• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENGATURAN TINDAK PIDANA YANG BERKAITAN

A. Tindak Pidana yang Berkaitan dengan Teknologi Komputer

Sebelum masuk pada pokok bahasan, perlu ditinjau apa sebenarnya yang dimaksud dengan komputer sebagai sistem informasi? Sistem adalah jaringan daripada elemen-elemen yang saling berhubungan membentuk satu kesatuan untuk melaksanakan suatu tujuan pokok dari sistem tersebut.51

Sebagai suatu sistem maka ketiganya tidak dapat bekerja sendirian, ketiganya harus ada secara bersamaan. Sebagai suatu perangkat, baik hardware maupun software bukanlah apa-apa tanpa ada orang (brainware) yang memiliki

Tujuan pokok dari suatu sistem komputer yaitu untuk mengolah data yang diperoleh guna menghasilkan suatu informasi. Paling tidak kerja komputer digantung pada tiga faktor; antara lain adalah faktor manusia (brainware), perangkat keras (hardware), dan perangkat lunak (software).

Hardware atau perangkat keras adalah peralatan di dalam sistem komputer yang secara fisik terlihat dan dapat dijamah. Software atau perangkat lunak yang merupakan suatu aplikasi dari program komputer itu sendiri, yang di dalamnya berisi perintah-perintah untuk melakukan pengolahan data. Brainware adalah manusia yang mengoperasikan serta mengatur sistem komputer. Dalam pengoperasian sistem komputer tersebut manusia membutuhkan prosedur sehingga antara perangkat lunak dengan perangkat keras dan dapat berjalan dengan sebagaimana mestinya.

51

M. Saleh Mukadam : Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dalam Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Teknologi Komputer, 2007.

USU Repository © 2009

pengetahuan atau kemampuan untuk mengoperasikan komputer. Ketiga elemen sistem komputer harus saling berhubungan dan membentuk satu kesatuan.

Kemudian ditinjau dari apa yang dimaksud dengan informasi di dalam sistem komputer. Informasi dapat didefinisikan sebagai hasil dari pengolahan data dalam bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi penerimanya yang menggambarkan suatu kejadian yang nyata yang dijadikan sebagai bekal untuk mengambil suatu keputusan.52 Sumber dari informasi adalah data. Data merupakan bentuk jamak dari bentuk tunggal datum atau idem-idem. Data tersebut dapat berbentuk simbol, huruf, angka, suara, sinyal, gambar, atau gabungan daripadanya.53

“any illegal act requiring knowledge technology for its perpretation, investigation, or prosecution. It has two main categories. First, computer Perkembangan teknologi komputer, teknologi informasi, dan teknologi komunikasi menyebabkan munculnya tindak pidana baru yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan tindak pidana konvensional. Penyalahgunaan komputer sebagai salah satu dampak dari ketiga perkembangan teknologi tersebut itu tidak terlepas dari sifatnya yang khas sehingga membawa persoalan yang rumit dipecahkan berkenaan dengan masalah penanggulangan (penyelidikan, penyidikan sehingga dengan penuntutan).

Beberapa definisi mengenai kejahatan komputer atau penyalahgunaan komputer, antara lain:

52

Ibid., hal. 825.

53

M. Saleh Mukadam : Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dalam Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Teknologi Komputer, 2007.

USU Repository © 2009

as a tool of crime, such as found, and theaf property…. Second, computer is the object of crime such sabotage, theaf or alteration data,….”.54

“any illegal, unethicall or unauthorized behavior to the authomathic processing and/or the transmission of data”.

Dari definisi yang diberikan oleh departemen kehakiman Amerika, penyalahgunaan komputer dibagi atas dua bidang utama. Pertama adalah penyahgunaan komputer sebagai alat untuk melakukan kejahatan, contoh kasusnya adalah pencurian. Kemudian yang kedua adalah komputer tersebut merupakan objek atau sasaran dari tindak kejahatan tersebut, contoh kasusnya adalah sabotase komputer sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

Kemudian definisi lain mengenai kejahatan komputer ini dikeluarkan oleh Organization of European Community Development (OECD):

55

Andi Hamzah memberikan batasan atau definisi dari kejahatan komputer yakni: “kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara illegal”.

Dari definisi tersebut, kejahatan komputer ini termasuk segala akses illegal atau akses secara tidak sah terhadap suatu transmisi data. Dari situ terlihat bahwa segala aktivitas yang tidak sah dalam suatu sistem komputer merupakan suatu kejahatan.

56

Semua perumusan atau batasan yang diberikan mengenai kejahatan komputer (computer crime) atau penyalahgunaan komputer tersebut secara umum

54

H. Kadish Sanford., Op.Cit. hlm. 218.

55

Eddy Djunaedi Karnasudirdja, Yurisprudensi Kejahatan Komputer, CV. Tanjung Agung, Jakarta, 1993, hal. 3

56

Andi Hamzah, Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer, Sinar Grafika, Jakarta, 1989, hal. 26

M. Saleh Mukadam : Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dalam Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Teknologi Komputer, 2007.

USU Repository © 2009

dapat disimpulkan, yaitu perbuatan atau tindakan yang dilakukan dengan menggunakan komputer sebagai alat/sarana untuk melakukan tindak pidana atau komputer itu sendiri sebagai objek tindak pidana. Kemudian secara sempit kejahatan komputer itu adalah suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan teknologi komputer yang canggih.57

Tidak terbatasnya ruang dan waktu dalam melakukan aktivitas dengan menggunakan internet sebagai media, menyebabkan sulitnya suatu aktivitas dalam dunia maya dideteksi secara konvensional. Kejahatan komputer merupakan salah satu dari sekian banyak aspek yang tidak dapat dilupakan begitu saja dalam dunia maya. Akibat yang ditimbulkan tidak sesederhana yang kita bayangkan. Komputer yang dahulunya hanya sebagai alat pengumpul dan penyimpan data saat ini dapat digunakan untuk melakukan kejahatan lama (old fashioned) dalam kemasan baru Pesatnya kemajuan di bidang komunikasi dan informasi, yang notabene memanfaatkan komputer sebagai media tentunya tidak selalu berdampak positif melainkan juga negatif. Saat ini penguasaan informasi dalam jaringan dunia (global network) merupakan suatu keharusan, jika tidak ingin menjadi objek di dalamnya. Dalam dunia maya (cyberspace) telah terjadi perubahan paradigma, terutama dalam pemanfaatan informasi sebagai suatu asset untuk menguasai dunia. Banyak hal dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer, informasi, dan komunikasi yang bermuara pada jaringan internet sebagai wujud perpaduan tiga bidang teknologi tersebut.

57

Al. Winusubroto, Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Penyalahgunaan

M. Saleh Mukadam : Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dalam Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Teknologi Komputer, 2007.

USU Repository © 2009

ataupun perbuatan lain (tindak kejahatan) yang dilakukan dengan berbasiskan internet seperti trojan horse, hacking, data leakage.

Kejahatan komputer dalam era informasi di antaranya adalah58

a. data diddling, merupakan perubahan data sebelum, pada saat pemasukan data atau informasi (input), atau pada saat pengeluaran (output) dalam pengoperasian komputer.

:

b. Superzapping, merupakan penggunaan secara sah untuk memodifikasi, menghancurkan, menggandakan, memasukkan data atau informasi, yang akibatnya akan membuat komputer terhenti, tidak dapat beroperasi, atau komputer tersebut tidak dapat dioperasikan sesuai prosedur.

c. Scavenging, mirip dengan penyadapan dan biasa disebut sebagai browsing, yaitu memperoleh informasi dengan cara melintas dalam sistem komputer setelah suatu pekerjaan dilakukan.

d. Wiretapping, secara umum menyadap komunikasi dengan menggunakan kabel (wire) pada telefon dan merekamnya. Pada komputerpun demikian, pada saat seseorang melakukan komunikasi dengan menggunakan internet dapat dilakukan penyadapan, sehingga informasi yang mungkin rahasia dapat diketahui oleh pihak lain.

e. Trojan horse, merupakan suatu prosedur menambah atau mengurangi data atau instruksi suatu program, sehingga program tersebut selain menjalankan suatu tugas sebenarnya juga akan melaksanakan tugas lain yang tidak sah.

58

Makarim dan Rapin Mudiarjo, Kompilasi Hukum Telematika, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003, hal. 396-397.

M. Saleh Mukadam : Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dalam Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Teknologi Komputer, 2007.

USU Repository © 2009

f. Logic bomb, merupakan suatu program yang dibuat dan dapat digunakan oleh pelakunya sewaktu-waktu atau tergantung dari keinginan si pelaku, dari situ terlihat bahwa informasi yang ada di dalam komputer tersebut dapat terganggu (rusak) atau bahkan hilang.

Dalam perkembangannya, modus-modus tersebut berkembang sedemikian hingga berbanding lurus dengan pesatnya perkembangan teknologi pemrograman yang terjadi. Oleh karena itu, pada hakekatnya tindak pidana yang berkaitan dengan teknologi komputer tidak akan mungkin didefinisikan sebagai delik formil melainkan harus dengan menggunakan pendekatan delik materil.

Esensinya adalah setiap tindakan yang dengan sengaja dan melawan hukum (tanpa hak atau merugikan orang lain) terhadap keutuhan informasi elektronik dan/atau sistem elektronik (baik sistem informasi maupun sistem komunikasi) baik yang bersifat terbuka maupun bersifat tertutup adalah merupakan perbuatan yang melawan hukum atau merupakan suatu tindak pidana.

B. Aspek Tindak Pidana dalam Bidang Komputer di Indonesia

Asas hukum pidana yang dirumuskan dalam perundang-undangan hukum pidana dibedakan menjadi tiga bagian:

a. asas berlakunya undang-undang hukum pidana menurut tempat, yang mempunyai arti penting bagi penentuan tentang sampai dimana berlakunya undang-undang hukum pidana sesuatu negara itu berlaku apabila terjadi perbuatan pidana;

M. Saleh Mukadam : Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dalam Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Teknologi Komputer, 2007.

USU Repository © 2009

b. asas berlakunya undang-undang hukum pidana menurut waktu, yang mempunyai arti penting bagi penentuan kapan terjadinya perbuatan pidana;

c. asas berlakunya undang-undang pidana menurut orang sebagai pembuat atas peserta, yang mempunyai arti penting untuk terjadinya perbuatan pidana dan penuntutannya terhadap seseorang dalam suatu negara maupun yang berada di luar wilayah negara.

Pembagian tiga asas tersebut tempat, dan orang yang lazim diikuti berdasarkan atas ajaran pembagian wilayah berlakunya suatu peraturan hukum. Akan tetapi dalam hukum pidana ketiga asas tersebut cukup hanya menjadi dua asas, yaitu berlakunya undang-undang hukum pidana menurut tempat dan waktu saja. Hal ini disebabkan untuk lebih mudah menghadapi masalah lain di bidang hukum pidana yang sering dicampur adukan yaitu tentang ajaran mengenai tempat dan waktu terjadinya delik/perbuatan pidana.

1. Berlakunya Hukum Pidana Menurut Tempat

Asas berlakunya undang-undang hukum pidana menurut tempat sangat penting karena dari ajaran ini dapat diketahui:

a. Sampai dimana berlakunya undang-undang hukum pidana dari suatu negara.

b. Bilamana negara berhak menuntut sesuatu perbuatan dari seseorang yang merupakan kejahatan atau pelanggaran.

Asas ini juga mengenal empat asas, yaitu teritoril, asas personal, asas perlindungan atau nasional pasif dan asas universal.

M. Saleh Mukadam : Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dalam Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Teknologi Komputer, 2007.

USU Repository © 2009

a. Asas Territorial

Asas territorial berarti perundang-undangan hukum pidana yang berlaku bagi semua perbuatan pidana yang terjadi di wilayah negara yang dilakukan oleh setiap orang, baik sebagai warga negara maupun orang asing. Asas ini terkandung dalam Pasal 2 KUHP. Menurut Pasal ini berlakunya undang-undang hukum pidana dititikberatkan pada tempat perbuatan di wilayah negara Indonesia dan tidak mensyaratkan bahwa si pembuat harus berada di wilayah, tetapi cukup dengan bersalah dengan melakukan perbuatan pidana yang terjadi di dalam wilayah Negara Indonesia. Yang dimaksud dengan tempat terjadinya perbuatan pidana oleh pembuat undang-undang diserahkan kepada perkembangan ilmu atau jurisprudensi.

Pengertian ini masuk akal untuk menghadapi kemungkinan bagi seseorang yang berada di seberang perbatasan wilayah dengan mempergunakan cara-cara atau alat tertentu dapat melakukan kejahatan yang dapat dituntut oleh perundang- undangan hukum pidana Indonesia.

Terhadap tindak pidana cyber, sepanjang jaringan yang dimasuki adalah jaringan yang terdapat di wilayah Indonesia, maka si pelaku dapat dituntut dengan mempergunakan Hukum Pidana Indonesia, walaupun si pelaku tidak berada di Indonesia. Karena asas ini tidak mensyaratkan bahwa si pelaku harus berada di wilayah Indonesia. Yang menjadi permasalahan adalah bagaimana menentukan batas wilayah Indonesia dalam penyebaran informasi, sepenuhnya menjadi tanggung jawab dari perkembangan ilmu atau jurisprudensi.

M. Saleh Mukadam : Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dalam Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Teknologi Komputer, 2007.

USU Repository © 2009

b. Asas Personal

Asas ini menentukan bahwa berlakunya undang-undang hukum pidana sesuatu negara disandarkan pada kewarganegaraan/ nasionalitas seseorang yang melakukan perbuatan, sebagaimana ditentukan dalam asas sebelumnya. Ini berarti bahwa undang-undang hukum pidana hanya dapat diberlakukan terhadap seorang warga negara yang melakukan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang yang dalam pada itu tidak terjadi persoalan dimana perbuatan itu dilakukan. Walaupun perbuatan itu dilakukan di luar negaranya, undang-undang hukum pidana negaranya tetap berlaku terhadap dirinya.

Dikaitkan dengan penggunaan internet, setiap pengguna internet terikat dengan hukum pidana masing-masing negaranya, apapun yang dilakukannya akan mencerminkan hukum pidananya. Hal ini membawa konsekuensi bahwa terhadap para hacker juga berlaku dan terikat oleh hukum pidananya masing-masing sesuai dengan kewarganegaraan yang dianut tanpa memperhatikan dimana letak jaringan yang dimasukinya. Dengan demikian bila seorang hacker berkewarganegaraan Indonesia dan telah melakukan siber dari Amerika dan masuk ke jaringan Indonesia, maka terhadap hacker tersebut berlaku hukum negaranya, yaitu hukum Indonesia.

Asas personal (nasional aktif) yang terkandung dalam Pasal 5 KUHP dapat dibagi atas tiga golongan masalah, yaitu:

a. Pada ayat (1) ke 1 menentukan beberapa perbuatan pidana yang membahayakan kepentingan nasional bagi Indonesia, dan perbuatan- perbuatan itu tidak dapat diharapkan dikenai pidana ataupun sungguh-

M. Saleh Mukadam : Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dalam Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Teknologi Komputer, 2007.

USU Repository © 2009

sungguh untuk dituntut oleh undang-undang hukum pidana asing, oleh karena pembuat deliknya adalah warga negara Indonesia, maka kepada setiap warga negara Indonesia yang di luar wilayah Indonesia melakukan perbuatan pidana tertentu itu berlaku KUHP.

b. Ayat (1) ke 2 memperluas ketentuan golongan pertama, dengan syarat- syarat bahwa perbuatan-perbuatan yang terjadi hanya merupakan kejahatan yang menurut ketentuan KUHP dan juga harus merupakan perbuatan yang diancam dengan pidana oleh undang-undang hukum pidana negara asing dimana perbuatan terjadi. Dua syarat ini harus dipenuhi, sebab apabila menurut hukum pidana negara asing tidak diancam dengan pidana, maka KUHP tidak berlaku sekalipun sebagai kejahatan. Jadi semua kejahatan yang diatur di dalam KUHP praktisnya mengikat warga negara Indonesia di luar negeri, dengan pengecualian terhadap perbuatan-perbuatan yang menurut hukum pidana asing tidak dapat dipidana sama sekali, atau dapat pula dikatakan bahwa ketentuan Pasal 5 ayat (1) ke 1 mempunyai tujuan khusus, sedangkan Pasal 5 ayat (1) ke 2 mempunyai tujuan umum yang bersyarat, sehingga kedua-keduanya tidak dapat meniadakan yang lain. Teoritis akan timbul persoalan apabila warga negara Indonesia melakukan kejahatan di daerah tak bertuan, misalnya di dalam kapal asing atau kapal terbang, jawabannya akan terpecah seperti halnya dalam Pasal 3 dikaitkan dengan Pasal 5 KUHP.

M. Saleh Mukadam : Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dalam Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Teknologi Komputer, 2007.

USU Repository © 2009

c. Pada ayat (2) untuk menghadapi kejahatan yang dilakukan dengan perhitungan yang masak dan agar tidak lolos dari tuntutan hukum, yaitu apabila orang asing di luar negeri melakukan kejahatan dan sesudah itu melakukan naturalisasi menjadi warga negara Indonesia, maka penuntutan atas kejahatan Pasal 5 ayat (1) kedua masih dapat dilaksanakan.

c. Asas Nasional Pasif

Pengertian asas nasional pasif adalah asas yang menyatakan berlakunya undang-undang hukum pidana Indonesia di luar wilayah negara bagi setiap orang, warga negara atau orang asing yang melanggar ketentuan hukum Indonesia, atau melakukan perbuatan pidana yang membahayakan kepentingan nasional Indonesia di luar negeri. Titik berat asas ini ditujuka n kepada perlindungan kepentingan nasional yang dibahayakan oleh perbuatan pidana yang dilakukan seseorang di luar negeri, sehingga asas yang demikian ini juga dapat disebut asas perlindungan.

Asas ini sangat relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan informasi saat ini dimana dalam jaringan informasi internet bergabung berbagai warga negara dari seluruh dunia sehingga setiap warga di dunia mempunyai kemungkinan untuk melakukan cyber. Siapapun orangnya, baik warga negara Indonesia atau pun bukan yang melakukan cyber dari dalam maupun dari luar jaringan atau dari dalam maupun dari luar negeri, sepanjang hacker tersebut merugikan kepentingan nasional Indonesia, maka ia dapat dikenakan hukum pidana Indonesia. Asas ini sesungguhnya

M. Saleh Mukadam : Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dalam Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Teknologi Komputer, 2007.

USU Repository © 2009

dapat memperluas kedaulatan suatu negara yang terwujud dalam bentuk pemberlakuan hukum suatu negara terhadap warga negaranya maupun warga negara lain.

d. Asas Universal

Pengertian asas universal adalah asas yang menyatakan setiap orang yang melakukan perbuatan pidana dapat dituntut undang-undang hukum pidana Indonesia di luar wilayah negara untuk kepentingan hukum bagi seluruh dunia. Namun, tidak mungkin semua kepentingan hukum di dunia akan mendapat perlindungan, melainkan hanya kejahatan yang menyangkut tentang keuangan dan pelayaran. Pasal 4 kedua kalimat pertama dan keempat KUHP mengandung asas universal yang melindungi kepentingan hukum dunia terhadap kejahatan dalam mata uang atau uang kertas dan pembajakan laut, yang dilakukan oleh setiap orang, dan dimana saja dilakukan. Keempat asas ini tidak mutlak berlaku tapi mengenal beberapa pembatasan yang dikenal dengan hukum antar negara. Menurut pengecualian itu, maka terhadap beberapa orang tertentu yang melakukan sesuatu kejahatan, mungkin tidak dapat diberlakukan KUHP Indonesia. Adapun menurut pengecualian itu KUHP tidak dapat diberlakukan terhadap:

a. Utusan atau wakil-wakil diplomatik negara asing yang berada di negara kita. Terhadap orang-orang yang termasuk golongan ini berlaku undang-undang hukum pidana dari negara asalnya.

M. Saleh Mukadam : Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dalam Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Teknologi Komputer, 2007.

USU Repository © 2009

b. Kepala negara asing yang berada dalam wilayah negara Indonesia dengan persetujuan pemerintah Indonesia.

2. Berlakunya Hukum Pidana Menurut Waktu

Sumber utama tentang berlakunya undang-undang hukum pidana menurut waktu, tersimpul di dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP. Banyak pengertian yang dapat diberikan kepada Pasal 1 ayat (1) KUHP antara lain:

a. Mempunyai makna “nullum delictum, nulla poena sine praevita lege poenali”, tiada delik tiada pidana, tanpa peraturan yang mengancam pidana terlebih dahulu (sifat umum adagium di dalam hukum pidana) b. Mempunyai makna “undang-undang hukum pidana tidak mempunyai

kekuatan berlaku surut”.

c. Mempunyai makna “lex temporalis delict” yang artinya undang-undang berlaku terhadap delik yang terjadi pada saat itu.

Kedua asas yang pertama pada dasarnya merupakan asas legalitas yang mendasarkan titik beratnya pada:

1. Perlindungan individu untuk memperoleh kepastian dan persamaan hukum terhadap penguasa agar tidak sewenang-wenang. Perlindungan hukum itu diwujudkan adanya keharusan dibuat undang-undang lebih dahulu, untuk menentukan perbuatan pidana atau pemidanaan.

2. Dasar dan tujuan pemidanaan agar dengan sanksi pidana itu hukum pidana bermanfaat bagi masyarakat serta tidak ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh anggota masyarakat, karena itu masyarakat harus

M. Saleh Mukadam : Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dalam Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Teknologi Komputer, 2007.

USU Repository © 2009

mengetahui lebih dahulu rumusan peraturan yang memuat tentang perbuatan pidana dan ancaman pidananya

3. Unsur yang sama penting, yaitu bahwa yang diatur hukum pidana tidak hanya memuat ketentuan tentang perbuatan pidana saja agar orang mau menghindari perbuatan itu, tetapi juga harus diatur mengenai ancaman pidana agar penguasa tidak sewenang-wenang dalam menjatuhkan pidana. 4. Perlindungan hukum lebih utama kepada negara dan masyarakat daripada

kepentingan individu.

Kriminalisasi cyber sebagai tindak pidana membawa konsekuensi bahwa apabila perbuatan cyber dilakukan sebelum adanya suatu ketentuan atau peraturan khusus yang mengatur kriminalisasi cyber, kemudian terjadi kriminalisasi, maka si pelaku belum dapat dipidana karena sesuai dengan unsur yang ketiga bahwa undang-undang yang baru lebih menguntungkan.

3. Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana yang Berkaitan dengan Teknologi Komputer

Bertitik tolak dari pemikiran keseimbangan monodualistik konsep memandang bahwa asas kesalahan (asas culpabilitas) merupakan pasangan dari asas legalitas yang harus dirumuskan secara eksplisit dalam undang-undang. Oleh karena itu ditegaskan bahwa asas tiada pidana tanpa kesalahan merupakan asas yang sangat fundamental dalam mempertanggung-jawabkan pembuat yang telah melakukan tindak pidana.59

59

M. Saleh Mukadam : Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dalam Pembuktian Terhadap Tindak Pidana Yang Berkaitan Dengan Teknologi Komputer, 2007.

USU Repository © 2009

Walaupun prinsipnya bertolak dari “pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan (liability based on fault) namun dalam Pasal tertentu konsep juga memberikan kemungkinan adanya pertanggungjawaban yang ketat (strict liability) dalam Pasal 37 KUHP, dan pertanggungjawaban pengganti (vicarious liability) dalam Pasal 36 KUHP.

Pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan-kesalahan terutama dibatasi pada perbuatan yang dilakukan dengan sengaja (dolus). Dapat dipidananya delik culpa hanya bersifat perkecualian (eksepsional) apabila ditentukan secara oleh undang-undang, sedangkan pertanggungjawaban terhadap akibat-akibat tertentu dari suatu tindak pidana yang oleh undang-undang diperberat ancaman pidananya, hanya dikenakan kepada terdakwa apabila ia sepatutnya sudah dapat menduga kemungkinan terjadinya akibat itu atau sekurang-kurangnya ada kealpaan. Jadi konsep tidak mengandung doktrin menanggung akibat (erfolgshaftung) secara murni, tetapi tetap berorientasi kepada asas kesalahan.

Walaupun pada prinsipnya seesorang sudah dapat dipidana apabila telah terbukti melakukan tindak pidana dan kesalahannya, namun dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu konsep memberi kewenangan kepada hakim untuk memberi maaf atau pengampunan kepada si pembuat tanpa menjatuhkan

Dokumen terkait