BAB 2 HUKUM SYARA’
C. Hakim, Mahkum Fih, dan Mahkum Alaih
3. Mahkum ‘Alaih (Subjek Hukum)
Mahkum alaih
(هيلع موكحملا)
secara bahasa adalah subjek hukum, pelaku hukum, atau pemikul tanggung jawab hukum, orang yang dibebani hukum. Sementara secara istilah, para ulama ushul mendefinsikan sebagai berikut:1) Wahbah al-Zuhaili menyatakan:
ؤا عراشلا باطخ هلعفب قلعت يذلا ناسنالا وه هيلع موكحملا .فلكملا يمسي و همكح
Mahkum alaih adalah manusia yang mana perbuatannya terkait dengan khitab Allah atau hukum-hukumnya. Dan (manusia) yang demikian itu disebut sebagai mukallaf.57
2) Abdul Wahab Khallaf
.هلعفب عراشلا مكح قلعت يذلا فلكملا وه :هيلع موكحملا
Mahkum alaih adalah seorang mukallaf yang perbuatannya terkait dengan hukum syara’.58
Dari definisi di atas dapat difahami bahwa mahkum ‘alaih adalah seorang telah dewasa yang perbuatanya menjadi sasaran hukum syara’. Dengan ungkapan lain, mahkum ‘alaih adalah orang yang segala perbuatanya harus dipertanggungjawabakan sesuai dengan ketentuan hukum syara’. Orang yang seperti ini disebut juga dengan mukallaf.
57. Wahbah al-Zuhaili , Al-Wajiz Fi Ushul Al-Fiqh, Hlm. 155.
58. Abdul Wahab Khallaf , Ilmu Ushul al-Fiqh. Hlm. 126.
b) Syarat Mahkum ‘Alaih
Seorang mukallaf (mahkum ‘alaih) yang menjadi subjek hukum, menurut para ulama ushul harus memenuhi beberapa syarat . Abdul Wahab Khallaf , menyebutkan bahwa seorang mukallaf menjadi subjek hukum, harus memenuhi dua persyaratan, yaitu:
1) Memahami khitab hukum dan dalil syara’ baik secara mandiri atau melalui bantuan orang lain.
2) Mempunyai ahliyatul ‘ada (kemampuan untuk menunaikan kewajiban).
c) Ahliyah
Ahliyah
(ُةَّيلهٔا)
secara etimologis berarti shalahiyyah(ةَّيحال َّصلا)
yang memiliki makna kepantasan, kecocokan, kebaikan dan kecakapan.59 Dengan demikian, ahliyah adalah suatu sifat (karakter) yang dijadikan sebagai parameter untuk menentukan seseorang telah cakap dikenai tuntutan hukum syara’.
Para ahli ushul membedakan ahliyah dalam dua macam yaitu:
ahliyat al-ada’ dan ahliyah al-wujub.
1) Ahliyah al-Ada
Abdul Wahab Khallaf mendefinsikan sebagai:
هلاوقٔا اعرش ربتعت نٔال ،فلكملا ةيحالص يهف :ءادٔالا ةيلهٔا .هلاعفٔاو
Ahltiyatul ada adalah kepantasan (kompetensi) sebagai seorang mukallaf, dimana segala perkataan dan perbuatanya diperhitungkan secara syari’at.60
59. Abdullah bin Yusuf bin ‘Isa bin Ya’qub al-Anziy, Taisir Ilm Ushul Al-Fiqh, (Beirut: Muassasat al-Riyan lithaba’ah wa al-tauzi’, 1997), hlm. 84.
60. Khalaf , Abdul Wahab, Ilm Ushul al-Fiqh wa Khalashat tarikh Tasyri’, (Mesir:
Mathba’ah al-madaniy, 1375),hlm.128
Dengan ungkapan lain, bahwa ahliyatul ada’ adalah sifat kecakapan untuk bertindak hukum bagi seorang yang telah dianggap sempurna untuk mempertanggungjawabkan perbuatanya.
Menurut Abdul Wahab Khallaf , dilihat dari sisi kompetensi ahliyatul ada (kemmpuan penunaian kewajiban), manusia dibedakan dalam tiga kategori, yaitu:
a) Ada manusia yang tidak memiliki komptensi sama sekali. Ini misalanya, seorang anak kecil selama masa kecilnya; seorang yang gila selama masa kegilaanya itu. Kedua orang ini, menurut Abdul Wahab Khallaf karena kondisi dan keadaanya yang tidak memiliki akal fikiran dan ketidakmampuan untuk menunaikan kewajiban yang ada. Oleh karena itu, mereka berdua tidak dikenai hukum syari’at dalam kaitanya dengan segala perbuatan dan perkataan mereka.
b) Ada manusia yang memiliki kompetensi terbatas. Kelompok manusia ini adalah anak-anak yang sudah mencapai mumayiz tetapi belum mencapai umur baligh. Mereka memilki kemampuan akal walaupun terbatas, oleh karena itu mereka diberikan kewenangan untuk menunaikan segala kewajiban yang bersifat terbatas. Misalnya penunaian hibbah dan shadaqah tanpa seizin walinya.
c) Ada manusia yang memiliki kompetensi sempurna untuk menunaikan kewajibanya. Mereka ini adalah orang-orang yang telah mencapai umur baligh, berakal. Ketika manusia dalam derajat kompetensi ini, maka segala kewajiban menjadi tanggungjawabnya secara sempurna.61
2) Ahliyah al-Wujub
Abdul Wahab Khallaf Mendefinisikan sebagai berikut:
61. Khalaf , Abdul Wahab, Ilm Ushul al-Fiqh wa Khalashat…,hlm.129-130
بجتو قوقح هل تبثت نٔال ،ناسنٕالا ةيحالص يه بوجولا ةيلهٔا .تابجاو هيلع
Ahliyatul wujub adalah kepantasan (kompetensi) sebagai manusia, dimana dia memiliki hak dan kewajiban.62
Kompetensi inilah merupakan asas khusus yang mana Allah telah menciptakannya untuk manusia. Dan hal ini dimiliki secara khusus oleh manusia, yang membedakanya dengan jenis hewan.
Dan dengan itu, manusia memiliki hak dan kewajiban. Dengan ungkapan lain, bahwa ahliyatul wujub adalah sifat kecakapan bagi seseorang untuk menerima hak-hak yang menjadi haknya, dan menerima kewajiban walaupun dalam konteks terbatas.
Menurut ulama ushul , ahliyatul wujub dibedakan dalam dua kategori yaitu, ahliyatul wujub al-naqishah dan ahliyatul wujub al-kamilah.
a) Manusia dengan kompetensi ahliyatul wujub al-naqishah, adalah mereka memiliki hak-hak yang menjadi hak mereka secara terbatas, dan mereka tidak terkena beban kewajiban.
Misalnya janin yang masih dalam kandungan ibunya, mereka itu memiliki hak seperti hak menerima warisan, hak menerima wasiat, dan hak menerima seperempat wakaf. Contah yang lainya, orang yang meninggal sebagai kreditor (pemberi hutang), maka dia masih memiliki hak untuk menerima kembali yang ia hutangkan itu dari pihak debitur.
b) Manusia dengan kompetensi ahliyatul wujub al-kamilah, adalah mereka menerima hak secara sempuran dari ketika dia dilahirkan di dunia ini.63
62. Khalaf , Abdul Wahab, Ilm Ushul al-Fiqh wa Khalashat..., hlm.127 63. Khalaf , Abdul Wahab, Ilm Ushul al-Fiqh wa Khalashat..., hlm.128.
D. Evaluasi/Soal Latihan
Selesaikan soal-soal berikut ini:
1) Jelaskan apa yang dimaksudkan dengan hukum, hakim , mahkum fih, dan mahkum ‘alaih?
2) Apa yang anda ketahui tentang hukum taklifi dan wadha’ie?
3) Jelaskan macam-macam hukum talkilfi dan wadh’iy?
4) Jelaskan perbedaan tentang hukum batal dan fasid (rusak), serta berikan contoh?
5) Jelaskan syarat -syarat mahkum fih?
6) Apa yang dimaksudkan dengan ahliyah dan kapan manusia itu memiliki ahliyatul wujub dan ahliyatul ada’?
BAB 3
KANDUNGAN PERINTAH DAN LARANGAN DALIL:
AMR, NAHYU, DAN TAKHYIR
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah mengikuti proses pembelejaran, mahasiswa dapat mengetahui dan memahami, serta mampu menjelaskan dan mengidentifaksi:
1) Pengertian amar, kaidah-kaidahnya dan contoh aplikasinya di dalam al-Qur’an dan hadis.
2) Pengertian Nahyu, kaidah-kaidahnya, serta aplikasinya di dalam alQur’an dan hadis.
3) Pengertian takhyir, kaidah-kaidahnya, serta aplikasinya di dalam al-Qur’an dan hadis.