• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biji kedelai yang telah dipilih selanjutnya direndam dalam air biasa selama 24 jam. Air diganti setiap 6 jam sekali untuk menghindari bau yang tidak enak selama proses perendaman. Perendaman merupakan salah satu cara dalam persiapan bahan, yaitu menyiapkan kedelai kupas sebelum difermentasikan.

c. Pengupasan

Selama perendaman, biji kedelai dikupas kulitnya menggunakan tangan untuk menjamin kebersihan dan kedelai tidak rusak. Biji kedelai yang telah dihilangkan kulit arinya (kedelai kupas), selanjutnya dikukus.

d. Pengukusan

Biji kedelai yang telah dikupas selanjutnya dikukus menggunakan dandang tertutup selama 30 menit. Pengukusan merupakan salah satu cara persiapan bahan, sebelum difermentasi menjadi tempe. Proses pengukusan ini juga merupakan proses untuk menambah kadar air pada biji kedelai, sehingga kelembabannya memenuhi syarat untuk pertumbuhan jamur Rhizopus oligosporus. Hasil dari pengukusan ini adalah kedelai kukus yang sedikit lunak dan lebih besar ukuran bijinya.

e. Penambahan inokulum (ragi tempe)

Setelah sampel dalam keadaan tidak terlalu basah, ditaburi ragi atau inokulum sebanyak 0,5 gram untuk 500 gram sampel kedelai. Inokulum yang digunakan adalah Rhizopus sp. produk LIPI dengan merk RAPRIMA

Inokulum tempe yang digunakan berupa serbuk halus berwarna putih kekuningan dan tidak berbau. Sebelum ditambahkan inokulum, kedelai hasil pengukusan diangin-anginkan terlebih dahulu untuk mengurangi kadar air

lviii

berlebih pada kedelai. Pencampuran dilakukan dengan diaduk perlahan-lahan secara merata agar jamur tumbuh pada permukaan biji-biji kedelai secara optimum, sehingga diperoleh tempe yang teksturnya kompak dan merata.

f. Pengemasan

Kedelai yang telah diinokulasi selanjutnya dikemas menggunakan daun pisang. Pengemasan bertujuan untuk mencegah kontaminasi bahan lain atau mikrobia yang dapat mengganggu pertumbuhan jamur pada proses fermentasi tempe.

g. Fermentasi

Kedelai yang telah diinokulasi dan dikemas, selanjutnya difermentasi selama 0, 1, 2, 3 dan 4 hari. Fermentasi 0 hari merupakan kedelai kukus yang setelah diinokulasi dengan ragi namun tidak difermentasikan lebih lanjut. Fermentasi bertujuan memberi kesempatan pada jamur untuk melanjutkan pertumbuhan. Mekanisme kerja pembuatan tempe kedelai dapat dilihat pada lampiran 1.

2. Pembuatan Tempe berbahan biji Buncis dan biji Kecipir

Tempe dari bahan buncis dan kecipir, dibuat dari biji buncis dan biji kecipir sebanyak masing-masing 0,5 kg dan diinokulasi dengan 0,5 gram inokulum tempe. Sebelum diinokulasi, biji buncis dan biji kecipir disortir agar didapatkan biji dengan kualitas yang bagus. Biji buncis maupun biji kecipir kemudian direndam selama 3x24 jam, sambil dikupas kulitnya dan diganti air perendamnya sampai tidak berwarna biru (air perendamnya bening). Tujuan dari perendaman adalah untuk menghilangkan bau langu dan menghilangkan zat sianida yang terdapat pada biji buncis dan kecipir. Setelah selesai perendaman dan pengupasan akan dihasilkan biji buncis dan biji kecipir kupas, kemudian dikukus 60 menit, sehingga

lix

dihasilkan biji kupas yang sudah masak sekaligus relatif steril, untuk selanjutnya diproses lebih lanjut secara fermentasi dengan variasi lama fermentasi (0, 1, 2, 3, dan 4 hari) dan akhirnya dihasilkan tempe. Fermentasi 0 hari adalah biji legum buncis dan kecipir yang sudah di inokulasi dengan ragi, tetapi tidak difermentasikan lebih lanjut. Bagan alir pembuatan tempe berbahan buncis dan kecipir ada pada lampiran 2.

3. Mengekstraksi Isoflavon dengan Metode Maserasi Untuk mengisolasi isoflavon, dapat diuraikan sebagai berikut :

Sebanyak 100 g sampel diblender hingga terbentuk bubur, kemudian dimaserasi dalam 250 ml etanol 70 % selama 24 jam, kemudian disaring dan filtratnya ditampung. Residu ditambah dengan 100 ml etanol 70 %, kemudian dimaserasi selama 24 jam, kemudian disaring dan filtratnya ditampung. Residu kedua ditambah dengan 100 ml etanol 70 %. Filtrat hasil maserasi kemudian dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental di oven selama 30 menit dengan suhu 50oC sehingga diperoleh massa hasil ekstraksi, kemudian diidentifikasi isoflavonnya dengan metode HPLC. Mekanisme Isolasi Isoflavon dengan metode maserasi dapat dilihat pada lampiran 3.

4. Identifikasi Isoflavon

Adapun mekanisme kerja untuk mengidentifikasi isoflavon dari hasil ekstraksi dengan etanol dari bahan baku legum, dapat diuraikan sebagai berikut : Identifikasi isoflavon dengan menggunakan metode HPLC dilakukan dengan pengkondisian instrumen HPLC dan pembuatan larutan sampel. Larutan sampel dibuat dengan mengambil 1 mg massa hasil ekstraksi lalu masing-masing dilarutkan dalam etanol 10 mL. Larutan kemudian disentrifuge lalu

lx

diambil 20 µL dengan alat injeksi. Selanjutnya sampel diinjeksikan ke dalam HPLC setelah pengkondisian HPLC selesai. Menganalisa kromatogram HPLC dengan menggunakan pembanding kromatogram isoflavon standar yang terdiri dari daidzein, genistein, glisitein dan faktor-2. Adapun kondisi HPLC adalah sebagai berikut:

a. Panjang Kolom : 10 cm

b. Jenis Kolom : Lichrosper (R) 100 RP-18 (non polar)

c. Fase Gerak : metanol : asam asetat 0,02 ( 57,5% ; 42,5%) d. Volume Injeksi : 20 µL

e. Detektor : sinar UV pada panjang gelombang 265 nm f. Suhu Oven : suhu kamar

Mekanisme kerja untuk mengidentifikasi Isoflavon dengan metode HPLC dapat dilihat pada lampiran 4.

5. Uji Aktivitas Antioksidan

a. Pembuatan larutan DPPH dengan cara menimbang kristal sebanyak 7,88 mg DPPH dan dilarutkan dalam metanol 100 mL sehingga diperoleh konsentrasi 0,2 mM sebagai larutan kontrol. Pengukuran absorbansi larutan DPPH dilakukan dengan memipet 600 µL pelarut (metanol) ke dalam kuvet dan ditambahkan larutan DPPH sampai volume 3 mL, kemudian ditutup dan dikocok sampai homogen warnanya. Selanjutnya membuat spektra sinar tampak pada panjang gelombang (λ) 400-600 nm dan mencatat absorbannya pada puncak panjang gelombang 517nm sebagai absorban kontrol.

Untuk menganalisis adanya senyawa antioksidan dari hasil ekstraksi kedelai kuning Madura, buncis dan kecipir Wonogiri menggunakan metode DPPH. Prosedur yang dikerjakan untuk uji aktivitas antioksidan meliputi :

lxi

b. Pembuatan Larutan Sampel, dengan cara menimbang ekstrak sebanyak 2 mg dan melarutkan ke dalam etanol 4 mL untuk membuat larutan uji dengan konsentrasi 100 ppm. Kemudian pengukuran antioksidan bahan uji digunakan metode yang sama, dimana 600 µL pelarut diganti dengan 600 µL larutan uji (sampel). Selanjutnya membuat spektra sinar tampak pada panjang gelombang (λ) 400-600 nm dan mencatat absorbannya pada puncak panjang gelombang mendekati 517nm sebagai absorban sampel.

c. Pengukuran Kadar Antioksidan

Aktivitas antiradikal dihitung dengan metode DPPH dimana sampel direaksikan dengan larutan DPPH. Aktivitas antiradikal diperlihatkan pada sistem yang warnanya berubah dari ungu menjadi kekuningan.

Perubahan warna larutan menunjukkan aktivitas penangkapan radikal bebas DPPH dan dapat diukur dengan perbedaan absorbansi yang dihasilkan pada sampel dibandingkan dengan kontrol. Aktivitas antiradikal dinyatakan dalam bentuk persen penangkapan radikal DPPH dan dihitung dengan persamaan ( Yen dan Chen, 1995 dalam Ariani dan Hastuti, 2009).

absorbansi sampel

% aktivitas antioksidan = ( 1 - ) x 100% absorbansi kontrol

Nilai 0% berarti tidak mempunyai aktivitas antiradikal bebas atau antioksidan, sedangkan nilai 100% berarti peredaman total dan pengujian perlu dilanjutkan dengan pengenceran larutan uji untuk melihat batas konsentrasi aktivitasnya. Mekanisme pembuatan larutan DPPH dan pembuatan larutan sampel serta uji aktivitas antioksidannya, dapat dilihat pada lampiran 5a. dan 5b.

lxii

E. Teknik Analisa Data

Isoflavon yang diperoleh dari hasil ekstraksi, dianalisa jenis-jenis isoflavonnya dengan metode HPLC dengan menggunakan standar isoflavon genistein, daidzein, glisitein dan faktor-2 sebagai pembanding.

Instrumen HPLC akan memberikan puncak-puncak kromatogram untuk masing-masing jenis isoflavon. Untuk mengetahui jenis isoflavon dalam sampel, dilakukan dengan membandingkan tr (waktu retensi) dari sampel dengan tr (waktu retensi) standar yang telah diketahui. Dengan membandingkan luas puncak kromatogram sampel dengan luas puncak kromatogram standar, akan diketahui kadar setiap jenis isoflavon dalam sampel.

Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan fermentasi pada kedelai, buncis, dan kecipir dengan pengukuran dan penghitungan aktivitas antioksidannya, dianalisa dengan menggunakan program SPSS version 15, analisa data berupa General Linear Model-Univariete. Untuk membandingkan aktivitas antioksidan pada legum (kedelai, buncis,kecipir) dengan antioksidan alami (α-tokoferol, β-karoten, dan vitamin C) serta BHT, dianalisa dengan Compare Means – One Way Annova menggunakan program SPSS version 15.

lxiii

Dokumen terkait