• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

30) LSM Lingkungan

23) Dinas Pariwisata Kabupaten Donggala

24) DPRD Kabupaten Donggala 8) Subdin PSDA Dinas Kimpraswil Provinsi Sulteng 10) DPRD Provinsi Sulteng

4) Bappeda Provinsi Sulteng 6) BPN Provinsi Sulteng 7) Dinas Pertanian Provinsi Sulteng 5) Bapedalda Provinsi Sulteng 18) PPL/PKL 25) Perguruan Tinggi

17) Dinas Tata Ruang Kab. Donggala 22) Dinas Pendapatan Daerah Kab. Donggala 29) Wartawan

(Pers) 32) Kepolisian 33) Kejaksaan

20) Dinas Perindag Kab. Donggala 28) UKM/KUD 21) Dinas Kependudukan Kab. Donggala 27) Perbankan Level 1 Level 2 Level 3 Level 4 Level 5 Level 6 Level 8 Level 9 12. Bapedalda Kabupaten Donggala

58

Gambar 12. Diagram Indikator Peraturan Perundang-Undangan yang Melandasi Konservasi Sumber Daya Air di DAS Gumbasa

Posisi dan perbandingan besarnya bobot driver power-dependence (DP-D) relatif setiap peraturan perundang-undangan ditunjukkan pada Gambar 13 dan Tabel 14.

Gambar 13. Posisi Peraturan Perundang-Undangan yang Melandasi Konservasi Sumber Daya Air di DAS Gumbasa

0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 0,0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 0,9 1,0 Dependence (D) D ri v e r Po w e r (D P) (1) Independent Linkage Autonomous Dependent (2) (3) (6) (12) (4,14,15) (5,7) (8,10,21) (9,11) (13) (16) (17) (18,19,20,22) (23,24) (25) ’ ’ ’ ’ ’ ’ ’ ’ ’ ’ ’ ’’ ’ ’ Dri ver Power (DP ) Relatif Dependence(D) Relatif

Keterangan : Angka dalam kurung menunjukkan nomor/kode peraturan perundang-undangan

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 Nomor/Kode Peraturan Perundang-Undangan

D ri v e r P o w e r (D P )-D e p e n d e n c e (D ) Driver Power Dependence

59 Tabel 14. Posisi dan Bobot Peraturan Perundang-Undangan yang Melandasi

Konservasi Sumber Daya Air di DAS Gumbasa

Posisi Peraturan Perundang-Undangan Bobot

DP D Independent

(Pengaruh terhadap program kuat, tetapi keterkaitannya dengan peraturan perundang- undangan lainnya lemah)

1. UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber daya Air 2. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

3. UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya

12.PP No. 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan

1,00 0,94 0,71 0,65 0,13 0,13 0,13 0,25 Rata-rata 0,83 0,16 Linkage

(Pengaruh terhadap program dan keterkaitannya dengan peraturan perundang- undangan lainnya kuat)

6. UU No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup 0,65 0,50

Rata-rata 0,65 0,50

Dependent

(Pengaruh terhadap program lemah, tetapi keterkaitannya dengan peraturan perundang- undangan lainnya kuat)

8. UU No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah

10.PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air

16.RPP Tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam

18.Kepmen Kehutanan No. SK.421/Menhut-II/2006 tentang Fokus Kegiatan Pembangunan Kehutanan

19. Kepmen Kehutanan dan Perkebunan No. 146/Kpts-II/1999 Tentang Pedoman Reklamasi Bekas Tambang Dalam Kawasan Hutan

20.Kepmenneg LH No. 4 Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan AMDAL Kegiatan Pembangunan Pemukiman Terpadu

21. Kepmen Energi dan Sumber Daya Mineral No. 1451 K/10/Mem/2000 tentang Pedoman Teknis Evaluasi Potensi Air Bawah Tanah

22. Permen Kehutanan No. P.12/Menhut-II/2004 tentang Penggunaan Kawasan Hutan Lindung Untuk Kegiatan Pertambangan

23. Permen Kehutanan No. P.19/Menhut-II/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam

24. Peraturan Daerah (Perda) provinsi

25.Peraturan Daerah (Perda) kabupaten

0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,12 0,12 0,06 0,63 0,63 1,00 0,75 0,75 0,75 0,63 0,75 0,75 0,75 0,88 Rata-rata 0,07 0,75 Autonomous

(Pengaruh terhadap program dan keterkaitannya dengan peraturan perundang- undangan lainnya lemah)

4. UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

5. UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

7. UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

9. PP No 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom

11. PP No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

13. PP No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai

14. PP No. 27 Tahun 1991 tentang Rawa

15. RPP Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air

17. RPP Tahun 2007 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu 0,06 0,06 0,06 0,06 0,06 0,18 0,06 0,06 0,12 0,25 0,13 0,13 0,38 0,38 0,25 0,25 0,25 0,13 Rata-rata 0,08 0,24 Keterangan :

DP = Driver Power Relatif DP-D < 0,50 = Kecil/lemah/tidak penting D = Dependence Relatif DP-D ≥ 0,50 = Besar/kuat/penting

60

Hasil analisis ISM pada Gambar 13 dan Tabel 14, menunjukkan bahwa ada empat peraturan perundang-undangan yang berada di posisi independent, sehingga memiliki pengaruh sangat besar dalam konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa dan keterkaitannya pada perangkat kebijakan lain sangat kecil, terdiri tiga undang-undang, yaitu: UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber daya Air, UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dan satu peraturan pemerintah, yaitu PP No. 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan.

Peraturan perundang-undangan tersebut berdasarkan analisis ISM berada pada posisi independent dengan rata-rata bobot DP relatif= 0,83 dan D relatif= 0,16. Hal ini berarti peraturan perundang-undangan tersebut menjadi landasan yang sangat kuat terhadap konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa. Besarnya peran (driver power) mengindikasikan bahwa pengaruh peraturan perundang-undangan tersebut sangat besar. Sedangkan kecilnya ketergantungan (dependence) karena peraturan perundang-undangan tersebut memiliki keterkaitan yang lemah dengan peraturan perundang-undangan lain.

UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air sebagai pengganti UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan yang sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan perkembangan keadaan dan perubahan dalam kehidupan masyarakat dalam hal memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan empat aspek penting dalam pengelolaan sumber daya air, yaitu: 1) konservasi sumber daya air; 2) pendayagunaan sumber daya air; 3) pengendalian daya rusak air; dan 4) sistem informasi sumber daya air.

1) Konservasi sumber daya air

Konservasi sumber daya air mencakup perlindungan dan pelestarian sumber daya air dilakukan dalam cakupan wilayah resapan air, tangkapan air, sempadan, hulu, hilir, hutan dan kawasan pelestarian alam atas dasar pendekatan kesatuan tatanan ekosistem. Konservasi juga menekankan pengawetan air yang pada dasarnya mencakup prinsip penghematan penggunaan air, penampungan air pada waktu hujan, dan pengendalian penggunaan air tanah sampai pada tingkatan yang sustainable. Tujuan konservasi sumber daya air adalah: a) menjaga kelangsungan keberadaan sumber daya air, yaitu terjaganya keberlanjutan keberadaan air dan sumber air, termasuk potensi yang terkandung di dalamnya; b) menjaga kelangsungan daya dukung sumber daya air; yaitu kemampuan sumber daya air untuk mendukung perikehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya; serta c)

61

menjaga kelangsungan daya tampung air dan sumber air, yaitu kemampuan air dan sumber air untuk menyerap zat, energi, atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.

2) Pendayagunaan sumber daya air

Pendayagunaan sumber daya air dilakukan melalui kegiatan penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber daya air dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai. Konsekuensi dari kegiatan ini adalah penetapan zona pemanfaatan dan peruntukan air yang harus dijadikan acuan untuk penyusunan rencana tata ruang dan rencana pengelolaan sumber daya air. Prinsip-prinsip penetapan zona ini adalah keseimbangan antara fungsi lindung dan budidaya, keseimbangan kepentingan setiap jenis pemanfaatan air, kesesuaian dengan fungsi kawasan, pelestarian wilayah sempadan, penggunaan data teknis yang akurat, dan pelibatan peran masyarakat.

3) Pengendalian daya rusak air

Pengendalian daya rusak air dilakukan secara menyeluruh yang mencakup upaya pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan. Pengendalian daya rusak air diutamakan pada upaya pencegahan melalui perencanaan pengendalian daya rusak air yang disusun secara terpadu dan menyeluruh dalam pola pengelolaan sumber daya air. Pengendalian daya rusak air diselenggarakan dengan melibatkan masyarakat. Pengendalian daya rusak air menjadi tanggung jawab Pemerintah, pemerintah daerah, serta pengelola sumber daya air wilayah sungai dan masyarakat.

4) Sistem informasi sumber daya air.

Untuk mendukung pengelolaan sumber daya air, Pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan pengelolaan sistem informasi sumber daya air sesuai dengan kewenangannya. Informasi sumber daya air meliputi informasi mengenai kondisi hidrologis, hidrome-teorologis, hidrogeologis, kebijakan sumber daya air, prasarana sumber daya air, teknologi sumber daya air, lingkungan pada sumber daya air dan sekitarnya, serta kegiatan sosial ekonomi budaya masyarakat yang terkait dengan sumber daya air. Sistem informasi sumber daya air merupakan jaringan informasi sumber daya air yang tersebar dan dikelola oleh berbagai institusi. Jaringan informasi sumber daya air harus dapat diakses oleh berbagai pihak yang berkepentingan dalam bidang sumber daya air.

62

Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air ini banyak dikritik oleh pakar lingkungan, karena dinilai dapat memicu terjadinya degradasi lingkungan dan kerusakan ekologi, dan sangat membuka peluang terjadinya komersialisasi dan privatisasi sumber daya air sehingga pengelolaan salah satu sumber kehidupan itu lepas dari kontrol negara dan bias kepentingan publik. Air yang seharusnya memiliki fungsi sosial dan seharusnya dikuasai dan dikelola bersama karena berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, justru dikomersialisasikan dan diprivatisasi karena hanya dipandang sebagai komoditas yang memiliki potensi ekonomi tinggi. Dengan adanya privatisasi, sebuah perusahaan, apalagi yang berbasis pada penanaman modal asing, menjadi terjebak dalam sistem kapitalisme yang cenderung hanya mengejar keuntungan. Sementara itu, aspek-aspek lain, seperti aspek ekologi dan sosial menjadi terabaikan.

UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang direvisi melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2004, kemudian revisi tersebut ditetapkan menjadi undang-undang melalui UU No. 19 Tahun 2004.

Dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, tercermin bahwa paradigma pembangunan di bidang kehutanan mengalami perubahan mendasar, yaitu dari orientasi timber management menjadi forest resources management yang melihat hutan dan lahan sebagai satu kesatuan yang utuh, khususnya di dalam suatu wilayah pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). Besarnya dampak kerusakan hutan dan terbatasnya kapasitas pemerintah dalam upaya konservasi sumber daya air, pendekatan yang dilakukan haruslah bersifat strategik, komprehensif, operasional sesuai dengan lokalitas, melibatkan seluruh stakeholders, mampu memberdayakan masyarakat melalui pemberdayaan dalam menjaga pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam, dan kawasan pelestarian alam, sehingga dapat memberikan perlindungan kawasan di bawahnya dalam rangka menjamin ketersediaan air tanah, air permukaan dan unsur hara tanah.

Dalam UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dikemukanan bahwa konservasi sumber daya alam hayati adalah pengelolaan sumber daya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Ekosistem sumber daya alam hayati adalah sistem hubungan timbal balik antara unsur dalam alam, baik hayati maupun nonhayati yang saling

63

tergantung dan berpengaruh mempengaruhi. Sedangkan kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Dalam PP No. 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan dikemukakan bahwa perencanaan kehutanan adalah proses penetapan tujuan, penentuan kegiatan dan perangkat yang diperlukan dalam pengurusan hutan lestari untuk memberikan pedoman dan arah guna menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan. Maksud perencanaan kehutanan adalah untuk memberikan pedoman dan arah bagi pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, masyarakat, pelaku usaha, lembaga profesi, yang memuat strategi dan kebijakan kehutanan untuk menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan. Tujuan perencanaan kehutanan adalah mewujudkan penyelenggaraan kehutanan yang efektif dan efisien untuk mencapai manfaat fungsi hutan yang optimum dan lestari.

Kebijakan konservasi sumber daya air dimaksudkan untuk mempercepat pulihnya kondisi sumber daya air dan hutan yang rusak serta mempertahankan dan melindungi kawasan konservasi dan keanekaragaman hayati beserta ekosistemnya. Dalam kaitan dengan tujuan pemenuhan kebutuhan kayu, kebijakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan hutan tanaman yang produktif dan bernilai tinggi. Oleh karena itu, perlu dipahami hal-hal sebagai berikut: 1) keberhasilan rehabilitasi hutan memerlukan komitmen pemerintah pusat, propinsi, kabupaten/kota dan para pemangku kepentingan dengan dukungan dana, iptek dan SDM yang memadai; 2) Daerah Aliran Sungai (DAS) harus dijadikan unit analisis/perencanaan dalam konservasi sumber daya air; 3) Pembangunan Hutan Kemasyarakatan (HKM) harus mencirikan jenis tanaman pokok hutan unggulan setempat yang dipadukan dengan jenis tanaman yang bernilai tinggi; 4) model pembangunan hutan yang berkolaborasi dengan masyarakat perlu dikembangkan, termasuk model Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang dikembangkan oleh Perhutani. Namun demikian perlu diikuti dengan evaluasi atas keberhasilannya.

Maksud konservasi sumber daya air adalah untuk memberikan arahan dan pedoman bagi stakeholders (para pihak) dalam menyelenggarakan dan

64

melaksanakan konservasi sumber daya air, sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu terpulihnya sumber daya air yang rusak sehingga berfungsi optimal yang dapat memberikan manfaat kepada seluruh stakeholders, menjamin keseimbangan lingkungan dan tata air DAS, dan mendukung kelangsungan pembangunan sumber daya air dan kehutanan.

Namun, hingga saat ini keempat perangkat kebijakan tersebut belum dilaksanakan secara optimal, sehingga konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa belum memberikan hasil sesuai yang diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan tersebut tersebut.

Hasil analisis ISM pada Gambar 13 dan Tabel 14, menunjukkan bahwa hanya ada satu peraturan perundang-undangan yang berada di posisi linkge yang memiliki pengaruh besar dalam konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa, tapi keterkaitan pada perangkat kebijakan lain juga besar, yaitu: UU No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Peraturan perundang-undangan tersebut berdasarkan analisis ISM berada pada posisi linkage dengan rata-rata bobot DP relatif= 0,65 dan D relatif= 0,50. Hal ini berarti peraturan perundang-undangan tersebut menjadi landasan yang kuat terhadap konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa. Besarnya peran (driver power) mengindikasikan bahwa pengaruh peraturan perundang-undangan tersebut sangat besar, tapi besarnya ketergantungan (dependence) karena peraturan perundang-undangan tersebut sangat dipengaruhi oleh peraturan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup.

Pemberlakuan UU No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup belum sepenuhnya dilaksanakan, sehingga lingkungan hidup dan sumber- sumber kehidupan Indonesia berada di ambang kehancuran akibat eksploitasi berlebihan selama 32 tahun. Berlakunya otonomi daerah dengan tidak disertai tanggung jawab dan tanggung gugat dari pemerintah di tingkat pusat dan daerah, rakyat semakin terpinggirkan dan termarjinalkan haknya, sementara perusakan lingkungan dan sumber kehidupan berlangsung di depan mata. Keadaan ini kian memburuk seiring dengan reformasi yang setengah hati. Isu dan permasalahan lingkungan dan sumber kehidupan tidak menjadi perhatian serius para pengambil kebijakan. Akibatnya, korban akibat konflik dan salah urus kebijakan terus bertambah dan yang lebih menyedihkan sebagian besar adalah kelompok masyarakat yang rentan. Salah urus ini terjadi akibat paradigma pembangunanisme dan pendekatan sektoral yang digunakan. Sumber-sumber

65

penghidupan diperlakukan sebagai aset dan komoditi yang bisa dieksploitasi untuk keuntungan sesaat dan kepentingan kelompok tertentu, akses dan kontrol ditentukan oleh siapa yang punya akses terhadap kekuasaan. Masalah ketidakadilan dan jurang sosial dianggap sebagai harga dari pembangunan. Pembangunan dianggap sebagai suatu proses yang perlu kedisiplinan dan kerja keras, dan tidak dipandang sebagai salah satu cara cara dan proses untuk mencapai kemerdekaan untuk sejahtera lahir dan batin.

Dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang berkelanjutan, sumber daya alam dan lingkungan hidup perlu memperhatikan penjabaran lebih lanjut mandat yang terkandung dari Program Pembangunan Nasional, yaitu pada dasarnya merupakan upaya untuk mendayagunakan sumber daya alam yang dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal serta penataan ruang.

Hasil analisis ISM pada Gambar 13 dan Tabel 14, menunjukkan bahwa ada 11 peraturan perundang-undangan sebagai landasan lemah dalam implementasi kebijakan konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa, yaitu: UU No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, RPP Tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, Kepmen Kehutanan No. SK.421/Menhut-II/2006 tentang Fokus Kegiatan Pembangunan Kehutanan, Kepmen Kehutanan dan Perkebunan No. 146/Kpts- II/1999 Tentang Pedoman Reklamasi Bekas Tambang Dalam Kawasan Hutan, Kepmenneg LH No. 4 Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan AMDAL Kegiatan Pembangunan Pemukiman Terpadu, Kepmen Energi dan Sumber Daya Mineral No. 1451 K/10/Mem/2000 tentang Pedoman Teknis Evaluasi Potensi Air Bawah Tanah, Permen Kehutanan No. P.12/Menhut-II/2004 tentang Penggunaan Kawasan Hutan Lindung Untuk Kegiatan Pertambangan, Permen Kehutanan No. P.19/Menhut-II/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, Peraturan Daerah (Perda) provinsi, dan Peraturan Daerah (Perda) kabupaten.

Kelompok peraturan perundang-undangan tersebut berada di posisi dependent dengan rata-rata bobot DP relatif= 0,07 dan D relatif= 0,75, menunjukkan bahwa peraturan perundang-undangan tersebut menjadi landasan

66

yang lemah dalam konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa tetapi keterkaitannya terhadap perangkat kebijakan lain besar.

Kelompok peraturan perundang-undangan yang berada pada posisi autonomous berdasarkan hasil analisis ISM pada Gambar 13 dan Tabel 14, terdiri atas sembilan peraturan perundang-undangan, yaitu: UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, PP No 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom, PP No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, PP No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai, PP No. 27 Tahun 1991 tentang Rawa, RPP Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, dan RPP Tahun 2007 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu.

Peraturan perundang-undangan yang berada di posisi autonomous dengan rata-rata bobot DP relatif= 0,08 dan D relatif= 0,24, menunjukkan bahwa peraturan perundang-undangan tersebut menjadi landasan yang lemah dalam konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa dan keterkaitan terhadap peraturan perundang-undangan lainnya juga kecil.

Struktur Peraturan Perundang-Undangan yang Melandasi Konservasi Sumber Daya Air di DAS Gumbasa

Keterkaitan peraturan perundang-undangan dalam konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa dapat dilihat melalui struktur kepentingan setiap peraturan perundang-undangan, disajikan pada Gambar 14 yang menunjukkan urutan posisi kepentingan peraturan perundang-undangan, sehingga dapat dijelaskan urutan kepentingan peran masing-masing dalam konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa. UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber daya Air, UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menempati level kunci, yakni sebagai peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan paling kuat dalam konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa. Selanjutnya menyusul di level dua ditempati oleh PP No. 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan. Level tiga ditempati oleh UU No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Level empat ditempati oleh UU No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Peraturan Daerah (Perda) provinsi, dan Peraturan Daerah (Perda) kabupaten, serta Permen Kehutanan No. P.19/Menhut-II/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.

67

Gambar 14. Struktur Peraturan Perundang-Undangan yang Melandasi Konservasi Sumber Daya Air di DAS Gumbasa

Level lima ditempati oleh PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, RPP Tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, Kepmen Kehutanan No. SK.421/Menhut-II/2006 tentang Fokus Kegiatan Pembangunan Kehutanan; Kepmen Kehutanan dan Perkebunan No. 146/Kpts-II/1999 Tentang Pedoman Reklamasi Bekas Tambang Dalam Kawasan Hutan, Kepmenneg LH No.

1) UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber daya Air

2) UU No. 41 Tahun 1999

tentang Kehutanan

3) UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber

Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya 6) UU No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup 12) PP No. 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan

23) Permen Kehutanan No. P.19/Menhut-II/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka

Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam 24) Peraturan Daerah

(Perda) provinsi

13) PP No. 35 Tahun 1991 tentang Sungai 17) RPP Tahun 2007 tentang

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu 25) Peraturan Daerah

(Perda) kabupaten

15) RPP Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air

8) UU No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat

dan Daerah

10) PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air 16) RPP Tahun 2006

tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam

dan Kawasan Pelestarian Alam

18) Kepmen Kehutanan No. SK.421/Menhut- II/2006 tentang Fokus Kegiatan Pembangunan

Kehutanan

19) Kepmen Kehutanan dan Perkebunan No. 146/Kpts- II/1999 Tentang Pedoman Reklamasi Bekas Tambang

Dalam Kawasan Hutan 20) Kepmenneg LH No. 4

Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan AMDAL Kegiatan Pembangunan Pemukiman

Terpadu

21) Kepmen Energi dan Sumber Daya Mineral No. 1451 K/10/Mem/2000 tentang Pedoman Teknis Evaluasi Potensi Air Bawah Tanah 22) Pernen Kehutanan No.

P.12/Menhut-II/2004 tentang Penggunaan Kawasan

Hutan Lindung Untuk Kegiatan Pertambangan 14) PP No. 27 Tahun 1991 tentang Rawa 4) UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang 5) UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional 7) UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah 9) PP No 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom 11) PP No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Level 2 Level 3 Level 4 Level 5 Level 1

68 4 Tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan AMDAL Kegiatan Pembangunan Pemukiman Terpadu, Kepmen Energi dan Sumber Daya Mineral No. 1451 K/10/Mem/2000 tentang Pedoman Teknis Evaluasi Potensi Air Bawah Tanah, dan Permen Kehutanan No. P.12/Menhut-II/2004 tentang Penggunaan Kawasan Hutan Lindung Untuk Kegiatan Pertambangan.

Berdasarkan Gambar 14, dapat disimpulkan bahwa peraturan perundang- undangan yang menjadi landasan kuat dalam konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa terdiri atas empat peraturan perundang-undangan di posisi independent dan satu peraturan perundang-undangan di posisi linkage. Keempat peraturan perundang-undangan di posisi independent menjadi landasan sangat kuat dalam konservasi sumber daya air di DAS Gumbasa, tapi tidak terkait perangkat

Dokumen terkait