• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lignin dan Selulosa

Dalam dokumen PAKAN NON KONVESIONAL (Halaman 54-58)

PENINGKATAN KUALITAS BAHAN MELALUI TEKNOLOGI FERMENTASI

2.4. Lignin dan Selulosa

Lignin adalah senyawa aromatik heteropolimer dari unit phenil-propanoid yang memberikan kekuatan pada kayu dan rigiditas struktural pada jaringan tanaman serta melindungi kayu dari serangan mikrobial dan hidrolitik. Selulosa merupakan polimer yang disusun oleh unit-unit gula (glukosa) anhidrad ( -D-glukosa atau -D-gluko piranosa) dengan ikatan -1,4-glikosidik (ikatan glukosida).

Lignin merupakan fenol, berbentuk amorf serta bukan merupakan karbohidrat, meskipun tersusun atas C, H dan O.

Lignin, polimer aromatik kompleks yang terbentuk melalui polimerisasi tiga dimensi dari sinamil alkohol (turunan fenilpropana). Lignin membungkus polisakarida sehingga meningkatkan kekuatan kayu dan menjadikannya lebih resisten terhadap serangan mikroorganisme (Erickson et al. 1990).

Lignin adalah gabungan beberapa senyawa yang hubungannya erat satu sama lain, mengandung karbon, hidrogen dan oksigen, namun proporsi karbonnya lebih tinggi dibanding senyawa karbohidrat. Lignin sangat tahan terhadap degradasi kimia, termasuk degradasi enzimatik (Tillman dkk, 1989). Lignin sering digolongkan sebagai karbohidrat karena hubungannya dengan selulosa dan hemiselulosa dalam menyusun dinding sel, namun lignin bukan karbohidrat. Hal ini ditunjukkan oleh proporsi karbon yang lebih tinggi pada lignin (Suparjo, dkk 2008).

Pengerasan dinding sel kulit tanaman yang disebabkan oleh lignin menghambat enzim untuk mencerna serat dengan normal. Hal ini merupakan bukti bahwa adanya ikatan kimia yang kuat antara lignin, polisakarida tanaman dan protein dinding sel yang menjadikan komponen-komponen ini tidak dapat dicerna oleh ternak (McDonaldet al., 2002).

Lignin terdiri dari polimer murni dari tiga derifat fenilpropana,cumaryl alcohol coniferol alcohol dan sinapyl alcohol, molekulnya terbentuk dari beberapa unitpenyl propanoityang tergabung dalam struktur/cross-lingkat kompleks (McDonald et al., 2002). Perbandingan komponen selulosa, hemiselulosa dan lignin pada kebanyakan padatan selulosa secara kasar adalah 4:3:3 (Haygreen dan Bowyer, 1989). Ikatan tersebut

relatif mahal karena kebutuhan energi yang cukup tinggi. Baru pada tahun 1980-an, mulai dikembangkan hidrolisis selulosa dengan menggunakan enzim selulase (Gokhan dkk, 2002). Selulosa diproduksi oleh fungi, bakteri, tumbuhan dan ruminansia. Produksi komersial enzim selulase pada umumnya menggunakan fungi atau bakteri yang telah diisolasi. Meskipun banyak mikroorganisme yang dapat mendegradasi selulosa, hanya beberapa mikroorganisme yang memproduksi enzim selulase dalam jumlah yang signifikan yang mampu menghidrolisa kristal selulosa secara in vitro.

Fungi adalah mikroorganisme utama yang dapat memproduksi enzim selulase, meskipun beberapa bakteri dan khamir telah dilaporkan juga menghasilkan aktivitas enzim selulase. Aktivitas enzim selulase dihitung berdasarkan data kadar selulose relatif yang dirombak menjadi glukosa sebagai jumlah glukosa yang dihasilkan oleh kerja enzim selulase. Satu unit aktifitas enzim selulase didefinisikan sebagai banyaknya µg glukosa yang dihasilkan dari hidrolisis selulosa oleh 1 ml ekstrak kasar enzim selulase selama masa inkubasi.

2.4. Lignin dan Selulosa

Lignin adalah senyawa aromatik heteropolimer dari unit phenil-propanoid yang memberikan kekuatan pada kayu dan rigiditas struktural pada jaringan tanaman serta melindungi kayu dari serangan mikrobial dan hidrolitik. Selulosa merupakan polimer yang disusun oleh unit-unit gula (glukosa) anhidrad ( -D-glukosa atau -D-gluko piranosa) dengan ikatan -1,4-glikosidik (ikatan glukosida).

Lignin merupakan fenol, berbentuk amorf serta bukan merupakan karbohidrat, meskipun tersusun atas C, H dan O.

Lignin, polimer aromatik kompleks yang terbentuk melalui polimerisasi tiga dimensi dari sinamil alkohol (turunan fenilpropana). Lignin membungkus polisakarida sehingga meningkatkan kekuatan kayu dan menjadikannya lebih resisten terhadap serangan mikroorganisme (Erickson et al. 1990).

Lignin adalah gabungan beberapa senyawa yang hubungannya erat satu sama lain, mengandung karbon, hidrogen dan oksigen, namun proporsi karbonnya lebih tinggi dibanding senyawa karbohidrat. Lignin sangat tahan terhadap degradasi kimia, termasuk degradasi enzimatik (Tillman dkk, 1989). Lignin sering digolongkan sebagai karbohidrat karena hubungannya dengan selulosa dan hemiselulosa dalam menyusun dinding sel, namun lignin bukan karbohidrat. Hal ini ditunjukkan oleh proporsi karbon yang lebih tinggi pada lignin (Suparjo, dkk 2008).

Pengerasan dinding sel kulit tanaman yang disebabkan oleh lignin menghambat enzim untuk mencerna serat dengan normal. Hal ini merupakan bukti bahwa adanya ikatan kimia yang kuat antara lignin, polisakarida tanaman dan protein dinding sel yang menjadikan komponen-komponen ini tidak dapat dicerna oleh ternak (McDonaldet al., 2002).

Lignin terdiri dari polimer murni dari tiga derifat fenilpropana,cumaryl alcohol coniferol alcohol dan sinapyl alcohol, molekulnya terbentuk dari beberapa unit penyl propanoityang tergabung dalam struktur/cross-lingkat kompleks (McDonald et al., 2002). Perbandingan komponen selulosa, hemiselulosa dan lignin pada kebanyakan padatan selulosa secara kasar adalah 4:3:3 (Haygreen dan Bowyer, 1989). Ikatan tersebut

sangat kuat dan dapat membentuk kristal mikrofibril yang secara bersama-sama membentuk selulosa tidak larut.

Hasil penelitian Nuraini (2012) melaporkan bahwa fermentasi kulit buah kopi dan ampas tahu dengan dosis 7% dan lama fermentasi 10 hari dengan Phanerochaete chrysosporium dapat menurunkan kandungan serat kasar sebesar 43,89%, diperoleh peningkatan kecernaan serat kasar sebesar 37,06% dan meningkatkan protein kasar sebesar 42,62% dan diperoleh retensi nitrogen sebesar 62,41%. Hasil penelitian Nuraini (2012) melaporkan bahwa fermentasi kulit buah kopi dan ampas tahu dengan dosis 7% dan lama fermentasi 10 hari dengan Phanerochaete chrysosporium dapat menurunkan kandungan serat kasar sebesar 43,89%, diperoleh peningkatan kecernaan serat kasar sebesar 37,06% dan meningkatkan protein kasar sebesar 42,62% dan diperoleh retensi nitrogen sebesar 62,41%. Secara umum rumus empirik selulosa dapat ditulis sebagai (C6H10O5)n, yang mana n menyatakan derajat polimerisasi (DP atau jumlah unit monomer yang menyusun polimer) yang berkisar antara 305 sampai 15.300. Rantai selulosa merupakan rantai memanjang dan tidak bercabang (Fengel dan Wegener 1984). Terdapat dua ikatan hidrogen pada selulosa yaitu ikatan hydrogen intramolekuler dan ikatan hidrogen intermolekuler. Ikatan hydrogen intramolekuler adalah ikatan hidrogen antara gugus OH unit-unit glukosa dalam rantai selulosa yang sama, sedang ikatan hidrogen intermolekuler adalah ikatan hidrogen antara rantai selulosa yang satu dengan rantai selulosa yang lain. (Achmadi, 1990).

Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman. Kandungan selulosa pada dinding sel

tanaman tingkat tinggi sekitar 35-50% dari berat kering tanaman (Lynd et al., 2002). Selulosa merupakan polimer glukosa dengan ikatan ß -1,4 glukosida dalam rantai lurus. Bangun dasar selulosa berupa suatu selobiosa yaitu dimer dari glukosa. Rantai panjang selulosa terhubung secara bersama melalui ikatan hidrogen dan gaya van der Waals (Perezet al., 2002).

Selulosa merupakan polisakarida yang terdiri dari rantai lurus unit glukosa yang mempunyai berat molekul tinggi. Selulosa lebih tahan terhadap reaksi kimia disbanding dengan glukan-glukan lainnya. Menurut Mc. Donal et al., (2002) selulosa terdiri dari dua bentuk yaitu amorf (dihidrolisis akan larut) dan Kristal (dihidrolisis utuh dan sebagian akan larut). Selulosa mengandung sekitar 50-90% bagian berkristal dan sisanya bagian amorf (Aziz et al., 2002). Selulosa alami umumnya kuat dan tidak mudah dihidrolisis karena rantai glukosanya dilapisi oleh hemiselulosa dan didalam jaringan kayu selulosa terbenam dalam lignin membentuk bahan yang dikenal sebagai lignoselulosa.

Unit penyusun (building block) selulosa adalah selobiosa karena unit keterulangan dalam molekul selulosa adalah 2 unit gula (D-glukosa). Selulosa adalah senyawa yang tidak larut di dalam air dan ditemukan pada dinding sel tumbuhan terutama pada tangkai, batang, dahan, dan semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan. Selulosa merupakan polisakarida struktural yang berfungsi untuk memberikan perlindungan, bentuk, dan penyangga terhadap sel, dan jaringan (Lehninger, 1993).

Hemiselulosa disusun oleh berbagai jenis monomer, disebut juga heteropolisakarida. Jenis-jenis monomer yang

sangat kuat dan dapat membentuk kristal mikrofibril yang secara bersama-sama membentuk selulosa tidak larut.

Hasil penelitian Nuraini (2012) melaporkan bahwa fermentasi kulit buah kopi dan ampas tahu dengan dosis 7% dan lama fermentasi 10 hari dengan Phanerochaete chrysosporium dapat menurunkan kandungan serat kasar sebesar 43,89%, diperoleh peningkatan kecernaan serat kasar sebesar 37,06% dan meningkatkan protein kasar sebesar 42,62% dan diperoleh retensi nitrogen sebesar 62,41%. Hasil penelitian Nuraini (2012) melaporkan bahwa fermentasi kulit buah kopi dan ampas tahu dengan dosis 7% dan lama fermentasi 10 hari dengan Phanerochaete chrysosporium dapat menurunkan kandungan serat kasar sebesar 43,89%, diperoleh peningkatan kecernaan serat kasar sebesar 37,06% dan meningkatkan protein kasar sebesar 42,62% dan diperoleh retensi nitrogen sebesar 62,41%. Secara umum rumus empirik selulosa dapat ditulis sebagai (C6H10O5)n, yang mana n menyatakan derajat polimerisasi (DP atau jumlah unit monomer yang menyusun polimer) yang berkisar antara 305 sampai 15.300. Rantai selulosa merupakan rantai memanjang dan tidak bercabang (Fengel dan Wegener Terdapat dua ikatan hidrogen pada selulosa yaitu ikatan hydrogen intramolekuler dan ikatan hidrogen intermolekuler. Ikatan hydrogen intramolekuler adalah ikatan hidrogen antara gugus OH unit-unit glukosa dalam rantai selulosa yang sama, sedang ikatan hidrogen intermolekuler adalah ikatan

(Achmadi, 1990).

Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel tanaman. Kandungan selulosa pada dinding sel

tanaman tingkat tinggi sekitar 35-50% dari berat kering tanaman (Lynd et al., 2002). Selulosa merupakan polimer glukosa dengan ikatan ß -1,4 glukosida dalam rantai lurus. Bangun dasar selulosa berupa suatu selobiosa yaitu dimer dari glukosa. Rantai panjang selulosa terhubung secara bersama melalui ikatan hidrogen dan gaya van der Waals (Perez et al., 2002).

Selulosa merupakan polisakarida yang terdiri dari rantai lurus unit glukosa yang mempunyai berat molekul tinggi. Selulosa lebih tahan terhadap reaksi kimia disbanding dengan glukan-glukan lainnya. Menurut Mc. Donal et al., (2002) selulosa terdiri dari dua bentuk yaitu amorf (dihidrolisis akan larut) dan Kristal (dihidrolisis utuh dan sebagian akan larut). Selulosa mengandung sekitar 50-90% bagian berkristal dan sisanya bagian amorf (Aziz et al., 2002). Selulosa alami umumnya kuat dan tidak mudah dihidrolisis karena rantai glukosanya dilapisi oleh hemiselulosa dan didalam jaringan kayu selulosa terbenam dalam lignin membentuk bahan yang dikenal sebagai lignoselulosa.

Unit penyusun (building block) selulosa adalah selobiosa karena unit keterulangan dalam molekul selulosa adalah 2 unit gula (D-glukosa). Selulosa adalah senyawa yang tidak larut di dalam air dan ditemukan pada dinding sel tumbuhan terutama pada tangkai, batang, dahan, dan semua bagian berkayu dari jaringan tumbuhan. Selulosa merupakan polisakarida struktural yang berfungsi untuk memberikan perlindungan, bentuk, dan penyangga terhadap sel, dan jaringan (Lehninger, 1993).

Hemiselulosa disusun oleh berbagai jenis monomer, disebut juga heteropolisakarida. Jenis-jenis monomer yang

menyusun hemiselulosa adalah xilosa, glukosa, ramnosa, mannosa, galaktosa, arabinosa, serta yang berbagai asam yaitu asam glukoronat dan asam metil glukoronat. Hemiselulosa yang mengisi struktur selulosa, mempunyai bobot molekul rendah dan rantai samping yang pendek. Karbohidrat umumnya mempunyai kombinasi-kombinasi gula berkarbon lima (xilosa dan arabinosa) dengan rumus C5H10O5 dan gula berkarbon enam C6H10O6 (glukosa, mannosa, dan galaktosa) (Achmadi 1990).

Dalam dokumen PAKAN NON KONVESIONAL (Halaman 54-58)