• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Sejarah Singkat Kota Padangsidimpuan

Tapanuli Selatan sebelum pemekaran merupakan daerah yang terluas di Sumatera Utara yaitu 18.896,50 kilometer atau 1.889.650 hektar atau 26.36% dari seluruh luas Sumatera utara. Padangsidimpuan sebagai ibukota Kabupaten berjarak 550 km ke Medan, merupakan terjauh dari pusat pemerintahan provinsi.

Secara garis besar Tapanuli Selatan terbagi atas lima wilayah budaya yaitu: Angkola-Sipirok, Padang Lawas, Mandailing, Ulu dan Pesisir. Tiga wilayah yang disebutkan seperti: Angkola-Sipirok, Padang Lawas, dan Mandailing (setelah otonomi daerah/ pemekaran berdiri sendiri) disebut dengan wilayah budaya Dalihan Na Tolu.

Sekitar tahun 1700 Kota Padangsidimpuan yang sekarang adalah lokasi dusun kecil yang disebut “padang na dimpu” oleh para pedagang sebagai tempat peristirahatan, yang artinya suatu daratan di ketinggian yang ditumbuhi ilalang yang berlokasi di Kampung Bukit Kelurahan Wek II, di pinggiran sungai Sangkumpal Bonang.

Melalui Trakrtat Hamdan tanggal 17 Maret 1824, kekuasaan Inggris di Sumatera diserahkan kepada Belanda, termasuk Recidency Tappanooli yang di bentuk Inggris Tahun 1771. Setelah menumpas gerakan Kaum Padri Tahun 1830,

Belanda membentuk district (setingkat kewedanan) Mandailing, District Angkola, dan District Teluk Tapanuli di bawah kekuasaan Government Sumatras West Kust yang berkedudukan di Padang.

Pada Tahun 1838 dibentuk dengan asisten residen-nya berkedudukan di Padangsidimpuan. Setelah terbentuknya Residente Tapanuli melalui Besluit Gubernur Jenderal tanggal 7 Desember 1824, antara Tahun 1885 sampai dengan 1906, Padangsidimpuan pernah menjadi ibu kota Residen Tapanuli.

Pada masa awal kemerdekaan, Kota Padangsidimpuan merupakan pusat pemerintahan, dari lembah besar Tapanuli Selatan dan pernah menjadi ibukota Kabupaten Angkola Sipirok sampai digabung kembali Kabupaten Mandailing Natal. Kabupaten Angkola Sipirok, dan Kabupaten Padang Lawas melalui Undang-undang Darurat Nomor 70/DRT/1956.

Dalam ringkasan sejarah Tahun 1879 di Padangsidimpuan didirikan Kweek School (Sekolah Guru) yang di pimpin oleh Ch. A Van Ophuysen yang di kenal sebagai penggagas ejaan bahasa Indonesia.

Lulusan sekolah ini banyak dikirim untuk menjadi guru di Aceh. salah seorang lulusan ini adalah Rajiun Harahap gelar Sutan Hasayangan, penggagas berdirinya Indische Veergining sebagai cikal bakal berdirinya Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda dan merupakan organisasi pertama yang berwawasan nasional 1879 juga penggagas pengumpulan dana studi bagi guru-guru yang akan di sekolahkan ke Negeri Belanda.

3.2.2 Kronologis Pembentukan Kota Padangsidimpuan

Melalui aspirasi masyarakat serta peraturan pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 dan melalaui rekomendasi DPRD Kabupaten Tapanuli Selatan Nomor 15/KPTS/1992 Kota Administratif Padangsidimpuan diusulkan menjadi Kota Madya Daerah Tingkat II, bersamaan dengan pengusulan pembentukan Daerah Tingkat II Mandailing Natal, Angkola Sipirok dan Kabupaten Padang Lawas.

Setelah dibentuknya Kabupaten Mandailing Natal, maka melalui:

1. Surat Bupati Tapanuli Selatan Nomor 135/1078/2000 tanggal 30 Nopember 2000, dan

2. Keputusan DPRD Tapanuli Selatan Nomor 01/PIMP/2001 tanggal 25 Januari 2001, serta

3. Surat Gubernur Sumatera Utara Nomor 135/1595/2001 tanggal 5 Februari 2001.

Maka diusulkan pembentukan Kota Padangsidimpuan dengan diterbitkanya Undang-undang Nomor 4 Tahun 2001 tentang pembentukan Kota Padangsidimpuan.

Pada tanggal 17 Oktober Tahun 2001 oleh menteri dalam negeri, atas nama Presiden Republik Indonesia, diresmikan Padangsidimpuan menjadi kota dan pada tanggal 9 November 2001 oleh Gubernur Sumatera Utara melantik Drs. Zulkarnain Nasution sebagai pejabat walikota Padangsidimpuan.

3.2.3 Lokasi dan Keadaan Geografis

Kota Padangsidimpuan dibentuk atas dasar Undang-undang Nomor 4 Tahun 2001. kota yang terletak pada 432 km dari medan yang di kelilingi oleh beberapa bukit, dengan suhu udara rata-rata 26-32 derajat Celsius dan dilalui oleh beberapa

sungai dan anak sungai. Kota Padangsidimpuan secara geografis terletak pada 0 1028’19” Lintang Utara s.d. 0 1018’07” Lintang Utara dan 99018’53” Bujur Timur s.d. 99020’35” Bujur Timur dengan kota seluas 14.685.680 Ha.

Pemerintah Kota Padangsidimpuan pada saat ini dibagi menjadi 6 (enam) wilayah kecamatan masing-masing: 1) Kecamatan Padangsidimpuan Utara; 2) Kecamatan Padangsidimpuan Selatan; 3) Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara; 4) Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua; 5) Kecamatan padangsidimpuan Hutaimbaru; 6) Kecamatan Padangsidimpuan Angkola Julu.

3.2.4 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur

 Dengan jumlah desa sebanyak 42 dan kelurahan 37 Jumlah penduduk kota Padangsidimpuan hingga keadaan pertengahan Tahun 2010 berjumlah 191.912 ribu jiwa dengan mata pencaharian yang sangat bervariatif. Jumlah kelompok umur 10-14 Tahun berjumlah 22.489, kelompok umur 15-19 Tahun berjumlah 26.110, dan kelompok umur 20-24 Tahun berjumlah 17.730 dari ketiga kelompok umur maka total jumlah penduduk remaja sebanyak 66.329 orang.

Tabel 1

Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin Number of population by type of age group and sex

2005-2009 Kelompok umur/ age group Laki-laki/ Male Perempuan/ female Jumlah/ total (1) (2) (3) (4) 0-4 10 269 10 377 20 646 5-9 10 975 10 992 21 967

10-14 11 129 11 360 22 489

15-19 13 211 12 899 26 110

20-24 8 646 9 084 17 730

25-29 6 959 7 333 14 292 30-34 6 863 7 205 14 068 35-39 6 649 6 948 13 597 40-44 6 300 5 989 12 289 45-49 4 977 4 376 9 353 50-54 3 198 2 984 6 182 55-59 1 853 1 974 3 827 60-64 1 840 1 939 3 779 65 + 1 982 3 601 5 583 Jumlah total 2009 94 851 97 061 191 912 2008 93 131 95 368 188 499 2007 91 418 93 714 185 132 2006 90 582 91 283 181 865 2005 88 407 89 092 177 499 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Padangsidimpuan 2011

3.2.5. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Padangsidimpuan, terdiri dari Kecamatan Padangsidimpuan Utara, Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua, Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru, Kecamatan Padangsidimpuan Tenggara. Sehingga daerah Kota Padangsidimpuan, hal ini karena umumnya penduduk di Kota Padangsidimpuan menggunakan bahasa Tapanuli

Selatan (Mandailing) sebagai bahasa pengantar, sehingga upacara adat perkawinan menggunakan adat Tapanuli Selatan.

Selanjutnya pengujian pemahaman leksikon yang dipakai pada tradisi lisan dalam penelitian ini, dibatasi hanya pada kalangan remaja di kota Padangsidimpuan sebanyak 240 orang yang masing-masing kecamatan sebanyak 40 orang per kecamatan digunakan metode cluster sampling (area sampling). Hal ini Berdasarkan pendapat Sugiyono (2008: 121-122) yaitu dengan menggunakan Cluster Sampling (Area Sampling), teknik sampling daerah digunakan untuk menentukan sampel obyek yang akan diteliti atau sumber data yang sangat luas, misalnya penduduk dari suatu negara, provinsi, atau kabupaten. Untuk menentukan penduduk mana yang akan dijadikan sumber data, maka pengambilan sampelnya berdasarkan daerah populasi yang telah ditetapkan. Teknik daerah ini digunakan melalui tahap menentukan populasi Kota Padangsidimpuan, populasi daerah 6 kecamatan yang ada di Kota Padangsidimpuan sebagai area sampling dan tahap berikutnya menentukan orang-orang sebagai sampel yang ada pada area sampling.

Kota Padang

sidimpuan

6 (enam) Kecamatan di Padang sidimpuan 40 orang remaja di setiap kecamatan

Populasi daerah Populasi Sampel Gambar 3. Pengambilan sampel dengan model Area Sampling

Sampel penelitian ini tidak seluruhnya bersuku Mandailing karena ada daerah kecamatan yang merupakan daerah perkebunan Pulau Bauk, sehingga remaja yang dijadikan sampel yang bersekolah di SMA Negeri 8 Padangsidimpuan Tenggara banyak pula yang bersuku Jawa. Di samping itu suku-suku pendatang yang bersekolah yang dijadikan sampel pada daerah populasi secara tidak sengaja juga bukan asli lahir di Padangsidimpuan. Oleh karena itu kebudayaan yang dibawa oleh pendatang juga memberikan pengaruh terhadap pemahaman leksikon pada tradisi lisan upacara adat perkawinan.

Penelitian awal pada bulan 15 s.d. 27 Juli 2009 dan Agustus sampai dengan Desember 2010. Upacara adat perkawinan pada tanggal 17 Mei 2010, antara Zulmahyudi Harahap (putra Bapak M. Yusuf Harahap ‘alm’ dengan Ibu Tarolan Daulay) dengan Vera Irawan (putri Bapak Sarimen dengan Ibu Nuraini). Upacara perkawinan pada tanggal 9 Januari 2011 Alfian Harahap (putra Bapak Batari Harahap dengan Ibu Siti Annur Siregar) dengan Aminah Rizkia (putri Bapak Parmonangan Nasution dengan Ibu Holijah Hanum Lubis).

Dokumen terkait