• Tidak ada hasil yang ditemukan

Limbah Cair Rumah Sakit

Dalam dokumen KAJIAN PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMA (Halaman 27-34)

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Limbah Cair Rumah Sakit

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor KEP-58/MENLH/12/1995, limbah cair rumah sakit adalah semua bahan buangan yang berbentuk cair yang berasal dari aktivitas rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme patogen, bahan kimia beracun, dan radioaktivitas. Sumber air limbah rumah sakit bervariasi sesuai dengan jenis dan kelas rumah sakitnya (Anonim, 1995).

Limbah cair rumah sakit adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil proses seluruh kegiatan rumah sakit yang meliputi limbah cair non medis (limbah cair domestik), misalnya buangan kamar mandi, dapur, dan air bekas pencucian pakaian; limbah cair medis (limbah cair klinis) yakni air limbah yang berasal dari kegiatan klinis rumah sakit, misalnya air bekas cucian luka, cucian darah, air limbah laboratorium, dan lainnya (Said dan Ineza, 2002). 2.4.1 Sumber Limbah Cair Rumah Sakit

Limbah cair yang dihasilkan oleh suatu rumah sakit merupakan salah satu bentuk dari limbah klinis rumah sakit. Limbah cair tersebut memiliki sumber yang beragam dengan komposisi utama berupa buangan cair pasien. Menurut Permana (2005), jenis limbah cair dalam suatu rumah sakit, serta asal limbah adalah sebagai berikut:

1. Limbah infeksius

Limbah infeksius merupakan limbah yang dihasilkan dari pasien dengan penyakit menular dalam suatu perawatan intensif, limbah cair yang berasal dari laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi.

Selain sumber tersebut, instalasi seperti kamar jenazah juga menghasilkan limbah jenis infeksius.

2. Limbah sitotoksik

Limbah sitotoksik merupakan jenis limbah yang mengandung atau terkontaminasi oleh zat sitotoksik, limbah ini dihasilkan dari berbagai tempat di rumah sakit, karena selama proses peracikan, pengangkutan sampai pada terapi ke pasien melibatkan banyak pihak.

3. Limbah farmasi

Limbah farmasi merupakan limbah yang berasal dari berbagai jenis sisa obat-obatan yang digunakan selama perawatan.

4. Limbah kimia

Limbah kimia merupakan jenis limbah yang dihasilkan dari penggunaan berbagai bahan kimia, seperti bahan kimia untuk tindakan medis, bahan kimia laboratorium, proses sterilisasi (pencucian linen oleh laundry).

5. Limbah radioaktif

Limbah radioaktif merupakan limbah yang terkontaminasi oleh radio isotop yang diperoleh dari penggunaan untuk terapi radiasi, unit radiologi serta laboratorium riset di rumah sakit. Limbah jenis ini sangat fleksibel sehingga terdapat dalam berbagai bentuk tergantung kepada zat yang dikontaminasi. 2.4.2 Parameter Kualitas Air Limbah Rumah Sakit

Parameter yang dianalisis pada air limbah rumah sakit adalah pH, suhu,

Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Total Suspended Solid (TSS), NH3bebas, deterjen, phenol, sisa klor (Cl2), phosphat, dan mikrobiologi. Berikut penjelasan dari tiap parameter:

1. Derajat Keasaman (pH)

Pengukuran pH dalam air limbah berfungsi sebagai pengendali beberapa proses pengolahan (Reynolds and Richards, 1996). Konsentrasi pH yang baik adalah kadar yang masih memungkinkan kehidupan biologis di dalam air berjalan dengan baik. Air limbah dengan konsentrasi air limbah yang tidak netral akan menyulitkan proses biologis sehingga mengganggu proses penjernihannya (Sugiharto, 2008). Umumnya pH optimum untuk pertumbuhan bakteri berkisar 6,5-7,5 (Reynolds and Richards, 1996).

2. Suhu

Suhu adalah temperatur air limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan suhu merupakan parameter yang penting. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi, dan volatilisasi, selain itu juga menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air, missal O2, CO2, N2, CH4, dan sebagainya (Effendi, 2003). Peningkatan suhu disertai dengan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen bagi organisme akuatik untuk melakukan proses metabolism dan respirasi (Effendi, 2003).

3. Biological Oxygen Demand (BOD)

BOD dinyatakan sebagai jumlah oksigen (MgO2) yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan hampir semua zat organik terlarut dan zat organik yang tersuspensi dalam air. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat limbah cair, bahan organik, dan untuk mendesain sistem pengolahan limbah cair secara biologis. BOD dijadikan sebagai indikator pencemaran yang diakibatkan oleh buangan yang mengandung bahan

organik, dalam hal ini bahan organik yang dapat diuraikan dengan mikroorganisme alami (Alaerts and Santika, 1987).

4. Chemical Oxygen Demand (COD)

Chemical Oxygen Demand (COD) adalah jumlah oksigen (MgO2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent) (Alaerts dan Santika, 1987). Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air. COD merupakan parameter utama dalam menentukan tingkat pencemaran perairan selain BOD.

5. Total Suspended Solid (TSS)

Total Suspended Solid (TSS) adalah bahan-bahan tersuspensi dengan diameter > 1 μm yang tertahan pada saringan Millipore dengan diameter pori 0,45 μm (Effendi, 2003). TSS adalah parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat kandungan zat padat yang dapat mengendap (settleable solid). Zat-zat padat yang berada dalam suspensi dibedakan menurut ukurannya sebagai partikel tersuspensi koloid dan partikel tersuspensi biasa. Jenis partikel koloid adalah penyebab kekeruhan dalam air (efek Tyndall) yang disebabkan oleh penyimpangan sinar nyata yang menembus suspensi tersebut (Alaerts dan Santika, 1987).

6. NH3 bebas

Parameter ini merupakan indikator bagi konsentrasi ammonia nitrogen. Ammonia di perairan berasal dari hasil dekomposisi nitrogen organik (protein

dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air, yang berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) oleh mikroba dan jamur (Effendi, 2003). Ammonia bebas dan klorin bebas akan saling bereaksi dan membentuk hubungan yang antagonis (Warren, 1971 dalam Alamsyah, 2007).

7. Detergen

Deterjen adalah golongan dari molekul organik yang dipergunakan sebagai pengganti sabun untuk pembersih supaya mendapatkan hasil yang lebih baik. Di dalam air, zat ini menimbulkan buih dan selama proses aerasi buih tersebut berada di atas permukaan gelembung udara dan biasanya relatif tetap (Sugiharto, 2008).

8. Phenol

Phenol merupakan limbah cair yang biasanya berasal dari industri tekstil, perekat, obat dan sebagainya Phenol dikenal juga sebagai monohidroksibenzena, merupakan kristal putih yang larut dalam air pada temperatur kamar. Phenol merupakan senyawa organik (C6H5OH) yang berbau khas dan bersifat racun, serta korosif terhadap kulit (menimbulkan iritasi) sehingga perlu adanya penanganan limbah phenol agar kadar phenol tidak melebihi ambang batas yang ditentukan pemerintah, sebab kadar phenol dalam air sangat berpengaruh besar dalam penentuan kualitas air (Pambayun, dkk., 2013).

9. Sisa Klor (CL2)

Sisa klor merupakan hasil pengurangan dosis klor dengan kebutuhan klor yang digunakan oleh komponen dan materi organik yang ada dalam air (Sugiharto, 2008).

10.Fosfat (PO4)

Di perairan, unsur fosfat tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan senyawa organik yang berupa partikulat (Effendi, 2003). Fosfat tidak bersifat toksik bagi manusia, hewan, dan ikan. Secara alami fosfat juga diproduksi dan dikeluarkan oleh manusia atau binatang dalam bentuk air seni dan tinja sehingga fosfat juga akan terdeteksi pada air limbah yang dikeluarkan rumah sakit (Suriawiria, 2003 dalam Alamsyah, 2007).

11.Mikrobiologi

Komposisi spesies dan keanekaragaman penting sebagai petunjuk adanya pengaruh zat pencemar. Keadaan biologis air diperiksa dengan parameter jumlah bakteri E. coli atau Coliform. Parameter ini dipilih oleh karena diantara organisme yang telah dipelajari, E.coli hampir memenuhi semua persyaratan sebagai organisme indikator yang ideal mengenai polusi air. Bakteri Coliform bersifat pathogen dan menunjukkan adanya kontaminasi zat pencemar dan menyebabkan organisme terkena penyakit.

2.4.3 Baku Mutu Limbah Cair Rumah Sakit

Penentuan kualitas effluent dapat diketahui dengan cara membandingkan antara konsentrasi air limbah awal dengan konsentrasi setelah melewati reaktor lalu dibandingkan juga dengan baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah. Peraturan perundangan yang mengatur tentang limbah cair di rumah sakit meliputi peraturan tentang baku mutu limbah cair rumah sakit di Indonesia khususnya di Jawa Timur. Peraturan tersebut antara lain:

1. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 986/Menkes/Pe/XI/1992 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.

2. Kep. MENKES RI No. 228/MENKES/SK/III/2002 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit yang Wajib Dilaksanakan Daerah.

3. KepMenLH No. Kep-58/MENLH/12/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit di Indonesia.

4. Kep. Gubernur Jawa Timur No. 72 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Timur.

Baku mutu limbah cair kegiatan rumah sakit yang diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 58/MENLH/12/1995 dan Surat Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 72 Tahun 2003 dapat dilihat pada Tabel 2.1

Tabel 2.1 Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Rumah Sakit Parameter *Kadar Maksimum Berdasarkan Kep. MENLH No.58/MENLH/12/1995 **Kadar Maksimum Berdasarkan KepGub Jatim No. 72 Tahun 2013

pH 6-9 6-9 Suhu 30°C - BOD5 30 mg/l 30 mg/l COD 80 mg/l 80 mg/l TSS 30 mg/l 30 mg/l NH3 Bebas 0,1 mg/l 0,1 mg/l Detergen 0,5 mg/l 0,5 mg/l Phenol 0,01 mg/l 0,01 mg/l Sisa Klor (CL2) 0,5 mg/l 0,5 mg/l Fosfat (PO4) 2 mg/l 2 mg/l MPN-Kuman Golongan Koli/100ml 10.000 4.000

2.5 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Rumah Sakit

Dalam dokumen KAJIAN PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMA (Halaman 27-34)

Dokumen terkait