Dua orang memasuki serambi kelenteng. Melihat seorang pemuda berada di perapian, mereka berhenti.
Wigagu sendiri bersikap dingin dan tidak pedulian. Dengan sikap wajar, ia terus menggeragoti ketela bakarnya. Pemuda yang membayangkan dirinya sebagai Sondong Landeyan, merasa perlu bersikap seperti Sondong Landeyan sejati. Harus tenang. Harus dingin, tetapi berwaspada. Akan tetapi begitu melihat wajah mereka berdua, tengkuknya meremang.
Betapa tidak. Kedua orang itu mengenakan baju hujan yang terbuat dari kain minyak buatan kompeni Belanda. Wajahnya buruk luar biasa. Ails mereka turun, matanya berbentuk segi tiga. Sebelah kiri besar dan lainnya kecil sempit. Hidungriya besar melebar seperti hidung kerbau. Mulutnya lebar dihiasi kumis panjang yang runtuh melengkung nyaris menutupi kedua bibirnya.
Mereka mengerlingkan matanya kepada Wigagu, lalu memasuki ruang dalam. Setelah memeriksa sampai ke ruang belakang, mereka keluar lagi memasuki ruang dalam. Sondong Landeyan yang perkasa sudah dapat menduga sebelumnya. Dengan gesit ia melompat ke langit-langit atap dan bersembunyi di baliknya. Suasana dalam ruang itu gelap pekat Lagipula ia teraling langit-langit Dengan begitu, ia lolos dari penglihatan mereka.
Sekonyong-konyong sesosok tubuh melayang masuk dari ruang dalam. Dengan ringan ia mendarat di depan kedua. rekannya. Tadi, sewaktu kedua temannya memeriksa ruang bagian dalam, ia menjelajah halaman kelenteng dan menemukan kuda Sondong Landeyan. Karena itu, ia segera balik dan menegor Wigagu. Bentaknya dengan suara melengking :
- Kudamu? -
Wigagu tercengang sejenak tetapi ternyata ia bisa berpikir cerdik, Dengan
membawa sikapnya yang acuh tak acuh, ia menyahut :
- Kuda yang mana? -
- Di belakang. -
Sebenamya di dalam hati, Wigagu heran setengah mati. Kalau begitu rasa curiga Sarayuda sebentar tadi beralasan. Dia sendirilah yang kurang cermat sehingga berani menjamin bahwa selama berada dalam ruang kelenteng hanya dia seorang. Sekarang orang itu, bahkan menemukan seekor kuda yang mungkin ditambat di halaman belakang. Kuda siapa? Tetapi mengingat dia harus melindungi Sarayuda dan isterinya, ia tidak mau memperpanjang percakapan. Lantas saja ia mengangguk.
Syukur, orang itu mau percaya. Dengan berdiam diri ia menanggalkan baju hujannya yang segera diikuti kedua rekannya. Wigagu terperanjat. Temyata mereka bertiga membekal senjata yang aneh bentuknya. Sebuah roda bergigi, perisai dan senjata pendek mirip tongkat tetapi tipis. Mungkin sekali sebatang pedang berlipat.
- Kakang ! - ujar orang yang menemukan kuda Sondong Landeyan. - Mereka berdua sudah kulukai. Mereka tidak mempunyai kuda tunggangan. Mestinya, tidak mungkin dapat melarikan diri secepat angin. Sekitar kuil ini tidak terdapat rumah, Mustahil, mereka bersembunyi di balik belukar di tengah hujan. Lalu ke mana ? -
- Mungkin di goa atau benar-benar nekat bersembunyi di balik belukar. - jawab yang paling tua.
Kalau mereka_berani bersembunyi di tengah hujan, kitapun jangan segan-segan untuk mengadukaduk belukar sekitar kuil ini. Tetapi kita harus berhati-hati, karena kulihat lukanya tidak berat. -
()rang kedua memutar badannya menghadap pintu. Tiba-tiba berpaling kepada Wigagu. Tanyanya setengah membentak :
- Hai ! Kau melihat seorang laki-laki tua dan seorang perempuan muda? - Wigagu sedang berlagak menelan ketela bakarnya yang telah dikunyahnya lembut Mendengar pertanyaannya, ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Lalu kembali kepada sikapnya yang acuh.
Sementara itu, yang paling tua kembali memeriksa seluruh ruang dalam dengan pandang matanya yang tajam. Tiba-tiba matanya yang berpengalaman melihat sesuatu yang membangunkan rasa curiganya. Di sana-sini bertebaran bara api yang telah menjadi arang. Nampak pula beberapa telapak kaki sampai ke serambi depan. Segera ia mengamati dengan lebih cermat. Sekarang ia membungkuki lantai dan melihat tapak-tapak kaki yang masih basah.
Sondong Landeyan yang bersembunyi di balik langit-langit atap tahu, bahwa rasa curiga orang itu beralasan. Rupanya Wigagu demikian pula. Dengan cepat ia mendahului sebelum orang itu membuka mulutnya. Katanya memberi keterangan :
- Sebentar tadi ada beberapa orang yang bertempur di sini Mereka terdiri dari laki-laki dan perempuan, tua dan muda. Setelah bertempur beberapa waktu lamanya, sebagian melarikan diri dan yang lain segera mengubarnya. Mereka semua menunggang kuda. Tetapi yang sempat naik kuda hanya seorang.-
- Siapa yang kau maksudkan seorang itu? -
- Siapa tahu? - sahut Wigagu dengan suara tinggi. - Rombongannya yang berkuda berada jauh di sana. Hanya dia seorang yang memasuki halaman kelenteng ini. -
Dengan membawa beberapa potong kayu yang menyala, yang paling muda segera memeriksa halaman kelenteng. Benar saja, dia hanya menemukan tapak kaki seekor kuda. Itulah kuda Sondong Landeyan. Lalu tapak-tapak kaki kuda mereka bertiga. Karena itu, hilanglah kesangsiannya terhadap Wigagu. - Ke jurusan mana mereka saling mengubar? - ia merasa perlu untuk meyakinkan diri.
- Yang kulihat mereka keluar halaman ini. Aku sendiri bersembunyi di belakang dengan kudaku. Karena itu arah mana mereka berkejar-kejaran hanya setan yang tahu. -
Di dalam hati , Sondong Landeyan memuji kecerdikan Wigagu. Tiba-tiba terdengar orang kedua membentak :
- Golok? Eh...tentu saja. Jaman sekarang banyak begat banyak perampok. Masakan aku tidak boleh membawa-bawa golok untuk menjaga diri? - sahut Wigagu.
- Kau bisa menggunakan golok?
- Mengapa tidak? - Wigagu tersinggung.
Pada saat itu tiba-tiba muncul Sukesi di pintu serarnbi. Gadis itu lantas saja menimbrung
- Dia. Sondong Landeyan. Masakan tidak tahu? -
Mendengar Suara Sukesi, semua yang berada dalam kelenteng terkejut dengan alasannya masing-masing. Sarayuda dan isterinya yang bersembunyi di balik patung merasa seperti terpukul martil.
Kalau begitu, selama mereka berdua berbicara dengan Wigagu, gadis itu pasti sudah berada di dalam kuil. Tetapi entah bersembunyi di mama. Mustahil dia berada di luar kuil kemudian masuk ke dalam dengan tanpa terdengar langkahnya. Celaka Kalau dia sampai membuka rahasia berada nya di dalam kuil, mereka bakal menjadi mayat.
Sebaliknya ketiga orang yang rnengubarnya, mempunyai alasan lain yang tidak kurang mengejut kan hatinya. Mereka merasa berkepandaian tinggi dan cukup cermat. Meskipun demikian, hadirnya gadis itu di luar pengamatan mereka. Diapun menyebut-nyebut nama Sondong Landeyan.
Apakah maksudnya ?
Sondong Landeyan bagi mereka bertiga merupakan momok yang menakutkan. Jangan-jangan .... Tetapi beberapa saat kemudian mereka terhibur tatkala menyaksikan tindakan Wigagu terhadap gadis itu.
Bentak Wigagu sambil menghunus goloknya :
- Kalau aku memang Sondong Landeyan kau mau apa? -
- Hm, melawan diriku saja kau tak mampu.- Mengapa berlagak menjadi seorang Sondong Landeyan.
- Kurang ajar ! - wigagu benar-benar merasa tersinggung, karena dirinya merasa di ejek di depan orang banyak.
Terus saja ia melompat menerjang dengan membabatkan goloknya. Sukesi sudah bersiaga. Dengan tangkas ia menangkis. Kemudian melayani amukan Wigagu dengan mundur selangkah demi selangkah. Akhirnya mereka berdua bertempur di luar kelenteng. Lalu saling mengejar dan lambatlaun suara mereka berdua hilang dari pendengaran.
Ketiga orang itu saling memandang dengan berdiam dirt Tibatiba yang termuda berkata seperti kepada dirinya sendiri :
Yang tertua tidak menyahut. la mengenakan baju hujannya kembali yang segera diturut oleh kedua. temannya. Lalu berjalan ke luar sambil berkata tidak jelas :
- Sebelum bertemu, kita perlu menguji diri dulu kepadanya. - - Kau maksudkan Haria Giri - yang kedua menegas.
- Menurut kabar, dia sahabatnya dan sama-sama bekerja sebagai pengawal raja. Kalau kita bisa mengalahkan, barulah kita berani berangan-angan untuk mencoba sekali lagi kepandaian Sondong Landeyan. Pada saat itu, matipun aku puas.-
- Tetapi racun itu hebat luar biasa.- ujar yang termuda. - Menangpun, rasanya kurang tepat untuk menjadi ukuran.-
- Betul. Karena itu kita harus mendahului setan itu. - yang tertua membenarkan sambil melompat ke atas punggung kudanya.
- Bagaimana kalau tidak keburu? - yang kedua menegas.
- Paling tidak, kita bisa mengisikinya dulu.-
- Hm, belum tentu dia percaya. - ujar yang termuda.
Mereka saling mengemukakan pendapatnya, akan tetapi kata-kata mereka tidak terdengar jelas lagi, karena sudah berada di luar kelenteng. Mereka mengarah ke tenggara.
Sondong Landeyan yang berada di balik langit-langit kelenteng menyenak nafas. Semenjak mula, ia tahu siapa mereka bertiga. Merekalah Surasekti, Surapringga dan Suratenung. Setelah terlempar ke lautan api, mereka dapat meloloskan diri. Seluruh tubuhnya selamat, kecuali bagian wajahnya.
Ternyata ilmu kebalnya tidak dapat melindungi kedua kelopak matanya, alis dan kurnisnya. Mereka kini tidak berjenggot lagi. Sebagai gantinya ia mem-biarkan kumisnya melengkung runtuh nyaris menutupi mulutnya.
Sedang bentuk matanya jadi berubah, karena ada sebagian pelupuknya yang terbakar. Ada yang nampak menjadi lebih besar pula yang jadi menyempit Kesan wajahnya menakutkan seperti setan jelek. Semuanya itu hanya dilihatnya dengan sepintas. Yang menarik dan mengejutkan hatinya, yalah tatkala mereka membicarakan dan menyebut-nyebut nama Hada Giri.
Haria Giri memang sahabatnya. Menurut kesan pembicaraan Wigagu dan Sukesi, ia berada di tengah perjalanan. Kalau sampai terhadang mereka bertiga untuk dibuatnya sebagai kelinci percobaan, sungguh berbahaya. Sebab mereka bertiga tidak hanya berkepandaian tinggi dan kebal, tetapi memiliki racun istimewa pula. Dia sendiri pernah mengalami getahnya.
Selagi is sibuk dengan pikirannya sendiri, tiba-tiba ia mendengar suara Sarayuda berbicara dengan isterinya. Katanya :
- Hai, hebat juga anak itu. Dia pandai bermain sandiwara. Dia tidak hanya bisa mengelabui ketiga setan itu saja, tetapi mengingusi kita juga.-
- Benar. - Sarayuda menyahut dengan menghela nafas. - Syukur, anak itu masih bisa dipercaya. Dia tidak membiarkan gadis itu berbicara Bukankah dia seorang anak yang sudah pandai berpikir ? Dikemudian hari, mungkin sekali ia menjadi seorang pendekar yang harus diperhitungkan lawan. -
Isterinya tidak segera menyahut seakan-akan ada yang mengganggu pikirannya. Beberapa saat kemudian berkata minta pembenaran :
- Setan tadi menyebut-nyebut tentang racun yang berbahaya.Apakah yang dimaksudkan bungkusan ini ? -
- Sst Jangan keras-keras Kau masih ingat tentang kuda yang diketemukan setan itu di belakang kuil? -
- Apakah pemiliknya berada di antara kita ? - isterinya menegas dengan suara berbisik.
Sarayuda tidak menjawab. Tetapi ia berbicara kepada dirinya sendiri. Katanya penuh semangat :
- Bungkusan ini memang milik mereka. Akulah yang mencurinya. Sebaliknya kalau sampai tidak dapat kupersembahkan kepada tuanku Haria Giri, lebih baik aku bunuh diri. -
Sondong Landeyan kini dapat menangkap enam bagian masalah yang sedang berlaku di depan matanya. Rupanya Surasekti bertiga hendak membalas dendam kepadanya. Tetapi di tengah jalan, racunnya dicuri Sarayuda. Segera mereka mengejarnya. Tentunya dengan tujuan ingin merampas nya kembali untuk kelak dapat dipergunakan meracun dirinya. Mernikir demikian, segera ia mengambil keputusan. Ia harus menguntit perjalanan Surasekti bertiga. Syukur ia dapat mencegah maksudnya hendak memusuhi Haria Giri.
Dengan menggunakan ilmu saktinya yang tinggi, ia turun kelantai tanpa suara. Lalu menyusup ke belakang untuk mengambil kudanya. Setelah memasang pelananya, ia menuntunnya ke luar halaman kelenteng melalui dinding yang roboh sebagian. Selanjutnya ia mengejar Surasekti bertiga mengarah ke tenggara.
Sedang berjalan selintasan, Pendengarannya yang tajam luar biasa menangkap bunyi langkah yang mengikutinya dari balakang. Ia tersenyum. Katanya di dalam hati :
- Pendengarannya tajam juga. Aku sudah berusaha hati-hati menuntun kudaku. Namun rnasih saja tertangkap olehnya. Rupanya mereka berpura-pura menderita luka. Hm.... -
Yang dimaksudkan adalah Sarayuda dan Sulastri. Mereka berdualah yang mengikuti Sondong Landeyan setelah mendengar suara derap kaki kuda. Mereka tadi memasuki kelenteng dengan terpincang-pincang seolah-olah tidak mampu berjalan lagi. Memang mereka bertempur melawan Surasekti bertiga,
akan tetapi tidak menderita luka terlalu parah.
Tiba-tiba suatu pikiran menusuk dalam benak Sondong Landeyan. Meskipun permainan sandiwa ra Sarayuda dan isterinya tidak ditujukan kepadanya, akan tetapi ia merasa dikelabui juga.
Timbullah niatnya hendak mengetahui tujuan mereka yang sesunggulinya. - Biarlah aku mengha dang Surasekti bertiga. Tentunya Sarayuda akan mengintip. Ingin kuketahui apa yang akan dilakukannya. -
Memperoleh, pikiran demikian, ia membedalkan kudanya hendak menyusul Surasekti bertiga. kebetulan sekali, Surasekti berbalik arah. Mereka bermaksud kembali ke kelenteng. Sebagai kawanan begal yang berpengalaman luas, tentu saja tidak mudah mereka menerima keterangan Wigagu. Munculnya Sukesi dengan tiba-tiba memperkuat dugaan mereka, bahwa pemuda itu sedang main gila. Maka setelah meninggalkan kelenteng beberapa waktu Iamanya, mereka balik kembali.
Sondong Landeyan segera menutupi mukanya dengan selendang Iehernya. Sekarang mukanya tidak akan segera dikenal orang. Kecuali di dalam gelap pekat, mukanya seperti mengenakan topeng. Dengan sengaja is melintangkan kudanya.
Kemudian menggertak dengan suara dibesarkan : - Hooop... ! Minta jalan, bagi rejeki. -
Waktu itu hujan sudah berhenti. Meskipun demikian suasana malam gelap luar biasa. Surasekti bertiga hanya melihat scseorang bertubuh besar menghadang mereka dengan melintangkan kudanya. Sebentar mereka tertegun, lalu tertawa geli. Sebab bahasa yang dipergunakan orang itu adalah bahasa begal bila menghadang mangsa. Itulah bahasanya sendiri.
- Aha - Suratenung tertawa terbahak-bahak. - Kau bangsat dari mana? Minggir -
Sambil membentak, Suratenung menyendal kendali kudanya dan menerjang kuda Sondong Landeyan. Untung, Sondong Landeyan sudah dapat menebak sebelumnya. la tidak gentar. Yang perlu disembunyikan adalah ilmu saktinya. Maka ia hanya menggunakan tenaga sakti empat bagian untuk menahan terjangan kuda Suratenung. Tangan kirinya menyambar kendali dan digentakkan. Meskipun hanya menggunakan tenaga sakti empat bagian, namun masih saja hebat akibatnya.
Kuda Suratenung terhuyung mundur beberapa langkah, lalu roboh di atas tanah. Inilah diluar dugaan Suratenung. Secepat kilat ia melompat dari pelananya dan turun di atas tanah dengan tak kurang suatu apa. Surasekti dan Surapringga terkejut bukan main. Dengan berbareng mereka turun dan kudanya dan berdiri menjajari Suratenung dengan senjatanya masing-masing. - Baik baik... - ujar Suratenung dengan suara mengalah.
- Kami memang merasa bersalah karena melalui wilayah tuan tanpa memberi kabar dulu. Maafkan. Kami bertiga datang dari Belambangan. Namaku Suratenung. Dan ini Surasekti dan Surapringga. Siapakah tuan? -
Suratenung merasakan tenaga Sondong Landeyan yang hebat luar biasa. Maka ia sengaja mau mengalah sambil memberi kisikan kepada kedua saudara-seperguruannya agar berwaspada dan hati-hati. Sebaliknya Sondong
Landeyan yang memang tidak pandai berbicara berkepanjangan, hanya mendengus. Sahutnya :
- Aku orang hidup. Tidak punya nama. Belambangan termasuk wilayahku. - Mendengar jawaban Sondong Landeyan mereka mendongkol. Setelah saling pandang, Suratenung membentak :
- Semenjak kapan engkau menguasai wilayah Belambangan? - - Sejak kecil. -
Muka Suratenung terasa panas oleh rasa mendongkolnya. Masakan dia tidak tahu, bahwa Surasek ti bertiga adalah maharaja tan pa mahkota yang menguasai wilayah Belambangan, pikirnya. Tetapi di balik itu, diam-diam ia bergembira. Kalau begitu, bangsat yang menghadangnya itu tentunya bangsat teri. Sebab setiap begal, penyamun, perampok bahkan maling kecilpun tahu, siapa Surasekti Surapringga dan Suratenung.
Tiba-tiba suatu ingatan menusuk benaknya. Jangan-jangan orang ini ada hubungannya dengan Sarayuda dan isterinya. Siapa tahu, dia sesungguhnya salah seorang pengawal putera-putera Amangkurat IV yang menyamar sebagai penyamun. Maka berkatalah ia mencoba :
- Kau begundalnya Sarayuda, ya? -
- Sarayuda yang mana? -
- Dia bangsat Dia maling ! -
Sondong Landeyan menggelengkan kepalanya. Memang, selama hidupnya belum pernah ia berkenalan dengan Sarayuda. Maka ia bergeleng dengan segenap hatinya.
- Bagus - seru Suratenung,. - Kalau begitu kau berdiri di atas kaki sendiri. Begitu? -
Sondong Landeyan mengangguk.
- Kalau begitu, minggir - bentak Surapringga dan Surasekti hampir berbareng,. Sondong Landeyan memang sudah mengambil keputusan untuk mencoba kekuatan mereka berbareng untuk memperoleh kejelasan sikap Sarayuda. Ia tertawa pelahan Lalu berkata dengan suara nyaring :
- Kau mau lewat, silahkan Tetapi tinggalkan dulu uang tigapuluh ringgit ! - Mendengar ucapan Sondong Landeyan, Surasekti tidak kuasa lagi menahan kesabarannya. Itulah suatu penghinaan yang luar biasa baginya. Selama hidupnya ratusan kali ia membegal. Masakan kali ini ia bahkan mau dibegal orang? Ini tidak lucu Maka dengan serentak ia mengibaskan senjata andalannya yang berbentuk sebuah roda bergigi tajam dan maju ke depan. Buru-buru Suratenung menahannya.
-Tahan dulu - katanya. Kemudian ia mengeluarkan limabelas ringgit dari dalam sakunya dan diangsurkan kepada Sondong Landeyan. - Nih, ambil Lainnya tiga ringgit emas. Kurasa melebihi permintaanmu.-
Sebagai seorang begal yang pernah malang melintang tanpa tandingan semenjak jaman mudanya, ia tidak senang menyaksikan adiknya seperguruan bersikap lemah terhadap seorang begal yang dinilainya picisan. Mungkin sekali, adiknya tadi sempat mengukur kepandaian begal picisan itu. Akan tetapi sikap lemahnya benar-benar memalukan dan keterlaluan. Masakan tiga lawan satu, tidak bisa mengunggulinya? Mustahil .
Tetapi Suratenung meskipun berwatak berangasan, mempunyai alasannya sendiri. Yang penting adalah menangkap Sarayuda. Kalau sampai harus bertempur berarti kehilangan waktu. Karena itu, ia mau bersikap mengalah. Sondong Landeyan sendiri tercengang melihat sikap Suratenung. Ini diluar dugaannya. Uang tigapuluh ringgit bukan jumlah sedikit Belum tentu seseorang bisa memperoleh uang sebanyak itu, meskipun bekerja satu tahun penuh. Ia tertegun sejenak. Lalu berkata dengan menggelengkan kepalanya :
- Terima kasih. Akan tetapi engkau berteman dua orang. Pendek kata, setiap orang tigapuluh ringgit. Jadi semuanya harus berjumlah sembilanpuluh ringgit. Kurang sedikit, tidak boleh lewat. -
Sarnpai disitu, habislah sudah kesabaran Suratenung. Ia memasukkan tiga ringgit emasnya ke dalam sakunya kembali. Lalu berkata kepada kedua rekannya :
- Kakang Surasekti dan kakang Surapringga, kalian berjalan dulu. Biarlah aku seorang yang membereskan dia. -
Setelah berkata demikian, ia membentak Sondong Landeyan : - Hunuslah senjatamu !-
Sondong Landeyan tahu, bahwa mereka bertiga adalah lawannya yang paling berat selama ini. Padahal ia sama sekali tidak membekal senjata, kecuali sebilah keris pusaka Tunggulmank Lagipula, ia harus memikirkan Sarayuda dan isterinya yang sedang mengintip tidak jauh di belakang punggungnya. Kalau membiarkan Surasekti dan Surapringga meninggalkan tempatnya, berarti gagal mencapai tujuannya.
- Paling tepat aku hares menggertak mereka.- pikirnya.
Pada detik itu pula, ia berpaling kepada kuda Suratenung yang tadi kena dirobohkan, Binatang itu kini sudah berdiri lagi dan berada di samping majikannya. Dengan mengerahkan tenaga saktinya, ia menghantam kepala binatang itu. Bluk ! Dan kuda itu roboh dan tidak berkutik lagi tanpa sempat memekikkan suaranya.
Menyaksikan kehebatan pukulan Sondong Landeyan, Surasekti bertiga tergugu. Mereka tegak terpaku bagaikan patung yang tidak pandai berbicara. Kesempatan itu dipergunakan Sondong Landeyan untuk membetot Sanggurdi kuda Suratenung yang sudah menjadi bangkai. Dengan sekali betot, putuslah pengikatnya.
- Maaf, karena tidak membawa senjata terpaksa aku pinjam sanggurdi kudamu. - katanya kepada Suratenung sambil melompat turun ke tanah.
Dalam suatu pertempuran antara lawan yang seimbang, waktu sangat memegang peranan. Maka Sondong Landeyan menggunakan kesempatan selagi ketiga lawannya tertegun-tegun. Dengan sanggurdi rampasannya ia menghantam Suratenung, Surasekti dan Surapringga. Mereka bertiga sempat menyaksikan betapa hebat tenaga lawannya. Satu-satunya cara untuk menghindarkan, hanya melompat mundur sejauh tiga langkah. Dengan begitu, Surasekti dan Surapringga gagal hendak menerobos ke luar.
Seperti ktta ketahui, senjata andalan Surasekti, Surapringga dan Suratenung dulu berwujud : k o 1 o r (ikat celana dalam), rantai dengan bola bergigi diujungnya dan sebilah golok. Tetapi kini mereka bersenjata roda bergigi, perisai dan senjata pendek mirip tongkat. Sebagai seorang ahli, Sondong Landeyan tahu akan dayagunanya. Tentunya ketiga macam senjata yang aneh itu dipersiapkan bagi suatu kerjasama yang rapih. Roda bergigi tajam dapat di-hantamkan dari jauh.
Senjata perisai dipergunakan untuk mendesak lawan sedekat-dekatnya, lalu mulailah senjata pendek berbentuk tongkat itu mulai melakukan peranannya. Tegasnya, Sondong Landeyan akan mereka lawan dari jarak jauh dan dekat. Semenjak dikalahkan Sondong Landeyan, mereka berlatih selama dua atau tiga tahun. Kerapkali mereka bertiga mencoba kehebatannya kepada orang-orang yang berkepandaian tinggi. Selama itu, mereka selalu menang. Maka mereka yakin akan dapat mengalahkan Sondong Landeyan.
Meskipun demikian, berkat pengalamannya yang luas, mereka masih perlu mengujinya lagi terhadap seorang pendekar yang kepandaiannya setingkat di bawah kepandaian Sondong Landeyan. Kebetulan mereka mendengar kabar tentang keberangkatan Haria Giri mengawal permaisuri raja dan dua puteranya pulang ke Kartasura.
Haria Giri dikenal orang sebagai penawal andalan raja di sarnping Sondong Landeyan. Inilah tokoh yang tepat untuk dibuat menguji diri melawan Haria Giri ? sudah dibuat malu oleh seorang begal picisan dalam satu gebrakan saja. Keruan saja mereka naik pitam. Dengan serentak mereka menerjang. Senjatanya masing-masing menerbitkan kesiur angin yang menderu-deru.