• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

G. Limfosit dan Proliferasi Limfosit

Limfosit adalah sel darah putih (leukosit) yang mampu menghasilkan respon imun spesifik terhadap berbagai jenis antigen yang berbeda. Limfosit berukuran kecil, berbentuk bulat dengan diameter 7-15 µm, dan banyak terdapat pada organ limfoid seperti limfa dan timus. Leukosit dibagi ke dalam dua kelas, yaitu yang mengandung granula dalam sitoplasmanya (granulosit) dan agranulosit yang tidak mengandung granula (Ganong, 1990). Limfosit merupakan sel kunci dalam proses respon imun spesifik untuk mengenali antigen melalui reseptor antigen dan mampu membedakannya dari komponen tubuh (Kuby, 1992).

Terdapat tiga kelompok limfosit yang dibedakan berdasarkan fungsinya, yaitu :

1. Limfosit B

Limfosit B merupakan sel yang berasal dari sel stem di dalam sumsum tulang dan tumbuh menjadi sel plasma, yang menghasilkan antibodi.

Jumlah sel B limfosit adalah 25% dari total keseluruhan limfosit tubuh. Limfosit B mampu menghasilkan berbagai jenis antibodi yang digunakan untuk melawan antigen. Sel ini memiliki reseptor-reseptor pada permukaannya untuk antigen tertentu.

2. Limfosit T

Sel ini terbentuk jika selstemdari sumsum tulang pindah ke kelenjar timus dan mengalami pembelahan dan dewasa di dalam kelenjar timus. Limfosit T dewasa meninggalkan kelenjar timus dan masuk ke dalam pembuluh getah bening dan berfungsi sebagai bagian dari sistem pengawasan kekebalan. Sel T diproduksi oleh kelenjar timus, jumlahnya mencapai 70% dari seluruh sel limfosit di dalam tubuh.

Di bawah mikroskop, morfologi Limfosit T dan B tidak dapat dibedakan. Ada tiga bentuk sel T, yaitu sel Thelper ( Th), Tsupresor( Ts ), dan T cytotoksik (Tc) (Baratawidjaja, 1991). Sel Thelperatau sel T penolong merupakan sel T yang berperan dalam stimulasi sintesis antibodi dan aktivasi makrofag dengan cara mengsekresikan molekul yang disebut sitokinin. Sel ini bekerja bersama dengan aktivitas antibodi sel B. Sel Tsupresor berperan menekan aktivitas sel T yang lain. Sel ini mempunyai aktivitas dapat menurunkan produksi antibodi. Sel Tcytotoksik (Tc) memiliki kemampuan untuk menghancurkan sel alogenik dan sel sasaran yang terinfeksi patogen intraseluler (Baratawidjaja, 1991).

3. Limfosit NK (Natural Killer)

Limfosit ini memiliki ukuran yang agak lebih besar daripada limfosit T dan B. Limfosit ini juga dikenal sebagai Large Granular Lymphocyte (LGL) karena merupakan sel dengan sejumlah besar sitoplasma dengan granula azurofilik (Kuby, 1992).

Sel ini dinamai sel pemusnah karena sel ini membunuh mikroba dan sel- sel kanker tertentu. Istilah alami digunakan karena mereka siap membunuh sejumlah sel target segera setelah mereka terbentuk, tidak perlu melewati pematangan dan proses belajar seperti pada limfosit T dan limfosit B (Anonim, 2006)

Uji aktivitas sel limfosit dapat dilakukan secara in vitro dan menggunakan indikator respon imun. Uji ketoksikan suatu senyawa dapat juga dilakukan dengan menggunakan limfosit. Limfosit digunakan dalam uji ketoksikan karena sel ini sangat rentan terhadap kerusakan yang diakibatkan oleh senyawa atau benda asing. Proliferasi merupakan proses diferensiasi dan pembelahan sel secara mitosis. Respon proliferasi sel limfosit yang diuji pada sistem in vitro dapat digunakan untuk menggambarkan fungsi limfosit dan status imun individu. Proliferasi merupakan fungsi biologis mendasar pada sel limfosit, yaitu meliputi proses diferensiasi dan pembelahan sel. Aktivitas proliferasi limfosit merupakan salah satu parameter yang dapat digunakan untuk mengukur status imunitas karena proses proliferasi menunjukkan kemampuan dasar dari system imun (Roit dan Delves, 2001).

Proliferasi sel limfosit dapat diinduksi oleh suatu senyawa yang disebut mitogen. Tidak seperti immunogen yang hanya mengaktivasi reseptor spesifik pembawa limfosit, aktivitas mitogen adalah tidak spesifik. Beberapa mitogen hanya mampu menginduksi proliferasi sel limfosit B, sedangkan beberapa yang lain hanya mampu menginduksi sel limfosit T, tetapi ada juga sebagian kecil yang mampu menginduksi keduannya secara bersamaan. Pengujian terhadap kemampuan fungsional limfosit dapat dilihat dari kemampuan memberikan respon terhadap mitogen, kemampuan membentuk immunoglobulin atau limfokin, dan kemampuan sitotoksisitas sel NK (Tejasariet al., 2000).

Sejumlah mitogen yang umumnya digunakan adalah lektin. Lektin memiliki afinitas terhadap gula pada permukaan sel limfosit. Beberapa contoh mitogen yang berasal dari lektin adalah PHA (Phytohaemagglutinin ) dan PWM (Pokeweed). Akan tetapi tidak semua mitogen merupakan lektin, ada beberapa jenis senyawa yang biasa digunakan sebagai mitogen yaitu Concanavalin A (Con A). Senyawa ini berasal dari ekstrak tanaman kacang jack (Conavalin ensiformis). Mitogen ini menginduksi proliferasi sel limfosit T. Senyawa lain yang berperan sebagai mitogen adalah pokeweed (PWM), senyawa ini diekstrak dari tanaman pokeweed (Phytolacca americana). Mitogen pokeweeddapat menginduksi proliferasi sel limfosit T dan B secara

bersama-sama. PWM mampu berikatan dengan di-N-asetyl kitobiose dan mampu menginduksi sel B dan sel T (Kuby, 1992).

Pengamatan jumlah sel yang mati dan tingkat proliferasi sel limfosit yang telah ditambahkan mitogen dapat diamati menggunakan pewarna MTT (3-[4,5-Dimethylthiazol-2-yl]-2,5-diphenyltetrazolium bromide) atau terazole. Prinsip dari metode ini adalah konversi dari garam tetrazolium (MTT) yang berwarna kuning menjadi senyawa formazan yang berwarna biru oleh aktivitas enzim suksinat dehidrogenase oleh mitokondria sel hidup (Kubota et al., 2003). Senyawa yang terbentuk kemudian dihitung absorbansinya menggunakan microplate reader. Enzim suksinat dehidrogenase merupakan enzim yang disintesis hanya pada sel hidup. Jumlah formazan yang dihasilkan proporsional dengan jumlah sel limfosit yang hidup sehingga dengan metode pewarnaan MTT dapat diketahui jumlah sel limfosit hidupnya. Metode MTT ini menggunakan enzim atau substrat yang spesifik (Davis, 1994).

H. Antioksidan

Kochhar dan Rossel (1990) mendefinisikan antioksidan sebagai senyawa berberat molekul rendah yang bereaksi dengan oksidan sehingga tidak menimbulkan reaksi yang membahayakan. Antioksidan bersifat dapat menunda, memperlambat, dan mencegah proses oksidasi sehingga antioksidan memiliki peranan yang sangat penting dalam memerangi radikal bebas.

Tubuh memiliki beberapa mekanisme untuk meminimalisasi kerusakan akibat radikal bebas sekaligus memperbaiki kerusakan yang ditimbulkannya. Enzim antioksidan yang dihasilkan tubuh contohnya glutation peroksidase, glutation reduktase, katalase, dan superoksida dismutase. Antioksidan kimiawi menetralkan radikal bebas dengan menerima atau menyumbangkan elektron untuk mengeliminasi elektron tak berpasangan (Muchtadi, 2000).

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan dibagi menjadi dua, yaitu antioksidan primer dan antioksidan sekunder. Antioksidan primer merupakan zat yang dapat menghentikan reaksi radikal bebas melalui mekanisme penangkapan radikal bebas sehingga dapat menghambat tahap

inisiasi serta memutus tahap propagasi. Antioksidan sekunder atau antioksidan preventif berfungsi untuk menekan atau menghambat pembentukan radikal bebas dengan cara mengkelat metal dalam cairan ekstraselular dan mendegradasi radikal dalam cairan intraselular oleh berbagai jenis enzim (Muchtadi, 2000).

Antioksidan yang terdapat pada pepes berasal dari komponen bioaktif bumbu atau rempah-rempah yang ditambahkan ke dalam pepes. Bumbu atau rempah-rempah yang ditambahkan ke dalam pepes diantaranya adalah bawang putih, kunyit, lemon, dan jahe. Komponen bioaktif bawang putih diantaranya adalah alisin atau asam diallil tiosulfinat (Whitmore dan Naidu, 2000). Komponen bioaktif yang terdapat pada kunyit diantaranya adalah kurkumin. Kurkumin merupakan senyawa fenolik sehingga dapat berfungsi sebagai antioksidan. Lemon mengandung vitamin C yang dapat berfungsi sebagai antioksidan. Jahe merupakan rempah-rempah yang mengandung antioksidan tinggi. Kikuzaki dan Nakatani (2000) juga meyakini dalam jahe terkandung sejumlah senyawa fenolik yang bersifat antioksidan.

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor selama 3 bulan, terhitung dari bulan Februari hingga April 2009.

B. Alat dan Bahan

Bahan utama yang digunakan adalah tulang ikan pepes iradiasi yang memiliki umur simpan yang berbeda-beda, yaitu tulang ikan pepes iradiasi dengan masa simpan 2 tahun yang diiradiasi pada tahun 2007 (tulang A), tulang ikan pepes iradiasi dengan masa simpan 1 tahun yang diiradiasi pada tahun 2008 (tulang B), dan tulang noniradiasi. Sampel-sampel tersebut merupakan sampel yang diperoleh dari Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Iradiasi BATAN.

Bahan yang digunakan untuk ekstraksi adalah aquades. Serum darah, eritrosit, dan limfosit diisolasi dari darah manusia yang berasal dari donor yang sehat. Bahan yang digunakan pada pengujian terhadap hemolisis eritrosit adalah PBS (phosphate buffer saline), H2O2 0.5%, dan biru trifan. Bahan kimia yang digunakan pada pengujian terhadap proliferasi limfosit adalah histopaque (Sigma, USA), RPMI-1640 (Sigma, USA), MTT [3-(4,5- dimethilthiazol-2-yl)-2,5-diphenyl tetrazolium bromide] (Sigma, USA) dan HCl-isopropanol 0.04 N, aquabides, larutan mitogen pokeweed, dan larutan mitogen LPS. Bahan yang digunakan pada pengukuran kapasitas antioksidan adalah buffer asetat, metanol, DPPH (diphenyl-β-picrylhidrazine), dan asam askorbat. Bahan yang digunakan pada pengukuran kadar malonaldehida adalah larutan HCl 0.25 N, TCA (trichloroacetic acid), TBA (thiobarbituric acid), BHT (butil hidroksi toluena), dan TEP (1,1,3,3 tetraetoksipropana).

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sentrifuse CR412, inkubator VWR Scientific (CO2 5 %, 37oC), Spectrophotometer microplate reader (Bio-rad model 550), mikroskop (Olympus CH 20), laminar flow hood,

lempeng mikrokultur (well plate) 96 well, kertas saring, membran steril 0.20 m (Sartorius), mikropipet, mikrotip 1000 µl, mikrotip 100 µl, vorteks, hemasitometer (Bright-line),syringe,hand counter, termometer, penangas air, tabung eppendorf, tabung vacutainer steril, vacutainer needle, holder, torniquate, tabung sentrifuse steril 15 ml disposible (Nunc).

C. Metode Penelitian

Metode penelitian terdiri dari tujuh tahap meliputi ekstraksi sampel, persiapan ekstrak, persiapan media kultur sel, isolasi sel eritrosit dan pengujian pengaruh ekstrak terhadap hemolisis eritrosit, isolasi limfosit dan pengujian ekstrak terhadap proliferasi limfosit manusia, dan pengujian ekstrak terhadap aktivitas antioksidan serta pengukuran kadar malonaldehida.

1. Ekstraksi Tulang Ikan

Ikan pepes iradiasi yang masih berada dalam kemasan dibuka, dipisahkan antara tulang dan dagingnya. Bagian tulang yang diambil adalah tulang belakang dan tulang kepala. Bagian tulang diambil sebanyak 10 g dan dihancurkan dengan mortar sampai halus, ditambahkan dengan aquades dengan perbandingan berat 1:2. Kemudian disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 5 menit untuk memisahkan padatan dan cairannya. selanjutnya disaring dengan kertas saring dan diteruskan dengan membran steril 0.20 µm.

2. Persiapan ekstrak

Ekstrak tulang ikan pepes iradiasi langsung dilakukan pengenceran bertingkat sehingga diperoleh ekstrak dengan tiga pengenceran yang dapat dilihat pada Tabel 3, yaitu konsentrasi C1, C2, dan C3. Konsentrasi C1 diperoleh dari hasil ekstraksi pada tahap 1. Konsentrasi C2 diperoleh dengan menambahkan aquabides pada C1 dengan perbandingan 1:1, sedangkan konsentrasi C3 diperoleh dengan menambahkan aquades steril pada ekstrak C1 dengan perbandingan 3:1. Ekstrak yang diperoleh kemudian segera dianalisis menggunakan sel eritrosit dan sel limfosit.

Tabel 2. Pengenceran ekstrak sampel

Konsentrasi Jumlah stok sampel (ml)

Jumlah aquabides steril (ml)

C1 (pengenceran 0x) 2 0

C2 (pengenceran 2x) 1 1

C3 (pengenceran 4x) 0.5 1.5

3. Persiapan UjiIn Vitro

a. Persiapan Media Kultur Sel (Agustinisariet al., 1997)

Media yang dipergunakan untuk kultur sel adalah RPMI-1640 (telah mengandung L-glutamine). Bubuk RPMI sebanyak 10.42 g dilarutkan dalam aquabides, sehingga diperoleh 1 liter larutan RPMI- 1640. Kemudian ditambahkan 2 g NaHCO3 (sebagai buffer). Campuran larutan tersebut disterilisasi dengan membran sterilissasi 0.20 µm.

b. Persiapan PBS (Phosphat Buffer Saline)

Dua buah tablet PBS dilarutkan di dalam aquabides sebanyak 500 ml. Kemudian disaring dengan membran steril 0.20 µm.

c. Persiapan Serum Darah AB (Nurrahmanet al., 1999)

Darah segar diambil dari donor yang bergolongan AB. Pengambilan darah dilakukan oleh seorang perawat di klinik Farfa, Darmaga. Darah sebanyak 7-21 ml dimasukkan ke dalam vacuteiner steril spesial untuk isolasi serum. Darah kemudian disentrifuse selama 30 menit pada 2500 rpm hingga terpisah menjadi tiga bagian. Bagian serum yang berada di bagian atas diambil menggunakan mikropipet dan bagian darah tidak boleh sampai terambil. Serum yang sudah dipisahkan dipanaskan dalam waterbath suhu 56˚C selama 30 menit lalu disterilkan menggunakan membran steril 0.20μ m.

4. Isolasi Sel Eritrosit dan Pengujian Pengaruh Ekstrak terhadap Hemolisis Eritrosit secaraIn Vitro

a. Isolasi Sel Eritrosit (Zhu, 2002)

Eritrosit diisolasi dari darah perifer donor dengan jenis kelamin laki-laki. Darah donor diambil sebanyak 7-15 ml secara aseptis oleh seorang perawat di Klinik Farfa, Darmaga. Darah kemudian dipindahkan ke dalam tabungvacutainersteril yang berisi heparin agar darah tidak menggumpal. Kemudian, darah dipindahkan ke dalam tabung sentrifuse di dalam laminar hood secara aseptis untuk menghindari terjadinya kontaminasi mikroba dan untuk menjaga keaseptisan proses.

Pemisahan eritrosit awal dilakukan dengan sentrifuse pada 1.500 rpm selama 10 menit, dan akan terlihat ada 3 lapisan di dalam tabung. Lapisan yang paling atas berwarna kuning adalah plasma darah, lapisanbuffycoatyang terdiri dari leukosit dan platelet berada di tengah, dan di bagian bawah terdapat eritrosit yang menyusun hampir 45 % dari total volume darah (Gambar 3). Lapisan plasma yang ada di bagian atas danbuffycoatkemudian dibuang.

Gambar 3.Pemisahan sel darah manusia

Sel eritrosit kemudian dicuci sebanyak 3 kali menggunakan larutan PBS. Sebanyak 1 ml sel eritrosit dicuci dengan 5 ml larutan PBS lalu disentrifuse dengan kecepatan 2000 rpm selama 10 menit. Eritrosit akan mengendap di dasar tabung dan larutan PBS akan

Plasma

Buffycoat

berwarna kemerahan. Pencucian dilakukan sebanyak 3 kali hingga larutan PBS menjadi hampir tidak berwarna dan jernih.

Jumlah sel eritrosit yang ada dalam suspensi dihitung menggunakan hemasitometer dengan pewarna biru trifan. Sebanyak 0.5 ml suspensi eritrosit diambil, lalu ditambah dengan PBS sebanyak 49.5 ml sehingga diperoleh volume total sebesar 50 ml. Dari suspensi ini sebanyak20 μ l suspensi eritrosit diambil danditambah dengan biru trifan sebanyak 20 μ l dan diaduk dengan mikropipet. Kemudian dilakukan penghitungan sel eritrosit dengan mikroskop pada perbesaran 400x. Kemudian dilakukan pengenceran sehingga diperoleh konsentrasi sel 2 x 108sel/ml. Jumlah sel eritrosit yang hidup harus di atas 95% agar dapat digunakan untuk uji.

Rumus perhitungan jumlah sel eritrosit menggunakan hemasitometer yaitu :

b. Pengaruh ekstrak tulang iradiasi terhadap hemolisis eritrosit Disiapkan sel eritrosit stok dengan konsentrasi 2 x 108 sel/ml dengan jumlah sel hidup lebih besar dari 95 %. Suspensi sel sebanyak 800 μ l dimasukkan ke dalam tabung eppendorf, kemudian ditambahkan ekstrak sebanyak 200 μ l. Untuk masing-masing sampel dilakukan dengan tiga macam konsentrasi dan masing-masing triplo. Disiapkan juga kontrol positif, yaitu 800 μ l eritrosit ditambah dengan 200 μl larutan H2O2 0.5 %. Sedangkan kontrol negatif dibuat dengan 800 μ l eritrosit yang ditambah dengan 200 μ l PBS.

Tabung eppendorf yang berisi sel dan ekstrak tersebut kemudian diinkubasi dalam inkubator bersuhu 370C dan kadar CO2 5%. Pengamatan dimulai dari jam ke-0 sampai jam ke-5 yang dilakukan tiap jam.

N = A x FP x 104sel/ml

Keterangan : N = Jumlah sel eritrosit FP = Faktor pengenceran

Pengamatan dilakukan dengan mengambil tabung eppendorf dan disentrifugasi dengan kecepatan 2000 rpm selama 5 menit untuk mengendapkan sel darah merah. Sebanyak 100 μ l supernatan diambil dan diplating pada 96-well plate lalu diukur absorbansinya menggunakan Spectrophotometer microplate reader pada panjang gelombang 450 nm. Setiap 1 jam dari jam ke-0 hingga jam ke 5, tabung eppendorf tersebut diambil dan diperlakukan seperti perlakuan tersebut di atas.

c. Perhitungan persentase hemolisis

Nilai absorbansi yang diperoleh dari pengukuran kemudian digunakan untuk menghitung nilai persentase hemolisis eritrosit. Rumus perhitungan persentase hemolisis eritrosit sebagai berikut:

% hemolisis eritrosit = Absorbansi sampel x 100% Absorbansi kontrol positif

d. Analisis statistik

Data yang diperoleh dari pengujian ekstrak tulang ikan pepes iradiasi dibandingkan dengan data dari ekstrak tulang ikan noniradiasi menggunakan analisis pengujian statistik. Analisis statistik yang digunakan adalah ANOVA dengan nilai selang kepercayaan 95%. Apabila terdapat perbedaan yang nyata maka dilanjutkan dengan uji Dunnet.

5. Isolasi Limfosit dan Pengujian Ekstrak Tulang Iradiasi terhadap Limfosit secaraIn Vitro.

a. Isolasi Limfosit (Nurrahmanet al., 1999)

Darah donor sebanyak 21-27 ml diambil secara aseptis di klinik Farfa, Dramaga, Bogor oleh seorang perawat. Darah kemudian dimasukkan ke dalam tabung vacutainer steril yang didalamnya terdapat antikoagulan. Darah kemudian dipindahkan ke dalam tabung sentrifuse secara aseptis di dalam laminar flow hood.

Pemisahan limfosit awal dilakukan dengan sentrifuse darah dengan kecepatan 1500 rpm selama 10 menit. Darah akan terpisah menjadi tiga bagian, yaitu lapisan plasma, buffycoat, dan eritrosit. Setelah itu, diambil lapisan buffycoat menggunakan mikropipet dan dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse steril yang berisi histopaque. Buffycoat dilewatkan secara hati-hati di atas histopaque melalui dinding tabung (perbandingan buffycoat dan histopaque = 1:1). Dilakukan kembali sentrifuse 2500 rpm selama 30 menit. Diambil lapisan bagian atas dan dicuci dengan penambahan 5 ml larutan media RPMI. Campuran ini kemudian disentrifus 1500 rpm selama 10 menit dan dicuci sebanyak dua kali, sehingga didapatkan sel limfosit. Suspensi sel limfosit kemudian dihitung menggunakan hemasitometer dengan pewarnaan biru tripan dan ditepatkan menjadi 2 x 106sel / ml. Setelah itu ditambahkan serum darah AB sebanyak 10%.

Gambar 4.Hasil pemisahan sel darah manusia

Rumus perhitungan jumlah sel eritrosit menggunakan hemasitometer yaitu :

N = A x FP x 104sel/ml Keterangan :

N = jumlah sel limfosit / ml

A = Jumlah sel hidup dalam 1 kotak FP = Faktor Pengenceran

Lapisanbuffycoat

b. Pengujian terhadap Limfosit dengan Metode MTT (Meiriana, 2006)

Disiapkan suspensi sel limfosit dengan konsentrasi sel sebesar 2 x 106 sel/ml dan ditambah dengan serum AB sebanyak 10% dari volume suspensi sel. Ekstrak sampel dimasukkan ke dalam well plate sebanyak 20 l dan ditambahkan dengan suspensi sel limfosit sebanyak 80 l. Dibuat juga kontrol positif, yaitu LPS dan pokeweed sebanyak 20l ditambah dengan 80l sel limfosit, sedangkan kontrol negatif dibuat dengan 20 l larutan RPMI ditambah dengan 80 l sel limfosit. Kultur kemudian diinkubasi pada suhu 370C dan kadar CO2 5% selama 72 jam. Enam jam sebelum masa inkubasi berakhir, kultur sel ditambahkan 10 l larutan MTT 0.5 %. Setelah masa inkubasi berakhir, pada masing-masing sumur kultur sel, ditambahkan dengan 100 l HCL-Isopropanol 0.04 N untuk melarutkan kristal formazan yang terbentuk. Setelah itu dilakukan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 570 nm menggunakan Spectrophotometer microplate reader. Nilai absorbansi yang terbaca bersifat proporsional terhadap jumlah sel yang hidup. Indeks Stimulasi (I.S) dihitung menggunakan persamaan berikut :

IS = Absorbansi sampel Absorbansi kontrol negatif

e. Analisis statistik

Data yang diperoleh dari pengujian ekstrak tulang ikan pepes iradiasi dibandingkan dengan data dari ekstrak tulang ikan noniradiasi menggunakan analisis pengujian statistik. Analisis statistik yang digunakan adalah ANOVA dengan nilai selang kepercayaan 95%, apabila terdapat perbedaan yang nyata maka dilanjutkan dengan uji Dunnet.

6. Analisis Kapasitas Antioksidan (Kuboet al., 2002)

Analisis kapasitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode DPPH. Larutan DPPH dibuat dengan melarutkan 30 mg serbuk DPPH ke dalam metanol sebanyak 25 ml. Kemudian diambil sebanyak 400 l larutan DPPH tersebut dan ditambahkan dengan 4 ml bufer asetat dan 7.50 ml metanol. Campuran kemudian divorteks. Setelah itu ditambahkan 100 l sampel atau larutan standar. Larutan kemudian divorteks dan didiamkan selama 20 menit di ruang gelap. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 517 nm. Kontrol negatif yang digunakan adalah metanol, sedangkan kontrol positif yang digunakan adalah asam askorbat dengan konsentrasi 0, 50, 100, 250, 500, dan 1000 ppm Kapasitas antioksidan diperoleh dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:

Kapasitas antioksidan (%) = Absorbansi kontrol negatif–Absorbansi sampel Absorbansi kontrol negatif

7. Pengukuran Kadar Malonaldehida (Seligmanet al., 1977)

Sebanyak 2 ml ekstrak sampel dan kontrol yang akan diukur ditambahkan dengan 2 ml larutan HCl 0.25 N yang mengandung 15% TCA, 0.38% TBA, dan 0.5% BHT. Campuran tersebut kemudian dipanaskan dalam waterbath suhu 80˚C selama 30 menit kemudian didinginkan pada suhu ruang. Setelah dingin, sampel kemudian disentrifuse pada 3000 rpm selama 15 menit. Bagian supernatan dari sampel diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 532 nm. Hasil pengukuran sampel kemudian dibandingkan dengan kurva standar TEP (1,1,3,3 tetraetoksipropana) yang memiliki variasi konsentrasi 0, 25, 50, 75, 100, 125, 150, 175, 200, dan 250 pmol/ml.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Ekstraksi tulang

Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi adalah aquades sebagai pendekatan terhadap keadaan nyata konsumsi pepes sehari-hari secara umum. Bagian tulang dari ikan pepes iradiasi maupun pepes noniradiasi yang akan diekstrak mengalami proses penghalusan dengan menggunakan mortar dengan tujuan memperluas daya pelarutan sampel. Proses penghacuran tulang iradiasi lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan tulang noniradiasi karena tekstur tulang iradiasi lebih lunak dibandingkan dengan tekstur tulang noniradiasi. Tulang yang diiradiasi kehilangan resistensi mekanis dan menghasilkan tulang yang rapuh karena terjadinya denaturasi pada komponen kolagen (Kubisz, 2007).

Hancuran sampel lalu ditambahkan dengan pelarut aquades dengan perbandingan berat antara tulang dan aquades sebesar 1:2, kemudian disaring menggunakan kain saring. Filtrat yang diperoleh kemudian disentrifuse pada 3500 rpm selama 30 menit dengan tujuan mengendapkan padatan dan lemak yang masih tersisa pada filtrat. Setelah disentrifuse, bagian supernatan sampel dipisahkan dari lemak dan minyak yang berada pada bagian paling atas lalu supernatannya dilewatkan pada kertas saring. Pada tahap akhir, supernatan yang lolos kertas saring kemudian dilewatkan pada membran steril dengan ukuran pori

0.20 μ m.

Pada pengujian pengaruh terhadap hemolisis eritrosit dan proliferasi limfosit digunakan sampel steril yang dilewatkan pada membran steril, sedangkan pada pengukuran kapasitas antioksidan dan kadar malonaldehida sampel cukup digunakan ekstrak yang lolos pada kertas saring. Hal ini dilakukan karena pada teknik kultur sel dibutuhkan kondisi steril agar mencegah kontaminasi mikroorganisme yang dapat menyebabkan kesalahan pada pengujian. Sedangkan pada pengukuran kapasitas antioksidan dan pengukuran kadar malonaldehida tidak melibatkan sel hidup, sehingga tidak membutuhkan ekstrak dalam kondisi steril.

Ekstrak yang akan digunakan dalam pengujian terdiri dari tiga jenis pengenceran, yaitu pengenceran 0x (C1), 2x (C2), dan 4x (C3). Pengenceran 0x (C1) adalah ekstrak sampel awal, pengenceran 2x (C2) adalah ekstrak yang diencerkan dengan perbandingan volume ekstrak awal dan air sebesar 1:1, dan pengenceran 4x (C3) adalah ekstrak yang diencerkan dengan perbandingan volume ekstrak awal dan air sebesar 1:3. Pengenceran ini dilakukan untuk mengetahui efek peningkatan ketersediaan air bebas terhadap pengujian, dimana radikal bebas yang terdapat pada sampel dapat menyerang molekul air dan menyebabkan reaksi berantai, serta membentuk senyawa radikal baru yang tentunya akan mempengaruhi pengujian, karena radikal bebas memiliki sifat yang sangat reaktif dan dapat menyerang senyawa lain (Winarsi, 2003).

B. Pengaruh ekstrak tulang iradiasi terhadap hemolisis eritrosit

Eritrosit dipilih karena sel eritrosit menggambarkan model sel yang sederhana. Walaupun tidak cukup mempunyai perlengkapan untuk sintesis protein dan mempunyai sedikit keistimewaan dibandingkan dengan sel-sel lainnya, membran sel ini mempunyai cukup fungsi, seperti transport aktif dan pasif, dan produksi gradien ionik dan elektrik. Pada penelitian ini diteliti ketahanan membran eritrosit terhadap peroksidasi, dimana radikal bebas dibentuk oleh

Dokumen terkait