telah berlangsung sejak zaman kolonial Belanda hingga sekarang. Permasalahan penambangan timah adalah lahan bekas penambangan timah yang banyak ditinggalkan begitu saja sehingga lahan menjadi rusak, terbuka bahkan banyak yang menjadi kolong. Kondisi tersebut merupakan indikasi

Pedoman Penulisan …… ………..………... Majalah Ilmiah Globe Volume 15 No. 1 Juni 2013

bahwa lahan kritis telah terjadi di seluruh Pulau Belitung. Tujuan penelitian adalah melakukan inventarisasi lahan kritis dengan melakukan pemetaan lahan kritis. Sistem informasi geografis telah digunakan untuk dapat diketahui luas lahan kritis yang ada di Kabupaten Belitung Timur. Metode yang digunakan yaitu analisis spasial atas berbagai parameter dengan menggunakan sistem informasi geografis. Hasil pemetaan lahan kritis Kabupaten Belitung Timur diperoleh bahwa Lahan Kritis 30.865,75 ha (12%), Lahan Agak Kritis 109.862,05 ha (43%), Lahan Potensial Kritis 72.864,58 ha (28%), dan Lahan Tidak Kritis 44.271,03 ha (17%).

Analisis Degradasi untuk Penyusunan Arahan Strategi Pengendaliannya di Taman Nasional Gunung Halimun – Salak Provinsi Jawa Barat

Penelitian ini mengkaji status degradasi hutan pada Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Peta kerapatan tajuk dihasilkan dari citra Landsat tahun 2003, 2006 dan 2011, yang selanjutnya digunakan untuk mendeteksi kelas kerapatan hutan dan tingkat degradasi hutan. Degradasi hutan terjadi akibat interaksi berbagai faktor, oleh karena itu analisis terhadap faktor – faktor yang diduga memberikan pengaruh terhadap degradasi hutan penting untuk dikaji, antara lain faktor fisik dan sosial. Teknik Stepwise Generalized Linear/Nonlinear Regression yang digunakan untuk melihat faktor – faktor ini menunjukkan bahwa jarak Desa dengan Kecamatan, laju perubahan luas lahan non pertanian, laju pertumbuhan penduduk dan persentase perubahan jumlah keluarga pertanian merupakan faktor – faktor yang berpengaruh terhadap luas degradasi. Memperhatikan hal tersebut maka disusunlah alternative strategi pengendalian degradasi hutan dengan menggunakan teknik Analytic Hierarchy Process. Berdasarkan pembobotan, disimpulkan bahwa strategi yang paling penting sebagai langkah awal pengendalian degradasi hutan adalah strategi penyelarasan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor dengan Surat Penunjukkan TNGHS.

Perencanaan Penggunaan Lahan Berbasis Konservasi Sumber Daya Air di Sub DAS Cisadane Hulu

Permasalahan penggunaan lahan di Sub DAS Cisadane Hulu sudah mengganggu kondisi tata airnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kinerja sub-sub DAS, menentukan arahan penggunaan lahan dan mengidentifkasi preferensi masyarakat tentang jenis penggunaan lahan yang optimal. Parameter penilai kinerja sub-sub DAS meliputi Indeks Penggunaan Lahan (IPL), koefisien limpasan (C), Indeks Bahaya Erosi (IBE) dan kadar sedimen (SC). Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 44 sub-sub DAS Cisadane Hulu, 36 sub-sub DAS berkinerja Buruk dan 8 lainnya berkinerja Sedang. Untuk meningkatkan kinerjanya digunakan skenario terbaik dalam rangka konservasi sumberdaya air. Skenario Fungsi Kawasan menghasilkan komposisi penggunaan lahan yang terbaik, dibanding skenario Kemampuan Lahan dan RTRW. Dalam skenario terbaik, Sub DAS Cisadane Hulu terbagi atas 3 kawasan dengan prioritas penggunaan lahan yang berbeda. Kawasan Lindung diarahkan untuk hutan, kawasan penyangga diarahkan untuk hutan dan perkebunan campuran, dan kawasan budidaya diarahkan untuk sawah. Analisis AHP menunjukkan bahwa masyarakat memilih kawasan penyangga diarahkan untuk perkebunan campuran dan kawasan budidaya diarahkan untuk sawah. Untuk melaksanakan arahan penggunaan lahan terbaik tersebut, diperlukan strategi kebijakan yaitu penetapan status kawasan, sosialisasi dan pengendalian pemanfaatan ruang yang ketat.

Survei Cepat Terintegrasi untuk Pemantauan dan Pengambilan Keputusan Mengatasi Banjir di Sungai Bekasi

Penelitian ini bertujuan untuk mengaplikasikan metode survei penginderaan jauh geografis secara cepat dan terintegrasi untuk pemantauan dan pengambilan keputusan dalam mengatasi bencana banjir. Lokasi penelitian difokuskan di sepanjang Sungai Bekasi sampai Sungai Cikeas sebagai bagian dari DAS Bekasi. Peta Rupabumi dan peta citra penginderaan jauh tegak multi resolusi digunakan sebagai informasi geospasial utama, dilengkapi dengan survei lapangan meliputi susur sungai menggunakan perahu karet, dan survei darat serta wawancara dengan penduduk di sekitar bantaran sungai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di sepanjang bantaran Sungai Bekasi di DAS Hilir dan Sungai Cikeas di DAS Tengah dan Hulu telah banyak digunakan untuk berbagai penggunaan lahan, yaitu permukiman, kawasan industri, pemakaman, lapangan golf, gedung perkantoran, rumah sakit, dan fasilitas umum lainnya. Dengan semakin berkurangnya lahan bervegetasi di wilayah DAS Hulu dan Tengah, memperbesar aliran permukaan, dan berakibat seringnya terjadi banjir di sepanjang sempadan sungai Bekasi Bagian Hilir.

Model Spasial Genangan Banjir: Studi Kasus Wilayah Sungai Mangottong, Kabupaten Sinjai, Provinsi Sulawesi Selatan

Banjir merupakan salah satu bencana yang sering terjadi di Indonesia dan disebabkan oleh curah hujan yang tinggi. Sinjai merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan yang pernah dilanda banjir. Bencana banjir yang terjadi pada tahun 2006 menimbulkan banyak kerugian dan korban jiwa, khususnya di ibukota kabupaten akibat meluapnya Sungai Mangottong. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mensimulasikan model spasial genangan di wilayah Sungai Mangottong berdasarkan data DEM dan volume banjir. Data DEM dibuat dengan menggabungkan DEM SRTM 30 m dan DEM hasil interpolasi titik tinggi dari berbagai sumber data, sedangkan volume banjir diperoleh dari perhitungan volume kurva hidrograf sintetis debit banjir. Model ini menggunakan algoritma aproksimasi untuk menganalisis ketinggian genangan berdasarkan perbandingan antara volume air daerah yang

tergenang dan volume air sumber banjir. Hasil validasi model genangan menunjukkan akurasi yang cukup akurat untuk kedalaman genangan dari hasil simulasi model tahun 2006 dengan nilai R2 yaitu 0,72 dan luas daerah yang tergenang yaitu 903,92 ha. Luas daerah yang tergenang untuk hasil simulasi model periode ulang 25, 50, dan 100 tahun masing-masing yaitu 903,36 ha, 934,36 ha, dan 961,20 ha.

Analisis Risiko Kebakaran Hutan dan Lahan di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai dengan Pemanfaatan Pemodelan Spasial

Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai (TNRAW) merupakan salah satu kawasan konservasi terpenting di Indonesia. Kawasan ini dihuni oleh spesies-spesies endemik Kawasan Wallacea dan memiliki sebaran rawa gambut topogen cukup luas yang masih tersisa, dimana kondisi ini cukup langka untuk Pulau Sulawesi. Kawasan ini sejak tahun 2011 telah berstatus sebagai Situs RAMSAR, yaitu situs yang berdasarkan pada konvensi RAMSAR mewajibkan Indonesia sebagai negara anggota untuk mengelola lahan basah penting internasional di dalam cakupan wilayahnya secara bijaksana dan berkelanjutan. TNRAW juga berperan penting dalam perlindungan dan pengawetan keanekaragaman hayati, penyedia jasa lingkungan dan menjaga sistem penyangga kehidupan. Kawasan tersebut saat ini sedang mengalami beberapa gangguan yang berpotensi mengurangi berbagai fungsinya seperti perambahan, pembalakan, perburuan liar dan kebakaran. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kerawanan kebakaran hutan dan lahan di wilayah studi, (2) memetakan risiko kebakaran hutan dan lahan di TNRAW dan desa-desa sekitarnya. Berdasarkan hasil pengujian terhadap masing-masing 14 variabel yang berpengaruh terhadap kebakaran, diketahui bahwa variabel tunggal yang paling berpengaruh terhadap kebakaran di wilayah studi adalah tipe penutupan lahan (R2 = 31%), dimana kelas yang paling rawan adalah penutupan lahan savanna. Model komposit terbaik disusun oleh 8 variabel membentuk model polinomial dengan nilai koefisien determinasi 65 %. Prioritas pengendalian kebakaran hutan dan lahan perlu dilakukan pada zona inti dan zona rimba dengan risiko tinggi (0,34 %) dan risiko sedang (10,30 %) khususnya pada area-area di sekitar Gunung Watumohai.

Nilai Sosial Ekonomi Rumput Laut: Studi Kasus Kecamatan Tanimbar Selatan dan Selaru, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Provinsi Maluku

Budidaya rumput laut dalam kurun waktu lebih kurang satu dasawarsa terakhir telah menjelma menjadi mata pencaharian utama di beberapa desa di wilayah Kecamatan Tanimbar Selatan dan Selaru, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Provinsi Maluku. Profil nilai sosial ekonomi aktivitas ini mengkaji karakteristik aktivitas budidaya rumput laut dan nilai ekonominya dengan pendekatan effect on production. Berdasarkan hasil analisis permintaan dapat disimpulkan bahwa kemiringan kurva permintaan yang terbentuk adalah sebesar 0,26, sedangkan kemiringan kurva penawaran dari hasil analisis adalah sebesar 0,56. Pada kondisi keseimbangan pasar menghasilkan harga pasar riil, yaitu sebesar Rp.4.603,78 per kilogram dengan jumlah produk optimal yang diminta di pasar sebanyak 15,60 ton per tahun. Nilai total ekonomi sumberdaya rumput laut hasil budidaya dapat dihitung dengan mencari nilai surplus konsumen dan nilai surplus produsen. Nilai surplus konsumen diestimasi sebesar Rp.31,91 juta, sedangkan nilai surplus produsennya sebesar Rp.52,87 juta, sehingga nilai total ekonomi sumberdaya rumput laut hasil budidaya dapat diestimasi sebesar Rp.84,78 juta per individu pembudidaya dan dengan jumlah pembudidaya sebanyak 1.614 orang, maka nilai ekonomi total sumberdaya rumput laut hasil budidaya di Kecamatan Tanimbar Selatan dan Selaru mencapai sebesar Rp.136,83 milyar.

Pedoman Penulisan …… ………..………... Majalah Ilmiah Globe Volume 15 No. 1 Juni 2013