• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. PEMBUKTIAN DALAM PERKARA PIDANA 1 Definisi Pembuktian

2. Teori Pembuktian Melalui Alat Bukti a Teori Pembuktian

Dalam pemeriksaan perkara pidana, hakim akan memeriksa dan selanjutnya akan menjatuhkan putusan terhadap perkara yang diperiksa, akan tetapi harus adanya pembuktian apakah benar apa yang telah didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada terdakwa. Hakim dalam memeriksa perkara dengan tujuan untuk ditemukannya kebenaran materiil dan untuk menemukan kebenaran mengalami kesulitan karena:42

a. Kebenaran materiil yang akan ditemukan tersebut sudah lampau waktu (terlalu lama);

b. Oleh karena itu alat-alat bukti berupa saksi-saksi menjadi relatif dan kabur.

Pembuktian ialah mencari kebenaran akan peristiwa- peristiwa hingga dengan demikian akan diperoleh kepastian bagi Hakim tentang kebenaran peristiwa tertentu. Perkara

42 M. Haryanto, Hukum Acara Pidana, Universitas Kristen Satya Wacana,

pidana dibawa ke persidangan dengan maksud untuk memperoleh keputusan yang setimpal atas perbuatan Terdakwa, unsur keyakinan Hakim dipersyaratkan bagi perkara pidana.43

Dalam teori pembuktian, ada 3 (tiga teori) yaitu:

1. Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-Undang secara Positif (Positief Wetelijke Bewijs Theorie): yaitu teori- teori pembuktian yang mendasarkan pada alat-alat bukti yang terdapat dalam Undang-Undang. Dikatakan pembuktian secara positif, karena jika telah terbukti perbuatan sesuai dengan alat-alat bukti dalam Undang- Undang, maka keyakinan hakim tidak diperlukan sama sekali, sehingga teori pembuktian ini disebut juga

Formele Bewijstheorie.

2. Teori berdasarkan keyakinan hakim melulu (Conviction Intime): yaitu teori ini berdasarkan pada pendapat bahwa pengakuan terdakwa tidak selalu dapat

membuktikan kebenaran. Oleh karena itu

bagaimanapun diperlukan juga keyakinan hakim. Teori ini mendasarkan pada keyakinan hati nurani hakim bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya oleh Penuntut Umum.

3. Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim atas alasan yang logis (La Conviction Rais Onnee): yaitu dengan teori ini maka di dalam Hakim memutuskan seseorang bersalah harus berdasarkan keyakinannya, keyakinan tersebut harus didasarkan pada dasar-dasar pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan (Conslusie) yang berlandaskan kepada peraturan- peraturan pembuktian tertentu. Teori ini disebut juga teori pembuktian bebas, karena dengan teori hakim

bebas untuk menyebut alasan-alasan tentang

keyakinannya (Vrije Bewijdtheorie). Dalam teori ini terbagi menjadi dua yaitu

a. Teori Pembuktian Berdasarkan keyakinan Hakim atas alasan yang logis (Conviction Raisonnee): teori ini berpangkal pada keyakinan hakim yang

43 Martiman Prodjohamidjojo, Sistem Pembuktian dan Alat-Alat Bukti, Ghalia

didasarkan pada suatu kesimpulan (Conclusi) yang logis, yang tidak didasarkan pada Undang-Undang, tetapi menurut Ilmu Pengetahuan sendiri, menurut pilihannya sendiri tentang pelaksanaan pembuktian yang mana yang akan digunakan.

b. Pembuktian berdasarkan Undang-Undang secara negatif (Negatif Wettelijke Bewijs Theori): teori ini berpangkal tolak dari aturan-aturan pembuktian yang ditetapkan secara limitatif dalam Undang- Undang, tetapi hal itu harus diikuti dengan keyakinan Hakim.44

Teori pembuktian menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana serta berdasarkan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman menyatakan:

“Tiada seorang juapun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabila

Pengadilan, karena alat bukti pembuktian yang sah menurut Undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap dapat bertanggungjawab, telah bersalah atas

perbuatan yang dituduhkan atas dirinya”.45

Teori pembuktian jika mengacu pada KUHAP maka terdapat dalam Pasal 183 KUHAP yaitu:

1. Sekurang-kurangnya harus ada 2 (dua alat bukti) yang sah.

2. Dengan alat bukti tersebut menimbulkan keyakinan hakim.46

Pembuktian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana terdapat dalam Pasal 183 sampai dengan Pasal

44 M. Haryanto, (2013) Op. Cit, hlm. 117-119.

45 Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan

Kehakiman.

202. Adapun tujuan dari pembuktian adalah mencari dan menetapkan kebenaran-kebenaran yang terdapat pada suatu perkara, jadi bukan untuk mencari-cari kesalahan terdakwa.47 Hal ini dilakukan untuk mencegah agar tidak adanya kesalahan dalam menjatuhi pidana pada seorang yang tidak bersalah. Oleh karena itu, hakim didalam pembuktian di persidangan harus benar-benar memastikan apakah peristiwa pidana tersebut terjadi, kemudian memastikan apakah kejadian tersebut adalah tindak pidana atau bukan, serta melihat bukti-bukti yang ada atau alasan-alasan yang menyebabkan peristiwa tersebut.

b. Alat bukti Dan Fungsi Alat bukti Dalam Perkara Pidana

Proses untuk mencari alat bukti dalam hukum pidana yaitu sesuatu hal yang harus diverifikasi pada saat sidang pengadilan dan apa yang terjadi diluar sidang. Maka akan berdasarkan pada Pasal 184 KUHAP yang berbunyi:

Alat-alat bukti yang sah ialah:

(1) a. keterangan saksi; b. keterangan ahli; c. surat; d. petunjuk; e. keterangan terdakwa

47 Faisal Salam, Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek, mandar

(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Alat-alat bukti yang telah dijelaskan diatas akan dijelaskan satu persatu yaitu:

1. Keterangan Saksi

Salah satu alat bukti yaitu keterangan saksi, syarat- syarat yang harus dipenuhi oleh seorang saksi adalah:48

a. Pada umumnya semua orang dapat menjadi saksi, kecuali yang tercantum dalam Pasal 168 KUHAP:

(1) Keluarga sedarah/semenda dalam garis lurus keatas atau kebawah sampai derajat ketiga dari terdakwa.

(2) Saudara terdakwa atau yang bersama-sama sebagai Terdakwa juga yang mempunyai hubungan perkawinan dan anak-anak saudara Terdakwa sampai derajat ke tiga.

(3) Suami atau istri terdakwa meski sudah bercerai.

b. Menurut Pasal 170 KUHAP, mereka yang kerena pekerjaan, harkat dan martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia dapat minta dibebaskan dari kewajiban memberikan keterangan sebagai saksi.

c. Menurut Pasal 160 KUHAP, pengucapan sumpah oleh saksi adalah merupakan syarat mutlak kesaksian sebagai alat bukti, hal ini dapat dibuktikan:

1. Apabila saksi menolak mengucapkan sumpah atau janji, pemeriksaan tetap dilakukan, dan berdasarkan surat penetapan hakim ketua sidang

saksi yang menolak mengucapkan sumpah dapat di sandera di Rutan selama 14 hari. Hal ini di atur dalam Pasal 161 ayat (1) KUHAP. 2. Apabila telah disandera, tetapi saksi tetap

menolak untuk mengucapkan sumpah atau janji, maka saksi tersebut tetap dapat dimintai keterangan yang diberikan dapat menguatkan keyakinan hakim, tetapi bukan kesaksian menurut Undang-undang dan juga bukan merupakan alat bukti petunjuk.

3. Apabila kesaksian diberikan dibawah sumpah, maka merupakan dasar atau sumber keyakinan hakim.

4. Kekecualian memberi kesaksian di bawah sumpah yaitu:

(a) Bagi mereka yang belum cukup umur 15 tahun atau belum kawin.

(b) Orang sakit ingatan, walaupun kadang- kadang normal (psikopat), karena mereka tidak dapat dipertanggung jawabkan secara sempurna di depan hakim.

Alat bukti berikutnya adalah Isi dan Nilai Keterangan berarti agar suatu keterangan saksi mempunyai nilai sebagai keterangan saksi, maka isi keterangan harus memenuhi syarat sebagai berikut:49

1) Menurut Pasal 185 ayat (5) KUHAP, keterangan saksi bukan merupakan pendapat atau rekaan yang diperoleh dari hasil pemikiran saja.

2) Menurut Penjelasan Pasal 185 ayat (1) KUHAP, keterangan saksi bukan keterangan yang diperoleh dari orang lain atau Testimonium de Auditu atau Hearsay Evidence.

3) Menurut Pasal 1 ayat (27) KUHAP keterangan saksi harus menerangkan apa yang dilihat, didengar atau dialami sendiri.

49 Ibid., hlm. 124.

4) Menurut Pasal 185 ayat (1) KUHAP keterangan saksi harus diucapkan di depan hakim atau di sidang pengadilan agar keterangan saksi tersebut dapat dipakai sebagai alat bukti. Hal ini bertujuan agar hakim dapat menilai keterangan-keterangan saksi itu, yaitu tentang kebenaran keterangan saksi apakah yang diterangkan tersebut sesuai yang ia lihat, ia dengar dan ia alami sendiri.

5)Menurut Pasal 185 ayat (2) KUHAP, keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah telah melakukan perbuatan yang didakwakan kepadanya (Unus Testis Nullus Testis). Ketentuan tentang seorang saksi tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap

perbuatan yang didakwakan kepadanya ada

kekecualiannya yaitu sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan Pasal 184 yang mengatakan bahwa dalam acara pemeriksaan cepat, keyakinan hakim didukung satu alat bukti saja.

6) Menurut Pasal 185 ayat (4) KUHAP, keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sama apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa,

sehingga dapat membenarkan adanya suatu

kejadian/keadaan tertentu. 2. Keterangan Ahli

Alat bukti selanjutnya adalah keterangan ahli. Alat bukti dimaksud dengan keterangan ahli yaitu:50

a. Tentang apa yang dimaksud ahli dalam KUHAP maupun Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tidak memenuhi jawaban.

b. Menurut Pasal 186 KUHAP: Keterangan ahli ialah apa yang seseorang ahli nyatakan di sidang Pengadilan. c. Menurut Penjelasan Pasal 186 KUHAP, keterangan ahli

tersebut dapat diberikan pada waktu pemeriksaan oleh

50 Ibid.,hlm. 125-126.

penyidik/penuntut umum yang dituangkan dalam bentuk laporan dan dibuat dengan mengingat sumpah pada waktu menerima jabatan/pekerjaan.

d. KUHAP tidak pernah memberikan penjelasan tentang apa yang dimaksudkan dengan keterangan ahli.

e. Keterangan ahli sebagai alat bukti menurut Undang- Undang, menurut Pasal 161 ayat (1) KUHAP harus diberikan dengan mengucapkan sumpah/janji dan menurut Pasal 161 ayat (2) KUHAP jika keterangan ahli diberikan dengan tidak mengucapkan sumpah/janji tidak dapat dianggap sebagai alat bukti yang sah tetapi hanyalah keterangan yang dapat menguatkan keyakinan hakim. f. Isi keterangan ahli adalah penilaian mengenai hal-hal yang

sudah nyata ada dan pengambilan kesimpulan mengenai hal itu.

g. Keterangan ahli di persidangan = Keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 186 KUHAP, sedangkan;

h. Keterangan ahli yang diberikan secara tertulis = Surat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 187 KUHAP.

3. Surat

Kemudian, dalam hal alat bukti Surat yang diatur dalam Pasal 187 KUHAP, dimaksudkan bahwa surat yang dibuat oleh pejabat yang berwenang, surat yang dibuat menurut peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat, surat keterangan seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya dan surat lain dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain.

Surat-surat yang dimaksudkan sebagai alat bukti dalam Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana adalah merujuk pada Pasal 187 KUHAP yang berbunyi:

“Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, adalah:

a. berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu.

b. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang- undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan;

c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya; d. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya

dengan isi dari alat pembuktian yang lain”.

Dari bunyi pasal diatas, dapat disimpulkan bahwa arti surat yang dimaksud adalah tiga jenis surat yaitu surat authentik (akta otentik) yaitu surat-surat yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang, dimana isi surat itu berkuasa untuk membuatnya dan berkuasa pula ditempat dimana surat itu dibuat. Berikutnya surat dibawah tangan yaitu akte-akte yang dibuat di bawah tangan yang ditandatangani dibawah tangan, surat-surat, daftar-daftar dan surat-surat lain, yang tidak dibuat dihadapan pejabat yang berwenang. Surat tersebut juga dilegalisasi dihadapan pejabat yang berwenang, maka kekuatan disamakan dengan akte yang dibuat dihadapan pejabat yang berwenang. Surat biasa adalah semua surat yang memberikan bukti dimana isinya ada hubungan dengan perkara yang sedang disidangkan, misalnya surat yang dibuat oleh seseorang ketika yang bersangkutan akan melakukan sesuatu hal, seperti bunuh diri. Dalam surat tersebut, biasanya menjelaskan alasan mengapa seseorang melakukan tindakan bunuh diri tersebut.51

4. Petunjuk

Petunjuk adalah suatu kejadian-kejadian atau keadaan atau hal lain, yang keadaannya dan persamaannya satu sama lain maupun dengan peristiwa itu sendiri.52 Jika merujuk pada Pasal 188 KUHAP:

(1) Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. (2) Petunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat

diperoleh dari: a.keterangan saksi; b.surat;

c.keterangan terdakwa.

(3) Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hati nuraninya.

Jika ingin membuktikan kesalahan terdakwa maka diperlukan beberapa petunjuk dalam melihat kesalahan terdakwa. Sehingga dengan kejadian yang terjadi bisa menjadikan petunjuk-petunjuk untuk peristiwa pidana, karena dalam hal tindak pidana terjadi maka akan ada kaitannya dengan hubungan yang masuk akal. Petunjuk dalam hal ini juga dapat

52 Ibid hlm. 300-301.

berupa keterangan saksi, surat-surat yang berkaitan dengan peristiwa pidana serta keterangan terdakwa.

Petunjuk dalam alat bukti dimaksudkan bahwa adanya suatu kejadian atau keadaan yang sesuai antara satu maupun yang lain dalam hal tindak pidana dan menandakan adanya suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Kemudian dalam menilai kekuatan pembuktian dari petunjuk-petunjuk tersebut, maka akan menjadi kewenangan hakim dalam memutuskan.

5. Keterangan Terdakwa

Keterangan terdakwa dalam alat bukti adalah sebagai alat bukti tidak perlu sama atau berbentuk pengakuan oleh sebab itu semua yang dikatakan oleh terdakwa haruslah didengar sehingga dapat dinilai apakah yang dikatakan terdakwa adalah penyangkalan, pengakuan ataupun perbuatan. Keterangan terdakwa sebagai alat bukti dengan demikian lebih luas pengertiannya dari pengakuan terdakwa, bahkan menurut

Memorie Van Toelichting Ned. Sv Penyangkalan terdakwa boleh juga menjadi alat bukti yang sah dengan demikian keterangan terdakwa yang menyangkal dakwaan tetapi membenarkan beberapa keadaan atau perbuatan yang menjurus pada terbuktinya perbuatan sesuai alat bukti lain merupakan alat bukti.

Keterangan terdakwa mempunyai sifat yang sama dengan keterangan saksi, sehingga kekuatan pembuktiannya diserahkan kepada hakim.53

Pada Pasal 183 KUHAP berbunyi: “Hakim tidak boleh menjatuhkan Pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya ada dua alat bukti yang sah,ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana telah terjadi dan bahwa

terdakwalah yang bersalah melakukannya”.

Fungsi alat bukti didalam perkara pidana adalah guna melihat kejelasan dalam memutuskan terdakwa bersalah atau benar dalam sidang di pengadilan. Dengan adanya alat bukti tersebut, maka suatu kasus pidana akan semakin jelas. Dalam KUHAP, alat bukti terdapat dalam pasal 184 yang berbunyi:

“Alat bukti yang sah ialah: keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa”. Fungsi alat bukti adalah untuk membangun keyakinan hakim bahwa sekurang-kurangnya dua alat bukti sah telah terjadi tindak pidana serta seorang terdakwa yang bersalah melakukannya.

53 Ibid,, hlm. 129.

Dokumen terkait