• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ruang Lingkup Digital Library

Pembahasan tentang perpustakaan digital atau digital library sangat luas cakupannya. Terlepas dari berbagai definisi yang telah dibangun oleh beberapa pakar di bidang ilmu perpustakaan maupun IT, konsep digital library memiliki karakteristik umum, yaitu: memuat informasi digital, disebarluaskan melalui jejaring berbasis teknologi (network), dan menggunakan perangkat elektronik dalam mengakses informasi.

Ada beberapa karakteristik yang menjadi indikator perpustakaan digital. Kresh (2007) dalam The Whole Digital Library Handbook memaparkan ada beberapa tema perpustakaan digital. Pertama, perpustakaan digital mencakup seluruh siklus informasi secara penuh: mulai dari menangkap informasi pada saat informasi tersebut diciptakan, membuat informasi dapat diakses, mempertahankan dan memliharanya dalam bentuk yang memberikan manfaat bagi komunitas pengguna, dan terkadang membuang informasi. Kedua, ruang lingkup konten digital yang ada lebih luas cakupannya meliputi sumber-sumber primer, seperti statistik, data sesnsus, dokumen arsip dan lain-lain. Ketiga, adanya kebutuhan untuk mempertahankan kesesuaian koleksi perpustakaan. Isi dari sebuah artikel jurnal terkadang terdapat juga didalam sebuah katalog, pangkalan data indeks dan abstak, dan perpustakaan digital.

Dari aspek konten digital, koleksi digital dapat dibangun dengan dua cara utama, yaitu: membeli koleksi digital berupa electronic book atau electronic journal; dan melakukan digitalisasi koleksi cetak yang ada kedalam bentuk digital menggunakan perangkat pemindai (scanner). Cara yang pertama biasa digunakan oleh perpustakaan dalam pengembangan koleksi elektronik berupa buku dan jurnal elektronik. Sedangkan cara ke dua, biasanya dilakukan perpustakaan dalam pengembangan koleksi abu-abu (grey literature) dimana

hasil-hasil penelitian, skripsi, tesis dan disertasi dialih-mediakan dengan cara memindai kedalam bentuk digital dan disajikan secara online.

Lesk (2005) memberikan ruang lingkup perpustakaan digital dari beberapa kategori. Kategori pertama adalah pengguna atau pembaca. Sama seperti perpustakaan konvensional pada umumnya, bahwa pengguna atau pembaca perpustakaan pada umumnya berasal dari berbagai latar demografi yang berbeda; mulai dari anak-anak hingga lansia. Karena konsep perpustakaan digital pada dasarnya merupakan bentuk peningkatan dari perpustakaan konvensional, maka pengguna perpustakaan digital juga tidak jauh berbeda dari perpustakaan konvensional. Pengguna perpustakaan digital meliputi kelompok komunitas anak-anak hingga komunitas dewasa, laki-laki dan perempuan, dari berbagai latar usia.

Anak-anak pada tingkat sekolah dasar hingga menengah atas saat ini telah menggunakan berbagai konten digital sebagai sumber informasi dalam memenuhi kebutuhan pendidikan maupun dalam mencari solusi permasalahan kehidupan sehari-hari. Sumber informasi digital telah menjadi andalan dalam membantu menyelesaikan persoalan-persoalan misalnya bagaimana mengoperasikan suatu perangkat teknologi, bagaimana mengobati suatu penyakit, atau informasi terkait hiburan. Informasi digital menjadi andalan karena kemudahannya dalam mengakses dan kecepatannya dalam menemukan informasi yang dubutuhkan.

Pada kelompok komunitas pelajar di perguruan tinggi atau universitas kebutuhan terhadap informasi digital lebih meningkat dan intens lagi. Hampir semua persoalan dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik memanfaatkan informasi digital. Lebih dari sekedar memenuhi kebutuhan dalam menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan, informasi digital juga menjadi andalan bagi para pengajar dan peneliti di perguruan tinggi dalam melakukan

penelitian. Pada tahap ini, informasi digital dikelola lagi untuk memproduksi informasi baru berupa teori dan ilmu pengetahuan. Perguruan tinggi atau universitas menjadi tempat dimana informasi digital dikemas ulang untuk dipublikasikan kepada masyarakat umum secara digital pula untuk dapat digunakan lagi. Begitu seterusnya siklus yang berlangsung secara terus menerus terhadap informasi dan konten digital.

Kategori kedua sebagai ruang lingkup perpustakaan digital adalah kategori pengarang. Dahulu, untuk menyebarluaskan karya intelektualnya, pengarang harus mencetak karya intelektualnya dan mengirimkan naskah tulisnya ke penerbit. Penerbit lalu mencetak diatas kertas dan membutuhkan waktu proses yang tidak singkat. Dengan cara ini penerbit biasanya akan mengenakan biaya yang tidak sedikit dari produk cetakannya yang meliputi biaya pengadaan kertas, tinta, dan proses yang lama. Oleh karena itu orang mencari solusi yang lebih murah dengan menerbitkan hasil karya intelektualnya secara digital.

Penerbitan secara digital oleh para pengarang buku dan penulis lainnya dilakukan dengan berbagai strategi. Sebagian pengarang mengirimkan naskah digitalnya ke penerbit buku atau jurnal digital; namun sebagian lainnya menggunakan website pribadinya untuk mengunggah dan menyebarluaskan karya intelektualnya.

Kategori ketiga adalah pengendalian alur informasi. Dengan semakin pesatnya perkembangan informasi digital, peran perpustakaan dan penerbit semakin kabur. Para pembaca saat ini mengakses sumber informasi langsung ke penerbit, baik dalam bentuk electronic book (e-book) atau electronic journal (e-journal). Sebaliknya, penerbit yang seyogyanya melalui perpustakaan dalam mendistribusikan produk, saat ini secara langsung memberikan layanan kepada pembaca. Melalui web, penerbit seperti Sagung

Seto dan lain-lain menjajakan koleksi bukunya langsung kepada pengguna tanpa melalui perpustakaan. Beberapa lembaga dan organisasi pemerintah menyediakan berbagai informasi terkait kebijakan pemerintah di website yang dapat diakses langsung oleh pembaca tanpa melalui perpustakaan. Misalnya, berbagai peraturan terkait ketenagakerjaan dan kualifikasi yang dibutuhkan tersedia peraturannya pada website Kementerian Ketenagakerjaan (https:// skkni.kemnaker.go.id/documents). Padahal, pada perpustakaan konvensional dokumen pemerintah merupakan koleksi perpustakaan yang sangat penting yang mempunyai peraturan tersendiri dalam mengakses dan menggunakannya, berbeda dengan koleksi lainnya. Biasanya dilayankan dengan pinjaman singkat.

Kategori keempat terkait dengan aspek pendidikan. Keberadaan perpustakaan digital di lembaga pendidikan, khususnya Perguruan Tinggi merupakan sebuah transformasi sumber belajar yang sangat pesat. Kemudahan pemanfaatan informasi digital untuk kebutuhan pendidikan bukan hanya sekedar memberi manfaat, tetapi juga memang diharapkan. Buku teks yang dahulunya dalam bentuk cetak, kini dikemas dalam bentuk digital sehingga lebih meningkatkan efektifitas dan efisiensi sebagai sumber rujukan akademik. Para pengajar berlomba-lomba menciptakan bahan perkuliahan dalam bentuk digital atau yang lebih dikenal dengan sebutan “courseware” untuk dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa. “Courseware” bukan hanya semata-mata diciptakan oleh para pengajar di perguruan tinggi atau dosen, tetapi para penerbit, Lembaga pemerintah dan komunitas penulis juga menciptakan “courseware”. Kenyataan ini menegaskan bahwa hampir semua komunitas yang terkait dengan publikasi informasi mengambil manfaat teknologi digital untuk memproduksi sumber-sumber belajar digital lainnya selain buku teks. Produk-produk digital ini tidak lagi dijual untuk kepentingan bisnis semata, melainkan sudah banyak yang disebiakan secara

terbuka dan gratis. Dengan memanfaatkan teknologi open source seperti D-Space dan Eprints, para pengajar dapat mempublikasikan bahan ajar digitalnya tanpa harus membayar mahal penerbit. Mereka cukup mempublikasikan karya tulisnya pada software tersebut dan mahasiswa sudah dapat mengakses bahan ajar mereka tanpa biaya.

Kategori berikutnya terkait dengan ilmu pengetahuan (science). Ilmu pengetahuan terkait dengan peralihan paradigma yang didukung dengan data-data. Dahulu para ilmuwan harus mengumpulkan data, mengelola dan menguji coba data, lalu menganalisa dan menyajikan data untuk menghasilkan sebuah ilmu pengetahuan baru. Saat ini, sesorang cukup mencari jawaban terhadap permasalahan yang ada melalui fasilitas online karena data-data yang sangat banyak telah dikumpulkan dan tersedia untuk diakses kapan dan dimana saja. Internet telah menjadi basis data yang sangat besar dalam bidang ilmu apa saja. Internet juga telah menjadi tempat penyimpanan buku-buku elektronik yang tak terhitung jumlahnya. Hanya saja seseorang perlu pengetahan dan keterampilan dalam menggunakan fasilitas Internet dengan memanfaatkan cara-cara tertentu, bahasa yang dapat dipahami oleh mesin untuk menampilkan informasi yang dibutuhkan.

Kategori yang terakhir terkait dengan perkembangan teknologi dan kreatifitas. Internet memungkinkan semua orang untuk menulis, menggambar, mengarang dan mendistribusikan informasi secara luas. Dengan demikian teknologi Internet secara tidak langsung telah menjadi faktor pendorong meningkatkan kreatifitas manusia. Produk yang dihasilkan bukan hanya dalam teks, tetapi juga gambar, animasi dan lain-lain dalam bentuk digital.

Dengan melihat paparan diatas, kita dapat memahami bahwa pembahasan perpustakaan digital sungguh sangat luas meliputi berbagai aspek. Kondisi ini akan terus meningkat dengan sangat

cepat dan semakin luas cakupannya. Pada gilirannya pembahasan tentang perpustakaan digital akan terkait dengan aspek sosial, bisnis dan ekonomi, budaya dan tradisi, bahkan mungkin kedepannya terkait dengan aspek nilai dan norma-norma keagamaan. Untuk itu penelitian lebih lanjut perlu dilakukan dan dikembangkan untuk lebih memperkaya wahana ilmu pengetahuan melalui perspektif transdisipliner.