• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR /LAUT BERKELANJUTAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Logam dan Logam Berat

Logam adalah unsur yang dapat diperoleh dari laut, erosi batuan tambang, Vulkanisme dan sebagainya (Clark, 1986). Logam-logam dari dalam bumi digolongkan sebagai sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui. Secara kimiawi, logam bereaksi menuju tingkat stabil (biasanya dengan cara membentuk garam atau bentuk unsur stabil) (Palar, 1994). Menurut Sanghoon (2006), menganalisis logam dalam tanah dan lapisan tanah mengandung mineralogi komposisi tanah (As, Cd, Cr, Cu, Ni, Pb dan Zn) menggunakan XRD. Fluktuasi proses pemisahan endapan mineral, mobilitas, potensi racun sangat tinggi (Caetano, 2003). Logam di tanah berfluktuasi lebih luas di banding unsur-unsur utama. Cu, Pb dan Zn lebih tinggi di daerah tailing hasil tambang, meskipun pengaruh kontaminasi sumbernya jelas kosentrasi perubahan dengan jarak tetap tidak sistimatis menurut Kim et al., (2002).

Berbeda dengan logam biasa, logam berat adalah istilah yang digunakan secara umum untuk kelompok logam berat dan metaloid yang dentisitasnya lebih besar dari 5 g/cm³ (Hutagalung et al., 1999). Logam berat di perairan terdapat dalam bentuk terlarut dan tersuspensi (terikat dengan zat padat tersuspensi). Logam berat di perairan khususnya di muara sungai memiliki sifat konserfatif dan nonkonservatif (Chester, 1993). Sedangkan Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar 5 gr/cm³, terletak di sudut kanan bawah pada daftar berkala, memiliki afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari periode 4 sampai 7 (Miettinen, 1977 dalam Luter, 2005). Unsur-unsur logam berat tersebut biasanya erat kaitannya dengan masalah pencemaran dan toksisitas. Berdasarkan sifat fisika dan kimianya, tingkat atau daya racun logam berat terhadap hewan air dapat diurutkan (dari tinggi ke rendah) sebagai berikut merkuri (Hg), cadmium (Cd), seng (Zn), timbal (Pb), kadmium (Cd), nikel (Ni), dan cobal (Co) (Sutamihardja et al., 1982). Menurut Darmono, daftar urut toksisitas logam berat paling tinggi ke paling redah terhadap manusia yang mengkomsumsi ikan adalah Hg²+ > Cd²+ >Ag²+> Ni²+> Pb²+> As²+> Cd²+ >Sn²+ >Zn²+, (2001). Sedangkan menurut kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1990), sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) yaitu :

1. Bersifat toksik tinggi yang terdiri atas unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu dan Zn, 2. Bersifat toksik menengah yang terdiri dari Cr, Ni dan Co

3. Bersifat toksik sangat rendah yang terdiri dari Mn dan Fe.

Sebagian dari logam berat bersifat essensial bagi organisme air untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya, antara lain dalam pembentukan haemosianin dalam sistem darah enzimatik pada biota (Darmono, 1995). Menurut Darmono (2001), logam berat masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui beberapa jalan yaitu pernapasan, pencemaran, dan penetrasi melalui kulit. Absorpsi logam melalui saluran pernafasan biasanya cukup besar, baik pada biota air yang masuk melalui saluran insang, maupun biota darat yang masuk melalui debu di udara ke saluran pernafasan. Absorpsi melalui pencernaan hanya beberapa persen saja, akan tetapi jumlah logam yang masuk melalui saluran pencernaan biasanya cukup besar, walaupun persentase penyerapannya kecil. Logam yang masuk melalui kulit jumlah penyerapannya relatif kecil.

Logam berat bersifat toksik karena logam berat tersebut dapat diberikatan dengan ligan dan struktur biologi. Sebagian besar logam menduduki ikatan tersebut dalam beberapa jenis enzim dalam tubuh. Ikatan-ikatan ini dapat mengakibatkan tidak aktifnya enzim yang bersangkutan, hal inilah yang menyebabkan terjadinya toksisitas logam tersebut. Logam yang terikat pada enzim sulit didentifikasi karena tidak diketahui enzim mana yag menjadi target dari ikatan logam tersebut. Afinitas atau daya gabung dan ikatan logam dengan enzim biasanya sangat kuat (Darmono, 1995). Biasanya logam tertentu terikat dalam daerah ikatan yang spesifik untuk setiap logam dan hasil ini dapat dilihat dari gejala dan tanda-tanda serta gangguan yang ditimbulkan. Tempat ikatan logam yang spesifik tersebut menjadi dasar perkiraan dari organ atau jaringan yang sensitif terhadap keracunan logam yang memiliki dosis rendah. Pada pemberian dosis yang lebih tinggi, jaringan lain mungkin akan terganggu juga, karena menduduki ikatan pada jenis enzim yang lebih banyak.

Lingkungan logam berat timbal (Pb), kadmium (Cd), seng (Zn), mercuri (Hg), arsenic (As), perak (Ag), krom (Cr), tembaga (Cu), besi (Fe), dan unsur kelompok platina didefinisikan sebagai keutuhan sekeliling organisme atau kelompok organisme khususnya kondisi fisik eksternal itu mempengaruhi dan

dipengaruhi pertumbuhan, pengembangan dan kelangsungan hidup organisme (Duruibe et al., 2007). Logam-logam berat pada dasarnya hasil dari proses pengolahan mineral bijih (Peplow, 1999). Pencemaran logam berat permukaan dan air bawah tanah merupakan hasil sumber dari polusi tanah meningkat akibat dari penambangan bijih yang dibuang ditempat permukaan untuk penutupan permukaan galian (Garbarino et al., 1995).

2.5.1. Nikel (Ni)

Nikel (Ni) pada kerak bumi sekitar 75 mg/kg (Moore, 1991). Nikel merupakan elemen transisi yang dapat menghambat campuran logam feros dan fros. Kelimpahan nikel pada kulit bumi berada pada urutan ke 21 yaitu sebesar 0,02%, dan pada air laut berada pada urutan ke-40 yaitu diperkirakan mengandung 540 mg/m³. Nikel ditemukan di alam dalam dua bentuk bijih yang dapat diekplorasi yaitu bijih sulfida dan bijih laterik. Bijih sulfida mengandung 1-3% Nikel. Bijih laterik ditemukan dalam dua bentuk senyawa, yaitu oksida dan silikat (Alam Z, 2003).

Logam nikel murni tidak ditemukan di alam, tetapi dihasilkan dari proses pemisahan yang cukup rumit di dalam industri (Parker, 1987). Nikel yang terdapat dalam sistem akuatik berada alam bentuk garam terlarut, padatan tersuspensi, dan membentuk kombinasi dengan bahan organik yang berasal dari sumber-sumber biologi. Nikel juga terdapat dalam sedimen dan biota perairan. Kebanyakan dari garam nikel umumnya relatif mudah larut dan masuk ke dalam badan air sebagai hasil pelindian alamiah dari bijih logam dan tanah. Pembentukan nikel yang terlokalisasi dalam air mungkin juga akibat dari proses-proses industri seperti peleburan, pelapisan, dan manufaktur atau dari pembakar dan penambangan minyak bumi. Dalam tubuh makhluk hidup perairan terutama alga dan bakteri, logam nikel berperan penting dalam mengkatalisis reaksi pembentukan urea dan hidrogen.

Kadar nikel (Ni) pada kerak bumi sekitar 75 mg/kg (Moore, 1991). Pada proses pelapukan, nikel membentuk mineral hidrolisat yang tidak larut. Di perairan nikel ditemukan dalam bentuk koloid. Garam-garam nikel misalnya nikel amonium sulfat, nikel nitrat, dan nikel klorida bersifat larut dalam air. Pada kondisi aerob dan pH < 9, nikel membentuk senyawa kompleks dengan hidroksida, karbonat, dan

sulfat. Pada pH > 9 nikel membentuk senyawa kompleks dengan hidroksida dan karbonat, dan selanjutnya mengalami presipitasi. Demikian juga pada kondisi anaerob, nikel bersifat tidak larut (Moore, 1991).

Secara umum nikel di perairan merupakan unsur yang bersifat nonkonservatif, akan tetapi menunjukan sifat konservatif di muara sungai (Chester, 1993). Sumber utama nikel berasal dari pengikisan batuan yang ada di sungai (Bryan, 1976). Nikel di muara sungai menunjukan konsetrasi yang semakin meningkat dengan peningkatan kekeruhan. Peningkatan konsentrasi nikel terlarut pada tingkat kekeruhan yang tinggi terjadi karena proses desorpsi dari partikel- partikel yang ada di muara sungai dan proses resuspensi. Kadar nikel di perairan tawar alami adalah 0,001 – 0,003 mg/liter (Effendi, 2003); sedangkan pada perairan laut berkisar antara 0,005 – 0,007 mg/liter (McNeely et al., 1979). Untuk melindungi kehidupan organisme di akuatik, kadar nikel sebaiknya tidak lebih melebihi 0,025 mg/liter (Effendi, 2003). Nikel termasuk unsur yang memiliki toksisitas rendah. Nilai LC50 nikel terhadap beberapa jenis ikan air tawar dan ikan

air laut berkisar 1 – 100 mg/liter. Urutan toksisitas beberapa logam dari yang sangat rendah sampai yang sangat tinggi berturut-turut adalah Sn<Ni<Pb<Cr<Co<Cd<Zn<Cu<Ag<Hg (Moore, 1991).

2.5.2. Besi (Fe)

Besi dalam perairan merupakan salah satu jenis trace metals (Chester, 1993). Konsentrasi besi (Fe) terlarut yang terdapat dalam di perairan alami (tidak tercemar) sekitar 0,00004 ppm (Chester, 1993). Konsentrasi besi di muara sungai tercatat lebih besar, disebabkan adanya kontribusi unsur besi yang ditrasportasikan melalui sistem sungai yang bermuara di teluk.

Di daerah muara, besi merupakan unsur yang bersifat konservatif (Chester, 1993). Konsetrasinya secara umum menunjukan penurunan seiring peningkatan salinitas. Chester (1993) menggambarkan pola sebaran besi terlarut menurut salinitas membentuk kurva eksponensial negatif dengan konsentrasi besi di air sungai lebih dominan daripada di muara dan laut. Pada salinitas tinggi, terjadi proses flokulasi besi yang dapat menyebabkan besi terkoagulasi (Chester, 1993),

dan selanjutnya akan menyebabkan besi terpartikulasi sehingga konsentrasi besi terlarut pada muara sungai dan laut akan berkurang.

2.5.3. Seng (Zn)

Seng (zinc) termasuk unsur yang terdapat dalam jumlah berlimpah di alam. Kadar seng pada kerak bumi sekitar 70 mg/kg (Effendi, 2003). Kelarutan unsur seng dan oksida seng dalam air relatif rendah. Seng yang berikatan dengan klorida dan sulfat mudah terlarut, sehingga kadar seng dalam air sangat dipengaruhi oleh bentuk senyawanya. Ion seng mudah terserap ke dalam sedimen dan tanah. Silika terlarut dapat meningkatkan kadar seng, karena silika mengikat seng. Jika perairan bersifat asam, kelarutan seng meningkat. Kadar seng pada perairan alami < 0,05 mg/liter (Moore, 1990); pada perairan asam mencapai 50 mg/liter; dan pada perairan laut 0,01 mg/liter (McNeely et al., 1979).

Sumber utama seng adalah calamine (ZnCO3), sphalerite (ZnS), smithsonite (ZnCo3), dan wilemite (Zn2SiO4) (Effendi, 2003). Seng banyak digunakan dalam

industri besi, baja, cat, karet, tekstil, kertas, dan bubur kertas. Seng termasuk unsur yang esensial bagi makhluk hidup, yakni berfungsi untuk membantu kerja enzim. Seng juga diperlukan dalam proses fotosintesis sebagai agen bagi transfer hidrogen dan berperan dalam pembentukan protein. Davis dan Cornwell (1991) mengemukakan bahwa seng tidak bersifat toksik bagi manusia, akan tetapi pada kadar yang tinggi dapat menimbulkan rasa pada air. Toksisistas seng menurun seiring dengan meningkatnya kesadahan dan meningkat dengan meningkatnya suhu dan menurunnya oksigen terlarut.

Toksisitas seng bagi organisme akuatik (alga, avertebrata, dan ikan) sangat bervariasi, < 1 mg/liter hingga >100 mg/liter. Bersama-sama dengan K, Mg dan Cd, seng bersifat aditif. Toksisitasnya merupakan penjumlahan dari masing-masing logam (Effendi, 2003). Toksisitas seng dan copper bersifat sinergetik, yaitu mengalami peningkatan, lebih toksik daripada penjumlahan keduanya.

2.5.4. Kromium (Cr)

Khromium (Cr) termasuk unsur yang jarang ditemukan pada perairan alami. Kerak bumi mengandung kromium sekitar 100 mg/l (Moore, 1991). Dalam penelitian ini, kromium yang ditemukan adalah kromium heksavalen (Cr+6). Dalam

Effendi (2003), menyatakan bahwa kromium yang ditemukan di perairan adalah kromium trivalen (Cr3+) dan kromium heksavalen (Cr6+). Namun pada perairan yang memiliki pH kurang dari 5, kromium trivalen tidak ditemukan. Apabila masuk di perairan, kromium trivalent akan dioksidasi menjadi kromium heksavalen dan bersifat lebih toksit. Kromium trivalen biasanya terserap ke dalam larutan partikulat, sedangkan kromium heksavalen tetap berada dalam bentuk larutan. Kromium tidak pernah ditemukan di alam sebagai logam murni. Sumber utama kromium sangat sedikit, yaitu batuan chromite (FeCr2O4) dan chromic oxide

(Cr3O3) (Effendi, 2003).

Kadar kromium pada perairan air tawar biasanya kurang dari 0,001 mg/liter dan pada perairan laut sekitar 0,00005 mg/liter. Kromium trivalen bisanya tidak ditemukan pada perairan tawar, sedangkan pada perairan laut sekitar 50% kromium merupakan kromium trivalen (McNeely et al., 1979). Toksisitas kromium dipengaruhi oleh bentuk oksidasi kromium, suhu, dan pH. Kadar kromium yang diperkirakan aman bagi kehidupan akuatik adalah sekitar 0,05 mg/liter (Effendi, 2003). Kadar kromium 0,1 mg/liter dianggap berbahaya bagi kehidupan organisme laut. Pada perairan yang lunak (soft water) atau kurang sadah, toksisitas kromium lebih tinggi. Tetapi sumber-sumber masukan logam Cr ke dalam starata lingkungan yang umum dan diduga paling banyak adalah dari kegiatan-kegiatan perindustrian, kegiatan rumah tangga dan dari pembakaran serta mobilisasi bahan-bahan bakar (Palar, 1994).

2.5.5. Timbal (Pb)

Unsur Pb umumnya ditemukan berasosiasi dengan Zn - Cu dalam tubuh bijih. Logam ini penting dalam industri modern yang digunakan untuk pembuatan pipa air karena sifat ketahanannya terhadap korosi dalamsegala kondisi dan rentang waktu lama. Pigmen Pb juga digunakan untuk pembuatan cat, baterai, dan campuran bahan bakar bensin tetraethyl (Jensen et al., 1981). Timah adalah logam berwarna putih keperakan, dengan kekerasan yang rendah, berat jenis 7,3 g/cm3, serta mempunyai sifat konduktivitas panas dan listrik yang tinggi. Dalam keadaan normal (13ºC – 1600ºC), logam ini bersifat mengkilap dan mudah dibentuk. Timah terbentuk sebagai endapan primer pada batuan granit dan pada daerah sentuhan batuan endapan metamorf yang biasanya berasosiasi dengan turmalin dan urat

kwarsa timah, serta sebagai endapan sekunder, yang di dalamnya terdiri dari endapan alluvium, elluvial,dan koluvium. Timbal pada perairan ditemukan dalam bentuk terlarut dan tersuspensi. Kelarutan timbal cukup rendah sehingga kelarutan timbal dalam air relatif lebih sedikit. Kadar dan toksisitas timbal dipengaruhi oleh kesadahan, pH, alkalinitas dan kadar oksigen. Timbal diserap baik oleh tanah sehingga pengaruhnya terhadap tanaman relatif kecil. Kadar timbal dikerak bumi sekitar 15 mg/kg. Timbal banyak digunakan dalam industri baterei, kabel, cat, keramik, pestisida dan dalam penyepuhan. Penggunaan Pb terbesar adalah dalam produksi baterey penyimpan untuk mobil, selain itu juga banyak digunakan sebagai bahan aditif yang sering digunakan untuk meningkatkan mutu bensin (Fardiaz, 1992).

Bijih logam timbal (Pb) dapat terbentuk dalam cebakan-cebakan seperti

stratabound sulfida massif, replacement, urat, sedimentasi, dan metasomatisma kontak dengan mineral-mineral utama terdiri atas: galena (PbS), cerusit (PbCO3), anglesit (PbSO4), wulfenit (PbMoO4), dan piromorfit [Pb5(PO4, AsO4)3Cl]. Larutan pembawa Pb diantaranya: air connate, air meteorik artesian, dan larutan hidrotermal yang naik ke permukaan; dengan sebagian besar Pb berasal dari larutan hidrotermal yang membentuk cebakan bijih pada suhu rendah, berupa pengisian rongga batuan induk (Danny, 2006). Pb dalam batuan berada pada struktur silikat yang menggantikan unsur kalsium/Ca, dan baru dapat diserap oleh tumbuhan ketika Pb dalam mineral utama terpisah oleh proses pelapukan. Pb di dalam tanah mempunyai kecenderungan terikat oleh bahan organik dan sering terkonsentrasi pada bagian atas tanah karena menyatu dengan tumbuhan, dan kemudian terakumulasi sebagai hasil pelapukan di dalam lapisan humus (Danny, 2006).

Toksisitas timbal pada organisme akuatik berkurang dengan meningkatnya kesadahan dan kadar oksigen terlarut. Toksisitas timbal lebih rendah daripada kadmium (Cd), merkuri (Hg), tembaga (Cu), akan tetapi lebih tinggi daripada kromium (Cr), mangan (Mn), barium (Ba), seng (Zn) dan besi (Fe). Kadar timbal yang berkisar antara 0,1 – 8,0 mg/liter dapat menghambat pertumbuhan mikroalga

Chlorella saccharophila. Toksisitas akut timbal terhadap beberapa jenis avertebrata air tawar dan laut berkisar antara 0,5 – 5,0 mg/liter toksisitas akut (LC50) timbal

terhadap beberapa jenis ikan air tawar berkisar antara 0,5 – 10 mg/liter (Effendi, 2003).

Pb masuk ke perairan melalui pengendapan dan jatuhan debu dari udara yang mengandung Pb yaitu hasil pembakaran bensin, erosi dan limbah industri. Perairan tawar alami biasanya memiliki kadar timbal < 0,05 mg/liter. Pada perairan laut, kadar timbal sekitar 0,025 mg/liter (Effendi, 2003). Kelarutan timbal pada perairan lunak (soft water) adalah sekitar 0,5 mg/liter, sedangkan pada perairan sadah (hard water) sekitar 0,003 mg/liter. Timbal atau timah hitam (Pb) dalam suatu perairan di temukan dalam bentuk terlarut dan tersuspensi. Kelarutan Pb cukup rendah sehingga kadar Pb di dalam air relatif kecil. Kadar dan toksisitas Pb dipengaruhi oleh kesadahan Pb, alkalinitas dan kadar oksigen. Timbal diserap dengan baik oleh tanah sehingga pengaruhnya terhadap tanaman relatif kecil. Kadar Pb kerak bumi sekitar 15 mg/Kg. Sumber alami utama Pb adalah galena (PbS),

gelessite (PbSO4) dan cerrusite (PbCO3) (Odum, 1996). Bahan bakar yang

mengandung Pb (leaded gasoline) juga memberikan kontribusi yag berarti bagi keberadaan Pb di dalam air. Di dalam perairan air tawar, Pb membentuk senyawa kompleks dan memiliki sifat kelarutan rendah dengan beberapa anion, misalnya hidroksida, karbonal, sulfida dan sulfat. Timbal (Pb) banyak digunakan dalam industri baterai.

Timbal (Pb) terakumulasi dalam tubuh manusia sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada otak dan ginjal, serta kemunduran mental pada anak yang sedang dalam pertumbuhan. Konsentrasi Pb dalam perairan tawar alami biasanya < 0,05 mg/L sedangkan perairan laut sekitar < 0,025 mg/L (Effendi, 2003). Kelarutan Pb pada perairan lunak (soft water) sebesar 0,5 mg/L sedangkan pada perairan sadah (hard water) sebesar 0,003 mg/L. Canadian council of resource and enviromental ministry (1987) mengemukakan bahwa hubungan antara kadar Pb dengan nilai kesadahan adalah berbanding lurus. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 1 yang memperlihatkan bahwa jika kesadahan naik maka konsentrasi Pb juga akan naik. Konsentrasi Pb yang mencapai 188 mg/l, dapat membunuh ikan sedangkan crustacea setelah 245 jam akan mengalami kematian, apabila pada badan air konsentrasi Pb adalah 2,75 – 49 mg/l (Palar, 2004). Direktorat Jenderal pengawasan obat dan makanan (POM) No. 03725/B/SK/VII/89

membatasi kandungan logam berat Pb maksimum pada sumberdaya ikan dan olahannya adalah 2,0 ppm.

Tabel 1 Kadar Pb pada beberapa nilai kesadahan

Kesadahan (mg/L CaCO3) Kadar Timbal (mg/L)

0 – 60 (Lunak/soft) 60 – 120 (sedang/Medium)

120 -180 (Sadah/Hard) > 180 (sangat Sadah/Very hard)

1 2 4 7

Maka dispersi unsur Pb dapat juga terjadi akibat pembuangan tailing dari usaha pertambangan logam. Hal ini harus diwaspadai karena dapat mencemari lingkungan dengan akibat timbulnya berbagai penyakit berbahaya atau bahkan kematian. Dampak lebih jauh dari keracunan Pb adalah dapat menyebabkan hipertensi dan salah satu faktor penyebab penyakit hati. Ketika unsur ini mengikat kuat sejumlah molekul asam amino, haemoglobin, enzim, RNA, dan DNA; maka akan mengganggu saluran metabolik dalam tubuh. Keracunan Pb dapat juga mengakibatkan gangguan sintesis darah, hipertensi, hiperaktivitas, dan kerusakan otak (Danny, 2006).

2.5.6. Kadmium (Cd)

Kadmium (Cd) adalah salah satu logam berat dengan penyebaran yang sangat luas di alam, logam ini bernomor atom 48, berat atom 112,40 dengan titik cair 321ºC dan titik didih 765 ºC. Kadmium merupakan hasil sampingan dari pengolahan bijih logam seng (Zn), yang digunakansebagai pengganti seng. Unsur ini bersifat lentur, tahan terhadap tekanan, memiliki titik lebur rendah serta dapat dimanfaatkan untuk pencampur logam lainseperti nikel, perak, tembaga, dan besi. Senyawa kadmium juga digunakan bahan kimia, bahan fotografi, pembuatan tabung TV, cat, karet, sabun, kembang api, percetakan tekstil dan pigmen untuk gelas dan email gigi (Jensen et al., 1981).

Di perairan, Cd terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit (renik) dan bersifat tidak larut dalam air. Kadar kadmium pada kerak bumi sekitar 0,2 mg/kg. Sumber kadmium adalah greennockite (CdS), hawleyite, sphalerite dan otavite

(Moore, 1991). Toksisitas kadmium dipengaruhi oleh pH dan kesadahan, selain itu keberadaan Zn dan Pb dapat meningkatkan toksisitas kadmium. Canadian counsil

of resource and eviromental ministry (1987) mengemukan bahwa hubungan antara kadar Cd dengan nilai kesadahan adalah berbanding lurus. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2 yang memperlihatkan bahwa jika kesadahan naik maka kosentrasi Cd mengikutinya.

Tabel 2 Kadar Cd pada beberapa nilai kesadahan

Kesadahan (mg/L CaCO3) Kadar Timbal (mg/L)

0 – 60 (Lunak/soft) 60 – 120 (sedang/Medium)

120 -180 (Sadah/Hard) > 180 (sangat Sadah/Very hard)

0,2 0,8 1,3 1,8

Menurut WHO, kadar Cd maksimum pada air yang diperuntukkan untuk air minum adalah 0,005 mg/L dan untuk peruntukkan pertanian dan perikanan sebaiknya tidak lebih dari9 0,05 mg/L (Moore, 1991). Kadmium bersifat akumulatif dan toksik bagi manusia karena dapat mengakibatkan gangguan fungsi ginjal dan paru-paru, meningkatkan tekanan darah tinggi, dan kemandulan pada pria dewasa. Kadmium juga bersifat sangat toksik dan bersifat bioakumulasi terhadap organisme. Di Jepang telah terjadi keracunan oleh Cd, yang menyebabkan penyakit lumbago yang berlanjut ke arah kerusakan tulang dengan akibat melunak dan retaknya tulang (O’Neill, 1994). Batas toleransi Cd dalam tubuh manusia dewasa yang ditetapkan oleh badan kesehatan dunia (WHO) dan FAO adalah 57-71 µg perhari. Sedangkan batas masukan per minggu adalah sebesar 400 - 500 µg per 70 kg berat badan ( Hutagalung et al., 1995).

Dokumen terkait