• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Makan

Makan adalah suatu kebutuhan bagi setiap individu untuk menunjang aktivitas sehari-hari dan mendukung proses metabolisme tubuh. Kebiasaan dan perilaku makan secara langsung mempengaruhi status gizi seseorang. Tidak sedikit individu yang mengalami perilaku makan menyimpang, dan hal ini banyak terjadi pada kalangan perempuan dibandingkan laki-laki (National Institute of Mental Health (NIMH) 2006 dalam Hapsari 2009).

Makan merupakan salah satu hal terpenting yang kita lakukan dan juga dapat menjadi salah satu hal yang paling menyenangkan. Secara sederhana, motivasi untuk makan timbul saat terjadi defisit simpanan nutrisi di tubuh dan akan terpuaskan oleh makanan yang mengisi kembali defisit simpanan nutrisi yang terjadi (Putra, 2008).

2.4 Perilaku Makan Menyimpang

Perilaku makan menyimpang atau yang biasa disebut eating disorders adalah gangguan perilaku makan yang kompleks dan memberikan efek pada kesehatan fisik atau mental atau keduanya (Fairburn, 2000 dalam Garrow, 2000 dalam Hapsari, 2009). Read (1997) dalam Aini (2009) juga menyebutkan perilaku makan menyimpang (PMM) adalah sebuah pola makan yang abnormal yang terkait dengan ketidakpuasan atau tekanan dalam diri seseorang yang sehat. Hal ini biasa terjadi karena perhatian yang berlebihan terhadap berat dan bentuk tubuh.

Mengadaptasi suatu gambaran mental dari tubuh seseorang (citra diri/body image) adalah suatu ciri dasar perkembangan remaja. Distorsi atau penyimpangan body image adalah suatu karakteristik inti dari perilaku makan menyimpang pada remaja.

Walaupun perilaku makan menyimpang berhubungan dengan makanan, pola makan dan berat badan, gangguan tersebut bukanlah mengenai makanan, tetapi mengenai perasaan dan ekpresi diri (wardlaw, 1999 dalam Aini, 2009).

Perilaku makan menyimpang sangat terkait oleh perilaku diet. Menurut Muda (2003) diet adalah aturan makan khusus untuk kesehatan dan sebagainya (biasanya atas petunjuk dokter), berpantang atau menahan diri terhadap makanan tertentu untuk kesehatan, mengatur kuantitas dan jenis makanan untuk mengurangi berat badan atau karena penyakit. Hawks (2008) dalam Andea (2010) menyebutkan perilaku diet adalah usaha sadar seseorang dalam membatasi dan mengontrol makanan yang akan dimakan dengan tujuan untuk mengurangi dan mempertahankan berat badan.

Perilaku diet ada terdapat dua jenis yaitu perilaku diet sehat dan perilaku diet tidak sehat. Diet sehat dapat membuat seseorang memiliki tubuh ideal tanpa mendatangkan efek samping yang berbahaya bagi tubuh, namun diet tidak sehat sering dilakukan oleh orang-orang yang semata-mata berdiet hanya untuk memperbaiki penampilan dengan menempuh cara yang tidak sehat untuk menurunkan berat badan seperti penggunaan obat pencahar, muntah dengan sengaja, berpuasa dan binge eating.

(Kim dan Lennon, 2006 dalam Andea, 2010).

Ketika remaja khususnya remaja perempuan memutuskan untuk berdiet dengan cara tidak sehat maka akan menimbulkan efek samping bagi tubuh dan akan berdampak buruk pada kesehatan. Diet tidak sehat lebih cenderung akan mengalami perilaku makan menyimpang contohnya diet yang berlebihan dengan cara berpuasa terus menerus, berolahraga setelah makan, menggunakan obat pencahar akan mengganggu metabolisme makanan dalam tubuh yang apabila keadaan demikian berlangsung lama maka kemudian

akan menyebabkan tubuh kekurangan zat gizi yang dibutuhkan. Akibatnya, tubuh tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan zat gizi sehingga dapat menyebabkan diantaranya adalah suhu badan menurun disebabkan kehilangan lemak, metabolisme tubuh menurun disebabkan kekurangan hormon tiroid, angka kecepatan jantung menurun, mudah lelah, mudah pingsan, sering mengantuk, anemia karena kekurangan asupan zat gizi, kulit kasar, kering, bersisik dan dingin, jumlah sel darah putih yang rendah disebabkan karena kurangnya asupan zat gizi, meningkatnya risiko untuk mengalami penyakit infeksi, tekanan darah rendah, hilangnya masa tulang, menurunnya massa otot, kerusakan pada gigi, tidak teraturnya menstruasi dan yang terakhir dapat menyebabkan kematian (Wardlaw, 1999 dalam Aini, 2009).

Beberapa perilaku makan menyimpang yang terjadi antara lain adalah anorexia nervosa, bulimia nervosa, binge eating disorder dan nocturnal eating syndrome

(Proverawati, 2010).

2.4.1 Anorexia Nervosa

1. Pengertian

Anorexia Nervosa berasal dari Yunani, anorektos yang artinya tanpa selera, dan dari bahasa Latin, nervosa yang artinya gangguan emosional (Proverawati, 2010). Dalam bukunya Sarafino (2006) mengatakan anoreksia nervosa adalah suatu bentuk penyimpangan perilaku makan yang mengakibatkan penurunan berat badan dan jumlah makanan yang dikonsumsi secara drastis serta penurunan berat badan yang tidak sehat (Erdiantono, 2009).

Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV(DSM-IV) (Wardlaw & Hampl, 2007 dalam Erdiantono, 2009) memberikan kriteria diagnosis sebagai berikut :

1) Menolak untuk menjaga berat badan pada atau diatas berat badan normal minimal (contoh: kehilangan berat badan yang memicu pada pemeliharaan berat badan kurang dari 85% berat badan yang diharapkan, atau gagal untuk mencapai berat badan yang diharapkan selama periode pertumbuhan, mengarah pada berat badan kurang dari 85% berat badan yang diharapkan). 2) Memiliki rasa takut yang berlebihan pada kenaikan berat badan atau

menjadi gemuk, walaupun memiliki keadaan underweight.

3) Memiliki gangguan dalam menilai berat badan dan bentuk tubuh, kumungkinan dikarenakan menilai berat dan bentuk badan sendiri, atau penyangkalan yang serius terhadap berat badan yang rendah.

4) Amenorrhea (tidak haid), terlewatnya periode menstruasi pada wanita setelah masa pubertas selama 3 periode menstruasi.

2. Penyebab

Anorexia Nervosa melibatkan interaksi yang bersifat kompleks dari beberapa faktor diantaranya adalah faktor sosiokultural, faktor psikis, faktor keluarga dan faktor individu (Proverawati, 2010).

3. Dampak

Anorexia Nervosa dapat berpengaruh terhadap seluruh tubuh penderita, yaitu (Proverawati, 2010) :

1) Otak dan system syaraf : tidak dapat berfikir jernih, takut gemuk, sedih, murung, mudah tersinggung, daya ingat jelek, mudah pingsan dan terjadi perubahan kimia pada otak.

2) Rambut : tipis dan mudah rontok.

3) Jantung : tekanan darah rendah, denyut nadi lambat, berdebar-debar dan resiko terjadi gagal jantung.

4) Darah : terjadi anemia.

5) Otot dan persendian : otot lemah, persendian rapuh, fraktur dan osteoporosis.

6) Ginjal : batu ginjal, gagal ginjal.

7) Cairan tubuh : kadar kalium (potassium, magnesium dan sodium rendah). 8) Pencernaan : konstipasi, kembung.

9) Hormon : peiode sekresi terhenti, gangguan kehamilan.

10)Kulit : mudah memar, kulit kering, tumbuh rambut disekujur tubuh, mudah kedinginan, kulit kuning, kuku mudah patah.

2.4.2 Bulimia Nervosa

1. Pengertian

Bulimia berasal dari bahasa Latin, bous yang artinya sapi atau kerbau, dan limos yang artinya rasa lapar (Proverawati, 2010). Bulimia dicirikan oleh makan yang berlebihan. Perilaku makan berlebihan (binge) terdiri atas konsumsi sejumlah besar makanan berkalori tinggi secara diam-diam dan tidak terkontrol (atau “terlarang”) selama periode waktu singkat (biasanya kurang

dari dua jam). Sifat makan berlebihan dinetralkan dengan berbagai metode pengendalian berat badan (pengurasan), termasuk merangsang muntah sendiri, penyalahgunaan diuretik dan laksatif, serta olahraga yang berlebihan (Wong ,2009).

Bulimia nervosa merupakan salah satu perilaku makan menyimpang dengan karakteristik mengkonsumsi makanan dalam jumlah besar kemudian memuntahkannya kembali dengan paksa (purging) atau menggunakan obat pencahar atau diuretik, berpuasa atau olahraga yang berlebihan.

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV (DSM-IV), karakteristik penderita bulimia nervosa diantaranya :

1) Episode berulang binge eating dengan karakteristik:

a. Makan dalam periode waktu yang tetap (contoh: tiap 2 jam) dengan porsi yang lebih besar daripada porsi makan kebanyakan orang dalam periode dan situasi yang sama.

b. Adanya perasaan tidak dapat mengontrol porsi makan pada saat episode tersebut berlangsung.

2) Adanya perilaku kompensasi yang berulang kali dilakukan untuk mencegah kenaikan berat badan seperti: muntah dengan sengaja, penyalahgunaan laksatif, diuretik, enema atau obat-obatan lainnya, puasa atau olahraga berlebihan.

3) Episode binge eating dan perilaku kompensasi lainnya berlangsung setidaknya dua kali semingu dalam tiga bulan.

5) Gangguan tersebut tidak terjadi secara ekslusif selama episode anorexia nervosa.

DSM-IV juga mengklasifikasikan menjadi dua subtipe penderita bulimia nervosa (Brown, 2005 dalam Hapsari, 2009). Kedua subtipe tersebut, yaitu: 1) Purging type

Selama episode bulimia nervosa, penderita secara reguler melakukan muntah yang disengaja, penyalahgunaan laksatif, diuresis atau enema. 2) Nonpurging type

Selama episode anoreksia nervosa, penderita secara reguler melakukan perilaku kompensasi lainnya seperti berpuasa atau latihan fisik secara berlebihan. Namun tidak secara reguler melakukan muntah yang disengaja, penyalahgunaan laksatif, diuresis atau enema.

Remaja yang menderita bulimia nervosa juga mempunyai obsesi tentang tubuh dan makanannya, seperti halnya penderita anorexia nervosa. Namun remaja penderita bulimia nervosa ini masih dapat mengontrol asupan makanan dan berat badannya yaitu dengan cara siklus binge-purge, yaitu dorongan untuk makan dengan porsi makanan yang besar untuk kemudian diikuti dengan memuntahkan kembali makanan yang telah dimakannya dengan menggunakan obat pencahar diuretik (Proverawati, 2010).

2. Penyebab

Penyebab terjadinya bulimia nervosa tidaklah tunggal namun terdiri dari beberapa faktor, antara lain adanya faktor body image yang rendah, faktor harga diri yang rendah, faktor makanan, faktor penampilan berorientasi pada

profesi, adanya perubahan hidup yang besar (stress) dan faktor biologis (Proverawati, 2010).

3. Dampak

1) Otak : terjadi depresi, ketakutan terhadap peningkatan berat badan, cemas, pusing, rasa malu, harga diri rendah.

2) Pipi : bengkak dan sakit.

3) Mulut : gigi berlubang, lapisan enamel gigi terkikis, penyakit gusi, gigi sensitif terhadap makanan yang panas atau dingin.

4) Tenggorokan dan kerongkongan : luka, iritasi, sobek dan rupture, keluar darah saat muntah.

5) Otot : mudah lelah.

6) Perut : bisul, luka, dapat rupture, pengosongan lambung tertunda. 7) Kulit : luka berat, kulit kering.

8) Darah : anemia.

9) Jantung : denyut jantung tidak beraturan, otot jantung melemah, gagal jantung, tekanan darah dan nadi rendah.

10)Cairan tubuh : dehidrasi, kadar potassium, magnesium dan sodium rendah. 11)Intestinal : konstipasi, gerakan usus besar menjadi tidak teratur, kembung,

diare, kram perut.

2.4.3 Binge Eating Disorder

1. Pengertian

Binge Eating Disorder merupakan suatu kondisi dimana seseorang makan dalam jumlah yang sangat banyak dan merasakan bahwa periode makan tersebut tidak dapat dikontrol oleh dirinya (Brown, 2005 dalam Erdiantono 2009).

Pada banyak kasus, kebiasaan banyak makan yang berkembang menjadi binge eating berawal dari masa kanak-kanak, kadang-kadang juga efek dari kebiasaan makan keluarganya. Normalnya, makanan berhubungan dengan hal pengasuhan dan cinta kasih. Namun beberapa keluarga mungkin terlalu berlebihan menggunakan makanan sebagai suatu cara untuk menenangkan atau menyenangkan anak. Sehingga anak-anak berkembang dengan kebiasaan banyak makan untuk menenangkan mereka manakala perasaan mereka tertekan oleh karena mereka tidak mendapatkan cara yang lebih sehat untuk memperlakukan stres tersebut (Proverawati, 2010).

Menurut DSM-IV (Wardlaw & Hampl, 2007 dalam Erdiantono, 2009) kriteria diagnosis untuk para penderita BED, yaitu:

1) Adanya episode binge eating yang berulang kali. Episode tersebut ditandai dengan dua kriteria berikut:

a. Makan dengan periode waktu yang tetap (contoh: tiap 2 jam) dengan porsi yang jelas lebih besar daripada porsi makan kebanyakan orang dalam periode dan situasi yang sama.

b. Adanya perasaan tidak dapat mengendalikan porsi makan saat episode tersebut berlangsung (contoh: merasa tidak dapat berhenti makan, atau tidak dapat mengendalikan pada atau berapa banyak porsi yang dimakan).

2) Adanya 3 atau lebih dari 5 gejala berikut: a. Makan lebih cepat daripada biasanya.

b. Makan hingga merasa tidak nyaman karena kekenyangan.

c. Makan dalam porsi yang besar walaupun secara fisik merasa tidak lapar.

d. Makan sendirian karena merasa malu akibat jumlah porsi yang dimakan.

e. Merasa jijik/muak, tertekan atau bersalah terhadap diri sendiri setelah episode binge-eating tersebut.

3) Merasa sangat kecewa karena tidak mampu mengendalikan porsi makan. 4) Episode binge-eating berlangsung setidaknya 2 hari seminggu dalam 6

bulan.

5) Episode ini tidak terjadi selama riwayat anoreksia nervosa atau bulimia nervosa.

2. Penyebab

Faktor resiko timbulnya Binge Eating Disorder kemungkinan adalah adanya faktor makanan, faktor psikologis, pelecehan seksual dan pegaruh media (Proverawati, 2010).

3. Dampak

Penderita binge eating disorder cenderung mengalami overweight. Hal ini akan menyebabkan komplikasi bagi kesehatan tubuhnya. Seperti terjadinya depresi, kecemasan, kepanikan, penyalahgunaan obat-obatan, tekanan darah tinggi, diabetes tingkat II, penyakit jantung, stroke, dll (Proverawati, 2010).

2.4.4 Nocturnal Eating Syndrome

1. Pengertian

Nocturnal Eating Syndrome merupakan salah satu perilaku makan menyimpang, dimana seseorang mengkonsumsi makanan dalam jumlah besar ketika dalam keadaan tidak lapar, saat larut malam dan sulit tidur. Keadaan ini semakin meningkat frekuensinya dan seringkali terjadi. Dia mengkonsumsi makanan yang tidak menyehatkan, makanan yang tidak disukainya, atau makanan yang belum selesai dimasak (Proverawati, 2010).

2. Penyebab

Penyebab gangguan perilaku makan ini belum dikatehui. Kemungkinan faktor yang berperan dalam gangguan makan ini adalah kombinasi dari faktor biologis, genetik dan faktor emosional (Proverawati, 2010).

3. Dampak

Dokumen terkait