BAB II KAJIAN TEORI
B. Pandangan Umum tentang Infaq
4. Macam-macam Infaq
Empat macam infaq antara lain sebagai berikut:
a. Mubah
Mengeluarkan harta untuk perkara mubah seperti berdagang, bercocok tanam.
b. Wajib
Aplikasi dari Infaq Wajib yaitu Mengeluarkan harta untuk perkara wajib seperti:
a) Membayar mahar (maskawin) b) Menafkahi istri
c) Menafkahi istri yang ditalak dan masih dalam keadaan iddah c. Haram
Mengeluarkan harta dengan tujuan yang diharamkan oleh Allah yaitu:
Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu: "Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang sudah lalu; dan jika mereka kembali lagi Sesungguhnya akan Berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah tenhadap) orang-orang dahulu ".
b) Infaq-nya orang Islam kepada fakir miskin tapi tidak karena Allah (An-Nisa:38):
Dan (juga) orang-orang yang menafkahkan harta-harta mereka karena riya kepada manusia, dan orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan kepada hari kemudian.
Barangsiapa yang mengambil syaitan itu menjadi temannya, Maka syaitan itu adalah teman yang seburuk-buruknya d. Sunnah
Yaitu mengeluarkan harta dengan niat sadaqah. Infaq tipe ini yaitu ada 2 (dua) macam Sebagai berikut:
a) Infaq untuk jihad
b) Infaq kepada yang membutuhkan 5. Rukun dan Syarat Infaq
Rukun infaq yaitu memiliki 4 (empat) rukun : 1. Orang yang berinfaq
Yaitu orang yang berinfaq tersebut harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. memiliki apa yang diinfaqkan.
b. bukan orang yang dibatasi haknya karena suatu alasan.
c. itu oarang dewasa, bukan anak yang kurang kemampuannya
d. tidak dipaksa, sebab infaq itu akad yang mensyaratkan keridhaan dalam keabsahannya.
2. Orang yang diberi infaq
Yaitu orang yang diberi infaq oleh penginfaq, harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Benar-benar ada waktu diberi infaq. Bila benar-benar tidak ada, atau diperkirakan adanya, misalnya dalam bentuk janin maka infaq tidak ada.
b. Dewasa atau baligh maksudnya apabila orang yang diberi infaq itu ada di waktu pemberian infaq, akan tetapi ia masih kecil atau gila, maka infaq itu diambil oleh walinya, pemeliharaannya, atau orang yang mendidiknya, sekalipun dia orang asing.
3. Sesuatu yang di infaqkan
Yaitu orang yang diberi infaq oleh penginfaq, harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Benar-benar ada.
b. Harta yang bernilai.
c. Dapat dimiliki zatnya, yakni bahwa yang diinfaqkan adalah apa yang biasanya dimiliki, diterima peredarannya, dan pemilikannya dapat berpindah tangan. Maka tidak sah menginfaqkan air di sungai, ikan di laut, burung di udara.
d. Tidak berhubungan dengan tempat milik penginfaq, seperti menginfaqkan tanaman, pohon atau bangunan tanpa tanahnya. Akan tetapi yang diinfaqkan itu wajib dipisahkan dan diserahkan kepada yang diberi infaq sehingga menjadi milik baginya.
4. Ijab dan Qabul
Infaq itu sah melalui ijab dan qabul, bagaimana pun bentuk ijab qabul yang ditunjukkan oleh pemberian harta tanpa imbalan. Misalnya penginfaq berkata: Aku infaqkan kepadamu; aku berikan kepadamu; atau yang serupa itu; sedang yang lain berkata: Imam Malik dan Asy-Syafi‟i berpendapat dipegangnya qabul di dalam infaq. Orang-orang Hanafi berpendapat bahwa ijab saja sudah cukup, dan itulah yang paling shahih. Sedangkan orang-orang Hambali berpendapat: Infaq itu sah dengan pemberian yang menunjukkan kepadanya; karena Nabi SAW. Diberi dan
memberikan hadiah. Begitu pula dilakukan para sahabat. Serta tidak dinukil dari mereka bahwa mereka mensyaratkan ijab qabul, dan yang serupa itu (Abd Al-Rahman Al-Jazairi, 2003:140).
6. Golongan Yang Berhak dan tidak Berhak Menerima Infaq A. Golongan yang berhak menerima infaq adalah sebagai berikut:
1. Fakir
Orang yang tidak mepunyai mata pencaharian atau mempunyai mata pencaharian, tetapi penghasilannya tidak mencapai separuh dari yang dibutuhkan.
2. Miskin
Orang yang mempunyai mata pencaharian dan penghasilannya mencapai separuh atau lebih dari yang dibutuhkan, namun belum mencukupinya.
3. Amil Infaq
Orang yang bertugas megelola. Baik masjid, yayasan, atau instansi yang mempunyai wewenang.
4. Hamba sahaya
Orang yang tidak merdeka dalam artian masih hak majikannya, hamba sahaya ini terjadi hanya pada zaman Nabi
5. Orang yang berhutang
Adalah seseorang yang terjerat dalam hutang, baik ia bangkrut dalam perdagangan atau mempunyai hutang karma untuk memenuhi kebutuhan sehari hari
6. Muallaf
Orang yang baru beberapa saat masuk agama Islam atau orang yang diharapkan masuk Islam
7. Fi Sabilillah
Orang yang sedang berjuang untuk menegakkan agama Allah.
8. Ibnu Sabil
Orang yang sedang safar (perjalanan), sedang bekalnya tidak cukup selama dalam perjalanan.
9. Sahabat atau Keluarga Terdekat
Adalah orang yang terdekat dengan kita baik orang yang mempunyai hubungan darah atau hubungan dari pernikahan.
10. Pembangunan Kepentingan Umum
Adalah sebuah pembangunan yang digunakan untuk kepentingan umum baik untuk pembangunan masjid, sekolah, rumah sakit dan lain sebagainya.
B. Golongan yang tidak berhak menerima infaq adalah sebagai berikut:
1. Orang Kaya
2. Orang Yang mampu bekerja 3. Orang kafir yang memerangi 4. Orang Murtad
5. Pembangunan tempat umum yang sudah megah C. Pandangan Umum Tentang Sedekah
1. Pengertian sedekah dan dalil
Sedekah berasal dari kata ash-shidqu, berarti orang yang banyak benarnya dalam perkataan, sha-da-qa bermakna jujur, benar, memberi dengan ikhlas (Hj.Saadiyah Binti Syekh Bahmid, 2014: 5). Firman Allah Swt dalam surat QS. Al Lail: 5-7 sebagai berikut:
Maka barang siapa memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa. Dan membenarkan (adanya pahala) yang terbaik (syurga). Maka Kami mudahkan baginya jalan menuju kemudahan (kebahagiaan)
Sedekah menurut syara‟ adalah melakukan suatu kebajikan sesuai dengan ajaran Al-Qur‟an dan As-Sunnah, baik yang bersifat materiil maupun non materiil. Sedangkan menurut Undang-undang nomor 23 tahun 2011 menyebutkan bahwa sedekah adalah harta atau non harta yang dikeluarkan oleh seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum.
Secara umum, kebaikan seseorang dalam bentuk memberikan sebagian harta yang dimilikinya kepada orang/pihak lain disebut Sedekah. Sedekah yang wajib disebut zakat yang sudah ditentukan kadar (persentase zakat), nisab (batas minimal harta yang dizakati), dan haul (ukuran waktu satu tahun) nya, dan infak (berlaku untuk jenis harta baru yang tidak terdapat pada zaman Nabi SAW, sehingga tidak ditentukan kadar, nisab dan haulnya).
Sedekah pada prinsipnya sama dengan infaq, hanya saja ia memiliki pengertian yang lebih luas. Sedekah dapat berupa bacaan tahmid, takbir, tahlil, istighfar, maupun bacaan-bacaan kalimahthayyibah lainnya. Demikian juga Sedekah dapat berupa pemberian benda atau uang, bantuan tenaga atau jasa serta menahan diri untuk tidak berbuat kejahatan. Adapun infaq tidaklah demikian. Hal lain yang membedakan keduanya adalah bahwa infaq dikeluarkan pada saat seseorang menerima rizki, sedangkan Sedekah lebih luas dan lebih umum, Tidak ditentukan jenis, jumlah, dan waktu penyerahannya serta peruntukannya (Padlullah: 1993: 7).
Sedekah adalah keseluruhan amal kebajikan yang dilakukan setiap pribadi muslim untuk menciptakan kesejahteraan sesama umat manusia, termasuk untuk kelestarian lingkungan hidup dan alam semesta ciptaan Allah guna memperoleh hidayah dan ridho Allah.
2. Orang yang diberi sedekah
a. Kerabat: yang paling utama mengkhususkan sedekah kepada kerabat,kemudian tetangga. Mereka lebih berhak dari pada orang lain.
Berdasarkan firman Allah SWT yang artinya, “(kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat”. (Al-Balad:15) sebagai berikut :
(kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat
Berdasarkan sabda Nabi saw. Dalam hadist hasan yang diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, dan at-Tirmidzi “Sedekah kepada orang miskin adalah sedekah. Sedangkan sedekah kepada keluarga ada dua; sedekah dan menyambung silaturrahim”. Berdasarkan khabar yang diriwayatkan oleh Bukhari mengenai Aisyah,“ Sesungguhnya saya mempunyai dua tetangga, kepada siapa saya memberi hadiah?” Nabi menjawab, “Kepada tetangga yang pintunya paling dekat dari (rumah) mu”. Demikianlah hukum dalam zakat, kafarat, nadzar,wasiat,waqaf,dan kebaikan-kebaikan lainnya. Dalam menunaikan semua itu dianjurkan untuk lebih mendahulukan kerabat jika mereka termasuk orang yang berhak menerimnya. Dan dianjurkan untuk memberikan sedekahnya kepada kerabat yang paling memusuhinya agar hatinya luluh dan mengembalikannya kepada rasa kasih sayang.
b. Orang yang sangat membutuhkan: sedekah dianjurkan kepada orang yang sangat membutuhkan. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT yang artinya, “ Atau orang miskin yang sangat fakir”. (Al-Balad:16)
Atau kepada orang miskin yang sangat fakir.
Orang kaya, Bani Hasyim, orang kafir dan orang fasik: sedekah boleh diberikan kepada orang kaya sekalipun termasuk kerabat. Hal ini berdasarkan perkataan Ja‟far bin Muhammad dari ayahnya, “Bahwasannya pernah minum
ditempat minuman yang terletak diantara Mekkah dan Madinah. Lantas ada orang yang bertanya, „apakah kamu minum dari sedekah?‟ menjawab, „Allah hanya mengharamkan kepada kami sedekah yang wajib.‟‟Nabi saw.
Mengikrari dalam hadist di kitab shahih Bukhari Muslim dari Abu Hurairah, sedekahnya seseorang kepada pencuri,pezina,dan orang kaya. Nabi saw.
Bersabda, “ Adapun sedekahmu kepada pencuri,boleh jadi akan berhenti mencuri. Sedekah kepada pezina,boleh jadi akan berhenti berzina. Sedangkan kepada orang kaya,boleh jadi akan mengambil pelajaran, lantas menyedekahkannya harta yang diberikan Allah kepadanaya.” Akan tetapi, dianjurkan bagi orang kaya agar tidak menerima sedekah. Sedangkan sedekah kepada bani Hasyim, telah mengetahui bahwa zakat boleh diberikan kepada mereka menurut pendapat mayoritas ulama. Sedekah itu boleh bagi Bani Hasyim, tidak bagi beliau memuliakan beliau. Sedekah juga boleh diberikan kepada orang fasik , kafir; yahudi dan nasrani, majusi dan kafir dzimmi atau harbi. Hal ini berasarkan firman Allah yang (Al-Insaan:8)
Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan
.
Berdasarkan sabda Nabi Saw. Dalam kitab ash-Shahihain dari Abu Hurairah mengenai orang yang memberi minum air kepada anjing yang sangat kehausan,“ Di setiap hati yang basah terdapat pahala.” Sedangkan hadist, “ Janganlah memakan makananmu melainkan orang yang bertakwa,” itu hanya menunjukkan kemuliaan. Sedekah untuk mayit: sebagaimana telah kami sebutkan dalam bab mengenai janaiz, bahwa sedekah itu bermanfaat bagi mayit. Sedekah berupa makanan, minuman, pakaian, dirham, dan dinar.
bermanfaat doa bermanfaat baginya ( Ya Allah ampuni dia) menurut ijma‟.
Berdasarkan kepadanaya tidak boleh dilakukan dengan amal fisik seperti memberikan kepadanya pahala sholat dan puasa. Adapun bacaan Al-Qur‟an seperti al-Fatihah, Malik dan Syafi;i berkata,” itu tidak bermanfaat baginya,”
sedangkan pendapat kebanyakan ulama adalah menyatakan itu bermanfaat (Wahbah Az-zuhaili, 2011 : 361-363).
3. Manfaat Sedekah
Pada dasarnya ada tiga pihak yang mendapatkan manfaat dari sedekah.
Pertama, orang yang mengeluarkan sedekah. Kedua, orang yang mendapatkan sedekah. Ketiga, masyarakat yang ada disekitar orang yang bersedekah.
a. Manfaat sedekah bagi orang yang mengeluarkannya a) Sebagai kesempurnaan iman dan Islam
Islam adalah agama yang membawa rahmat bagi alam semesta.
Karena itu, Islam bukan hanya mengajarkan bagaimana seorang muslim itu berhubungan dengan tuhannya, akan tetapi Islam juga mengajarkan bagaimana seorang muslim itu berhubungan baik dengan keluarganya, tetangganya dan masyarakatnya. Rasa empati sosial dalam ajaran Islam bukan hanya dalam wacana-wacana kosong yang tanpa aplikasi. Akan tetapi, rasa empati sosial dalam Islam diwujukan dengan tindakan-tindakan nyata bukan sekedar pengakuan.
Oleh karena itu, orang yang mengaku beragama Islam, mengaku beriman, dan mengaku bertakwa ditantang oleh Allah untuk melakukan perbuatan sebagai bukti keimanan, keIslaman, dan ketakwaan. Jika perbuatan yang diperintahkan tersebut bisa dilakukan dengan baik maka mereka pantas disebut mukmin, muslim dan muttaqin (Syafi‟i Maskur, 2011:43).
b) Tanda berprasangka baik kepada Allah
Orang yang mau mengeluarkan sebagian rizki untuk disedekahkan kepada orang lain berarti dalam dirinya ada rasa berbaik sangka kepada Allah. Ada keyakinan didalam dirinya bahwa Allah akan
mengganti sedekah yang dikeluarkannya tersebut dengan sesuatu yang lebih baik. Berbeda dengan orang pelit yang menganggap pintu rizki itu hanya kerja keras dan kikir terhadap orang lain. Mereka tidak yakin jika mereka mengeluarkan sedekah niscaya Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik. Dalam hadis Qudsi disebutkan bahwa Allah berfirman “Aku menurut persangkaan hambaku kepadaku”. Apabila orang mau berbaik sangka kepada Allah maka Allah akan memberinya kebaikan kepadanya begitu pula sebaliknya.
c) Sebab memperoleh cinta Allah dan cinta sesama Manusia
Salah satu langkah untuk mendapatkan cinta dan kasih sayang Allah adalah dengan cara mengasihi sesama manusia, dan salah satu cara mengasihi sesama manusia adalah dengan bersedekah kepada mereka. Perbuatan cinta dan kasih sayang kepada sesama manusia bisa menjadikan sebab seseorang dicintai oleh Allah. Rasulullah bersabda, “tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati orang yang lebih tua dari kami dan tidak menyayangi orang yang lebih muda daripada kami”.
Dalam hadis lain disebutkan, “kasihilah yang ada diatas bumi niscaya yang ada diatas langit akan mengasihimu”. Selain kecintaan Allah, orang yang suka bersedekah akan mendapatkan kecintaan dari sesama manusia. Sudah menjadi tabiat manusia untuk ingin diperhatikan, dimengerti dan dibantu. Sedekah adalah merupakan salahsatu bentuk empati sosial. Setiap orang yang diberi sesuatu kenikmatan pasti ia akan merasa senang dengan pemberinya.
d) Mensucikan jiwa Cinta dunia
adalah kotoran yang menempel dalam jiwa manusia. Salah satu bentuk cinta dunia adalah mencintai harta yang berlebihan.
4. Hal-hal yang menggugurkan pahala sedekah
Hal yang menggugurkan pahala sedekah wajib dan sunnah gugur karena beberapa hal berikut :
a. Riya‟
Memberikan sedekah dengan niat bukan karena Allah SWT tetapi agar dilihat orang. Sama halnya dengan orang memberitahukan sedekahnya pada orang-orang agar orang mengetahuinya demi tujuan duniawi. Riya‟
seperti ini bisa mengguguran amal dan melenyapkan pahala. Dan itulah syirik kecil. Rasulullah SAW bersabda HR. Ahmad dengan sanad hasan) yang artinya“ sesungguhnya yang paling aku khawatirkan dari kalian adalah syirik kecil, riya‟”.
b. Mengungkit – Ungkit sedekah
Kebaikan apapun yang diberikan oleh seseorang kepada sesama saudaranya. Mengugkit- ungkit artinya seseorang merasa bangga diri terhadap orang fakir atas apa yang diberikan padanya,”Aku telah berbuat baik padamu, aku telah memberimu kecukupan, aku telah mengatasimu dari kesusahan, andai bukan karena aku tentu kau hidup tersiksa” atau dengan kata-kata lainya (Ibnu Kasir ad-Dimasyqi, 2002: 206).
Mengungkit- ungkit tercela secara syari‟at di benci secara adat dan tertolak oleh fitrah yang sehat. Mengungkit-ungkit bisa menggugurkan pahala amal baik apapun yang diberikan kepada orang lain. Mengungkit-ungkit juga nilai sebagai dosa yang menyebabkan pelaunya akan disiksa karena perbuatannya itu menyakiti dan melukai perasaan orang fakir.
Firman Allah dalm surat Al-Baqarah ayat 264:
“Hai orang- orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang menafkahkan hartanya karena riya‟ kepada manusia dan tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian”
c. Menyakiti
Segala hal yang membuat hati orang lain terluka baik dengan perkataan, perbuatan atau yang lain. Minsyalnya seseorang berkata kepada orang fakir “ anda selamanya miskin karena Allah memberikanmu musibah, semoga Allah menyelamatkanmu, dan semua tindakan, isyaratnya atau celaan yang memiliki makna seperti di atas termasuk kepada kategori yang membuat orang lain sakit karena ucapan dan hal tersebut dapat menggugurkan pahala sedekah. Dalam firman Allah Surat Al- Baqarah ayat 263: diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan sipenerima) Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.
D. Pandangan Umum Tentang Wakaf 1. Pengertian Wakaf
Perkataan wakaf yang menjadi bahasa indonesia, berasal dari bahasa Arab dalam bentuk masdar atau kata jadian dari kata kerja atau fi‟il maqafa.
Kata kerja atau fi‟il maqafa ini adakalanya memerlukan objek (muta‟addi) dan adakalanya pula tidak memerlukan objek (lazim). Dalam perpustaka sering ditemui syonim waqf ialah habs waqafa dan bahasa dalam bentuk kata kerja yang bermakna dan menghentikan dan menahan atau berhenti ditemapat.
Menurut istilah syara‟, Muhammad Jawad Mughniyah dalam bukunya al-Ahwalus-Syakhsiyah sebagaimana dikutip oleh Abdul Halim, menyebutkan bahwa wakaf adalah suatu bentuk pemberian yang menghendaki penahanan asal harta dan mendermakan hasilnya pada jalan yang bermanfaat (Abdul Halim, 2005: 1).
Pendapat yang sama juga dijumpai pengrtian wakaf dari segi etimologi ialah; “waqf from Arabic term (plural, awqaf), refers to the act of dediceting property to Muslim fundation and, by extention, also means the endownent thus created. The meaning of Arabic word is “stop”, that is, stop from being as ordinary property. The property is the said to be mauquf”.
(Wakaf berasal dari bahasa Arab, waqf (jamaknya,awqaf), menyerahkan harta milik dengan penuh keikhlasan (dedikasi) dan pengabdian, yaitu berupa penyerahan sesuatu pada sutu lembaga islam, dengan menahan benda itu. Kemudian yang diwakafkan itu disebut mauquf).
Pengertian menghentikan ini, jika dikaitkan dengan waqaf dalam istilah ilmu tajwid, ialah tanda berhenti dalam bacaan Alquran. Begitu pula dihubungkan dalam masalah haji, yaitu wuquf, berarti berdiam diri atau bertahan di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijah, wakaf di sini yang berkenaan denagan harta dalam pandangan hukum Islam, seiring disebut ibadah wakaf atau habs. Khusus istilah habs di sini, atau ahbas biasanya dipergunakan kalangan masyarakat di Afrika Utara yang bermahzab maliki. Sejalan dengan
itu disebutkan bahwa, “ in the law of sunni Maliki school ang hence in Norht dan West Africa, the terminologi is habis or hubs, meaning retention”.
Mahzab Maliki seperti yang terdapat di Afrika Utara dan Barat, pengertian wakaf disana adalah dengan memakai istilah habis atau hubs, berarti menahan.
Dalam kitab-kitab fikih, wakaf berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama zatnya kepada seseorang nazdir (pemelihara atau pengurus wakaf) atau kepada suatu badan pengelola, dengan ketentuan bahwa hasil atau dengan manfaatnya dipergunkan sesuai dengan ajaran islam. Benda yang diwakafkan tidak lagi menjadi hak milik yang mewakafkan, dan bukan pula milik tempat menyerahkan, (nadzir) tetapi menjadi milik Allah (hak umat).
Defenisi wakaf etimologis atau lughat yang bermakna menahan harta dan memnfaatkan hasil di jalan Allah atau ada juga yang bermaksud menghentikan seperti yang telah disebutkan diatas. Maknanya di sini, menghentikan manfaat keuntungannya dan diganti untuk amal kebaikan sesuai dengan tujuan wakaf. Menghentikan segala aktifitas yang pada mulanya diperbolehkan terhadap harta („ain benda itu), seperti menjual, mewariskan menghibahkan mentransaksikannya, maka setelah di jadikan wakaf, tidak boleh tidak, hanya untuk keperluan semata, bukan untuk keperluan si wakif atau individual lainnya.
Kata wakaf itu sendiri berasal dari kata kerja waqata (fil madi)-yaqifu, (fiil mudari‟) waqdan(isim masadar), yang berarti berhenti atau berdiri, sedangkan wakaf menurut istilah syara adalah menahan harta yang mungkin di ambil manfaatnya tampa digunakan untuk kebaikan. Para ulama telah berbeda pendapat mengenai arti wakaf secara istilah (hukum), hal itu sesuai dengan perbedaan mazhab yang telah dianutnya (Elimartati, 2010 : 88-89).
Pengertian wakaf menurut mazhab - mazhab fiqih sebagai berikut :
1. Menurut Abu Hanifah
Wakaf adalah menahan harta dari otoritas kepemilikan orang yang mewakafkan, dan menyedekahkan kemanfaatan barang wakaf tersebut untuk tujuan kebaikan (M. Attoillah, 2014: 7).
Berdasarkan pengertian tersebut, wakaf tidak memberikan konsekuensi hilangnya barang yang diwakafkan dari kepemilikan (orang yang mewakafkan) boleh saja mencabut wakaf tersebut, boleh juga menjualnya.
Sebab pendapat yang paling sahih menurut Abu Hanifah adalah bahwa wakaf hukumnya Ja‟iz (boleh), bukan lazim (wajib, mengandung hukum yang mengikat). Wakaf hanya mempunyai hukum lazim karena salah satu dari tiga perkara.
a. Jika yang memutuskan adalah hakim Al-Muwalla( hakim yang diberi wewenang untuk mengenai urusan umat), bukan hakim al-Muhakkam hakim penengah persengketaan.
b. Atau orang yang mewakafkan mengkaitkan wakaf tersebut dengan kematiannya
c. Jika orang yang mewakafkan menjadikan barang tersebut wakaf untuk mesjid, memisahkannya dari kepemilikan (Properti) nya, mengizinkan untuk dijadikan untuk Sholat, jika ada seseorang yang telah sholat di dalamnya, kepemilikan barang tersebut menjadi hilang dari pemiliknya (orang yang mewakafkan).
2. Menurut Mayoritas Ulama
Wakaf adalah menahan harta yang bisa dimanfaatkan sementara barang tersebut masih utuh dengan menghentikan sama sekali pengawasan terhadap barang tersebut, dari orang yang mewakafkan dan lainnya, untuk pengelolaan yang diperbolehkan dan riil atau pengelolaan revenue (penghasilan) barang tersebut untuk tujuan kebajikan dan kebaikan demi mendekatkan diri kepada Allah.
3. Menurut Madzhab Maliki
Wakaf adalah pemilik harta menjadikan hasil dari harta yang dimiliki meskipun kepemilikan itu dengan cara menyewa atau menjadikan penghasilan dari harta tersebut minsalnya dirham, kepada orang yang berhak dengan suatu sighat (akad, pernyataan) untuk suatu tempo yang dipertimbangkan oleh orang yang mewakafkan. Wakaf menurut Malikiyyah tidak memutus (menghilangkan) hak kepemilikan barang yang diwakafkan, namun hanya memutus hak pengelolannya (Wahbah Az-Zuhaili, 2011 : 269- 272).
2. Dasar Hukum Wakaf
Dalam quar‟an tidak ditentukan secara jelas menganai wakaf. Al-quran hanya menyebut dalam arti umum, bahwa para ulama menafsirkannya bahwa wakaf sudah tercakap di dalam cakupan ayat tersebut, membicarakan soal menafkahkan harta dan termasuk didalamnya mewakafkan harta yang dimilikinya, telah disebutkan dalam suarat Al-Baqarah ayat 261:
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.
Berdasarkan penjelasan diatas bahwa peruntukan wakaf itu sangalah luas, seperti yang telah dijelaskan dalam ayat di atas bahwa mewakafkan harta yang