• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PEMBUKTIAN DALAM KITAB UNDANG-UNDANG

B. Macam-macam Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktian

Bagaimanapun diubah-ubah, alat-alat bukti dan kekuatan pembuktian dalam KUHAP masih tetap sama dengan yang tercantum dalam HIR yang pada dasarnya sama dengan ketentuan dalam Ned. Strafvordering yang mirip pula dengan alat bukti di negara-negara Eropa Kontinental.

Apabila dibandingkan dengan KUHAP, maka di sini tampak tidak semua pembaharuan ini ditiru oleh KUHAP.30

a. Keterangan Saksi

Adapun alat-alat bukti yang dimaksud sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 184 KUHAP ialah:

Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.31

29

Lihat juga Pasal 152 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

30

Hendrastanto Yudowidagdo, Anang Suryanata Kesuma, Sution Usman Adji, dan Agus Ismunarto, Kapita Selekta Hukum Acara Pidana di Indonesia, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hal. 241.

31

Pasal 1 butir (27) KUHAP; juga Pasal 1 butir 28 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penututan dan

M. Saleh Mukadam : Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dalam Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Teknologi Komputer, 2007.

USU Repository © 2009

peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.32

Menjadi saksi adalah salah satu kewajiban setiap orang. Orang yang menjadi saksi setelah dipanggil ke suatu sidang pengadilan untuk memberikan keterangan, tetapi dengan menolak kewajiban itu ia dapat dikenakan pidana berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku.33

a. Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa;

Pada umumnya semua orang dapat menjadi saksi. Kekecualian menjadi saksi adalah sebagai berikut:

b. Saudara dari terdakwa awtau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan dengan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga;

c. Suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.34

Perkecualian sebagai saksi tersebut juga tercantum dalam ketentuan Pasal 170 KUHAP, karena pekerjaannya maka dibebaskan dari kewajiban menjadi saksi, mengingat harkat dan martabat atau jabatannya sebagai yang diwajibkan menyimpan rahasia, dimana kekecualian ini disebut sebagai kekecualian relatif.

Dalam Pasal 171 KUHAP ditambahkan kekecualian untuk memberi kesaksian di bawah sumpah ialah:

32

Pasal 1 butir (26) KUHAP; juga Pasal 1 butir (27) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

33

Pasal 159 ayat 2 KUHAP.

34

M. Saleh Mukadam : Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dalam Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Teknologi Komputer, 2007.

USU Repository © 2009

a. Anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum pernah kawin;

b. Orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun ingatannya baik kembali. Pada dasarnya alat bukti keterangan saksi merupakan alat bukti yang paling utama dalam perkara pidana. Dapat dikatakan tidak ada perkara pidana yang luput dari alat bukti keterangan saksi. Jika suatu tindak pidana sudah dibuktikan dengan alat bukti yang lain, sekurang-kurangnya masih tetap diperlukan pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.

Agar sahnya keterangan saksi ini sebagai alat bukti yang memiliki nilai pembuktian, maka:

a. saksi harus mengucapkan sumpah;

b. keterangan saksi mengenai perkara pidana yang dilihat sendiri, didengar sendiri, dialami sendiri, serta menyebut alasan dari pengetahuannya;

c. keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan;

d. keterangan satu saksi harus didukung alat bukti yang sah lainnya; e. keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu

kejadian atau keadaan yang digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau kealpaan tertentu. Baik pendapat umum maupun rekaan

M. Saleh Mukadam : Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dalam Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Teknologi Komputer, 2007.

USU Repository © 2009

yang diperoleh dari hasil pemikiran saja, bukan merupakan keterangan saksi.

f. Adanya: (a) persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain; (b) persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti yang lain; (c) alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberikan keterangan tertentu; (d) cara hidup dan kesusilaan saksi, serta segala sesuatu yang pada umumnya dapat mempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.

Dengan demikian, menurut Pasal 185 ayat 7 KUHAP, keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan yang lain, tidak merupakan alat bukti, namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang lain.

Penjelasan Pasal 185 ayat (5) dikaitkan dengan HIR disebut juga kesaksian persetujuan dan berhubungan, atau dikenal juga dengan istilah kesaksian berantai. Menurut S.M Amin, kesaksian berantai ada dua macam:

1. Beberapa kesaksian oleh beberapa saksi dalam satu perbuatan; 2. Beberapa kesaksian oleh beberapa saksi dalam beberapa perbuatan.35

b. Keterangan Ahli

Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan oleh seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan.36

35

S.M Amin, Hukum Acara Pengadilan Negeri, Pradnya Paramita, Jakarta, 1981, hal. 112-113.

M. Saleh Mukadam : Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dalam Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Teknologi Komputer, 2007.

USU Repository © 2009

Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan.37

36

Pasal 1 butir 28 KUHAP; juga Pasal 1 butir 29 Undang-undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer.

37

Pasal 186 KUHAP.

Penjelasan Pasal ini mengatakan, keterangan ahli ini dapat juga sudah diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum yang dituangkan dalam suatu bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah di waktu ia menerima jabatan atau pekerjaan. Jika hal itu tidak diberikan pada waktu pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum, maka pada pemeriksaan di sidang diminta untuk memberikan keterangan dan dicatat dalam berita acara pemeriksaan. Keterangan tersebut diberikan setelah ia mengucapkan sumpah atau janji di hadapan hakim.

Menurut Pasal 179 KUHAP:

(1) setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan; (2) semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.

Selanjutnya Pasal 180 mengatakan:

(1) dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan; (2) dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hakim memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang; (3) hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2); (4) penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan (3) dilakukan oleh instansi semula dengan komposisi personil berbeda dari instansi lain yang mempunyai wewenang untuk itu.

M. Saleh Mukadam : Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dalam Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Teknologi Komputer, 2007.

USU Repository © 2009

Sama seperti keterangan saksi, keterangan ahli dalam KUHAP juga tidak menentukan bahwa alat bukti ini mempunyai nilai pembuktian sempurna dan menentukan. Oleh karena itu, keterangan ahli ini sebagai salah satu alat bukti mempunyai nilai pembuktian bebas. Hakim bebas menilainya dan tidak terikat kepadanya. Tidak ada keharusan bagi hakim untuk mesti menerima kebenaran keterangan ahli dimaksud. Namun sekalipun demikian, hakim dalam mempergunakan kebebasan tersebut haruslah bertanggung jawab.

Isi keterangan seorang saksi dan ahli berbeda. Keterangan seorang saksi mengenal apa yang dialami saksi itu sendiri sedangkan keterangan seorang ahli ialah mengenai suatu penilaian mengenai hal-hal yang sudah nyata ada dan pengambilan kesimpulan mengenai hal-hal itu.38

c. Surat

Mengenai contoh dari keterangan ahli ini dapat disebutkan yaitu, seumpama hakim membutuhkan untuk mengetahui dari keaslian suatu benda, yang mana benda ini harus diperiksa oleh seorang ahli khusus dan tidak dapat diperiksa oleh orang yang bukan ahlinya, misalnya benda itu berupa batu delima, mutiara, intan dan lain-lain benda yang memerlukan pemeriksaan khsusus dari seorang ahli.

Surat ialah segala sesuatu yang mengandung tanda-tanda baca yang dapat dimengerti, dimaksud untuk mengeluarkan isi pikiran.39

38

Wirjono Prodjodikoro., Op.Cit, hal. 87-88.

39

M. Saleh Mukadam : Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dalam Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Teknologi Komputer, 2007.

USU Repository © 2009

Menurut A. Pitlo surat adalah pembawa tanda tangan bacaan yang berarti, yang menerjemahkan suatu isi pikiran. Tidak termasuk kata surat, adalah foto dan peta, sebab benda ini tidak memuat tanda bacaan.40

a. berita acara surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;

Suatu alat bukti yang berupa surat yang dalam hal ini harus dibuat oleh pejabat umum yang berwenang dalam bentuk surat resmi. Hal ini dapat kita lihat pada ketentuan Pasal 187 KUHAP, mengatakan:

b. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau suatu keadaan;

c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya;

d. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.

Ada beberapa hal yang tidak dijelaskan di situ, antara lain tentang hubungan alat bukti surat dalam hukum perdata dan hukum pidana. Dalam HIR dan Ned. Sv. yang lama ditentukan bahwa ketentuan tentang kekuatan pembuktian dari surat-surat umum maupun surat-surat khusus di dalam hukum acara perdata berlaku juga di dalam penilaian hukum acara pidana tentang kekuatan bukti-bukti surat. Tetapi dalam Ned. Sv. yang baru tidak

40

Martiman Prodjohamidjojo, Komentar Atas KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum

M. Saleh Mukadam : Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dalam Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Teknologi Komputer, 2007.

USU Repository © 2009

lagi diatur hal yang demikian. Kepada hakimlah diminta kecermatan dalam mempertimbangkan bukti berupa surat.41

41

Andi hamzah., Op.Cit, hal. 284.

Secara formal, alat bukti surat sebagaimana disebut pada Pasal 187 adalah alat bukti yang sempurna, sebab dibuat secara resmi menurut formalitas yang ditentukan peraturan perundang-undangan, sedangkan surat yang disebut huruf d bukan merupakan alat bukti yang sempurna.

Dari segi materil, semua bentuk alat bukti surat yang disebut dalam Pasal 180 bukan alat bukti yang mempunyai kekuatan mengikat. Sama seperti keterangan saksi atau keterangan ahli, surat juga mempunyai kekuatan pembuktian yang bersifat bebas. Alasan ketidakterikatan hakim atas alat bukti surat didasarkan pada beberapa asas antara lain asas proses pemeriksaan perkara pidana ialah untuk mencari kebenaran materil atau kebenaran sejati, bukan mencari keterangan formil. Lalu asas keyakinan hakim sebagaimana tercantum dalam Pasal 183, bahwa hakim baru boleh menjatuhkan pidana kepada seorang terdakwa yang telah terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan keyakinan hakim bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Kemudian asas batas minimum pembuktian. Dengan demikian, bagaimanapun sempurnanya satu alat bukti surat, kesempurnaannya itu tidak dapat berdiri sendiri, dia harus dibantu lagi dengan sekurang-kurangnya satu alat bukti yang lain guna memenuhi apa yang telah ditentukan oleh batas minimum pembuktian yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP.

M. Saleh Mukadam : Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dalam Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Teknologi Komputer, 2007.

USU Repository © 2009 d. Petunjuk

Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.42

M. Yahya Harahap memberikan pengertian dengan menambah beberapa kata, petunjuk ialah suatu “isyarat” yang dapat “ditarik dari suatu perbuatan, kejadian atau keadaan” dimana isyarat tadi mempunyai persesuaian antara yang satu dengan yang lain maupun isyarat tadi mempunyai persesuaian dengan tindak pidana itu sendiri, dan dari isyarat yang bersesuaian tersebut “melahirkan” atau “mewujudkan” suatu petunjuk yang “membentuk kenyataan” terjadinya suatu tindak pidana dan terdakwalah pelakunya.43

Dari ketentuan Pasal 188 ayat (2) tersebut, terlihat bahwa alat bukti petunjuk bentuknya sebagai alat bukti yang asesor (tergantung) pada alat bukti lain. Kalau alat bukti yang menjadi sumbernya tidak ada dalam persidangan pengadilan, dengan sendirinya tidak ada alat bukti petunjuk. Berbeda dengan alat bukti saksi misalnya bisa hadir tanpa hadirnya alat bukti petunjuk. Dengan demikian, alat bukti petunjuk selamanya tergantung dari alat bukti yang lain. Alat bukti petunjuk baru diperlukan

Menurut ketentuan Pasal 188 ayat (2), petunjuk dapat diperoleh dari: keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa.

42

Pasal 188 ayat (1) KUHAP.

43

M. Saleh Mukadam : Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dalam Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Teknologi Komputer, 2007.

USU Repository © 2009

dalam pembuktian apabila alat bukti lain belum dianggap cukup membuktikan kesalahan terdakwa.44

Dalam hal ini, A. Minkenhof juga berpendapat, disini tercermin bahwa pada akhirnya persoalannya diserahkan kepada hakim, dengan demikian menjadi sama dengan pengamatan hakim sebagai alat bukti. Apa yang disebut pengamatan oleh hakim harus dilakukan selama sidang, apa yang telah dialami atau diketahui oleh hakim sebelumnya tidak dapat dijadikan Nilai kekuatan pembuktian petunjuk sama dengan alat bukti yang lain, dimana dalam KUHAP tidak diatur tentang nilai kekuatan pembuktiannya, maka dengan demikian, nilai kekuatan pembuktian petunjuk adalah bebas. Hakim tidak terikat atas kebenaran persesuaian yang diwujudkan oleh petunjuk. Sebagai alat bukti petunjuk tidak berdiri sendiri membuktikan kesalahan terdakwa. Dia tetap terikat pada prinsip minimum pembuktian. Yang berhak menilai atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam hal ini dinyatakan pula dalam ketentuan Pasal 188 ayat (3) KUHAP, ialah dilakukan oleh hakim dengan arif bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nuraninya.

Jadi di sini jelas dapat dibaca bahwa akhirnya persoalan tersebut diserahkan kepada hakim, yang dengan demikian sama dengan pengamatan hakim sebagai alat bukti.

44

M. Saleh Mukadam : Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dalam Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Teknologi Komputer, 2007.

USU Repository © 2009

dasar pembuktian, kecuali kalau perbuatan atau peristiwa itu telah diketahui umum.45

e. Keterangan Terdakwa

KUHAP jelas dan sengaja mencantumkan keterangan terdakwa sebagai alat bukti dalam Pasal 184 butir c, berbeda dengan peraturan lama, yaitu HIR yang menyebut “pengakuan terdakwa” sebagai alat bukti menurut Pasal 295. Disayangkan bahwa KUHAP tidak menjelaskan apa perbedaan antara keterangan terdakwa sebagai alat bukti dan pengakuan terdakwa sebagai alat bukti.46

1. keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri;

Mengenai keterangan terdakwa ini diatur dalam Pasal 189 KUHAP, yakni sebagai berikut:

2. keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang dapat digunakan untuk menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah sepanjang mengenai hal yang didakwakan kepadanya;

3. keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri; 4. keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa ia

bersalah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti yang lain.

Bentuk keterangan yang dapat diklasifikasikan sebagai keterangan terdakwa yang diberikan di luar sidang adalah:

a. keterangan yang diberikannya dalam pemeriksaan penyidikan; b. keterangan itu dicatat dalam berita acara penyidikan;

45

Hendrastanto……., Op.Cit, hal. 255.

46

M. Saleh Mukadam : Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dalam Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Teknologi Komputer, 2007.

USU Repository © 2009

c. berita acara penyidikan itu ditandatangani oleh pejabat penyidik dan terdakwa.47

Jika terdakwa tidak mau menjawab atau menolak untuk menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya, hakim ketua sidang menganjurkan untuk menjawab dan setelah itu pemeriksaan dilanjutkan.48

Jika terdakwa bertingkah laku yang tidak patut sehingga mengganggu ketertiban sidang, hakim ketua sidang menegurnya dan jika teguran itu tidak diindahkan ia memerintahkan supaya terdakwa dikeluarkan dari ruang sidang, kemudian pemeriksaan perkara pada waktu itu dilanjutkan tanpa hadirnya terdakwa. Dalam hal terdakwa secara terus menerus bertingkah laku yang tidak patut sehingga mengganggu ketertiban sidang, hakim ketua sidang mengusahakan upaya sedemikian rupa sehingga putusan tetap dapat diajukan dengan hadirnya terdakwa.49

1. jika terdakwa dipanggil secara tidak sah, hakim ketua sidang menunda persidangan dan memerintahkan supaya terdakwa dipanggil lagi untuk hadir pada sidang berikutnya (ayat 3)

Apabila di saat dibutuhkan keterangan terdakwa sebagai alat bukti dan ternyata terdakwa tidak hadir dalam persidangan, maka hakim dapat menggunakan ketentuan dalam Pasal 154 KUHAP, yakni sebagai berikut:

2. jika terdakwa ternyata telah dipanggil secara sah tetapi tidak datang di sidang tanpa alasan yang sah, pemeriksaan perkara tersebut tidak dapat dilangsungkan dan hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa dipanggil sekali lagi (ayat 4)

3. hakim ketua sidang memerintahkan agar terdakwa yang tidak hadir tanpa alasan yang sah setelah dipanggil secara sah untuk kedua

47

M. Yahya Harahap., Op.Cit, hal. 851.

48

Pasal 175 KUHAP.

49

M. Saleh Mukadam : Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dalam Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Teknologi Komputer, 2007.

USU Repository © 2009

kalinya, dihadirkan dengan paksa pada sidang pertama berikutnya (ayat 6).

Ketidakhadiran, ketidakbenaran untuk memberikan keterangan sebagai alat bukti ini, pada umumnya manusia merasa takut dalam menerima pidana, Sehingga ia menghindari dari tujuan keterangan yang dimaksudkan oleh para aparat penegak hukum khususnya para hakim yang bersangkutan yang memimpin sidang. Juga ketidakbenaran keterangan yang diharapkan, walaupun dalam hati terdakwa tersebut tertanam rasa ingin mengungkapkan keterangan yang sebenarnya, namun karena ia merasa takut untuk menerima pidana atas perbuatan yang dilakukan, maka dari rasa ketakutan tersebut menimbulkan dorongan kuat untuk memberikan keterangan yang tidak sesungguhnya, dimana dalam hal ini memang dapat diterima oleh nalar. Maka di sini benar-benar dituntut adanya psikologi yang benar-benar berperan dalam kasus-kasus semacam ini.50

50

M. Saleh Mukadam : Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dalam Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Teknologi Komputer, 2007.

USU Repository © 2009

Dokumen terkait