• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori tentang Kebugaran

2.4. Makanan, Kebugaran dan Prestasi

Prestasi olahraga yang menurun bahkan di tingkat ASEAN menjadi suatu keprihatinan tersendiri bagi kondisi olahragawan profesional di Indonesia. Untuk membina seorang atlet yang berprestasi memang diperlukan suatu sistem yang melingkupi atlet, pelatih, sarana latihan, dan kondisi kesehatan yang optimum. Menangani suatu tim memang lebih sulit daripada sebuah olahraga individu, karena di dalamnya melibatkan banyak orang yang memiliki berbagai tingkat kesadaran dan kedisiplinan baik dalam kesehatan maupun latihan. Untuk itu perlu sekali penanganan dan pengembangan dari pakar kesehatan agar olahraga tersebut dapat berhasil (Ermita, 2004).

Pemenuhan asupan gizi merupakan kebutuhan dasar bagi atlet olahraga. Hasil pengamatan pada beberapa atlet dengan latar belakang berbagai cabang olahraga menunjukkan bahwa gizi dan latihan fisik secara bersama-sama menghasilkan prestasi yang baik. Namun demikian, saat ini perhatian terhadap pengaturan gizi atlet masih sangat kurang, apalagi di tingkat daerah. Diperhatikan lebih dalam, persoalan gizi ini tidak kalah penting dalam pencapaian prestasi olahraga. Jika asupan gizi kurang, latihan berat pun akan menjadi kurang bermanfaat. Hal ini bukan saja disebabkan rendahnya gizi makanan atlet, melainkan buruknya kebiasaan atlet dalam pengaturan makanan. Makanan yang sesuai dengan selera belum tentu memenuhi kebutuhan gizi atlet, sehingga atlet tidak menghasilkan prestasi dan stamina yang maksimal (Depkes RI, 2002).

Peranan gizi dalam olahraga terutama olahraga profesional seperti sepakbola menuntut tenaga ahli yang terampil untuk menjaga secara khusus dan intensif kebutuhan zat gizi dari para pemainnya. Peranan ahli gizi dalam kegiatan olahraga telah dikembangkan sejak lima tahun yang lalu di Inggris dan semakin dibutuhkan untuk mengatur karbohidrat, protein, lemak, serat, cairan dan asupan zat gizi mikro dalam rangka menjaga kesehatan, adaptasi latihan, dan meningkatkan performa selama sesi latihan dan perlombaan. Bahkan Federasi Sepakbola Dunia telah mengeluarkan pernyataan bahwasannya gizi sangat berperan dalam keberhasilan suatu tim (Depkes RI, 2002).

Survei yang dilakukan di beberapa negara Eropa menunjukkan bahwa rekomendasi asupan gizi yang diberikan untuk para pemain sepakbola masih kurang tepat. Sebagian dari masalah ini dikarenakan asupan zat gizi tambahan (suplemen) yang berlebihan. Seorang atlet yang baik harus makan makanan tinggi karbohidrat, cukup protein, rendah lemak, dan cukup vitamin dan mineral serta cairan (Hapsari, 2009).

Secara umum seorang pemain sepakbola memerlukan energi sekitar 4.500 Kkal atau 1,5 kali kebutuhan energi orang dewasa normal dengan postur tubuh relatif sama. Permainan sepakbola ini merupakan permainan yang berlangsung sangat cepat, dalam waktu yang relatif lama. Gerakan-gerakan yang dilakukan oleh pemain berupa lari, tendang, loncat dan sprint-sprint pendek yang prestasinya cukup besar (Depkes RI, 2002).

Kebutuhan gizi atlet meliputi kebutuhan akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Kebutuhan akan zat gizi makro meliputi karbohidrat, protein, dan lemak. Karbohidrat kompleks atau makanan dari padi-padian merupakan sumber energi yang zat gizinya paling banyak. Jenis karbohidrat ini menyediakan energi yang lebih aman dibandingkan gula sebab diserap perlahan dalam sistem pencernaan, mengeluarkan energi besar ke pembuluh darah dan hanya sedikit gula darah meningkat. Ini lebih bermanfaat bagi kesehatan dan dapat meningkatkan stamina tubuh (Khomsan, 2008). Atlet sepakbola sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi sumber protein yang berasal dari hewani dan nabati (Depkes RI, 2002). Secara umum kebutuhan protein adalah 0,8 sampai 1,0 gram/Kg BB/hari, tetapi bagi mereka yang bekerja berat kebutuhan protein bertambah. Penelitian membuktikan bahwa kegiatan olahraga yang teratur meningkatkan kebutuhan protein. Atlet dari olahraga yang memerlukan kekuatan dan kecepatan perlu mengonsumsi 1,2-1,7 gram protein/Kg BB/hari (kurang lebih 100-212% dari yang dianjurkan) dan atlet endurance memerlukan protein 1,2-1,4 gram/Kg/BB/hari (100-175% dari anjuran). Jumlah protein tersebut dapat diperoleh dari diet yang mengandung 12-15% protein (Irianto, 2007).

Lemak merupakan sumber energi yang paling tinggi. Walaupun begitu, para atlet tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi lemak berlebihan. Karena energi lemak tidak dapat langsung dimanfaatkan untuk latihan maupun bertanding. Latihan olahraga meningkatkan kapasitas otot dalam menggunakan lemak sebagai sumber energi. Peningkatan metabolisme lemak pada waktu melakukan kegiatan olahraga

effect) dan memperbaiki kapasitas ketahanan fisik (endurance capacity) (Irianto, 2007).

Untuk mencapai prestasi yang optimal, para pemain sepakbola memiliki beberapa karakteristik seperti bentuk tubuh yang ideal yaitu, sehat, kuat, tinggi dan tangkas. Seorang pemain sepakbola harus mempunyai Indeks Massa Tubuh (IMT) di atas rata-rata. Komposisi tubuh harus proporsional antara massa otot dan lemak (Depkes RI, 2002).

Menurut Herwin (2006), permainan sepakbola saat ini merupakan permainan yang atraktif dan menarik untuk ditonton. Dengan durasi waktu permainan 2 kali 45 menit, banyak kemampuan teknik dan gaya permainan ditampilkan oleh seorang pemain. Permainan sepakbola modern dewasa ini banyak diperagakan oleh pemain yang memiliki kemampuan teknik yang baik. Di samping itu kemampuan fisik merupakan kemampuan dasar yang perlu dimiliki oleh pemain untuk menunjang kemampuan lainnya. Pemain akan lebih memiliki rasa percaya diri yang tinggi apabila memiliki kemampuan fisik yang prima.

Kemampuan fisik, merupakan komponen biomotor yang diperlukandalam permainan sepakbola untuk disusun dalam program latihan. Kondisi fisik tidak dapat ditingkatkan dan dikembangkan hanya dalam waktu sesaat atau dalam beberapa pertemuan saja, melainkan perlu dilakukan dalam jangka waktu yang relatif lama. Untuk mencapai kondisi fisik yang baik diperlukan latihan yang kontinyu dan progresif. Hal ini berarti latihan kondisi fisik perlu dilakukan sejak usia dini, tergantung cabang olahraga yang dilakukan. Demikian pula dengan cabang olahraga

sepakbola, perlu ditingkatkan dan dikembangkan sejak usia dini dengan memperhatikan proses pertumbuhan (Herwin, 2006).

Dokumen terkait