• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pola Makan dan Aktivitas Fisik terhadap Anemia Pada Siswi Atlit di SMA 9 Banda Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Pola Makan dan Aktivitas Fisik terhadap Anemia Pada Siswi Atlit di SMA 9 Banda Aceh"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH POLA MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP ANEMIA PADA SISWI ATLET DI SMA 9

BANDA ACEH

TESIS

Oleh :

YUSNIWATI 097032038/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THE INFLUENCE OF EATING PATTERN AND PHYSICAL ACTIVITY ON ANEMIA IN FEMALE ATHLETE STUDENTS

AT SMA 9 BANDA ACEH

THESIS

By

YUSNIWATY 097032038/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH SCIENCE PROGRAM STUDY FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

PENGARUH POLA MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP ANEMIA PADA SISWI ATLIT DI SMU 9 BANDA ACEH

TAHUN 2010

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Gizi Masyarakat

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

YUSNIWATI 0907032/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis : PENGARUH POLA MAKAN DAN

AKTIVITAS FISIK TERHADAP ANEMIA PADA SISWI ATLIT DI SMU 9 BANDA ACEH TAHUN 2010

Nama Mahasiswa : Yusniwati Nomor Induk Mahasiswa : 0907032

Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Minat Studi : Administrasi Kebijakan Gizi Masyarakat

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si)

Ketua Anggota

(Ernawati Nasution, S.K.M., M.Kes)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B.M.Sc)

(5)

Telah diuji pada Tanggal :

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si Anggota : 1. Ernawati Nasution, S.K.M., M.Kes

(6)

PERNYATAAN

PENGARUH POLA MAKAN DAN AKTIVITAS FISIK TERHADAP ANEMIA PADA SISWI ATLIT

DI SMU 9 BANDA ACEH TAHUN 2010

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernh ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2011

(7)

ABSTRAK

Anemia gizi, khususnya Anemia Gizi Besi (AGB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang tidak hanya terjadi pada bayi, balita dan ibu hamil tetapi juga pada anak sekolah termasuk remaja putri. Berdasarkan data dari WHO tahun 2001 di Indonesia, remaja yang menderita anemia berkisar 41,4% - 66,7%, sedangkan di Provinsi Aceh 30,2% WUS menderita anemia.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat analitik yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh pola makan dan aktivitas fisik terhadap anemia pada siswi atlet di SMA 9 Banda Aceh. Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswi SMA 9 Banda Aceh yang atlet dan tinggal di asrama yang berjumlah 31 orang dan semuanya dijadikan sampel. Data yang terkumpul dianalisis dengan uji regresi logistik ganda pada taraf kepercayaan 95% (α<0,05).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi anemia cukup tinggi mencapai 41,9%. Dari analisis multivariat didapatkan bahwa faktor yang dominan berpengaruh terhadap kejadian anemia adalah pola makan berdasarkan konsumsi Fe (B = -5,864). Pola makan berdasarkan konsumsi energi, konsumsi protein dan aktivitas fisik tidak berpengaruh terhadap anemia (p>0,05).

Disarankan kepada pihak pengelola asrama untuk menambah variasi makanan dan banyak mengandung zat gizi serta dapat membantu penyerapan zat besi. Lakukan penyuluhan gizi dan pemeriksaan kadar Hb para atlet minimal 6 bulan sekali.

Kata kunci: anemia, remaja putri, pola makan, aktivitas fisik

(8)

ABSTRACT

Nutritional Anemia, especially the Iron Deficiency Anemia, is a community health problem which does not only occur in babies, children under five years old and pregnant mothers but also in school children including female adolescents. Based on the data of WHO in Indonesia in 2001, the adolescents developing anemia ranged from 41.4% - 66.7%, while in Aceh Province, 30.2% of the women in productive age suffered anemia.

The purpose of this analytical study was to analyze the influence of eating pattern and physical activity on anemia in female athletes of SMA 9 Banda Aceh. The population and sample for this study were 31 persons. The data collected were analyzed through multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that anemia prevalence was high enough (up to 41.9%). The result of bivariate analysis showed that there was a relationship between eating pattern based on Fe and Vitamin C consumption (p < 0.05) and anemia. The result of multivariate analysis showed that the most dominant factor which influenced the incident of anemia was eating pattern based on Fe consumption (β = -5.864). Eating pattern which was based on energy consumption, protein consumption and physical activity did not have influence on anemia (p > 0.05).

The manager of athlete dormitory is suggested to provide more variation of food containing high nutrition that can help absorb the iron substance; not to provide the drinks which impede the absorption of iron when eating. The candidates of athlete students need to do medical check-up and Hb examination once in 6 (six) months. The school management needs to do an extension on anemia. The adolescents need to improve their consumption of energy, protein, Vitamin C and Fe especially for those who practice heavy physical activity.

(9)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “Pengaruh Pola Makan dan Aktivitas Fisik terhadap Anemia Pada Siswi Atlit di SMA 9 Banda Aceh”.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc. (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

(10)

meluangkan waktu dan pikiran dengan penuh perhatian dan kesabaran dalam memberikan bimbingan sehingga tesis ini dapat terselesaikan

5. Prof. Dr. Albiner Siagian dan dr. Heldy BZ, M.P.H selaku tim penguji yang telah banyak memberikan saran, bimbingan dan perhatian selama penulisan tesis.

6. Kepala Sekolah SMA 9 Banda Aceh yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada penulis dalam rangka menyelesaikan tesis.

7. Para dosen, staf dan semua pihak yang terkait di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

8. Ayahanda Syamaun dan ibunda tercinta Khatijah yang telah memberikan dukungan moril serta doa dan motivasi selama penulis melaksanakan pendidikan. 9. Teristimewa suami tercinta Muhammad Jafar, S.E dan anakku tersayang Balqis, Tasya, Billa dan Farhan yang telah turut memberikan doa serta kesabaran, karena kehilangan banyak waktu bersama dalam masa-masa menempuh pendidikan ini. 10.Rekan - rekan dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu

yang telah banyak memberikan bantuan moril dan materil selama mengikuti pendidikan, penelitian dan penulisan tesis.

(11)

Akhirnya saya menyadari segala keterbatasan yang ada. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan harapan, semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, September 2011 Penulis

(12)

RIWAYAT HIDUP

Yusniwati dilahirkan pada tanggal 20 Mei 1968 di Pangkalan Susu, Anak keempat dari tujuh bersaudara dari pasangan Syamaun dan Saerah

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Aceh Utara pada (1983), SMPN Aceh Utara (1986), SMAN Peusangan (1988), SPAG Banda Aceh (1989), Akademi Gizi Jakarta (1996), Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (2006), Strata Dua (S2) di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dengan Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat pada tahun 2009.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Hipotesis ... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Remaja Putri ... 9

2.2. Pola Makan Remaja Putri ... 10

2.3. Aktivitas Fisik Remaja Putri ... 15

2.4. Anemia pada Remaja Putri... 17

2.5. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Anemia Besi... 22

2.5.1. Konsumsi Energi dan Protein ... 22

2.5.2. Konsumsi Zat Besi ... 24

2.5.3. Konsumsi Vitamin C ... 26

2.5.4. Faktor Penghambat Absorpsi Besi ... 28

2.5.5. Metode Pengukuran Hemoglobin (Hb) ... 29

2.6. Pola Makan Remaja Putri dan Anemia ... 30

2.7. Aktivitas Fisik Remaja Putri dan Anemia ... 32

2.8. Landasan Teori ... 33

(14)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 36

3.1. Jenis Penelitian ... 36

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 36

3.2.2. Waktu Penelitian ... 37

3.3. Populasi dan Sampel ... 37

3.3.1. Populasi ... 37

3.3.2. Sampel ... 37

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 37

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 40

3.5.1. Variabel Penelitian ... 40

3.5.2 Definisi Operasional... 40

3.6. Metode Pengukuran ... 41

3.7. Metode Analisis Data ... 43

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... .. 45

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 45

4.2. Karateristik Responden ... 45

4.3. Pola Makan ... 46

4.3.1. Tingkat Konsumsi Energi ... 47

4.3.2. Tingkat Konsumsi Protein ... 48

4.3.3. Tingkat Konsumsi Vitamin C ... 49

4.3.4. Tingkat Konsumsi Fe ... 49

4.4. Aktivitas fisik ... 50

4.5. Anemia. ... 52

4.6. Analisi Bivariat ... 53

4.7. Analisis Multivariat ... 56

BAB 5. PEMBAHASAN ... 59

5.1. Pola Makan (Konsumsi Energi, Protein, Vitamin C dan Fe) Remaja Putri ... 59

5.1.1. Konsumsi Energi... ... 60

5.1.2. Konsumsi Protein ... 61

5.1.3. Konsumsi Vitamin C ... 63

5.1.4. Konsumsi Fe ... 65

5.2. Aktivitas Fisik ... 69

5.3. Faktor paling Dominan yang Berpengaruh terhadap anemia... 71

(15)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ………... 73

6.1. Kesimpulan……….. 73

6.2. Saran……….... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75

(16)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1. Kuantitas Makanan yang Dianjurkan pada Usia Remaja ... 14 2.2. Angka Kecukupan Energi, Protein, Fe dan Vitamin C yang

Dianjurkan untuk Remaja Putri Perorang Perhari ... 14 2.3. Pengeluaran Energi pada Berbagai Aktivitas Remaja ... 16 2.4. Batas Normal Kadar Hemoglobin ... 17 2.5. Kategori Masalah Kesehatan Masyarakat Menurut Prevalensi Anemia 18 2.6. Kebutuhan dan Kehilangan Fe sesuai Kelompok ... 21 3.1. Jumlah Siswi SMA 9 yang Atlet ... ... 37 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian.. ... 41 4.1. Distribusi Responden Menurut Umur dan Berat Badan di SMA 9 Banda

Aceh Tahun 2011... ... 43 4.2. Distribusi Konsumsi Energi Berdasarkan Golongan Umur di SMA 9

Banda Aceh Tahun 2011... .... . 44 4.3. Distribusi Konsumsi Protein Berdasarkan Golongan Umur di SMA 9

Banda Aceh Tahun 2011... .. 45 4.4. Distribusi Konsumsi Vitamin C Berdasarkan Jumlah Golongan Umur di

Banda Aceh Tahun2011... ... 46 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Konsumsi Fe di SMA 9

Banda Aceh Tahun 2011 ... 47 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kegiatan dan Lama Aktivitas

yang Dilakukan Remaja Putri di SMA 9 Banda Aceh Tahun 2011 ... 48 4.7. Distribusi Aktivitas Fisik Responden Berdasarkan Energi Metabolik

(17)

4.8. Distribusi Responden Berdasarkan Kadar Hemoglobin (Hb) di SMA 9 Banda Aceh Tahun 2011 ... 50 4.9. Tabulasi Silang Konsumsi Energi dengan Anemia di SMA 9 Banda

Aceh Tahun 2011... ... 51 4.10. Tabulasi Silang Konsumsi Protein dengan Anemia di SMA 9 Banda

Aceh Tahun 2011... ... 51 4.11. Tabulasi Silang Konsumsi Vitamin C Status Anemia di SMA 9 Banda

Aceh Tahun 2011... ... 52 4.12. Tabulasi Silang Konsumsi Fe dengan Anemia di SMA 9 Banda Aceh

Tahun 2011... ... 53 4.13. Tabulasi Silang Aktivitas Fisik dengan Anemia di SMA 9 Banda Aceh

Tahun 2011... .... 53 4.14. Uji Regresi Logistik ... 54 4.15. Hasil Akhir Uji Regresi Logistik Pengaruh Asupan Fe Terhadap

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 77

2. Hasil Output Statistik ... 84

3. Tabel Angka Kecukupan Gizi 2004 bagi Orang Dewasa ... 101

4. Siklus Menu 10 Hari Untuk Atlit Olahraga SMA 9 Banda Aceh ... 103

5. Hasil Pemeriksaan Darah ... 104

6. Surat Keterangan Izin Penelitian ... 112

7. Surat Keterangan Selesai Melaksanakan Penelitian ... 113

8. Hasil pemeriksaan darah ... 114

(19)

ABSTRAK

Anemia gizi, khususnya Anemia Gizi Besi (AGB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang tidak hanya terjadi pada bayi, balita dan ibu hamil tetapi juga pada anak sekolah termasuk remaja putri. Berdasarkan data dari WHO tahun 2001 di Indonesia, remaja yang menderita anemia berkisar 41,4% - 66,7%, sedangkan di Provinsi Aceh 30,2% WUS menderita anemia.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat analitik yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh pola makan dan aktivitas fisik terhadap anemia pada siswi atlet di SMA 9 Banda Aceh. Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswi SMA 9 Banda Aceh yang atlet dan tinggal di asrama yang berjumlah 31 orang dan semuanya dijadikan sampel. Data yang terkumpul dianalisis dengan uji regresi logistik ganda pada taraf kepercayaan 95% (α<0,05).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi anemia cukup tinggi mencapai 41,9%. Dari analisis multivariat didapatkan bahwa faktor yang dominan berpengaruh terhadap kejadian anemia adalah pola makan berdasarkan konsumsi Fe (B = -5,864). Pola makan berdasarkan konsumsi energi, konsumsi protein dan aktivitas fisik tidak berpengaruh terhadap anemia (p>0,05).

Disarankan kepada pihak pengelola asrama untuk menambah variasi makanan dan banyak mengandung zat gizi serta dapat membantu penyerapan zat besi. Lakukan penyuluhan gizi dan pemeriksaan kadar Hb para atlet minimal 6 bulan sekali.

Kata kunci: anemia, remaja putri, pola makan, aktivitas fisik

(20)

ABSTRACT

Nutritional Anemia, especially the Iron Deficiency Anemia, is a community health problem which does not only occur in babies, children under five years old and pregnant mothers but also in school children including female adolescents. Based on the data of WHO in Indonesia in 2001, the adolescents developing anemia ranged from 41.4% - 66.7%, while in Aceh Province, 30.2% of the women in productive age suffered anemia.

The purpose of this analytical study was to analyze the influence of eating pattern and physical activity on anemia in female athletes of SMA 9 Banda Aceh. The population and sample for this study were 31 persons. The data collected were analyzed through multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that anemia prevalence was high enough (up to 41.9%). The result of bivariate analysis showed that there was a relationship between eating pattern based on Fe and Vitamin C consumption (p < 0.05) and anemia. The result of multivariate analysis showed that the most dominant factor which influenced the incident of anemia was eating pattern based on Fe consumption (β = -5.864). Eating pattern which was based on energy consumption, protein consumption and physical activity did not have influence on anemia (p > 0.05).

The manager of athlete dormitory is suggested to provide more variation of food containing high nutrition that can help absorb the iron substance; not to provide the drinks which impede the absorption of iron when eating. The candidates of athlete students need to do medical check-up and Hb examination once in 6 (six) months. The school management needs to do an extension on anemia. The adolescents need to improve their consumption of energy, protein, Vitamin C and Fe especially for those who practice heavy physical activity.

(21)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suatu bangsa akan maju dan mandiri jika manusianya berkualitas. Banyak faktor yang harus diperhatikan untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas antara lain faktor gizi. Kekurangan gizi dapat merusak sumber daya manusia (Jalal, 1998). Usaha peningkatan sumber daya manusia dewasa ini adalah usaha mempersiapkan generasi muda melalui pembinaan wanita calon ibu ke pemeliharaan janin, bayi, anak balita, anak sekolah dan remaja.

(22)

Anemia gizi, khususnya Anemia Gizi Besi (AGB) merupakan masalah terbesar gangguan defisiensi gizi di dunia ini. Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang tidak hanya pada ibu hamil, bayi dan balita tetapi juga pada anak sekolah termasuk remaja karena pertumbuhan memerlukan sejumlah besar zat besi secara terus menerus untuk meningkatkan massa tubuh (Santosh dan Sheila, 2001). Anemia pada remaja putri sampai saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat. Selain karena masalah menstruasi, anemia juga disebabkan karena remaja putri sudah mulai mempunyai perhatian yang besar terhadap perkembangan tubuh, penampilan dan penerimaan oleh teman-teman sebayanya. Bahkan banyak yang berdiet tanpa nasehat dokter atau pengawasan dari orang yang ahli di bidang gizi, sehingga pola konsumsinya sangat menyalahi kaidah-kaidah ilmu gizi. Banyak pantang dan tabu yang mereka lakukan terhadap makanan yang mereka makan dan hal ini akan dapat merugikan mereka sendiri. Bila hal ini berlanjut dikhawatirkan akan terjadilah berbagai gejala dan keluhan yang sebenarnya merupakan gejala-gejala kelainan gizi.

(23)

Pada negara-negara berkembang insiden anemia masih sangat bervariasi. Survei berbagai negara menunjukkan prevalensi anemia berkisar 32% - 55%. Di Cina didapatkan prevalensi anemia pada wanita sebesar 61,8%, di Taiwan prevalensi anemia pada usia belasan tahun sebesar 9,38%- 26,4%, India prevalensi sebesar 25% pada wanita usia sekolah (Santosh dan Sheila, 2001) dan di Indonesia, prevalensi anemia pada penduduk perkotaan sebesar 19,1% (Riskesdas, 2007).

Data akurat prevalensi anemia di Indonesia belum banyak, tetapi cukup tinggi menurut hasil-hasil penelitian. Prevalensi anemia pada remaja putri cukup tinggi. Beberapa penelitian menyatakan sekitar 41,4 % - 66,7 % remaja putri di Indonesia menderita anemia (WHO, 2001). Penelitian Feriani (2004) menunjukkan bahwa prevalensi anemia remaja putri di SLTA Tarongong Kabupaten Garut sebesar 45 %. Menurut WHO (2001) batasan anemia dalam masalah kesehatan masyarakat adalah berat bila prevalensi anemia ≥ 40%, sedang bila prevalensi anemia 20 -39,9 %, ringan bila prevalensi anemia 5 - 19,9 %, sedangkan bila prevalensi anemia < 4,9 % dikatakan normal. Berdasarkan batasan anemia dalam masalah kesehatan masyarakat dan prevalensi anemia pada penelitian tersebut diatas terlihat bahwa prevalensi anemia sebagian termasuk berat, sedang, ringan dan tidak ada yang normal.

(24)

membatasi konsumsi makan dan melakukan pantangan terhadap banyak makanan (Sediaoetomo, 1992).

Penelitian yang dilakukan oleh Susanti (1995), tentang kadar Hb (haemoglobin), tekanan darah dan denyut nadi pada remaja putri menunjukkan bahwa 80% menderita anemia dengan katagori 76% anemia ringan dan 4 % sedang dengan rata-rata Hb 11,3 gr/dl.

Penelitian pada remaja putri di Bogor menunjukkan 57,1% remaja putri mengalami anemia, di Bandung 41% dan di Tangerang 41,7% (DKK Tangerang, 2004). Sedangkan Survei Kesehatan pada 10 Kabupaten daerah proyek Safe Motherhood Partnership Family Approach (SMPFA) pada tahun 1998/1999

menunjukkan 57,4% remaja putri menderita anemia (Depkes RI, 2003).

Penelitian yang dilakukan oleh UNICEF di Provinsi Aceh tahun 2005 terhadap Wanita Usia Subur (WUS) terdapat 30,2 % menderita anemia (Profil Kesehatan Aceh, 2008). Sedangkan prevalensi anemia pada penduduk perkotaan di Propinsi Aceh sebesar 20,1% (Riskesdas, 2007).

Salah satu faktor yang yang berhubungan dengan terjadinya anemia adalah kurangnya konsumsi energi dan protein. Hasil penelitian Adraini (2002) dikutip oleh

Farida (2006) menunjukkan bahwa ada hubungan antara konsumsi protein terhadap kejadian anemia pada remaja.

(25)

kecukupan zat gizi lainnya dapat terpenuhi dan kalau seandainya kurang tidak terlalu sukar untuk memenuhinya.

Aspek pemilihan makanan pada remaja perlu diperhatikan, karena remaja sudah menginjak tahap independensi. Pemilihan makanan tidak lagi berdasarkan kebutuhan tetapi hanya sesuai selera tanpa memperhatikan nilai gizi yang terkandung dalam makanan. Proverawati (2010) mengatakan pengaruh kelompok bagi kehidupan remaja sangat kuat bahkan lebih kuat dari pengaruh keluarga. Pada masa ini kelompok teman sebaya mempunyai pengaruh tinggi bagi perkembangan kebiasaan makan yang tidak sehat, termasuk gangguan pola makan.

Kebiasaan makan yang kurang baik pada remaja dan keinginan untuk terlihat langsing, khususnya pada remaja putri seringkali menimbulkan gangguan makan (eating disorder). Gangguan pola makan yang umum diderita oleh remaja putri adalah bulimia dan anorexia nervosa. Pada remaja putri umumnya ingin mempunyai bentuk badan yang lebih langsing, ramping dan menarik. Untuk mencapai hal tersebut mereka tidak segan-segan melakukan hal-hal yang justru tidak mereka sadari dapat membahayakan diri dan kesehatannya. Agar tampak langsing dan menarik mereka tidak mau makan pagi, mengurangi frekuensi makan bahkan melakukan diet yang berlebihan (Gunawan, 1997).

(26)

Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni dan Notobtara (2002) dikutip oleh Farida (2006) , mengenai peranan pola makan terhadap anemia gizi pada remaja putri pondok pasantren di Surabaya menyatakan bahwa ada pengaruh pola makan terhadap kejadian anemia pada remaja putri.

Arisman (2002), menyatakan ada tiga alasan mengapa remaja dikategorikan rentan dalam masalah gizi. Pertama, percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh memerlukan energi dan zat gizi yang lebih banyak. Kedua, perubahan gaya hidup dan kebiasaan pangan menuntut penyesuaian asupan energi dan zat gizi. Ketiga, kehamilan, keikutsertaan dalam olah raga, kecanduan alkohol dan obat, meningkatkan kebutuhan energi dan zat gizi lainnya..

SMA Negeri 9 Banda Aceh yang terletak ditengah kota Banda Aceh yang muridnya berjumlah 495 orang dan merupakan satu-satunya sekolah umum yang muridnya terbagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama terdiri dari siswa reguler yang berjumlah 325 orang dan kelompok kedua siswanya terdiri dari para atlet yang jumlahnya 170 orang (65,7%) dan 33 orang diantaranya adalah putri.

Siswi atlet yang melanjutkan pendidikan di SMA 9 merupakan siswi SMP dari seluruh daerah Aceh yang berprestasi dibidang olahraga dan mereka masuk tanpa melalui seleksi apapun termasuk seleksi kesehatan.

(27)

dan Pusat. Olahraga yang dilakukan secara terus menerus bila tidak diimbangi dengan asupan yang cukup dan berkualitas lama kelamaan mereka akan mengalami defisiensi vitamin dan mineral serta terjadinya anemia gizi.

Berdasarkan hasil uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian apakah ada pengaruh pola makan dan aktivitas fisik terhadap anemia pada siswi atlet di SMA 9 Banda Aceh tahun 2011.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan uraian tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh pola makan dan aktivitas fisik terhadap anemia pada siswi atlet pada SMA 9 Banda Aceh tahun 2011.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh pola makan dan aktivitas fisik terhadap anemia pada siswi atlet di SMA 9 Banda Aceh tahun 2011.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh pola makan dan aktivitas fisik terhadap anemia pada siswi atlet di SMA 9 Banda Aceh.

1.5. Manfaat Penelitian

(28)

2. Sebagai informasi tentang pola makan dan aktivitas fisik bagi sekolah dalam upaya meningkatkan kesadaran para siswi untuk melakukan pola makan yang sehat.

3. Sebagai masukan bagi Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi agar menjalankan program perbaikan gizi institusi khususnya di sekolah-sekolah agar lebih baik lagi.

(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Remaja Putri

Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu berproduksi. Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa. Istilah ini menunjukkan masa awal pubertas sampai tercapainya kematangan. Menurut World Health Organization (WHO), batasan remaja secara umum adalah mereka yang berusia 10 sampai

19 tahun (Proverawati A, 2010).

Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari bahasa Latin “dolescere” yang berarti tumbuh ke arah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan sosial dan psikologis (Widyastuti dkk, 2009).

Masa remaja meliputi semua perubahan-perubahan yang dialami dalam peralihan dari masa anak ke masa dewasa. Masa remaja dimulai pada masa pubertas dimana tercapai kematangan seks dan berakhir pada saat tercapainya kedewasaan pertumbuhan fisik, serta kesanggupan bertingkah laku yang dikuasai rasio dan pengendalian emosi (Ali dan Asrori, 2004).

(30)

kegiatan tertentu yang dirancang untuk mencegah munculnya rnasalah-masalah kesehatan pada masa dewasa nanti.

Pada remaja perempuan mulai terjadi menarche dan mensis disertai pembuangan sejumlah Fe. Remaja putri kelompok ini sering sadar akan bentuk badannya, sehingga banyak yang membatasi konsumsi makanannya. Bahkan banyak yang berdiet tanpa nasehat atau pengawasan seorang ahli kesehatan dan gizi, sehingga pola konsumsinya sangat menyalahi kaidah-kaidah ilmu gizi. Banyak pantang dan tabu yang ditentukan sendiri berdasarkan pendengaran dari kawannya yang tidak kompeten dalam soal gizi dan kesehatan, sehingga timbul gejala dan keluhan yang sebenarnya merupakan gejala-gejala kelainan gizi (Sediaoetama, 1985).

Apalagi kalau sudah menyangkut body image . Mereka ingin mempunyai postur tubuh sempurna seperti bintang film, penyanyi dan peragawati. Studi di AS mengenai body image para remaja menunjukkan hasil, hampir 70% remaja wanita yang diteliti

mengungkapkan keinginan mereka untuk mengurangi berat badannya karena merasa kurang langsing. Padahal hanya 15 % diantara mereka yang menderita kegemukan (Khomsan, 2003).

2.2. Pola Makan Remaja Putri

(31)

berasal dari lingkungan (alam, budaya, sosial dan ekonomi) dimana manusia atau kelompok manusia itu tumbuh. Demikian juga halnya dengan kepercayaan terhadap makanan yang berkaitan dengan nilai-nilai cognitive yaitu kualitas baik atau buruk, menarik atau tidak menarik. Dan pemilihan adalah proses psychomotor untuk memilih makanan sesuai dengan sikap dan kepercayaannya (Khumaidi, 1994).

Santosa dan Ranti (2004), mengungkapkan bahwa pola makan merupakan berbagai informasi yang memberi gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh suatu orang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. Pendapat Baliwati (2004), pola makan atau pola konsumsi pangan merupakan susunan jenis dan jumlah pangan yang di konsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu.

Pendapat para pakar tersebut dapat diartikan secara umum pola makan merupakan cara atau perilaku yang ditempuh seseorang atau sekelompok orang dalam memilih, mengunakan bahan makanan dalam konsumsi pangan setiap hari yang meliputi jenis makanan, jumlah makanan dan frekuensi makan yang berdasarkan pada faktor-faktor sosial budaya dimana mereka hidup.

(32)

Penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni, dkk (2002), pada remaja putri di pondok pesantren di Surabaya di dapatkan bahwa ada pengaruh pola makan remaja putri terhadap kejadian anemia.

Perkembangan dari seorang anak menjadi dewasa pasti melalui fase remaja. Pada fase ini fisik seseorang terus berkembang, demikian pula aspek sosial maupun psikologisnya. Perubahan ini membuat seorang remaja mengalami banyak ragam gaya hidup, perilaku, tidak terkecuali pengalaman dalam menentukan makanan apa yang akan dikonsumsi. Hal terakhir inilah yang akan berpengaruh pada keadaan gizi seorang remaja (Proverawati A, 2010).

Pengalaman dalam pemilihan makanan penting diperhatikan karena remaja sudah menginjak tahap independensi. Dia bisa memilih makanan apa saja yang disukainya, bahkan tidak berselera lagi makan bersama keluarga di rumah. Aktivitas yang banyak dilakukan di luar rumah membuat seorang remaja sering dipengaruhi rekan sebayanya. Pemilihan makanan tidak lagi didasarkan pada kandungan gizi tetapi sekedar bersosialisasi, untuk kesenangan dan supaya tidak kehilangan status. Hal ini bisa menyebabkan remaja termasuk dalam nutritionally vulnerable group (Khomsan, 2003).

(33)

Perkembangan ini terjadi dalam periode enam sampai delapan tahun, dan perubahan yang cepat ini berperan dalam timbulnya kesulitan-kesulitan dalam tugas atau penerimaan (Proverawati A, 2010).

Remaja adalah golongan individu yang sedang mencari identitas diri, mereka suka ikut-ikutan, dan terkagum-kagum pada idolanya yang berpenampilan menarik. Banyak remaja yang merasa tidak puas dengan penampilan dirinya sendiri. Mereka ingin berpenampilan seperti pada umumnya teman sebayanya atau idolanya. Sebagian dari mereka mungkin sedang menyiapkan diri mereka untuk melakukan aktivitas seperti model entertainer dan olah raga lainnya yang mengharuskan mereka mengatur berat badan mereka. Sehingga remaja sangat rentan terhadap gangguan makan, seperti halnya remaja putri yang melakukan diet yang sebenarnya tidak perlu dilakukan.

Perubahan gaya hidup pada remaja memiliki pengaruh signifikan terhadap kebiasaan makan mareka. Mereka menjadi lebih aktif, lebih banyak makan diluar rumah dan lebih banyak pengaruh dalam memilih makanan yang akan dimakannya. Mereka juga lebih suka mencoba-coba makanan baru, salah satunya adalah fast food. Pola makan remaja yang perlu dicermati adalah tentang frekwensi makan, jenis makanan dan jumlah makan.

(34)
[image:34.612.117.527.142.461.2]

Tabel 2.1. Kuantitas Makanan yang Dianjurkan pada Usia Remaja

Waktu makan Jenis makanan Berat (gram)

Pagi 06.00-07.00 WIB Snack 10.00-11.00 WIB Siang 13.00-14.00 WIB Snack 16.00-17.00 WIB Malam 20.00 WIB Nasi Telur Susu sapi

Bubur kacang ijo

Nasi Daging Tempe Sayur Buah Pisang goreng Nasi Daging Tahu Sayur Buah Susu skim 100 50 200 ml 50 200 50 50 100 75 50 100 50 100 100 100 20

Sumber: Sediaoetama, 2004.

Tabel 2.2. Angka Kecukupan Energi, Protein, Fe dan Vitamin C yang Dianjurkan untuk Remaja Putri Perorang Perhari.

Kelompok Umur Energi Protein Vitamin C Fe

(tahun) (Kkal) (gram) (mg) (mg)

13 – 15 2.350 57 65 26

16 – 18 2.200 50 75 26

[image:34.612.119.529.544.604.2]
(35)

2.3. Aktivitas Fisik Remaja Putri

Aktivitas remaja sebagian besar dihabiskan di luar rumah yaitu di sekolah dan kegiatan lain (les, olahraga dan kumpul bersama teman-teman). Lebih dari 8 jam aktivitas dihabiskan diluar rumah dan kurang dari 5-6 jam dihabiskan di rumah. Aktivitas remaja membutuhkan asupan pangan mengandung gizi yang cukup sehingga kondisi tubuh remaja akan tetap baik.

Almatsier (2003), mengatakan bahwa aktivitas fisik dapat didefinisikan sebagai gerakan fisik yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Sedangkan Fathomah (1996), menyatakan bahwa aktivitas dibagi menjadi dua yaitu aktivitas fisik internal dan eksternal. Aktivitas fisik internal yaitu suatu aktivitas dimana proses bekerjanya organ-organ tubuh dalam tubuh saat istirahat, sedangkan aktivitas eksternal yaitu aktivitas yang dilakukan oleh pergerakan anggota tubuh yang dilakukan seseorang selama 24 jam serta banyak mengeluarkan energi.

Dari pendapat kedua pakar tersebut dapat disimpulkan bahwa aktivitas fisik merupakan suatu kondisi yang memerlukan tingkatan gerakan yang berbeda sesuai dengan kebutuhan energi yang dikeluarkan, sehingga kalori per jam akan berkurang tergantung tingkat aktivitasnya.

(36)
[image:36.612.120.528.138.367.2]

Tabel.2.3. Pengeluaran Energi pada Berbagai Aktivitas Remaja

Tingkat Macam Kegiatan Kkal/jam

Ringan Membaca, menulis, makan, menonton televisi, mendengarkan radio, merapikan tempat tidur, mandi, berdandan, berjalan kaki, dan berbagai kegiatan yang dikerjakan dengan duduk atau tanpa mengerakkan lengan.

80-160 kkal ± 1-3 jam

Sedang Bermain dengan mendorong benda, bermain pimpong, menyetrika, merawat tanaman, menjahit, mengetik, mencuci baju dengan tangan, menjemur pakaian, dan berbagai kegiatan yang dikerjakan dengan berdiri atau duduk yang banyak mengerakkan tangan

170-240 kkal ±4-6 jam

Berat Berjalan cepat, bermain dengan mengangkat benda, berlari, mengepel, basket, berenang, naik turun tangga, memanjat, bersepeda, bermain dengan banyak mengerakkan tangan.

> 250 kkal > 6 jam

Sumber: Agoes dan Poppy, 2003

Aktivitas fisik diukur dengnan metode faktorial, yaitu merinci semua jenis dan lamanya kegiatan yang dilakukan selama 24 jam (dalam menit) pada lembar kuesioner, selanjutnya dicocokkan dengan daftar Nilai Perkiraan Keluaran Energi pada kegiatan tertentu. Besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam Physical Activity Level (PAL) atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (Kkal) per kilogram berat badan selama 24 jam. PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

∑ ( PAR x w ) PAL = __________________

(37)

Keterangan :

PAL = Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)

PAR = Physical activity rasio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap jenis kegiatan per satuan waktu tertentu.

W = Alokasi waktu tiap aktivitas (jam)

Selanjutnya tingkat aktivitas fisik dikatagorikan sebagai berikut (FAO/WHO/UNU 2001):

1. Ringan dengan nilai PAL 1,40-1,69 2. Sedang dengan nilai PAL 1,70-1,99 3. Berat dengan nilai PAL 2,00-2,40

2.4. Anemia pada Remaja Putri

[image:37.612.114.530.568.676.2]

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar haemoglobin dalam darah lebih rendah dari nilai normal untuk kelompok yang bersangkutan. Penentuan anemia juga dapat dilakukan dengan mengukur hematokrit. Nilai hematokrit rata-rata setara dengan tiga kali kadar haemoglobin (Stolzfus, 1999).

Tabel 2.4. Batas Normal Kadar Haemoglobin

Kelompok Umur Haemoglobin (g/dl)

Anak - 6 – 56 bulan 11

- 5 – 11 tahun 11,5

- 12 – 14 tahun 12,0

Dewasa - Laki-laki ≥ 15 tahun 13,0 - Wanita ≥ 15 tahun 12,0

- Wanita hamil 11,0

(38)
[image:38.612.114.533.239.314.2]

Menurut WHO (2001), batasan kriteria anemia sebagai masalah kesehatan masyarakat dikatagorikan berdasarkan prevalensi anemia menjadi berat, sedang, dan ringan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.5. Kategori Masalah Kesehatan Masyarakat Menurut Prevalensi Anemia

Katagori Masalah Kesehatan Masyarakat Prevalensi Anemia (%)

Berat ≥ 40%

Sedang 20 – 39,9

Ringan 5 – 19,9

Normal < 4,9

Anemia adalah jumlah sel darah merah yang rendah. Sel darah merah, juga disebut eritrosit, dibentuk di sumsum tulang, dengan tugas untuk membawa oksigen dari paru ke jaringan. Pembentukan sel darah merah baru tergantung pada hormon alami yang disebut eritropoitin (EPO, yang dibentuk dan dikeluarkan dari ginjal). Orang yang menderita anemia kurang mampu membawa oksigen di dalam darahnya dan hal ini dapat mengakibatkan rasa lelah, kesulitan bernapas, peningkatan denyut jantung dan pucat (Debra dkk, 1999).

Fungsi utama zat besi bagi tubuh adalah untuk mengangkut oksigen (O2) dan

karbondioksida (CO2) serta untuk pembentukan darah. Jumlah zat besi yang harus

(39)

ferro yang lebih mudah diserap. Dalam bahasa ilmiah zat besi dari pangan hewani

sering disebut heme-iron, sedangkan yang berasal dari nabati disebut non-heme-iron (Khomsan, 2003).

Keadaan kurang gizi merupakan fenomena yang kompleks. Penyebabnya adalah makanan yang dikonsumsi tidak cukup mengandung zat besi, peningkatan kebutuhan karena kondisi fisiologis (hamil). Kehilangan darah karena kecelakaan, dan infeksi (cacingan). Golongan masyarakat yang rawan dengan kondisi ini adalah masyarakat miskin, mereka yang tinggal di daerah yang sanitasinya buruk, dan golongan rawan gizi (Khomsan, 2003).

Kekurangan kadar Hb dalam darah menimbulkan gejala lesu, lemah dan letih, akibatnya dapat menurunkan prestasi belajar dan produktifitas, disamping itu penderita kurang zat besi akan menurunkan daya tahan tubuh yang mengakibatkan mudah terkena infeksi yang pada akhirnya dapat menyebabkan anemia.

Letham (1979) mengatakan bahwa ada 4 penyebab terjadinya anemia gizi besi yaitu:

(40)

itu zat-zat penyerta yang meningkatkan daya serap, seperti protein dan vitamin C juga tidak cukup.

2. Kebutuhan meningkat misalnya remaja yang sedang mengalami pertumbuhan fisik dan perkembangan mental. Anemia kekurangan zat besi akan timbul bila kehilangan zat besi atau kebutuhan yang begitu meningkat tidak diimbangi dengan konsumsi makanan yang cukup dan penyerapan besi dari makanan yang maksimal. Dengan demikian zat besi dari makanan tidak cukup untuk mempertahankan kadar Hb.

3. Kehilangan zat besi oleh karena pendarahan atau sebab lain termasuk investasi cacing tambang.

4. Ketidakseimbangan antara kebutuhan (untuk pertumbuhan, kehilangan darah, dan lain-lain), dan ketidakcukupan suplai besi dari diet. Jumlah zat besi yang dibutuhkan setiap hari untuk mempertahankan kadar haemoglobin, kadar simpanan besi yang cukup dan untuk keperluan pertumbuhan yang normal. Meskipun besi yang hilang setiap hari relatif kecil namun harus digantikan. Jumlah yang hilang melalui urine, keringat, dan desquamasi (hilang melalui permukaan kulit, rambut dan kuku) sangat bervariasi dari 0,2-0,5 mg/hari. Hilang melalui faeses sejumlah 0,7 mg/hari, sehingga total kehilangan antara 0,9-1.2 mg/hari.

(41)
[image:41.612.116.526.223.419.2]

rata-rata kehilangan sejumlah 0,5-1,0 mg/hari. Oleh karena itu seorang wanita harus mengabsorpsi 1,4 sampai 2,2 mg/hari untuk menggantikan kehilangan tersebut. Kebutuhan wanita hampir dua kali lipat dari pada kebutuhan pria.

Tabel 2.6. Kebutuhan dan Kehilangan Fe sesuai Kelompok

Kelompok Umur

Kehilangan Fe Kebutuhan Fe/Besi

Total kebutuhan

Fe*

Faeses Urine,

keringat,dan

desquamasi

menstruasi Pertum buhan Hamil Dewasa - Pria - Wanita 0,7 0,7 0,2-0,5

0,2-0,5 0,5-1,0

0,9 - 1,2 1,4 - 2,2

Ibu hamil 0,7 0,2-0,5

1,0-2,0

1,9 - 3,2

Anak-anak 0,7 0,2 – 0,5 0,2

\

1,1 – 1,4 Remaja-

Putri

0,7 0,2 – 0,5 0,5 – 1,4 0,5 – 1,0 1,9 – 3,7

* Besi yang diabsorpsi, kebutuhan dalam menu makanan adalah 3 – 10 kali dari jumlah tersebut tergantung pada sumber besi dari komposisi menu.

Sumber : Guthrie (1989).

2.5. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Anemia Besi

(42)

kurang baik (air bersih kurang, sanitasi kurang dan higienis makanan kurang), pelayanan kesehatan kurang serta infeksi parasit.

2.5.1. Konsumsi Energi dan Protein

Energi merupakan kebutuhan utama setiap manusia, karena jika kebutuhan energi tidak terpenuhi sesuai yang dibutuhkan tubuh, maka kebutuhan zat gizi lain juga tidak terpenuhi seperti protein, vitamin dan mineral termasuk diantaranya adalah zat besi. Fungsi zat besi sebagai pembentuk sel darah merah akan menurun yang pada akhirnya dapat menyebabkan menurunnya kadar haemoglobin darah. Transportasi zat besi di mukosa sel dan didalam darah sangat membutuhkan mekanisme protein yang spesifik sebagai carrier. Protein ini disebut transferrin yang disintesa di hati. Transferrin akan membawa zat besi dalam darah yang akan digunakan pada sintesa

haemoglobin (Mahan, 1992).

Demikian juga Fairbank (1999) mengemukakan bahwa di dalam darah dan cairan tubuh, besi ditransportasikan oleh protein yang di sebut transferrin. Asupan protein yang kurang akan menyebabkan gangguan pada sintesa transferrin sehingga kadar transferrin zat besi dalam darah akan menurun. Apabilla kadar transferrin dalam darah menurun maka transportasi zat besi tidak dapat berjalan dengan baik dan pada akhirnya kadar haemoglobin dalam darah juga menurun. Haemoglobin berfungsi mengangkut oksigen ke sel-sel yang membutuhkan seperti metabolisme glukosa, lemak dan protein menjadi energi.

(43)

antara satu zat gizi dengan zat gizi lainnya. Pada penderita Kurang Energi Protein (KEP) terjadi pengurangan massa sel dan kebutuhan oksigen berkurang. Anemia pada KEP mungkin merupakan komplikasi dari defisiensi besi dan nutrien lain dan ini berhubungan dengan infeksi, infestasi parasit dan malabsorbsi (Krause dan Mahan, 1984). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hasibuan (1990), antara kejadian anemia dengan infeksi dan pola konsumsi pada anak Sekolah Dasar di Sumatera Utara dimana ditemukan bahwa diantara anak-anak yang terinfeksi ternyata prevalensi anemia juga tinggi serta makin tinggi konsumsi protein (terutama protein hewani) maka frekuensi anemia semakin menurun.

Penelitian yang dilakukan oleh Farida (2006), terhadap remaja putri di Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus didapatkan bahwa ada hubungan tingkat konsumsi protein dengan kejadian anemia

(44)

Khumaidi (1989) menyatakan bahwa salah satu ukuran kuantitas konsumsi pangan adalah konsumsi energi dan protein. Pada umumnya jika konsumsi energi dan protein terpenuhi dan beragam jenis pangan, maka kecukupan zat gizi lainnya dapat terpenuhi.

2.5.2. Konsumsi Zat Besi

Zat besi (Fe) merupakan mikro elemen yang essensial bagi tubuh. Zat tersebut terutama diperlukan dalam pembentukan darah yaitu dalam sintesa haemoglobin. Bentuk aktif zat besi biasanya terdapat sebagai ferro dan bentuk inaktifnya adalah ferri (bentuk simpanan Fe). Zat besi lebih mudah diserap dari usus halus dalam

bentuk ferro dan penyerapan tersebut mempunyai mekanisme autoregulasi yang diatur oleh feritin yang terdapat dalam sel-sel mukosa usus. Dalam mekanisme absorbsi dikenal dua macam zat besi dalam makanan yaitu besi heme dan non heme (Husaini, 1989).

Besi heme berasal dari haemoglobin dan mioglobin heme. Besi heme hanya terdapat dalam makanan hewani seperti daging dari semua jenis, hati dan organ yang lain, ikan, seafood, ayam, telur dal lain-lain. Hati dan daging merupakan bahan makanan yang paling banyak mengandung besi. Di dalam tubuh terdapat dalam bentuk tidak saja mempunyai nilai biologis besi yang tinggi, tetapi juga mengandung protein yang dapat mendorong penyerapan besi non heme (Husaini, 1989).

(45)

zat besi non heme penyerapannya sangat kecil, tergantung status besi seseorang. Sumber utama besi non heme adalah serealia, sayuran, kacang-kacangan, buncis dan buah-buahan.

Banyaknya zat besi yang ada dalam makanan yang kita makan yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh kita tergantung pada tingkat absorbsinya. Diperkirakan hanya 5-15% besi makanan di absorbsi oleh orang dewasa yang berada dalam status gizi baik. Dalam keadaan defisiensi zat besi absorbsi dapat mencapai 50%. Penyerapan zat besi di dalam usus yang kurang baik (terganggu) juga merupakan penyebab terjadinya anemia (Mary, 2000).

Kekurangan zat besi dapat menimbulkan terjadinya anemia karena pembentukan sel-sel darah merah dan fungsi lain dalam tubuh terganggu. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya anemia maka perlu adanya keseimbangan antara kebutuhan tubuh dengan masukan zat besi yang berasal dari makanan. Tetapi menu makanan yang banyak mengandung zat besi belum menjamin ketersediaan zat besi yang memadai karena jumlah zat besi yang diabsorbsi sangat dipengaruhi oleh jenis makanan sumber zat besi dan ada atau tidaknya zat penghambat maupun peningkat absorbsi besi dalam makanan (Muhilal, 1993).

(46)

Dengan kurangnya zat besi yang dapat dipenuhi dari intake makanan karena kebiasaan makan/minum yang kurang baik (banyak mengkonsumsi zat penghambat dan kurang mengkonsumsi zat peningkat absorbsi besi, sementara kebutuhan zat besi yang cukup tinggi terutama wanita maka keseimbangan zat besi dalam tubuh akan terganggu yang pada akhirnya dapat memberikan dampak negatif yaitu terjadinya anemia gizi besi.

2.5.3. Konsumsi Vitamin C

Anemia gizi di Indonesia selain disebabkan oleh konsumsi energi, besi juga disebabkan oleh kurangnya asupan vitamin C. Pola konsumsi masyarakat pada umumnya merupakan pola menu dengan bioavailabilitas besi yang rendah, karena hanya terdiri dari nasi dan umbi-umbian dengan kacang-kacangan dan sedikit (jarang sekali) daging, ayam atau ikan, serta sedikit makanan yang mengandung vitamin C (Yip dan Mehra, 1995). Penelitian yang dilakukan Mulyawati (2003), menunjukkan pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) ditambah 100 mg vitamin C dapat meningkatkan kadar Hb lebih tinggi dibandingkan dengan hanya pemberian TTD saja.

Vitamin C dapat meningkatkan penyerapan besi, hal ini disebabkan karena faktor reduksi dari vitamin C. Besi diangkut melalui dinding usus dalam senyawa dengan asam amino atau vitamin C (Linder, 1992).

(47)

Penelitian lain yang dilakukan oleh Farida (2006), Hayatinur (2001) juga mendapatkan bahwa ada hubungan vitamin C dengan kejadian anemia.

Vitamin C mempunyai sifat sebagai agen pereduksi dimana dapat mereduksi zat besi dari bentuk ferri menjadi ferro sehingga memudahkan untuk diabsorbsi. Vitamin C dapat membantu tranfer zat besi dari darah kedalam bentuk ferritin untuk disimpan di hati dan membantu memproduksi beberapa enzim yang berisi besi. Absorbsi zat non heme meningkat sebanyak 4 kali bila terdapat 25 sampai 75 mg vitamin C (Guthrie, 1989).

Menurut Muhilal (1983) hidangan yang berasal dari bahan hewani dan vitamin C-nya rendah termasuk hidangan yang bioavilabilitas zat besinya rendah. Diperkirakan banyaknya zat besi yang dapat diserap sekitar 2-5%. Hidangan yang protein hewani sedang (30-90 gr) dan vitamin C-nya sedang (25-75 mg) banyaknya zat besi yang diserap sekitar 3-10%. Sedangkan hidangan dengan protein hewani cukup tinggi (> 90 gr) dan vitamin C-nya cukup tinggi (>75 mg) banyaknya zat besi yang diserap sekitar 4-20%. Contoh makanan sehari dengan kandungan energi 2500 kalori, 90 gr protein, 120 mg vitamin C dan 16,4 mg besi (1,7 besi heme dan 14,7 mg besi non heme) banyaknya zat besi yang dapat diserap sekitar 1,5 mg.

Besi di dalam bahan makanan dapat berbentuk heme yang berikatan dengan protein dan terdapat dalam bahan makanan yang berasal dari hewani. Lebih dari 35 % heme ini dapat di absorbsi langsung. Bentuk lain adalah non heme yaitu senyawa besi

(48)

terdapat kadar vitamin C yang cukup. Vitamin C dapat meningkatkan absorbsi besi non heme sampai empat kali lipat (Husaini dkk, 1989).

Menurut Husaini dan Karyadi (1980), kadar Hb darah umumnya berhubungan dengan konsumsi protein, Fe dan vitamin C. Tetapi yang paling berpengaruh adalah Fe, sebab Fe merupakan faktor utama pembentuk haemoglobin (Hb). Sedangkan peran vitamin C dan protein adalah membantu penyerapan dan pengangkutan besi di dalam usus.

2.5.4. Faktor Penghambat Absorpsi Besi

(49)

absorpsi besi hingga 85%, hal ini disebabkan karena terdapat polyphenol seperti tanin dam teh (Gutrie, 1989).

Adanya kebiasaan minum teh/kopi pada masyarakat Indonesia memiliki pengaruh absorpbsi besi. Linder (1992) menyatakan bahwa tanin yang terdapat dalam teh dan daun-daun sayuran tertentu dapat menurunkan absorbsi besi. Ditambahkan oleh Muhilal (1998) penyerapan zat besi oleh teh dapat menyebabkan banyaknya besi yang diserap turun hingga 2%, sedangkan penyerapan besi tanpa penghambatan teh sekitar 12%.

2.5.5. Metode Pengukuran Haemoglobin (Hb)

Untuk mendeteksi keadaan anemia seseorang, parameter yang biasa dan telah digunakan secara luas adalah haemoglobin (Hb), karena pada umumnya tujuan dari berbagai penelitian adalah menetapkan prevalensi anemia bukan prevalensi kurang besi (Cook, 1982).

Haemoglobin merupakan senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah.

Haemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah dapat

digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah. Kandungan haemoglobin yang rendah mengindikasikan anemia (Supariasa dkk, 2002).

(50)

bereaksi dengan ion sianida (CN2) membentuk sianmethaemoglobin yang berwarna merah. Intensitas warna dibaca dengan fotometer dan dibandingkan dengan standar. Karena yang membandingkan alat elektronik, maka hasilnya lebih objektif.

2.6. Pola Makan Remaja Putri dan Anemia

Aspek pemilihan makanan penting diperhatikan karena remaja sudah menginjak tahap independensi. Dia bisa memilih makanan apa yang dia sukai. Aktivitas yang banyak dilakukan diluar rumah membuat seorang remaja sering dipengaruhi oleh rekan sebayanya. Pemilihan makanan tidak lagi berdasarkan kandungan gizi tetapi sekedar bersosialisasi, untuk kesenangan dan supaya tidak kehilangan status.

(51)

Survei yang dilakukan Hunlock (1997) menunjukkan bahwa remaja suka sekali jajan makanan ringan. Jenis makanan ringan yang dikonsumsi adalah kue-kue yang rasanya manis. Sedangkan jenis sayuran dan buah-buahan yang mengandung vitamin A dan vitamin C jarang dikonsumsi, sehingga dalam diet mereka rendah akan zat besi, Vitamin A dan vitamin C.

Eating disorder menjadi salah satu ciri kaum remaja. Secara fisik hal ini kelihatan dalam bentuk tubuh yang terlalu langsing atau kegemukan. Yang kurus disebabkan oleh terlalu ketatnya berdiet, sedangkan yang kegemukan karena konsumsi kalori yang berlebihan dalam snack.

Anoreksia nervosa salah satu bentuk eating disorder menyebabkan tubuh

menjadi kurus. Ini banyak dialami remaja wanita. Keinginan mempunyai tubuh langsing membuat mereka rela menurunkan berat badan secara drastis, muntah disengaja setelah makan, penggunaan laxative (pencahar), dan olah raga secara berlebihan.

2.7. Aktivitas Fisik Remaja Putri dan Anemia

(52)

dengan keringat. Menurut Sharkey (2003) yang diterjemahkan oleh Tan A mengatakan wanita yang berolahraga secara teratur akan banyak kehilangan air dalam keringat. Minum air yang tidak memadai akan mempengaruhi kesehatan secara umumnya termasuk terjadinya anemia. Mereka membutuhkan asupan pangan yang cukup mengandung gizi, sehingga kondisi tubuh remaja akan tetap baik dalam arti tidak mudah jatuh sakit.

Menurut Sherkey (2003), anemia dapat disebabkan dari latihan yang kuat dan diduga disebabkan oleh tumbukan dan guncangan tubuh yang berlebihan dalam olah raga, haid dan perilaku diet yang salah.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Amelia (2009), didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara aktivitas fisik ( pengeluaran energi) dengan konsumsi energi, protein dan zat besi.

2.8. Landasan Teori

Khumaidi (1989) menyatakan bahwa salah satu ukuran kuantitas konsumsi pangan adalah konsumsi energi dan protein. Pada umumnya jika konsumsi energi dan protein terpenuhi dan beragam jenis pangan, maka kecukupan zat gizi lainnya dapat terpenuhi.

(53)

Fairbank (1999) mengemukakan bahwa di dalam darah dan cairan tubuh, besi ditransportasikan oleh protein yang di sebut transferrin. Asupan protein yang kurang akan menyebabkan gangguan pada sintesa transferrin sehingga kadar transferrin zat besi dalam darah akan menurun. Apabila kadar transferrin dalam darah menurun maka transportasi zat besi tidak dapat berjalan denngan baik dan pada akhirnya kadar haemoglobin dalam darah juga menurun.

Menurut Santosh dan Sheila (2001), penyebab anemia secara langsung adalah kurang konsumsi zat gizi (besi, vitamin C, protein), adanya faktor penghambat (phitat, teh kopi), adanya penyakit (diare, infeksi saluran pernafasan) dan kehilangan darah meningkat sedangkan asupan gizi tidak cukup. Penyebab tidak langsung adalah kuantitas dan kualitas makanan tidak cukup, keadaan lingkungan kurang baik (air bersih kurang, sanitasi kurang dan higienis makanan kurang), pelayanan kesehatan dan infeksi parasit.

Moeji (2003) mengatakan sifat energik pada usia remaja menyebabkan aktivitas tubuh meningkat sehingga kebutuhan zat gizinya juga meningkat. Dengan tingginya pengeluaran energi juga harus diimbangi oleh asupan zat gizi yang cukup agar tidak berakibat tubuh kehilangan akan zat gizi sehingga terjadi anemia

(54)

2.9. Kerangka Konsep

[image:54.612.122.479.147.373.2]

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 1. Kerangka konsep Penelitian

Dari skema diatas diatas dapat dijelaskan bahwa, bila asupan makan atlet putri dalam hal ini jumlah makanan (energi, protein, besi dan vitamin C) tidak sesuai dengan kebutuhan maka akan dapat menyebabkan anemia. Selain itu aktivitas fisik yang dilakukan secara berlebihan oleh atlet putri, tanpa diimbangi dengan asupan zat gizi yang cukup akan memperparah terjadinya anemia.

Anemia

Aktivitas fisik Pola Makan - Jumlah : Energi,

(55)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah analitik yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antara variabel-variabel, yaitu menjelaskan pengaruh pola makan dan aktivitas fisik terhadap anemia pada siswi atlet di SMA 9 Banda Aceh tahun 2011.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di SMA 9 Banda Aceh dengan pertimbangan:

1. SMA 9 Banda Aceh merupakan satu-satunya sekolah tempat penitipan para atlet. Berbagai macam jenis olahraga yang mereka minati diantaranya adalah sepak bola, karate, angkat besi, bulu tangkis, kempo, tekwondo pencak silat, atletik dan anggar, sedangkan yang putri terdiri dari bidang olah raga angkat besi, bulu tangkis, karate, kempo, pencak silat dan anggar.

2. Siswa yang atlet tinggal diasrama dan makan mereka disediakan dari asrama sehingga memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian.

(56)

3.2.2.Waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan Mei 2011.

3.3. Populasi dan sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi SMA 9 Banda Aceh yang atlet dan tinggal di asrama yang berjumlah 31 orang.

3.3.2. Sampel

[image:56.612.108.532.405.478.2]

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh siswi yang ada di asrama yaitu berjumlah 31 orang dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 3.1. Jumlah Sampel Siswi SMA 9 Banda Aceh yang Atlet

Kelas Jumlah Siswi (orang)

Kelas X Kelas XI Kelas XII

10 11 10

Jumlah 31

3.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dari :

1. Data primer adalah data yang didapat langsung dari responden:

- Data anemia didapat dengan cara mengambil darah responden lalu diperiksa dengan metode cyanmethaemoglobin, hasil yang didapat dibandingkan dengan ketentuan dari WHO (2001).

(57)

cara mengisi formulir Food Recall yang telah baku. Jumlah makanan diukur dengan menggunakan metode recall 24 jam selama 5 hari dan tidak berturut-turut. Jumlah makanan dinyatakan dalam satuan Ukuran Ramah Tangga/ URT (seperti: sendok, piring, gelas dan lain-lain yang biasa digunakan sehari-hari), selanjutnya dikonversi kedalam ukuran berat (gram) dengan bantuan food model kemudian kandungan energi, protein, Fe dan vitamin C dihitung dengan menggunakan Software Nutry Survey. Hasil pengukuran tersebut kemudian dibandingkan dengan daftar Angka Kecukupan Gizi (AKG) rata-rata yang dianjurkan berdasarkan golongan umur, selanjutnya tingkat kecukupan gizi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Jumlah konsumsi zat gizi

Tingkat kecukupan = _________________________ x 100% Kecukupan yang dianjurkan

Konsumsi energi dan protein dikatagorikan menjadi: 1. Baik : ≥ 100% AKG

2. Sedang: 80,01 – 99,99% AKG 3. Kurang: 70 – 80 % AKG 4. Defisit: < 70 % AKG

Konsumsi Fe dan vitamin C dikatogorikan menjadi: Baik : ≥ AKG

(58)

- Aktivitas fisik didapat dengan cara mengisi daftar yang telah disediakan peneliti. Aktivitas fisik diukur dengan metode faktorial, yaitu merinci semua jenis dan lamanya kegiatan yang dilakukan selama 24 jam yang dikonfirmasikan dalam menit pada lembar kuesioner dan dilakukan selama 7 hari berturut- turut, selanjutnya dicocokkan dengan daftar nilai perkiraan keluaran energi pada kegiatan tertentu. Jumlah total energi yang dikeluarkan untuk melakukan aktivitas selama 24 jam dinyatakan dalam Physical Activity Level (PAL) atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam. PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

∑ (PAR x w) PAL = ______________ 24 jam

Keterangan:

PAL: Physical Activity Level (tingkat aktivitas fisik)

PAR: Physical Activity Ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap jenis kegiatan per satuan waktu tertentu.

W : Alokasi waktu tiap aktifitas (jam)

(59)

1. Ringan dengan nilai PAL 1,40 – 1,69 2. Sedang dengan nilai PAL 1,70 – 1,99 3. Berat dengan nilai PAL 2,00 – 2,40

2. Data sekunder mencakup data gambaran umum SMA 9 Banda Aceh yang diperoleh dari bagian tata usaha dan DISPORA Banda Aceh. Data tersebut terdiri dari jumlah siswa dan jumlah kelas yang ada dengan cara melihat dan mengambil data dasar para siswa dibagian arsip SMA 9 Banda Aceh.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1 VariabelPenelitian

. Veriabel independen dalan penelitian ini adalah pola makan dan aktivitas fisik remaja putri. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah kejadian anemia remaja putri.

3.5.2 Definisi Operasional

1. Pola makan adalah kebiasaan siswi dalam mengonsumsi makanan yang di lihat dari jumlah energi, protein, Fe dan vitamin C.

2. Aktivitas fisik adalah seluruh kegiatan yang dilakukan siswi setiap harinya selama 24 jam.

(60)

3.6. Metode Pengukuran

Pengukuran terhadap variabel bebas yang meliputi: umur, pola makan (jumlah: energi, protein, Fe dan vitamin C) serta aktivitas fisik dan variabel terikat (anemia), dilakukan langsung dengan responden. Jenis, kategori, range, metode pengukuran dan skala ukuran veriabel penelitian dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut :

Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian

No Variabel Kategori Range Cara Ukur Skala

Ukur 1 Anemia a.Anemia

b.Tidak Anemia

< 12 gr/dl

≥ 12 gr/dl Pemeriksaan darah metode Cyanmeth haemoglobin Ordinal 2 3 4 Konsumsi energi dan protein Konsumsi Fe Konsumsi Vitamin C a. Baik b.Sedang c.Kurang d.Defisit a. baik b. tidak baik a. baik b. tidak baik a. baik b. tidak baik

≥ 100% AKG

80,01 – 99,99% AKG 70 – 80 % AKG < 70 % AKG ≥ 26 mg < 26 mg

Umur 13-15 tahun ≥ 65 mg

< 65 mg

Umur 16-18 tahun ≥ 75 mg

< 75 mg

Wawancara, tabel food recall

Wawancara, tabel food recall

Wawancara, tabel food recall

Ordinal

Ordinal Ordinal

5 Aktivitas Fisik

a. Ringan b. Sedang c. Berat

PAL 1,40 – 1,69 PAL 1,70 – 1,99 PAL 2,00 – 2,40

Wawancara dan recall aktivitas fisik

[image:60.612.116.529.279.586.2]
(61)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

SMA Negeri 9 beralamat di Jl. Sultan Malikul Saleh Komplek Stadion Harapan Bangsa Banda raya Banda Aceh. Jumlah siswa sebanyak 495 orang, terdiri dari 326 orang laki-laki dan 169 orang perempuan. Siswa kelas I berjumlah 141 orang, kelas II 177 orang dan kelas III 177 orang. Tenaga pengajar sebanyak 42 orang, terdiri dari 13 guru laki-laki dan 29 guru perempuan.

Sarana dan prasarana yang tersedia di sekolah antara lain lapangan bola kaki, futsal, basket, bola volley dan kantin.

Asrama atlet dikelola oleh Dinas Pendidikan dan Olahraga (DISPORA) yang mempunyai seorang kepala asrama, 1 orang tenaga ahli gizi, 1 orang ibu asrama, 3 satpam, 1 kepala dapur, 6 tukang masak dan 3 cleaning service.

4.2. Karateristik Responden

(62)
[image:62.612.115.528.156.312.2]

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Umur dan Berat Badan di SMA 9 Banda Aceh Tahun 2011

No Umur (tahun) Jumlah %

1 2 3 4 5 14 tahun 15 tahun 16 tahun 17 tahun 18 tahun 2 5 11 11 2 6,5 16,0 35,5 35,5 6,5

Total 31 100,0

1 2 3 Berat badan Normal Kurus Gemuk 29 1 1 93,6 3,2 3,2

Total 31 100,0

Dari Tabel 4.1 diatas dapat dilihat bahwa penelitian yang dilakukan terhadap 31 responden menunjukkan bahwa umur responden berimbang antara kelompok umur 16 dan 17 tahun yaitu masing-masing 11 orang (35,5%), dan paling sedikit adalah kelompok umur 18 tahun yaitu 2 orang (6,5%). Berdasarkan berat badan dan tinggi responden sebagian besar responden mempunyai berat badan normal yaitu 29 orang (93,6%) dan hanya 1 orang (3,2%) gemuk dan 1 orang (3,2%) kurus.

4.3. Pola Makan

Berdasarkan hasil recall 5 hari diketahui bahwa seluruh responden mengonsumsi nasi tiga kali sehari sebesar 90,3% seperti lazimnya masyarakat Indonesia pada umumnya.

(63)

dalam sehari. Untuk lauk-pauk nabati seperti tahu dan tempe selalu disediakan setiap hari, ada sebagian (22,6%) dari siswi yang tidak menyukai tempe maupun tahu.

Jenis sayuran yang sering dikonsumsi siswi adalah daun ubi sebesar 93,5%. Sayuran lain yang sering didikonsumsi adalah wertel, kol dan daun melinjo.

Jenis buah-buahan yang sering dikonsumsi siswi adalah jeruk manis dan pisang. Namun masih dijumpai jenis buah-buahan yang tidak dikonsumsi responden selama pengumpulan data misalnya apel, mangga, semangka dan lain-lain.

Mayoritas responden memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan jajanan. Jajanan yang paling sering dikonsumsi adalah bubur kacang ijo dan coklat. Jajanan seperti pecel, gado-gado dan jajanan sejenis sayuran lainnya tidak pernah dikonsumsi responden selama periode pengumpulan data.

Sebagian besar responden (61,3%) sangat suka mengonsumsi teh manis pada saat makan pagi. Sedangkan susu 38,7% mengonsumsi susu pada saat makan pagi 4.3.1 Tingkat Konsumsi Energi

Tingkat konsumsi energi berdasarkan Tabel 4.2 terlihat bahwa responden golongan umur 13-15 tahun konsumsi energi yang paling banyak adalah katagori baik yaitu 4 orang (57,1%). Sedangkan pada golongan umur 16-18 tahun konsumsi energi yang terbesar juga pada katagori baik yaitu sebanyak 16 orang (66,7%).

Tabel 4.2. Distribusi Konsumsi Energi Berdasarkan Golongan Umur di SMA 9 Banda Aceh Tahun 2011

No Golongan Umur (th)

Konsumsi Energi Total

Baik Sedang Kurang Defisit n %

n % N % n % n %

1 13 -15 4 57,1 1 14,3 2 28,6 0 0 7 100,0

(64)

Rata-rata tingkat konsumsi energi pada kelompok umur 13-15 tahun sebesar 91,3% dari AKG, dengan tingkat konsumsi terendah adalah 73,2% dan konsumsi tertinggi adalah 125,5% dari AKG. Pada kelompok umur 16-18 tahun rata-rata konsumsi energi sebesar 119,3% dari AKG, dengan tingkat konsumsi terendah 70,6% dan konsumsi tertinggi adalah 119,3%. Sebagian besar remaja putri yaitu 20 orang (64,5%) memiliki tingkat konsumsi energi dengan katagori baik.

4.3.2 Tingkat Konsumsi Protein

Tingkat konsumsi energi berdasarkan Tabel 4.3 terlihat bahwa responden golongan umur 13-15 tahun konsumsi protein yang paling banyak adalah katagori sedang yaitu 5 orang (71,4%). Sedangkan pada golongan umur 16-18 tahun konsumsi protein yang terbesar pada katagori baik yaitu sebanyak 16 orang (66,7%).

Tabel 4.3. Distribusi Konsumsi Protein Berdasarkan Golongan Umur di SMA 9 Banda Aceh Tahun 2011

No Golongan Umur (th)

Konsumsi Protein Total

Baik Sedang Kurang Defisit n %

n % N % n % n %

1 13 -15 1 14,3 5 71,4 0 0 1 14,3 7 100,0 2 16 -18 16 66,7 5 20,8 2 8,3 1 4,2 24 100,0

[image:64.612.112.528.458.522.2]
(65)

besar remaja putri yaitu 17 orang (54,8%) mempunyai tingkat konsumsi protein yang baik.

4.3.3 Tingkat Konsumsi Vitamin C

Pada Tabel 4.4 dapat terlihat bahwa distribusi responden berdasarkan kelompok umur 13-15 tahun yang terbanyak adalah konsumsi baik yaitu sebanyak 5 orang (71,4%). Pada golongan umur 16-18 tahun mempunyai konsumsi baik berimbang dengan konsumsi tidak baik yaitu masing-masing 50,0%.

Tabel 4.4. Distribusi Konsumsi Vitamin C Berdasarkan Golongan Umur di SMA 9 Banda Aceh Tahun 2011

No Golongan Umur (th)

Konsumsi Vitamin C Total

Baik Tidak Baik N %

n % n %

1 13 -15 5 71,4 2 28,6 7 100,0

2 16 -18 12 50,0 12 50,0 24 100,0

Rata-rata tingkat konsumsi vitamin C pada kelompok umur 13-15 tahun adalah 66 gr (101,5% dari AKG), dengan tingkat konsumsi terendah adalah 36 gr (55,4% dari AKG) dan tertinggi adalah 79 gr (121,5% dari AKG). Pada kelompok umur 16-18 tahun rata-rata konsumsi vitamin C adalah 61 gr (81,3% dari AKG), dengan tingkat konsumsi terendah adalah 6,1 gr (12% dari AKG) dan tingkat konsumsi tertinggi adalah 87 gr (104% dari AKG). Hampir sama tingkat konsumsi vitamin C baik (54,8%) dengan tingkat konsumsi vitamin C tidak baik.

4.3.4 Tingkat Konsumsi Fe

[image:65.612.113.531.331.404.2]
(66)
[image:66.612.113.529.154.218.2]

Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Jumlah Konsumsi Fe di SMA 9 Banda Aceh Tahun 2011

No Golongan Umur (th)

Konsumsi Fe Total

Baik Tidak Baik N %

n % n %

1 13 -15 3 42,9 4 57,1 7 100,0

2 16 -18 15 62,5 9 37,5 24 100,0

Rata-rata tingkat konsumsi Fe remaja putri adalah 20,95 gr (80,6% dari AKG), dengan tingkat konsumsi terendah adalah 2,6 gr (10% dari AKG) dan tertinggi adalah 29 gr (111,5% dari AKG). Pada kelompok umur 13-15 tahun 57,1% konsumsi Fe tidak baik. Sedangkan pada kelompok umur 16-18 tahun 62,5% konsumsi Fe baik.

4.4 Aktivitas Fisik

(67)

Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kegiatan dan Lama Aktivitas yang Dilakukan Remaja Put

Gambar

Tabel Angka Kecukupan Gizi 2004 bagi Orang Dewasa  ........................  101
Tabel 2.2. Angka Kecukupan Energi, Protein, Fe dan Vitamin C  yang Dianjurkan untuk Remaja Putri Perorang Perhari
Tabel.2.3.  Pengeluaran Energi pada Berbagai  Aktivitas Remaja
Tabel 2.4. Batas Normal Kadar Haemoglobin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perencanaan saluran sangat dipengaruhi oleh kriteria erosi dan angkutan sedimem untuk menjaga kualitas air irigasi di sungai dikonstruksikan bangunan kantong lumpur

Salah satu prinsip pelayanan publik berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M-PAN/2003 Tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan

[5 markah] Jika pulangan dijangka bagi portfolio pasaran ialah 8 peratus dan kadar bebas- risiko ialah 5 peratus, apakah pulangan dijangka bagi suatu sekuriti yang mempunyai

Dari hasil penelitian yang dilakukan dan pengambilan data secara berulang-ulang untuk memvalidkan data yang diperoleh menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa perspektif

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor biofisik dan sosial ekonomi yang mempunyai korelasi yang kuat terhadap keberadaan lanskap hutan pada DAS Citanduy Hulu dan DAS Ciseel

Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan produk berupa modul berbasis QR Code technology pada materi sistem reproduksi manusia dengan terintegrasi Alquran dan