• Tidak ada hasil yang ditemukan

b. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa;

c. dakwaan, sebagaimana terdapat dalam surat dakwaan; d. pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta

dan keadaan beserta alat pembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa;

e. tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;

f. pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang- undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan, disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa;

g. hari dan tanggal diadakannya musyawarah majelis hakim kecuali perkara diperiksa oleh hakim tunggal;

h. pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang dijatuhkan;

i. ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti;

j. keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan di mana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu;

k. perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan;

l. hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan nama panitera;

(2) Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat 1 huruf a, b, c, d, e, f, g, h, i, j, k, l dan I Pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum

(3) Putusan dilaksanakan dengan segera menurut ketentuan dalam undang-undang ini.

Dalam hal ini, hakim dalam surat putusan

pemidanaannya harus mengacu pada Pasal 197 KUHAP tersebut. Putusan hakim merupakan mahkota dan puncak dari suatu perkara yang sedang di periksa dan di adili oleh hakim tersebut.63 Oleh karena itu, tentu saja hakim dalam membuat putusan harus memperhatikan segala aspek didalamnya, mulai dari perlunya kehati-hatian, dihindari sedikit mungkin ketidakcermatan, baik yang bersifat formal maupun materiil sampai dengan adanya kecakapan teknik membuatnya.64 Dalam proses penjatuhan putusan, seorang hakim harus meyakini apakah seseorang terdakwa melakukan tindak pidana ataukah

63 Ibid , hlm. 94.

tidak, dengan tetap berpedoman dengan pembuktian untuk menentukan kesalahan dari perbuatan yang dilakukan oleh seorang pelaku pidana, atau untuk menentukan adanya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh salah satu pihak berperkara.65

Putusan hakim dalam perkara pidana, dapat berupa putusan penjatuhan pidana, jika perbuatan pelaku tindak pidana terbukti secara sah dan meyakinkan, putusan pembebasan dari tindak pidana (vrijspraak), dalam hal menurut hasil pemeriksaan di persidangan, kesalahan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan atau berupa putusan lepas dari segala tuntutan hukum (onslaag van alle rechtsvervolging), dalam hal perbuatan terdakwa sebagaimana yang didakwakan terbukti, akan tetapi perbuatan tersebut tidak merupakan suatu tindak pidana.66

Menurut Mackenzie, ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara yaitu:67

65 Ibid, hlm. 95 66 Ibid, hlm. 95. 67 Ibid hlm. 105-112.

1. Teori keseimbangan

Yang dimaksud teori keseimbangan adalah

keseimbangan antara syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang tersangkut atau berkaitan dengan perkara, yaitu antara lain seperti adanya keseimbangan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, kepentingan terdakwa dan kepentingan korban, atau kepentingan pihak penggugat dan pihak tergugat.

2. Teori pendekatan seni dan intuisi

Penjatuhan putusan oleh hakim merupakan diskresi atau kewenangan dari hakim. Sebagai diskresi, dalam penjatuhan putusan, hakim akan menyesuaikan dengan keadaan dan hukuman yang wajar bagi setiap pelaku tindak pidana. Dalam praktik peradilan, kadangkala teori ini dipergunakan hakim di mana pertimbangan akan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa.

3. Teori pendekatan keilmuan

Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian, khususnya dalam kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin konsistensi dari putusan hakim. Pendekatan keilmuan ini merupakan semacam peringatan bahwa dalam memutuskan suatu perkara, hakim tidak boleh semata-mata atas dasar intuisi atau instink semata, tetapi harus dilengkapi dengan ilmu pengetahuan hukum dan juga wawasan keilmuan hakim dalam menghadapi suatu perkara yang harus diputuskannya.

4. Teori pendekatan pengalaman

Pengalaman dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam menghadapi perkara yang dihadapinya sehari-hari, karena dengan pengalaman yang dimilikinya, seorang hakim dapat mengetahui bagaimana dampak dari putusan yang dijatuhkan dalam suatu perkara pidana, yang berkaitan dengan pelaku, korban maupun masyarakat

5. Teori Ratio Decidendi

Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang mempertimbangkan segala aspek yang

berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan kemudian mencari peraturan perundang-undangan yang relevan dengan pokok perkara yang disengketakan sebagai dasar hukum dalam penjatuhan putusan, serta pertimbangan hakim harus didasarkan pada motivasi yang jelas untuk menegakkan hukum dan memberikan keadilan bagi para pihak yang berperkara.

6. Teori kebijaksanaan

Teori ini berkenaan dengan putusan hakim dalam perkara di pengadilan anak. Landasan dari teori ini menekankan rasa cinta tanah air, nusa, dan bangsa Indonesia serta kekeluargaan harus ditanam, dipupuk, dan dibina. Aspek dalam teori ini menekankan bahwa pemerintah, masyarakat, keluarga dan orangtua ikut

bertanggungjawab untuk membimbing,membina,

mendidik, dan melindungi anak, agar kelak dapat menjadi manusia yang berguna bagi keluarga, masyarakat, dan bagi bangsanya.

Tujuan dari teori kebijaksanaan adalah pertama,

sebagai upaya perlindungan terhadap beberapa tujuan, yaitu pertama, sebagai upaya perlindungan terhadap masyarakat dari suatu kejahatan, yang kedua, sebagai upaya perlindungan terhadap anak yang telah melakukan tindak pidana, yang ketiga, untuk memupuk solidaritas antara keluarga dengan masyarakat dalam rangka membina, memelihara, dan mendidik pelaku tindak pidana anak, dan yang keempat, sebagai pencegah umum dan khusus.68

Penjatuhan pidana oleh hakim terhadap pelaku tindak pidana, pada dasarnya haruslah mempertimbangkan segala aspek tujuan, yaitu sebagai berikut:

a. Sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari ancaman suatu kejahatan yang dilakukan oleh pelakunya.

b. Sebagai upaya represif agar penjatuhan pidana membuat pelakunya jera dan tidak akan melakukan tindak pidana di kemudian hari.

68 Madhe Sadhi Astusi, Pemidanaan Terhadap Anak Sebagai Pelaku

c. Sebagai upaya preventif agar masyarakat luas tidak melakukan tindak pidana sebagaimana yang dilakukan oleh pelakunya.

d. Mempersiapkan mental masyarakat dalam

menyikapi suatu kejahatan dan pelaku kejahatan tersebut, sehingga pada saatnya nanti pelaku tindak

pidana dapat diterima dalam pergaulan

masyarakat.69

b. Korelasi Antara Pertimbangan Dengan Pembuktian

Hakim

Hubungan antara pertimbangan hakim dan

pembuktian hakim tidak dapat dipisahkan karena saling berkaitan. Seorang hakim tidak dapat memutuskan seorang terdakwa bersalah jika tidak ada bukti yang cukup bahwa seseorang telah melakukan tindak pidana. Sebaliknya, seorang terdakwa tidak dapat menyangkali perbuatannya jika terdapat alat bukti yang menguatkan bahwa seorang terdakwa tersebut benar-benar telah melakukan tindak pidana.

Ketentuan dalam Hukum Acara Pidana di Indonesia adalah untuk menghukum seorang terdakwa hakim haruslah berdasarkan pada alat-alat bukti. Karena alat-alat bukti tersebut hakim sebagai orang yang berwenang memutuskan perkara pidana dapat menyimpulkan tentang kesalahan

terdakwa serta dapat menjatuhkan pidana atau membebaskan terdakwa dari jerat hukum pidana.

Hakim dalam pemeriksaan perkara pidana harus mengungkapkan fakta-fakta sidang pengadilan yang diperoleh melalui alat-alat bukti dan barang bukti itulah yang akan menjadi pertimbangan hakim di dalam memutuskan perkara pidana yang sedang diperiksa, apakah perkara itu terbukti sebagai tindak pidana atau tidak terbukti sebagai tindak pidana. Dengan kata lain, bahwa pertimbangan hakim haruslah mengacu pada hasil pembuktian selama proses pembuktian dalam persidangan yang diperolah melalui fakta- fakta persidangan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa korelasi pembuktian dan pertimbangan hakim adalah didalam rangka pembuktian, hakim harus mempertimbangkan hal-hal yang terungkap dalam persidangan melalui fakta-fakta dalam persidangan.

Dokumen terkait