• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Pemikiran

Adanya kebijakan pemerintah memberikan perijinan atas kawasan hutan untuk pembangunan HTI mengharuskan pihak perusahaan untuk menyusun tata ruang HTI yang dijadikan sebagai acuan dalam pemanfaatan kawasan hutan. Kesesuaian penggunaan lahan dengan peruntukan lahan pada rencana tata ruang yang telah ditetapkan diharapkan akan menjadi suatu pengelolaan hutan yang berkelanjutan dalam hal aspek kontinuitas pemanfaatan sumberdaya hutan serta terpeliharanya kawasan untuk fungsi lindung dan konservasi. Sementara ketidaksesuaian penggunaan lahan akan membuat ketidakpastian dalam keberlanjutan pengelolaan hutan serta menciptakan lingkungan fisik hutan yang diduga memiliki kontribusi terhadap peluang terjadinya kebakaran hutan.

Sementara itu kurangnya upaya-upaya pemerintah untuk memberdayakan masyarakat sekitar hutan ke arah kemapanan kehidupan sosial dan peningkatan ekonomi masyarakat akan meningkatkan alternatif aktivitas masyarakat berbasis lahan ke arah penguasaan lahan hutan. Penyiapan lahan secara tradisional dengan tahapan tebang, tebas dan bakar pada umumnya diduga sebagai penyebab awal terjadinya kebakaran hutan.

Selain hal-hal tersebut diatas, peristiwa kebakaran hutan yang terjadi di areal HTI juga disebabkan oleh kondisi biofisik lahan yang mendukung terjadinya kebakaran yaitu karakteristik sumberdaya alam yang mencakup antara lain : iklim, curah hujan, lereng, jenis tanah, penutupan lahan, potensi bahan bakar dan kondisi lahan (rawa/darat).

Identifikasi lokasi yang berpotensi menimbulkan kebakaran hutan merupakan hal yang cukup penting untuk dipertimbangkan dalam perencanaan pembangunan Hutan Tanaman Industri. Hasil identifikasi berdasarkan faktor-faktor penyebab terjadinya kebakaran hutan dijadikan sebagai bahan untuk memetakan daerah rawan kebakaran di areal HTI, sehingga pada akhirnya dapat disusun suatu arahan untuk perencanaan tata ruang HTI. Secara skematis kerangka pemikiran penelitian digambarkan dalam diagram alir seperti terlihat pada Gambar 3.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi penentuan faktor-faktor biofisik dan aktivitas masyarakat yang menguasai lahan hutan serta pemanfaatan ruang Hutan Tanaman Industri aktual berdasarkan kondisi saat ini berdasarkan interpretasi citra dengan Rencana Tata Ruang Hutan Tanaman Industri PT. Wirakarya Sakti dengan mempertimbangkan lokasi yang berpotensi terjadinya kebakaran hutan. Selain itu dilakukan analisis berdasarkan wawancara/kuesioner untuk melihat sejauhmana aktivitas masyarakat yang menguasai lahan hutan terhadap kebakaran di areal HTI PT. Wirakarya Sakti.

Gambar 3 Diagram Alir Kerangka Pemikiran. Kebijakan Pemerintah

Tata Ruang Hutan Tanaman Industri

Sosial Ekonomi Masyarakat sekitar HTI

Faktor Biofisik Hutan

∼ Curah Hujan

∼ Topografi

∼ Penutupan Lahan

∼ Jenis Tanah

∼ Kuantitas Bahan Bakar

∼ Kondisi Lahan Pemanfaatan Kawasan

Hutan untuk HTI Data Citra

Penguasaan Lahan Hutan

∼ Terjadinya Klaim Lahan

∼ Penyiapan Lahan secara Tradisional

Kebakaran Hutan Data Kejadian Kebakaran

Pemetaan Daerah Rawan Kebakaran Hutan di HTI

Arahan Perencanaan Tata Ruang HTI

20

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di areal perijinan Hutan Tanaman Industri PT. Wirakarya Sakti yang terletak di Provinsi Jambi, sebagian meliputi Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Kabupaten Batang Hari, Kabupaten Tebo dan Kabupaten Muaro Jambi, dengan luasan areal ± 293.000 Ha sesuai SK Menhut No. 346/Menhut-II/2004 tanggal 10 September 2004. Penelitian dilaksanakan dari Bulan Agustus 2008 sampai dengan Bulan Desember 2008. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 4.

Pengumpulan dan Sumber Data

Untuk menjawab tujuan penelitian dikumpulkan dan digunakan data-data sekunder dan primer. Data sekunder dikumpulkan dari berbagai sumber sesuai dengan tujuan penelitian. Data sekunder berupa peta, laporan tertulis dan data numerik lainnya, seperti pada Tabel 1 di bawah ini :

Tabel 1 Data Sekunder yang Digunakan dalam Penelitian

No Jenis Data Format Tahun Skala Dasar Sumber

1 Peta Areal Kerja JPEG 2006 1 : 100.000 PT. Wirakarya Sakti 1 : 500.000

2 Peta Tanah JPEG 2006 1 : 100.000 PT. Wirakarya Sakti

1 : 500.000 1 : 250.000

3 Peta Kelas Lereng JPEG 2006 1 : 100.000 PT. Wirakarya Sakti 1 : 500.000

4 Peta Iklim JPEG 2006 1 : 100.000 PT. Wirakarya Sakti

1 : 500.000

5 Peta Penutupan Lahan JPEG 2006 1 : 100.000 PT. Wirakarya Sakti 1 : 500.000

6 Peta RTR-HTI JPEG 2006 1 : 100.000 PT. Wirakarya Sakti 1 : 500.000

7 Citra Satelit Landsat 5 TM Digital 2008 - BIOTROP 8 Peta Sungai dan Jaringan Digital 2006 1 : 100.000 BPDAS Batanghari

Jalan

9 Data Kebakaran Hutan Tabular 2005-2007 - PT. Wirakarya Sakti 10 Data Penguasaan Lahan Hutan Digital 2007 1 : 100.000 PT. Wirakarya Sakti

11 Data sosek Tabular 2008 - BPS Prov. Jambi

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari objek yang diteliti atau pengukuran dan pengamatan langsung di lapangan. Data primer diperoleh melalui pendekatan wawancara (menggunakan kuesioner) dengan responden dan pengumpulan data referensi penggunaan lahan.

22

Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : personal computer, perangkat lunak seperti ArcView GIS versi 3.2, ArcGIS versi 9.2, Erdas Imagine versi 8.6, Microsoft Word dan Microsoft Excell, SPSS 16, receiver global positioning system (GPS), printer dan kamera digital.

Penyusunan Kuesioner

Kuesioner disusun untuk mendapatkan informasi mengenai karakteristik dan tindakan masyarakat yang menguasai lahan hutan pada areal perizinan HTI PT. Wirakarya Sakti terhadap kebakaran hutan. Perlakuan awal penyusunan kuesioner dilakukan dengan studi literatur dan pendapat ahli, sehingga diharapkan kuesioner dapat menjadi alat untuk menjawab tujuan penelitian. Metode pengambilan sampel dilakukan secara purposive random sampling, dan responden yang dijadikan sampel adalah masyarakat yang berada dan menguasai lahan hutan di HTI yang telah terdata secara spasial dan sebagian telah dilakukan pengukuran oleh pihak PT. Wirakarya Sakti. Responden berasal dari 8 (delapan) distrik atau unit pengelolaan atas wilayah hutan pada wilayah kerja HTI. Setiap distrik diambil 3 (tiga) orang responden secara acak. Jumlah responden yang diambil seluruhnya adalah sebanyak 24 responden (20 % dari jumlah seluruh kelompok masyarakat yang menguasai lahan hutan di areal HTI).

Kuesioner dibuat berdasarkan pertimbangan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku masyarakat dengan kebakaran hutan diduga dari parameter sosial yaitu pendidikan, pengetahuan serta persepsi masyarakat tentang hutan dan keberadaan HTI, pertambahan jumlah penduduk serta ketersediaan lapangan pekerjaan, tidak terakomodasinya peran masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya hutan, pendapatan masyarakat dari hasil pertanian/perkebunan serta sistem penyiapan lahan dan kebiasaan masyarakat dalam penggunaan api.

Persiapan Data

Dari data yang sudah dikumpulkan, baik sekunder maupun primer, kemudian disusun menjadi suatu basis data. Sebelum dilakukan operasi tumpang tindih (overlay) melalui analisis spasial dengan Sistem Informasi Geografis (SIG), data yang akan digunakan ditransformasikan dahulu ke dalam bentuk dijital. Peta

yang masih berbentuk peta analog (manual) diubah ke dalam bentuk dijital dengan metode dijitasi melalui layar dan pemasukan data atribut. Peta yang mempunyai sistem koordinat yang berbeda dilakukan transformasi koordinat sehingga tersusun basis data spasial dengan sistem koordinat yang sama.

Analisis Data

Sebagai dasar pemetaan, maka peta dasar yang dipergunakan adalah peta areal kerja PT. Wirakarya Sakti yang digunakan juga sebagai peta acuan. Peta dasar dipersiapkan untuk penyajian peta-peta tematik sebagai parameter yang diduga sebagai faktor terjadinya kebakaran hutan. Berdasarkan data yang tersedia, maka parameter biofisik yang digunakan dalam penelitian ini adalah kelas lereng, tipe iklim, curah hujan, penutupan lahan, potensi bahan bakar, jenis tanah dan kondisi lahan (rawa/darat). Peta dijital lainnya sebagai parameter pendukung aktivitas masyarakat yang berkaitan dengan kebakaran hutan adalah peta penguasaan lahan, jaringan jalan dan sungai/kanal.

Dari data kuesioner dilakukan analisis terhadap keterkaitan karakteristik dan tindakan serta aktivitas masyarakat yang menguasai lahan dengan kejadian kebakaran hutan, sedangkan untuk menganalisis kesesuaian pelaksanaan pembangunan HTI dengan Rencana Tata Ruang HTI digunakan data citra satelit Landsat 5 TM path/row 125/61 tanggal 12 Mei 2008 yang sebelumnya dilakukan perbaikan dan penajaman serta interpretasi citra secara manual.

Sebaran Kebakaran Hutan

Data tabular kejadian kebakaran dari catatan laporan harian PT. Wirakarya Sakti dari tahun 2005 sampai dengan 2007 (Lampiran 1) dipetakan berdasarkan informasi koordinat, lokasi petak dan atau jalan dimana peristiwa kebakaran terjadi. Dengan software ArcView ditampilkan sebaran titik-titik kebakaran hutan pada berbagai peta tematik biofisik, yaitu penutupan lahan, jenis tanah, tipe iklim serta topografi.

Kelas lereng yang ada di areal HTI adalah Datar (0-8%), Landai (8-15%), Agak Curam (15-25%), Curam (25-40%) dan Curam Sekali (> 40%). Dari berbagai tipe kelas lereng tersebut, sebagian besar kemiringan Datar (0-8%)

24

merupakan daerah rawa tergenang. Kondisi lahan berupa dataran dan rawa diduga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kebakaran.

Tipe iklim di areal HTI terdiri dari Sangat Basah (Q < 14,3%) dan Basah (14,3% < Q < 33,3%). Penutupan lahan secara umum terbagi menjadi Hutan, Hutan Tanaman dan Non Hutan. Sedangkan jenis satuan lahan terbagi menjadi tanah mineral dan tanah organik. Peristiwa kebakaran hutan diduga ditentukan oleh curah hujan, kebakaran diduga tidak akan terjadi apabila hujan turun atau akan padam apabila terjadi hujan. Kebakaran hutan juga diduga disebabkan oleh adanya bahan bakar tersedia berupa kayu ataupun sisa kayu. Pendugaan potensi kayu sebagai bahan bakar diperoleh dari tipe penutupan lahan dengan data potensi tegakan per hektar dari hasil survei. Untuk potensi bahan bakar dari penutupan lahan berhutan diduga dari potensi tegakan hutan, potensi bahan bakar dari penutupan hutan tanaman diduga dari potensi riap hutan tanaman sedangkan untuk potensi bahan bakar non hutan diduga dari potensi tegakan tingkat tiang dan pancang hasil survei delineasi mikro PT. Wirakarya Sakti.

Sebaran kejadian kebakaran juga ditampilkan pada peta tematik jaringan jalan, sungai dan penguasaan lahan untuk menduga faktor aktivitas masyarakat yang mendukung terjadinya kebakaran. Pendugaan pengaruh penguasaan lahan terhadap kejadian kebakaran adalah dengan menghitung jarak terdekat antara lahan yang dikuasai dengan setiap lokasi kebakaran. Demikian juga dengan pengaruh jaringan jalan dan sungai/kanal terhadap aktivitas masyarakat dilakukan dengan menghitung jarak terdekat antara jalan dan sungai/kanal dengan lokasi terjadinya kebakaran.

Analisis dan Tahapan Penyusunan Faktor-Faktor yang Berpengaruh

Untuk menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kebakaran hutan dari faktor biofisk dan aktivitas masyarakat dilakukan analisis terhadap salah satu areal kerja/distrik yang terdiri dari beberapa blok dan kompartemen/petak. Distrik I terbagi menjadi 6 (enam) blok kerja dan setiap blok terbagi lagi menjadi beberapa petak, jumlah total petak yang terdapat di Distrik I sebanyak 1.562 petak. Petak merupakan satuan unit pengelolaan terkecil yang diduga memiliki kesamaan informasi dalam hal aspek fisik lahan ataupun

kesamaan aspek perlakuan silvikultur. Peta kompartemen atau petak di Distrik I disajikan seperti pada Gambar 5.

Petak-petak unit pengelolaan di areal Hutan Tanaman Industri yaitu kompartemen di Distrik I merupakan data spasial yang memiliki luasan tertentu dan sebagian besar hampir seragam, dengan identitas atau atribut tersendiri yang berbatasan dengan petak lainnya (Lampiran 2).

Data spasial peristiwa kebakaran kemudian diplotkan ke setiap unit kompartemen dengan ArcView pada ekstensi geoprocessing sehingga dihasilkan peta kebakaran pada setiap kompartemen. Dari hasil operasi tumpang tindih (overlay) tersebut diperoleh informasi setiap kompartemen yang terbakar dan tidak terbakar. Untuk selanjutnya dilakukan analisis spasial dengan menumpang tindihkan (overlay) kembali peta-peta tematik biofisik ke peta kompartemen dengan operasi intersect sehingga diperoleh satuan-satuan unit lahan yang unik/homogen yang memiliki informasi aspek biofisik yang seragam, dan memiliki informasi atribut kebakaran.

26

Penentuan faktor-faktor yang berpengaruh dari aktivitas masyarakat ditentukan dengan menghitung jarak terdekat dari penguasaan lahan, jalan dan sungai/kanal, dengan asumsi bahwa peristiwa kebakaran terjadi disebabkan oleh jarak penguasaan lahan oleh masyarakat yang terdekat. Demikian juga perhitungan dengan jarak jalan dan sungai/kanal. Penghitungan jarak dilakukan dengan sofware ArcGIS dengan analisis proximity pada operasi point distance

atau near. Untuk satuan unit lahan homogen dan penguasaan lahan dibuat

centriod sebagai titik tengah dari polygon, sehingga penghitungan jarak diukur dengan point to point. Sedangkan penghitungan dari centroid satuan unit lahan dengan jalan atau sungai/kanal, penghitungan jarak diukur dengan point to line. Data hasil penentuan jarak terdekat dari masing-masing centroid penguasaan lahan, jalan dan sungai/kanal ke centroid satuan unit lahan dilakukan joint table

untuk menggabungkan data atribut dengan poligon hasil intersect.

Peta hasil overlay secara keseluruhan menghasilkan satuan unit lahan dengan informasi setiap unit lahan meliputi data tipe penutupan lahan, potensi bahan bakar, kelas kelerengan, jenis tanah, tipe iklim dan data curah hujan, jarak terdekat dengan penguasaan lahan, jalan dan sungai/kanal. Tahapan dan analisis penyusunan faktor-faktor berpengaruh seperti terlihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Tahapan dan Analisis Penyusunan Faktor-Faktor yang Berpengaruh.

Peta Kompartement Peta Kebakaran

Overlay

Peta Sebaran Kebakaran

Overlay

Peta Landcover

Peta Kelas Lereng

Peta Iklim

Peta Jenis Tanah

Peta Analisis Indikator

Aktivitas Masyarakat Peta Satuan Lahan

Penentuan Faktor-Faktor yang Berpengaruh

Data yang dihasilkan dari tahapan analisis penyusunan faktor-faktor yang berpengaruh di eksport ke excell dan sudah dalam bentuk tabulasi data yang siap untuk dianalisis dengan program statistik SPSS 16.

Pendekatan analisis statistik yang digunakan adalah analisis regresi logistik yang merupakan bentuk khusus analisis regresi dengan variabel respon bersifat kategori dan variabel prediktor bersifat kategori, kontinu, atau gabungan antara keduanya. Persamaan regresi logistik ini tidak menghasilkan nilai pada variabel respon, namun menghasilkan peluang kejadian pada variabel respon. Dalam penerapannya, regresi logistik tidak memerlukan asumsi multivariat normal atau kesamaan matrik varian kovarian seperti halnya analisis diskriminan (Hosmer dan Lemeshow, 1989 dalam Wibowo, 2002).

Firdaus dan Farid (2008) menyatakan bahwa dalam analisis regresi logistik, pemodelan peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon dilakukan melalui transformasi dari regresi linier ke logit. Formula transformasi logit tersebut adalah :

pi Logit(pi) = Loge

1 - pi

dengan pi adalah peluang munculnya kejadian kategori tertentu dari peubah respon untuk variabel ke-i dan loge adalah logaritma dengan basis bilangan e. Dengan demikian model yang digunakan dalam analisis regresi logistik adalah sebagai berikut :

Logit(pi) = 0 + 1*X

dengan logit(pi) adalah nilai transformasi logit untuk peluang kejadian tertentu, 0

adalah intersep model garis regresi, 1 adalah slope model garis regresi dan X adalah peubah penjelas.

Thoha (2006) menerapkan analisis regresi logistik untuk memprediksi kebakaran gambut di Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau dengan membuat model umum prediksi kebakaran yang terdiri dari variabel-variabel yang berperan dari faktor biofisik dan faktor aktivitas manusia.

Hasil tahapan dan analisis penyusunan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kebakaran hutan didapatkan peubah respon (dependent variable) yang

28

berupa peubah kategorik yaitu merupakan data status kejadian kebakaran yang berupa atribut terbakar dan tidak terbakarnya satuan lahan di areal HTI. Pada sofware program statistik SPSS 16 prosedur yang dijalankan melalui operasi

analyze regression-binary logistic dengan memasukan variabel status kebakaran sebagai variabel tak bebas dari tiap-tiap variabel biofisik dan variabel aktivitas masyarakat sebagai variabel bebas. Variabel bebas yang bersifat kategori dan numerik dipilah sehingga diperoleh output logistik regression.

Model umum persamaan statistik faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kebakaran adalah sebagai berikut :

p

Loge = 0 + 1x1 + 2x2 + 3x3 + 4x4 + 5x5 + 6x6 + 7x7 + 8x8 + 9x9 +

1- p 10x10 + 11x11 + 12x12 + 13x13 + 14x14 + 15x15 + 16x16 (3.1) Keterangan :

0 = Konstanta

X1 = Landcover - Hutan Tanaman (1) X2 = Landcover - Hutan (2)

X3 = Landcover - Non Hutan (3) X4 = Potensi Kayu (m3)

X5 = Jenis tanah - Organik (0) X6 = Jenis tanah - Mineral (1) X7 = Slope - Datar (0)

X8 = Slope - Agak Curam (1) X9 = Kondisi Lahan - Rawa (0) X10 = Kondisi Lahan - Darat (1) X11 = Tipe Iklim - Sangat Basah (0) X12 = Tipe Iklim - Basah (1)

X13 = Curah Hujan (mm)

X14 = Jarak dari Penguasaan Lahan (m) X15 = Jarak dari Jalan (m)

X16 = Jarak dari Sungai (m)

Pembangunan Model Spasial Kebakaran Hutan

Hasil perhitungan statistik dari penentuan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kebakaran yang disebabkan oleh faktor biofisik maupun faktor pendukung aktivitas masyarakat dengan analisis regresi logistik, hanya dapat

mengukur faktor-faktor peubah bebas yang berpengaruh nyata atau tidak terhadap peubah tak bebas. Koefisien regresi logistik penyusunan model spasial kebakaran hutan tidak dapat dijadikan sebagai faktor pembobot untuk faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kebakaran hutan dalam pembangunan model spasial.

Metode Analytical Hierarchy Process /AHP (Saaty, 1991) merupakan salah satu teknik untuk melakukan pengambilan keputusan. Melalui penerapan metoda AHP, hirarki atau ranking prioritas dari kriteria faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kebakaran hutan di HTI PT. Wirakarya Sakti dapat ditetapkan.

Prinsip utama dari metode AHP adalah membandingkan beberapa pendapat ahli, pada perbandingan berpasangan antar elemen yang dilakukan pada tiga tahap, yaitu membangun matrik berpasangan sesuai level pada hirarki, menghitung bobot masing-masing elemen dari hirarki dan mengestimasi konsistensi dari beberapa pendapat ahli. Metode untuk memperoleh data dan informasi diperoleh dari hasil wawancara ahli dari berbagai institusi seperti institusi akademik, pemerintahan, kalangan profesional ataupun lembaga swadaya masyarakat dapat dimintai pendapat yang berhubungan dengan keahliannya tentang beberapa kriteria yang berkaitan erat dengan kebakaran hutan.

Selanjutnya skor yang digunakan dalam perbandingan berpasangan menggunakan skala likert 1 sampai dengan 9. Sedangkan formulasi perhitungan sintesa matrik perbandingan berpasangan dengan menghitung bobot prioritas dari kriteria, menghitung rasio konsistensi (consistency ratio), indeks konsistensi (consistency index), menyeleksi nilai yang sesuai dengan random indeks (RI) dan mengecek konsistensi dari matriks perbandingan berpasangan untuk mengetahui kekonsistenan pendapat ahli tersebut sebagai berikut (Firdaus dan Farid, 2008) :

Q = (3.2)

CI = (3.3)

CR = (3.4)

dengan AWT adalah perkalian antara matriks perbandingan berpasangan (A) dengan vektor kolom dari bobot yang dihasilkan dari matriks (A), Q merupakan rata-rata besarnya AWT relatif terhadap vektor kolom dari bobot yang dihasilkan

AWT n Q-n n-1 CI RI

30

dari mariks (WT), n adalah banyaknya faktor pada matriks perbandingan, CI adalah Consistency Index serta CR adalah Consistency Ratio.

Setelah bobot masing-masing faktor yang menjadi penyebab kebakaran diketahui, maka dilakukan pemodelan spasial menggunakan suatu tools yang telah disediakan dalam ekstensi ArcView Spatial Analyst yang berfungsi untuk membantu membuat model spasial dari suatu wilayah geografis. Dalam pemodelan dengan Model Builder, model spasialnya merekam semua proses yang terlibat seperti pembuatan buffer maupun overlay dari beberapa theme yang diperlukan untuk mengkonversi data input menjadi peta output (Jaya, 2007).

Berdasarkan hasil perhitungan dari persamaan skor kerawanan yang didapatkan maka untuk menentukan kelas kerawanan yang telah diperoleh dibagi atas 3 (tiga) tingkat kerawanan kebakaran hutan yaitu rendah, sedang dan tinggi.

Pengujian Model Spasial Kebakaran Hutan

Pengujian model bertujuan untuk mengetahui seberapa tepat model yang dibuat untuk menduga tingkat kerawanan kebakaran hutan terhadap kondisi sebenarnya. Pengujian dilakukan dengan dengan cara membuat wilayah verifikasi secara acak dari salah satu distrik pada HTI PT. Wirakarya Sakti dan referensi untuk verifikasi menggunakan data hotspot dari Tahun 2005 sampai dengan Tahun 2007 yang bersumber dari citra satelit NOAA-AVHRR seri 18 (http://www.jica-forestfire.org). Pengujian dilakukan dengan cara menumpang tindihkan poligon kepadatan hotspot pada salah satu wilayah distrik HTI yang mewakili setiap kelas kerawanan dengan peta model kerawanan kebakaran hutan.

Peta sebaran titik hotspot terlebih dahulu dijadikan dalam bentuk poligon kepadatan hotspot dengan menggunakan ArcGIS ver 9.2 dengan ekstensi spatial analyst tools pada menu density (point density) untuk mengetahui jumlah hotspot pada radius tertentu (10 km), radius wilayah rata-rata pada setiap distrik, dengan ukuran output cell size 500 m. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah hotspot akan dihitung dalam radius 10 km yang kemudian dibagi dengan luas radiusnya.

Wilayah verifikasi dipilih secara acak pada salah satu distrik secara acak menurut tingkat kerawanan berdasarkan kepadatan hotspot, kemudian ditumpang tindihkan dengan peta model kerawanan kebakaran hutan. Akurasi model dihitung berdasarkan luasan yang sama antara tingkat kerawanan kebakaran hutan menurut

kepadatan hotspot dengan tingkat kerawanan menurut model dengan menggunakan matrik kesalahan (error matrix). Matrik ini untuk menilai akurasi peta yang dihasilkan. Matrik terdiri dari n x n tabel kelas peta dimana kolom menunjukkan peta model, sedangkan baris menunjukkan peta referensi (kepadatan

hotspot). Matrik ini digunakan untuk menghitung akurasi umum dengan persamaan berikut (Jaya, 2007) :

OA = (3.5)

Keterangan :

OA = Nilai validasi keseluruhan (Overall Acuracy)

Xii = Luasan yang sama antara model dan kepadatan hotspot

N = Total wilayah validasi

Analisis Data Kuesioner

Data kuesioner yang diajukan merupakan variabel kualitatif yang dikuantitatifkan dengan menggunakan teknik harkat (skor). Karena jumlah setiap jawaban atas pertanyaan yang diajukan terdiri dari 3 jawaban, maka nilai skor juga diberi berjenjang tiga yaitu skor 1 sampai dengan 3. Nilai skor diberikan berdasarkan skala likert atau skala sikap yang dikategorikan sebagai tidak berpengaruh (skor 3), cukup berpengaruh (skor 2) dan sangat berpengaruh (skor 1) terhadap peluang terjadinya kebakaran hutan. Data kuesioner yang telah dikumpulkan kemudian ditabulasikan ke microsof excell dengan memasukkan data penilaian setiap responden, dan dipilah berdasarkan materi-materi pada setiap parameter sosial yang ditanyakan.

Data skor yang diperoleh melalui kuesioner berdasarkan skala sikap atau intensitas perilaku, sering dinyatakan sebagai data interval setelah alternatif jawabannya diberi skor yang ekuivalen (setara) dengan skala interval. Dan dalam pengolahannya skor jawaban kuesioner diasumsikan memiliki sifat-sifat yang sama dengan data interval (Dharma, 2008).

Untuk menghitung tingkat ketepatan (validitas) dari kuesioner, dilakukan analisis korelasi pearson. Sedangkan untuk mengetahui pertanyaan yang paling berpengaruh terhadap parameter sosial yang diukur, dilakukan analisis regresi dengan menentukan pertanyaan di kuesioner yang ditetapkan sebagai kriterium

r xii

i=1

X 100 %

32

(peubah tak bebas) dan prediktor (peubah bebas). Analisis korelasi pearson dan analisis regresi dihitung menggunakan software SPSS 16 dan tabulasi data dengan

microsof excell. Setelah pertanyaan di kuesioner yang paling berpengaruh telah diketahui, maka dilakukan pemetaan jawaban-jawaban dari responden dengan

Dokumen terkait