• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3. METODE PENELITIAN

4.3. Pola Makan

Berdasarkan hasil recall 5 hari diketahui bahwa seluruh responden mengonsumsi nasi tiga kali sehari sebesar 90,3% seperti lazimnya masyarakat Indonesia pada umumnya.

Lauk-pauk yang paling sering dikonsumsi ikan basah, telur, ikan teri, dan ayam. Seluruh responden menyukai ikan basah dan mengonsumsi lebih dari sekali

dalam sehari. Untuk lauk-pauk nabati seperti tahu dan tempe selalu disediakan setiap hari, ada sebagian (22,6%) dari siswi yang tidak menyukai tempe maupun tahu.

Jenis sayuran yang sering dikonsumsi siswi adalah daun ubi sebesar 93,5%. Sayuran lain yang sering didikonsumsi adalah wertel, kol dan daun melinjo.

Jenis buah-buahan yang sering dikonsumsi siswi adalah jeruk manis dan pisang. Namun masih dijumpai jenis buah-buahan yang tidak dikonsumsi responden selama pengumpulan data misalnya apel, mangga, semangka dan lain-lain.

Mayoritas responden memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan jajanan. Jajanan yang paling sering dikonsumsi adalah bubur kacang ijo dan coklat. Jajanan seperti pecel, gado-gado dan jajanan sejenis sayuran lainnya tidak pernah dikonsumsi responden selama periode pengumpulan data.

Sebagian besar responden (61,3%) sangat suka mengonsumsi teh manis pada saat makan pagi. Sedangkan susu 38,7% mengonsumsi susu pada saat makan pagi 4.3.1 Tingkat Konsumsi Energi

Tingkat konsumsi energi berdasarkan Tabel 4.2 terlihat bahwa responden golongan umur 13-15 tahun konsumsi energi yang paling banyak adalah katagori baik yaitu 4 orang (57,1%). Sedangkan pada golongan umur 16-18 tahun konsumsi energi yang terbesar juga pada katagori baik yaitu sebanyak 16 orang (66,7%).

Tabel 4.2. Distribusi Konsumsi Energi Berdasarkan Golongan Umur di SMA 9 Banda Aceh Tahun 2011

No Golongan Umur (th)

Konsumsi Energi Total

Baik Sedang Kurang Defisit n %

n % N % n % n %

1 13 -15 4 57,1 1 14,3 2 28,6 0 0 7 100,0

Rata-rata tingkat konsumsi energi pada kelompok umur 13-15 tahun sebesar 91,3% dari AKG, dengan tingkat konsumsi terendah adalah 73,2% dan konsumsi tertinggi adalah 125,5% dari AKG. Pada kelompok umur 16-18 tahun rata-rata konsumsi energi sebesar 119,3% dari AKG, dengan tingkat konsumsi terendah 70,6% dan konsumsi tertinggi adalah 119,3%. Sebagian besar remaja putri yaitu 20 orang (64,5%) memiliki tingkat konsumsi energi dengan katagori baik.

4.3.2 Tingkat Konsumsi Protein

Tingkat konsumsi energi berdasarkan Tabel 4.3 terlihat bahwa responden golongan umur 13-15 tahun konsumsi protein yang paling banyak adalah katagori sedang yaitu 5 orang (71,4%). Sedangkan pada golongan umur 16-18 tahun konsumsi protein yang terbesar pada katagori baik yaitu sebanyak 16 orang (66,7%).

Tabel 4.3. Distribusi Konsumsi Protein Berdasarkan Golongan Umur di SMA 9 Banda Aceh Tahun 2011

No Golongan Umur (th)

Konsumsi Protein Total

Baik Sedang Kurang Defisit n %

n % N % n % n %

1 13 -15 1 14,3 5 71,4 0 0 1 14,3 7 100,0 2 16 -18 16 66,7 5 20,8 2 8,3 1 4,2 24 100,0

Rata-rata tingkat konsumsi protein pada kelompok umur 13-15 tahun adalah 50,4 gr (88,4% dari AKG), dengan tingkat konsumsi protein terendah adalah 39 gr (68,2% dari AKG) dan konsumsi tertinggi adalah 58 gr (101,8% dari AKG). Pada kelompok umur 16-18 tahun rata-rata tingkat konsumsi protein adalah 52,8 gr (109,6% dari AKG), dengan tingkat konsumsi terendah adalah 18 gr (36,0% dari AKG) dan tingkat konsumsi tertinggi adalah 81 gr (162,0% dari AKG). Sebagian

besar remaja putri yaitu 17 orang (54,8%) mempunyai tingkat konsumsi protein yang baik.

4.3.3 Tingkat Konsumsi Vitamin C

Pada Tabel 4.4 dapat terlihat bahwa distribusi responden berdasarkan kelompok umur 13-15 tahun yang terbanyak adalah konsumsi baik yaitu sebanyak 5 orang (71,4%). Pada golongan umur 16-18 tahun mempunyai konsumsi baik berimbang dengan konsumsi tidak baik yaitu masing-masing 50,0%.

Tabel 4.4. Distribusi Konsumsi Vitamin C Berdasarkan Golongan Umur di SMA 9 Banda Aceh Tahun 2011

No Golongan Umur (th)

Konsumsi Vitamin C Total

Baik Tidak Baik N %

n % n %

1 13 -15 5 71,4 2 28,6 7 100,0

2 16 -18 12 50,0 12 50,0 24 100,0

Rata-rata tingkat konsumsi vitamin C pada kelompok umur 13-15 tahun adalah 66 gr (101,5% dari AKG), dengan tingkat konsumsi terendah adalah 36 gr (55,4% dari AKG) dan tertinggi adalah 79 gr (121,5% dari AKG). Pada kelompok umur 16-18 tahun rata-rata konsumsi vitamin C adalah 61 gr (81,3% dari AKG), dengan tingkat konsumsi terendah adalah 6,1 gr (12% dari AKG) dan tingkat konsumsi tertinggi adalah 87 gr (104% dari AKG). Hampir sama tingkat konsumsi vitamin C baik (54,8%) dengan tingkat konsumsi vitamin C tidak baik.

4.3.4 Tingkat Konsumsi Fe

Pada Tabel 4.5 terlihat bahwa distribusi responden berdasarkan asupan Fe adalah baik 18 orang (58%) sedangkan 13 orang (42 %) asupan Fe tidak baik.

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Konsumsi Fe di SMA 9 Banda Aceh Tahun 2011

No Golongan Umur (th)

Konsumsi Fe Total

Baik Tidak Baik N %

n % n %

1 13 -15 3 42,9 4 57,1 7 100,0

2 16 -18 15 62,5 9 37,5 24 100,0

Rata-rata tingkat konsumsi Fe remaja putri adalah 20,95 gr (80,6% dari AKG), dengan tingkat konsumsi terendah adalah 2,6 gr (10% dari AKG) dan tertinggi adalah 29 gr (111,5% dari AKG). Pada kelompok umur 13-15 tahun 57,1% konsumsi Fe tidak baik. Sedangkan pada kelompok umur 16-18 tahun 62,5% konsumsi Fe baik.

4.4 Aktivitas Fisik

Kebiasan responden dalam melakukan aktivitas sehari-hari dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kegiatan dan Lama Aktivitas yang Dilakukan Remaja Putri Di SMA 9 Banda Aceh Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 4.6 diatas terlihat bahwa orang kegiatan remaja putri diasrama setiap pagi adalah senam yang dilakukan >1jam sehari yaitu 26 (83,9%). Kegiatan latihan semua melakukan lebih dari satu kali seminggu, dan sebagian besar melakukan latihan lebih dari satu jam sehari yaitu 19 orang (61,3%) dan hanya orang (6,5%) yang melakukan lebih dari dua jam sehari.

Tingkat aktivitas fisik responden digolongkan berdasarkan besar faktor kelipatannya terhadap Energi Metabolik Basal (EMB). Aktivitas fisik dikatakan ringan jika jumlah energi yang dikeluarkan untuk melakukan seluruh kegiatan selama Jenis

Kagiatan

Lama Aktivitas

≥1 x Sehari ≥ 1 x Seminggu

≥½ Jam ½-1 jam >1 Jam >2 Jam ≥½ Jam ½-1 jam >1 Jam >2 Jam n % n % n % n % n % n % n % n % -Senam 1 3,2 0 0 26 83,9 0 0 0 0 4 12,9 0 0 0 0 -Sekolah 0 0 0 0 0 0 31 100 0 0 0 0 0 0 0 0 -Makan 2 6,5 2 6,5 27 87 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -Tidur 0 0 0 0 0 0 31 100 0 0 0 0 0 0 0 0 -Latihan 0 0 0 0 0 0 0 0 4 12,9 6 19,3 19 61,3 2 6,5 -Belajar 0 0 13 41,9 7 22,6 3 9,7 0 0 0 0 3 9,7 5 16,1 -Istirahat 0 0 0 0 16 51,6 15 48,4 0 0 0 0 0 0 0 0 -Mandi 12 38,7 19 61,3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -Berpakaian 25 80,6 6 19,4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -Berdandan 11 35,5 7 22,6 13 41,9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -Berjalan 0 0 12 38,7 7 22,6 12 38,7 0 0 0 0 0 0 0 0 -Membaca 1 3,2 2 6,5 23 74,2 5 16,1 0 0 0 0 0 0 0 0 -Menulis 1 3,2 3 9,7 24 77,4 3 9,7 0 0 0 0 0 0 0 0 -Mencuci 1 3,2 2 6,5 0 0 0 0 15 48,4 13 41,9 0 0 0 0 -Menyetrika 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 11 35,5 20 64,5 0 0 -Menyapu 5 16,1 6 19,4 0 0 0 0 12 38,7 3 9,7 5 16,1 0 0 -Mengepel 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 31 100 0 0 0 0

24 jam adalah 1,56 – 1,63 untuk perempuan. Aktivitas fisik tergolong sedang jika energi yang dikeluarkan 1,64 – 1,99 EMB. Aktivitas fisik tergolong berat jika energi yang dikeluarkan sebesar 2,00 EMB atau lebih untuk perempuan.

Rata-rata tingkat aktivitas fisik remaja adalah 2,2 EMB dengan tingkat aktivitas terendah adalah 1,7 EMB dan tertinggi adalah 2,8 EMB. Sebagian besar (71%) tingkat aktivitas remaja putri adalah berat. Gambaran aktivitas fisik responden dibandingkan dengan energi metebolik basal dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Distribusi Aktivitas Fisik Respoden Berdasarkan Energi Metabolik Basal di SMA 9 Banda Aceh Tahun 2011

No Aktivitas Fisik Jumlah Persentase (%)

1 2 3 Ringan Sedang Berat 0 9 22 0 29,0 71,0 Total 31 100,0

Dari Tabel 4.7 dapat dilihat bahwa sebagian besar responden memiliki aktivitas fisik yang tergolong berat yaitu 22 orang (71%) dan 9 orang responden (29%) memiliki aktivitas fisik yang sedang.

4.5. Anemia

Pada Tabel 4.8 terlihat bahwa kadar hemoglobin (Hb) darah remaja putri berkisar antara 10,5-13,8 g/dl dengan rata-rata 12,21 g/dl. Dari 31 remaja putri yang di periksa sebanyak 41,9% menderita anemia (kadar Hb < 12 g/dl) dan 18 orang (58,1%) tidak anemia.

Tabel 4.8. Distribusi Kadar Hemoglobin (Hb) di SMA 9 Banda Aceh Tahun 2011

No Kadar Hemoglobin (Hb) Jumlah Persentase (%) 1 Tidak anemia (Hb ≥ 12 gr/dl) 18 58,1

2 Anemia (< 12 gr/dl) 13 41,9

Total 31 100,0

4.6 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dalam penelitian ini untuk melihat hubungan variabel independen yaitu pola makan (konsumsi energi, protein, vitamin C, Fe) dan aktivitas fisik dengan anemia dengan menggunakan uji chi square (χ2

4.4.1. Hubungan Konsumsi Energi Berdasarkan Status Anemia di SMA 9 Banda Aceh Tahun 2011

) dengan taraf kemaknaan 95%.

Dari hasil wawancara diketahui bahwa jumlah responden dengan konsumsi energi dengan katagori baik mengalami anemia sebanyak 7 orang (35,0%) dan yang tidak mengalami anemia sebanyak 13 orang (65,0%). Responden dengan konsumsi energi dengan katagori tidak baik mengalami anemia sebanyak 6 orang (54,5%) dan yang tidak mengalami anemia sebanyak 5 orang (45,5%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa p = 0,291 (p > 0,05) artinya tidak ada hubungan konsumsi energi terhadap terjadinya anemia.

Tabel 4.9. Tabulasi Silang Konsumsi Energi dengan Anemia di SMA 9 Banda Aceh Tahun 2011

No Konsumsi Energi

Status Anemia Nilai

χ2 Nilai p Anemia Tidak Anemia Total

n % n % n % 1 2 Baik Tidak Baik 7 6 35,0 54,5 13 5 65,0 45,5 20 11 100,0 100,0 1,113 0,291

4.4.2. Hubungan Konsumsi Protein Berdasarkan Status Anemia di SMA 9 Banda Aceh Tahun 2011

Pada Tabel 4.10 terlihat bahwa responden dengan jumlah konsumsi protein dengan katagori baik mengalami anemia sebanyak 6 orang (35,3%) dan yang tidak mengalami anemia sebanyak 11 orang (64,7%). Responden dengan konsumsi protein yang katagori tidak baik mengalami anemia sebanyak 7 orang (50,0%) dan yang tidak mengalami anemia sebanyak 7 orang (50,0%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa p = 0,409 (p > 0,05) artinya tidak ada hubungan konsumsi protein terhadap terjadinya anemia

Tabel 4.10. Tabulasi Silang Konsumsi Protein dengan Anemia di SMA 9 Banda Aceh Tahun 2011

No Konsumsi Protein

Status Anemia Nilai

χ2 Nilai p Anemia Tidak Anemia Total

n % n % n % 1 Baik 2 Tidak Baik 6 7 35,3 50,0 11 7 64,7 50,0 17 14 100,0 100,0 0,682 0,409

4.4.3. Hubungan Konsumsi Vitamin C Berdasarkan Status Anemia di SMA 9 Banda Aceh Tahun 2011

Hasil tabulasi silang antara konsumsi vitamin C dengan anemia terlihat bahwa responden dengan jumlah konsumsi vitamin C yang katagori baik mengalami anemia sebanyak 4 orang (22,2%) dan yang tidak mengalami anemia sebanyak 14 orang (77,8%). Responden dengan asupan vitamin C yang katagori tidak baik mengalami anemia sebanyak 9 orang (69,2%) dan yang tidak mengalami anemia sebanyak 4 orang (30,8%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa p = 0,009 (p < 0,05) artinya ada hubungan asupan vitamin C terhadap terjadinya anemia.

Tabel 4.11. Tabulasi Silang Konsumsi Vitamin C dengan Status Anemia di SMA 9 Banda Aceh Tahun 2011

No

Konsumsi Vitamin C

Status Anemia Nilai

χ2 Nilai p Anemia Tidak Anemia Total

n % n % n % 1 2 Baik Tidak Baik 4 9 22,2 69,2 14 4 77,8 30,8 18 13 100,0 100,0 6,850 0,009

4.4.4. Hubungan Konsumsi Fe Terhadap Status Anemia di SMA 9 Banda Aceh Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 4.12 terlihat bahwa responden dengan jumlah konsumsi Fe yang katagori baik mengalami anemia sebanyak 2 orang (11,1%) dan yang tidak mengalami anemia sebanyak 16 orang (88,9%). Responden dengan konsumsi Fe dengan katagori tidak baik mengalami anemia sebanyak 11 orang (84,6%) dan yang tidak mengalami anemia sebanyak 2 orang (15,4%). Hasil uji statistik menunjukkan bahwa p = 0,000 (p < 0,05) artinya ada hubungan asupan Fe terhadap terjadinya anemia.

Tabel 4.12. Tabulasi Silang Konsumsi Fe dengan Anemia di SMA 9 Banda Aceh Tahun 2011

No Konsumsi Fe

Status Anemia Nilai

χ2 Nilai p Anemia Tidak Anemia Total

n % n % n % 1 2 Baik Tidak Baik 2 11 11,1 84,6 16 2 88,9 15,4 18 13 100,0 100,0 16,749 0,000

4.4.5. Hubungan Aktivitas Fisik Terhadap Status Anemia di SMA 9 Banda Aceh Tahun 2011.

Analisis hubungan antara aktivitas fisik dengan anemia diperoleh hasil yaitu responden yang anemia dengan aktivitas fisik ringan sebanyak 2 orang (22,2%) dan aktivitas berat sebanyak 11 orang (50,0%). Responden yang tidak anemia dengan aktivitas fisik ringan sebanyak 7 (77,8%) dan aktivitas berat sebanyak 11 orang (50,0%). Hasil uji statistik p = 0,155 (p > 0,05) artinya tidak ada pengaruh aktivitas fisik terhadap terjadinya anemia.

Tabel 4.13. Tabulasi Silang Aktivitas Fisik dengan Anemia di SMA 9 Banda Aceh Tahun 2011

No

Aktivitas Fisik

Status Anemia Nilai

χ2 Nilai p Anemia Tidak Anemia Total

n % n % n % 1 2 Ringan Berat 2 11 12,2 50,0 7 11 87,8 50,0 9 22 100,0 100,0 2,024 0,155 4.7 Analisis Multivariat

Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat secara bersama-sama dan untuk melihat variabel paling dominan dari variabel independen. Uji statistik yang digunakan adalah regresi logistik dengan confidence interval 95%.

Dalam penelitian ini ada tiga variabel yang diduga berpengaruh terhadap kejadian anemia yaitu pola makan menurut konsumsi vitamin C, konsumsi Fe dan aktivitas fisik. Menurut Mickey dan Greeland (1989), bahwa nilai p < 0,25 dan mempunyai kemaknaan secara subtansi dapat dijadikan sebagai kandidat dimasukkan ke model multivariat. Hasil uji bivariat menunjukkan bahwa tiga variabel di atas (p < 0,25) masuk ke model multivariat

Hasil analisis variabel yang masuk dalam model multivariat meliputi: konsumsi vitamin C, konsumsi Fe dan aktivitas fisik dapat dilihat pada Tabel 4.14.

Tabel 4.14 Uji Regresi Logistik

No. Variabel Independen Nilai β Nilai p 1. 2. 3. Konsumsi vitamin C Konsumsi Fe Aktivitas Fisik Nilai Konstanta 38,294 40,086 -19,742 -78,576 0,997 0,997 0,998

Dari Tabel 4.14 terlihat bahwa variabel aktivitas fisik mempunyai nilai β – 19,742 menunjukkan bahwa semakin tinggi aktivitas fisik yang dilakukan siswa semakin beresiko menjadi anemia. Variabel aktivitas fisik mempunyai nilai yang paling besar, maka harus dikeluarkan dari model. Kemudian konsumsi vitamin C dan aktivitas fisik di uji kembali. Hasil akhir dari uji dapat dilihat pada Tabel 4.15.

Tabel 4.15. Hasil Akhir Uji Rekresi Logistik Pengaruh Asupan Fe Terhadap Anemia

No. Variabel Independen Β P

1. 2. Asupan Fe Konstanta 3,784 -5,864 0,000 0,001

Hasil Tabel 4.15 diatas merupakan akhir analisis multivariat uji regresi logistik karena asupan Fe telah memiliki P < 0,05 maka variabel tersebut merupakan faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya anemia. Nilai konstanta bernilai negatif artinya semakin kurang konsumsi Fe maka semakin cendrung untuk mengalami anemia.

Dari keseluruhan proses yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa dari tiga variabel independen yang diduga berpengaruh terhadap anemia, ternyata hanya ada satu yang berpengaruh lebih dominan terhadap terjadinya anemia yaitu konsumsi Fe.

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1. Pola Makan (konsumsi energi, protein, vitamin C dan Fe) Remaja Putri

Dokumen terkait