• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lingkungan Hidup

Dalam dokumen renstra 2012 2017 renstra 2012 2017 (Halaman 51-58)

TAHUN PEMBELIAN

A. Lingkungan Hidup

1. Kerusakan Danau Limboto

Masalah utama yang dihadapi adalah penyusutan luas dan pendangkalan danau. Pada tahun 1932, rata-rata kedalaman Danau

Limboto 30 meter dengan luas areal 7.000 Ha, pada tahun 1961 rata-rata kedalaman Danau Limboto berkurang menjadi 10 meter dan luas areal menjadi 4.250 Ha. Pada tahun 1990-2011 kedalaman Danau Limboto tinggal rata-rata 2 meter dan luasnya sisa 2.537,5 Ha. Diproyeksikan bahwa Danau Limboto 5 tahun kedepan tingkat kedalamannya tinggal 1 meter dan luasnya sisa 1.500 Ha.

2. Penurunan Kualitas Air Danau Limboto

Berbagai aktivitas masyarakat di sekitar dan di dalam kawasan danau juga mengancam dan memperburuk kelestarian fungsi danau. Saat ini kualitas air Danau Limboto

mengalami penurunan akibat limbah domestik, aktivitas budidaya yang dilakukan di dalam danau, dan sedimentasi danau akibat erosi di daerah hulu sungai. Monitoring kualitas air danau menunjukkan

beban pencemaran organik yang tinggi dari sumber aliran yang melalui kawasan perkotaan tersebut, seperti terlihat pada kandungan oksigen terlarut di Sungai Alo 0,77 mg/l, Sungai Biyonga 0,94 mg/l, dan kandungan total nitrogennya adalah 2,69 mg/l, sementara total fosfornya 1,44 mg/l. Akibat eutrofikasi berbagai tanaman pengganggu tumbuh subur yang banyak menyerap air dan dapat mempercepat pendangkalan danau. Eceng gondok di Danau Limboto tumbuh meluas. Luas sebaran eceng gondok mencapai sekitar 30 % dari luasan danau.

3. Pencemaran Air Sungai

Kualitas air di beberapa sungai di Provinsi Gorontalo rendah. Hasil pemantauan kualitas air sungai yang dilakukan oleh BLHRD bekerjasama dengan Kementerian Negara Lingkungan Hidup serta Balai Teknologi Kesehatan Lingkungan (BTKL) Manado pada tahun 2011 menunjukkan beberapa parameter sudah melebih nilai ambang batas yang dipersyaratkan, seperti:

 Sungai Andagile secara umum tergolong BURUK atau CEMAR BERAT (Kelas D) dengan uraian bahwa di bagian hulu kisaran nilai skor – 29 (CEMAR SEDANG), bagian tengah kisaran nilai skor – 55

(CEMAR BERAT) dan di bagian hilir kisaran nilai skor – 71

(CEMAR BERAT). Di bagian hulu terdapat tiga parameter yang

menjadi polutan atau melebihi baku mutu, yaitu BOD, Coliform dan E.Coli, di bagian tengah terdapat tiga parameter yang menjadi polutan atau melebihi baku mutu yaitu BOD, Nitrit, dan Coliform, sedangkan di bagian hilir terdapat empat parameter yang menjadi polutan atau melebihi baku mutu, yaitu BOD, Nitrit, Coliform dan E.Coli.

 Sungai Paguyaman cemar RINGAN sampai cemar SEDANG, Sungai Bone masih tergolong cemar RINGAN, Sungai Taluduyunu cemar SEDANG, Sungai Buladu cemar RINGAN sampai cemar SEDANG, dan Sungai Biongan masih tergolong cemar RINGAN

Diproyeksikan untuk 5 tahun ke depan jumlah sungai yang akan menurun kualitasnya akan meningkat 75%.

4. Penurunan Kualitas Udara Berdasarkan hasil pemantauan kualitas udara di Provinsi Gorontalo pada tahun 2007-2011

menunjukkan bahwa kualitas udara di Provinsi Gorontalo pada umumnya masih dalam kategori baik, namun

mengalami penurunan kualitas dari tahun ketahun, kecuali beberapa lokasi yang sudah melebihi baku mutu seperti di depan hasrat Kota Gorontalo dan hasrat di Kabupaten Pohuwato. Hal tersebut disebabkan karena laju pertumbuhan kendaraan beroda empat maupun beroda dua dan pertumbuhan industri sangat cepat. Apabila hal tersebut tidak diantisipasi maka 5 (lima) tahun kedepan kualitas

udara ambient akan mengalami penurunan sampai dibawah baku mutu yang dipersyaratkan. Dalam mencapai kualitas udara yang diinginkan, maka perlu dilakukan upaya-upaya pengendalian pencemaran udara. Salah satu kegiatan pengendalian pencemaran udara adalah pengukuran dan pemantauan terhadap kualitas udara tersebut.

5. Kerusakan Mangrove dan Terumbu Karang

Salah satu potensi pesisir di Provinsi Gorontalo adalah terumbu karang dan hutan mangrove. Sumberdaya pesisir ini diperkirakan telah berada dalam ambang kerusakan. Tingkat kerusakan diperkirakan rata-rata mencapai 40-65%. Apabila tidak dilakukan tindakan konservasi secepatnya, maka 5 (lima) tahun ke depan kerusakan akan semakin meluas hingga mencapai 60-75 %.

6. Kerusakan DAS dan Banjir Kejadian banjir di Provinsi Gorontalo terjadi hampir setiap tahun dan mengakibatkan kerusakan dan kerugian terhadap infrastruktur, seperti jalan, jembatan, sekolah,dan lain-lain. Jumlah kerugian akibat banjir di Provinsi

Gorontalo, apabila di lakukan penanganan maka di proyeksikan untuk 5 tahun ke depan kerugian tersebut akan semakin meningkat hingga mencapai 40%.

7. Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI)

Kegiatan pertambangan

sangat potensial menimbulkan degradasi

lingkungan hidup jika tidak dilakukan secara

hati-hati. Kegiatan pertambangan emas di

Provinsi Gorontalo tersebar di beberapa wilayah yaitu Wilayah Marisa Kabupaten Pohuwato, wilayah Pasolo Desa Buladu, Kecamatan Sumalata dan

wilayah tambang Mopuya Desa Kaidundu, Kecamatan Bone Pantai Kabupaten Bone Bolango, wilayah Suwawa Kabupaten Bone Bolango, dan wilayah Boliohuto Kabupaten Boalemo. Permasalahan yang terjadi akibat kegiatan pertambangan emas adalah pencemaran logam berat Hg pada badan air sungai. Kandungan merkuri pada air sungai tersebut kemudiaan akan mengalir menuju ke muara dan akhirnya akan masuk ke perairan laut. Hasil Pemantauan Kualitas Lingkungan BLHRD tahun 2010 menunjukkan bahwa penambangan emas di Desa Buladu dan Desa Kaidundu telah menyebabkan kandungan logam berat Hg (merkuri) pada badan air sungai Dubalango dan Sungai Mopuya telah melewati ambang batas baku mutu (0,001 mg/l). Kadar Hg pada badan air dan sedimen sungai dubalango (sungai sekitar penambangan pasolo) adalah masing-masing berkisar antara 0,0002 – 0,016038 mg/l dan 104,2172 – 927,2519 mg/l, sedang konsentrasi Hg pada badan air dan sedimen Sungai Mopuya (sungai sekitar penambangan Mopuya) adalah masing-masing berkisar antara 0,0002-0,2457 mg/l dan 22,7798 – 53,1579 mg/l.

8. Tingkat Ketaatan Pemrakarsa Kegiatan dalam Pengelolaan Lingkungan

Tingkat ketaatan pemrakarsa kegiatan dalam pengelolaan lingkungan masih rendah. Berdasarkan hasil pemantauan pada tahun 2011 menunjukkan bahwa tingkat ketaatan pemrakarsa kegiatan dalam pengelolaan lingkungan baru mencapai 35%. Kondisi tersebut sangat berpengaruh terhadap perubahan kualitas lingkungan seperti perubahan kualitas air permukaan, perubahan kualitas udara, dan pencemaran tanah.

9. Kebersihan dan Kehijauan Kota (Clean and Green City) Perkembangan penduduk

yang pesat terutama karena urbanisasi telah menimbulkan masalah meningkatnya jumlah sampah yang dihasilkan dan menyempitnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) akibat pesatnya pembangunan

perumahan dan sarana umum lainnya. Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang pesat, meningkatkan resiko polusi udara. Pemerintah Pusat melaksanakan Program Adipura dalam upaya peningkatan kebersihan dan kehijauan kota. Masalah-masalah yang dihadapi dalam mewujudkan Clean and Green City adalah:

 Kesenjangan antara jumlah sampah yang dihasilkan dan yang terangkut. Di Kota Gorontalo jumlah sampah sebanyak 683 m3/hari, sedangkan yang terangkut hanya sebanyak 383 m3/hari atau 56 %. Hal ini disebabkan kurangnya prasarana dan sarana pengangkut. Selain itu, Tempat Pembuangan Akhir Sampah yang tersedia belum representatif.

 Kurangnya komitmen pemerintah kabupaten dalam pengelolaan lingkungan umumnya dan dalam mewujudkan kebersihan dan kehijauan kota yang tercermin dari kesiapan institusi lingkungan hidup dan dana yang dialokasikan untuk pengelolaan lingkungan hidup.

 Rendahnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. 10. Partisipasi Masyarakat

Hasil penelitian terdapat partisipasi masyarakat terhadap kelestarian lingkungan hidup

menunjukkan hal-hal sebagai berikut:

 Pemahaman dan

wawasan masyarakat pedesaan, pesisir laut, dan perkotaan terhadap pengelolaan lingkungan

perumahan dan

sekitarnya cukup baik. Namun demikian, penggunaan zat sintetis yang berpotensi untuk pencemaran lingkungan sebagian besar masyarakat beranggapan tidak berbahaya. Sekitar 39% masyarakat menggunakan sungai sebagai tempat buang air besar, 31% masyarakat pesisir buang air besar di pantai dan 19 % masyarakat pesisir buang air di sungai.

 Hampir 40% laki-laki dan 48% perempuan di pedesaan menyadari akan bahaya penggunaan pestisida terhadap lingkungan.

 Sebagian besar masyarakat pedesaan (40%) belum menyadari bahaya erosi dan banjir jika berkebun di lahan miring tanpa teras.  Lebih dari 25% responden menyatakan setuju untuk membuka

 Sekitar 30% masyarakat laki-laki dan perempuan menyatakan setuju pemanfaatan kayu hutan untuk pembangunan rumah dan diperdagangkan.

 Sebagian besar responden laki-laki (57.4%) dan perempuan (78.1%) menyatakan setuju memanfaatkan kayu mangrove untuk kepentingan ekonomi (tambak dan kayu bakar).

 Keterlibatan masyarakat pesisir laut dalam memanfaatkan terumbu karang untuk hiasan, pondasi rumah dan kepentingan lainnya cukup tinggi. Sebanyak 78.6% laki-laki dan 53.3% perempuan terlibat dalam pengambilan terumbu karang.

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dan pelestarian lingkungan hidup baru berkisar 25-30%, dan apabila tidak dilakukan upaya peningkatan partisipasi masyarakat maka diproyeksikan untuk 5 tahun ke depan partisipasi masyarakat tidak akan meningkat secara signifikan.

11. Nilai tambah produk pertanian, perikanan, perkebunan dan peternakan rendah

Potensi perikanan di Provinsi Gorontalo relatif besar yaitu potensi perikanan darat, payau dan perikanan laut. Potensi perikanan Gorontalo berada di Perairan Teluk Tomini dan Laut Sulawesi. Potensi perikanan di Teluk Tomini sebesar 595.620 ton dan yang dimanfaatkan 33.2 %, sedangkan di Laut Sulawesi sebesar 630.470 ton tetapi yang dimanfaatkan sebesar 37.6 %.

Dalam dokumen renstra 2012 2017 renstra 2012 2017 (Halaman 51-58)

Dokumen terkait