• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. Mencegah udara dalam ruangan panas atau menjaga kenyamanan dalam ruangan.

b. Mencegah terjadinya kondensasi/pendinginan uap air atau lemak dan menetes pada lantai, dinding dan langit-langit.

c. Membuang bau, asap dan pencemaran lain dari ruangan.

Ruang pengolahan makanan.

1. Luas tempat pengolahan makanan harus sesuai dengan jumlah karyawan yang bekerja dan peralatan yang ada di ruang pengolahan.

2. Luas lantai dapur yang bebas dari peralatan minimal dua meter persegi (2 m2) untuk setiap orang pekerja.

Contoh: Luas ruang dapur (dengan peralatan kerja) 4 m x 5 m = 20 m2. Jumlah karyawan yang bekerja di dapur 6 orang, maka tiap pekerja mendapat luas ruangan 20/6 = 3,3 m2, berarti luas ini memenuhi syarat (luas 2 m2 untuk pekerja dan luas 1,3 m2 perkiraan untuk keberadaan peralatan). Luas ruangan dapur dengan peralatan 3 m x 4 m = 12 m2. Jumlah karyawan di dapur 6 orang, maka tiap karyawan mendapat luas ruangan 12/6 = 2 m2, luas ini tidak memenuhi syarat karena dihitung dengan keberadaan peralatan di dapur.

3. Ruang pengolahan makanan tidak boleh berhubungan langsung dengan toilet/jamban, peturasan dan kamar mandi.

4. Peralatan di ruang pengolahan makanan minimal harus ada meja kerja, lemari/

tempat penyimpanan bahan dan makanan jadi/masak yang terlindung dari gangguan serangga, tikus dan hewan lainnya.

Fasilitas sanitasi. Fasilitas sanitasi berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga, antara lain:

Tempat cuci tangan.

1. Tersedia tempat cuci tangan yang terpisah dari tempat cuci peralatan maupun bahan makanan dilengkapi dengan air mengalir dan sabun, saluran pembuangan tertutup, bak penampungan air dan alat pengering.

2. Tempat cuci tangan diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau dan dekat dengan tempat bekerja.

3. Jumlah tempat cuci tangan disesuaikan dengan jumlah karyawan dengan perbandingan sebagai berikut:

a. Jumlah karyawan 1 - 10 orang : 1 buah tempat cuci tangan.

b. Jumlah karyawan 11 - 20 orang : 2 buah tempat cuci tangan.

Setiap ada penambahan karyawan sampai dengan 10 orang, ada penambahan 1 buah tempat cuci tangan.

Air bersih.

1. Air bersih baiknya selalu tersedia pada seluruh kegiatan penyelenggaraan jasa boga.

2. Kualitas air bersih harus memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Jamban dan peturasan (urinoir)

1. Jasa boga harus memiliki jamban dan peturasan yang memenuhi syarat higiene sanitasi.

2. Jumlah jamban harus cukup, dengan perbandingan sebagai berikut:

a. Jumlah karyawan : 1 - 10 orang : 1 buah b. Jumlah karyawan 11 - 25 orang : 2 buah

c. Jumlah karyawan 26 - 50 orang : 3 buah

Setiap ada penambahan karyawan sampai dengan 25 orang, ada penambahan 1 buah jamban.

3. Jumlah peturasan harus cukup, dengan perbandingan sebagai berikut:

a. Jumlah karyawan : 1 - 30 orang : 1 buah b. Jumlah karyawan 31 - 60 orang : 2 buah

Setiap ada penambahan karyawan sampai dengan 30 orang, ada penambahan 1 buah peturasan.

Kamar mandi.

1. Jasa boga harus mempunyai fasilitas kamar mandi yang dilengkapi dengan air mengalir dan saluran pembuangan air limbah yang memenuhi persyaratan kesehatan.

2. Jumlah kamar mandi harus mencukupi kebutuhan, paling sedikit tersedia:

Jumlah karyawan : 1 - 30 orang : 1 buah.

Setiap ada penambahan karyawan sampai dengan 20 orang, ada penambahan 1 buah kamar mandi.

Tempat sampah.

1. Tempat sampah harus terpisah antara sampah basah (organik) dan sampah kering (anorganik).

2. Tempat sampah harus bertutup, tersedia dalam jumlah yang cukup dan diletakkan sedekat mungkin dengan sumber produksi sampah, namun dapat menghindari kemungkinan tercemarnya makanan oleh sampah.

Kualitas Makanan

Kualitas makanan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga terdiri atas 3 faktor yaitu faktor fisik, kimia dan mikrobiologi. Faktor – faktor ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

Faktor fisik. Faktor fisik yaitu diterapkan dengan menilai sesuatu dengan penglihatan secara seksama atau secara kasat mata, seperti pecahan kaca, kerikil, potongan lidi, rambut, isi staples, dan sebagainya.

Faktor kimia. Faktor kimia yaitu adanya zat-zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, obat-obat penyemprot hama atau pestisida, dan lain sebagainya. Faktor ini diantaranya timah hitam, arsenicum, cadmium, seng, tembaga, pestisida, dan lain-lain.

Faktor mikrobiologi. Faktor mikrobiologi yaitu kajian tentang mahkluk hidup atau organisme yang terlalu berukuran kecil untuk dapat dilihat dengan mata telanjang. Faktor ini disebabkan karena adanya kontaminasi dari bakteri, fungi, alga dan lain sebagainya. Jika dilihat pada bakteri biasanya pemeriksaan laboratorium Escherichia coli (E.coli) dan hasil pemeriksaan harus menunjukkan angka bakteri Escherichia coli harus 0 (nol).

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia (2018), Diare yang terjadi di Indonesia pada tahun 2018 sudah terjadi 10 KLB dengan jumlah penderita 756 orang dan kematian 36 orang (CFR 4,76%). Angka kematian (CFR) saat KLB Diare diharapkan <1%. Pada tabel dibawah ini CFR saat KLB masih cukup tinggi (>1%) kecuali pada tahun 2011 CFR pada saat KLB sebesar 0,40%, sedangkan tahun 2018

CFR Diare saat KLB mengalami peningkatan di banding tahun 2017 yaitu menjadi 4,76%.

Tabel 1

Rekapitulasi KLB Diare Di Indonesia Tahun 2010 – 2018

Tahun Jumlah Provinsi Jumlah Kejadian Kasus Kematian CFR (%)

2010 11 33 4.204 73 1,74

Penyakit diare disebabkan oleh Bakteri Escherichia coli. Bakteri Escherichia coli ini termasuk dalam parameter faktor mikrobiologi kualitas makanan, sehingga lebih difokuskan. Bakteri Escherichiacoli merupakan bakteri gram negatif yang tidak membentuk spora dengan berbentuk batang yang banyak ditemukan pada usus manusia dan hewan. Bakteri ini tumbuh dengan baik pada suhu 7o C - 46o C. Bakteri ini juga tahan pada kondisi yang asam, serta dapat tumbuh dilingkungan pH 4, 4 – 10 (Hadiwiyoto, 2014).

Berikut ini alasan memilih bakteri ini menjadi parameter menurut Pelczar (2005) yaitu:

1. Lebih tahan dibanding bakteri usus pathogen lainnya, maka dapat dipastikan bakteri patogen usus lainnya sudah tidak ada apabila bakteri Bakteri Escherichia coli tidak ditemukan dalam pemeriksaan.

2. Terdapat jumlah yang besar dalam tinja, maka bakteri mudah ditemukan dalam tinja yang dianalisis.

3. Mudah dianalisis, dengan melihat reaksi pada media selektif tertentu dapat dipastikan keberadaannya.

4. Murah biaya untuk menganalisisnya, serta media yang dibutuhkan sederhana.

Kualitas makanan jadi/masak dapat ditentukan menurut Iskandar (2018) melalui:

1. Temperatur

Makanan jadi/masak yang siap disajikan dalam keadaan hangat ditempatkan pada fasilitas penghangat makanan dengan suhu minimal 60oC dan untuk makanan dingin 4oC.

2. Peralatan makan

Persyaratan peralatan menurut Permenkes RI

No.1096/Menkes/Per/VI/2011 Tentang Higiene Sanitasi Jasaboga yaitu:

a. Adanya tempat pencucian peralatan yang jika diperlukan berbeda dari tempat pencucian bahan makanan.

b. Peralatan yang melewati proses pencucian harus menggunakan bahan pembersih yaitu sabun atau deterjen, air dingin, dan air panas sampai bersih.

c. Peralatan harus dalam keadaan bersih sebelum digunakan apalagi peralatan yang kontak langsung dengan makanan siap saji tidak boleh mengandung bakteri yang melebihi ambang batas seperti bakteri Escherichia coli yang tidak boleh ada dipermukaan alat makan.

d. Peralatan yang sudah dibersihkan disimpan dalam tempat yang terlindung dari cemaran serangga, tikus, dan hewan lainnya.

3. Higiene pejamah makan

Status kesehatan penjamah makanan sangat penting dalam menentukan kualitas makanan jadi/masak dikarenakan akan terjadi kontaminasi dari pekerja ke makanan jika tidak memenuhi syarat higiene penjamah makanan.

Prinsip Higiene Sanitasi Makanan

Prinsip-prinsip ini sangat berperan penting dalam usaha meningkatkan kualitas makanan yang diolah. Prinsip ini terdiri dari 6 prinsip higiene sanitasi makanan menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1096/MENKES/PER/VI/2011 Tentang Higiene Sanitasi Jasaboga, yaitu:

Pemilihan bahan makanan. Pemilihan bahan makanan terdiri atas:

Bahan makanan mentah (segar). Bahan makanan yang penting saat pengolahan sebelum dihidangkan seperti:

1. Daging, susu, telor, ikan/udang, buah dan sayuran harus dalam keadaan baik, segar dan tidak rusak atau berubah bentuk, warna dan rasa, serta sebaiknya dari tempat resmi yang diawasi.

2. Jenis tepung dan biji-bijian perlu dalam keadaan baik, tidak berubah warna, tidak bernoda dan tidak berjamur.

3. Makanan fermentasi adalah makanan yang dibuat dengan bantuan mikroba antara lain ragi atau cendawan, harus dalam keadaan baik, tercium aroma fermentasi, tidak berubah warna, aroma, rasa serta tidak bernoda dan tidak berjamur.

Bahan tambahan pangan (BTP). Bahan tambahan pangan harus memenuhi persyaratan sesuai peraturan yang berlaku.

Makanan olahan pabrik. Makanan yang bisa langsung dimakan tetapi digunakan dalam proses pengolahan makanan lebih lanjut yaitu:

1. Makanan dikemas, yaitu memiliki label dan merk, terdaftar dan memiliki nomor daftar, kemasan tidak rusak/pecah atau kembung, belum kadaluwarsa, dan kemasan digunakan hanya untuk satu kali penggunaan.

2. Makanan tidak dikemas, yaitu baru dan segar, tidak basi, busuk, rusak atau berjamur, serta tidak mengandung bahan berbahaya.

Penyimpanan bahan makanan. Penyimpanan bahan makanan terdiri atas:

1. Tempat penyimpanan bahan makanan harus terhindar dari peluang kontaminasi baik oleh bakteri, serangga, tikus dan hewan lainnya maupun bahan berbahaya.

2. Penyimpanan harus memperhatikan prinsip first in first out (FIFO) dan first expired first out (FEFO) merupakan bahan makanan harus terlebih dahulu disimpan dan lebih dahulu memanfaatkan bahan makanan yang sudah mendekati masa kadaluarsa.

3. Tempat atau wadah penyimpanan harus disesuaikan dengan jenis bahan makanan contohnya bahan makanan yang cepat rusak disimpan dalam lemari pendingin dan bahan makanan kering disimpan ditempat yang kering dan tidak lembab.

Dokumen terkait