• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Karakteristik, Kebiasaan Dan Konsumsi Pangan Terhadap Kebugaran Atlet Sepakbola PSBL Langsa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Karakteristik, Kebiasaan Dan Konsumsi Pangan Terhadap Kebugaran Atlet Sepakbola PSBL Langsa"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

T E S I S

Oleh SUPRIYANTI 087032011/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH KARAKTERISTIK, KEBIASAAN DAN KONSUMSI PANGAN TERHADAP KEBUGARAN ATLET SEPAKBOLA

PSBL LANGSA

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

SUPRIYANTI 087032011/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK, KEBIASAAN DAN KONSUMSI PANGAN TERHADAP KEBUGARAN ATLET SEPAKBOLA PSBL LANGSA

Nama Mahasiswa : Supriyanti Nomor Induk Mahasiswa : 087032011

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si) (Asfriyati, S.K.M, M.Kes) Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 18 Januari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si Anggota : 1. Asfriyati, S.K.M, M.Kes

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KARAKTERISTIK, KEBIASAAN DAN KONSUMSI PANGAN TERHADAP KEBUGARAN ATLET SEPAKBOLA

PSBL LANGSA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Maret 2012

(6)

ABSTRAK

Permainan sepakbola membutuhkan daya tahan fisik yang tinggi untuk melakukan aktifitas secara terus menerus dalam waktu lama sehingga membutuhkan kebugaran fisik yang baik. PSBL Langsa merupakan klub sepakbola yang dalam pengelolaan makanan bagi pemain belum ada standar menu harian sehingga berdampak kepada jumlah zat gizi yang dikonsumsi dan kebugaran fisik.

Jenis penelitian adalah explanatory research, yang bertujuan menganalisis pengaruh karakteristik, kebiasaan dan konsumsi pangan terhadap kebugaran atlet sepakbola PSBL. Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner, konsumsi pangan melalui food recall 24 jam, berat dan tinggi badan melalui pengukuran antropometri serta mengukur kebugaran melalui kekuatan otot, daya tahan otot, kecepatan, kelincahan, kelenturan, daya ledak otot dan daya tahan pernafasan. Data dianalisis dengan uji regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa atlet berumur 18-24 tahun lebih berpeluang (7,281 kali) meningkatkan kebugaran dibandingkan responden umur < 18 tauun dan >24 tahun. Atlet yang status gizi baik lebih berpeluang (12,852 kali) meningkatkan kebugaran lebih besar dibandingkan dengan responden yang status gizinya tidak baik Atlet yang pernah merokok lebih berpeluang (0,010 kali) tidak bugar dibandingkan dengan responden yang tidak pernah merokok. Atlet yang pernah minum alkohol lebih berpeluang (0,009 kali) tidak bugar dibandingkan dengan responden yang tidak pernah minum alkohol. Atlet sepakbola yang mengkonsumsi

energi ≥ 4.500 kalori lebih berpeluang (5,219 kali) meningkatkan kebugaran dibandingkan dengan responden yang konsumsi energinya < 4.500 kalori. Atlet

sepakbola yang mengkonsumsi protein ≥ 60 gram lebih berpeluang (5,183 kali)

meningkatkan kebugaran dibandingkan dengan responden yang konsumsi protein < 60 gram.

Pengelolaan makanan klub PSBL Langsa hendaknya dilakukan oleh tenaga ahli gizi sehingga makanan memenuhi zat gizi sesuai kebutuhan atlet sepakbola. Atlet sepakbola pada klub PSBL Langsa perlu menjaga kebiasaan yang dapat meningkatkan kebugaran dengan menghindari kebiasaan merokok atau minum alkohol. Manajemen klub PSBL Langsa hendaknya memperhatikan status gizi atlet sepakbola sehingga dapat meningkatkan kebugaran.

(7)

ABSTRACT

Playing football needs a high physical stamina to do activity continously for a long time a good fitness is needed. PSBL Langsa is a football club which has not had a standard daily menu in managing the food for its players that brings an inpact of the nutriens consumed.

The design of study is explanatory research was to analyze the influence of characteristic, habit and food consumption on the fitness of the 38 players (athletes) of PSBL Langsa. The data for the study were obtained through questionnaire- based interviews, 24 hours food recall, antropometric measurement and check list to measure the football players fitness. The data analyzed through by multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that the athletes of 18-24 years old had more (7,281) opportunity to increase their fitness compared to those of < 18 years and >24 years old. The athletes with good nutritional status had more (12,852) opportunity to increase their fitness compared to those without good nutritional status. The athletes with were smoking had more (0,010) opportunity to have no fitness compared to those who were not smoking. The athletes who drank alcoholic had more (0,009) opportunity to have no fitness compared to those who never drank

alcoholic. The football athletes who consumed energy ≥ 4.500 calories had more

(5,219) opportunity to increase their fitness compared to those who consumed energy

< 4.500 calories. The football athletes who consumed protein ≥ 60 grams had more

(5,183) opportunity to increase their fitness compared to those who consumed protein < 60 grams.

The dietary management of PSBL Langsa should be done by nutritionist so it meets the nutritional needs of football athlete. The football players of PSBL Langsa should to increase their fitness about habit smoke and drink alcoholic. The management of PSBL Langsa should nutritional status to increase their fitness.

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat serta pertolonganNya yang berlimpah, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis dengan judul " Pengaruh Karakteristik, Kebiasaan dan Konsumsi Pangan terhadap Kebugaran Atlet Sepakbola PSBL Langsa" ini.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

(9)

5. Asfriyati, S.K.M, M.Kes, selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai. 6. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si, dan Dra. Lina Tarigan, Apt, M.S selaku

penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

7. Direktur Poltekkes Kemenkes NAD yang telah berkenan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan sekaligus memberikan izin belajar pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara.

8. Para dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

9. Ayahanda Drs. H. Zailani, MA, M.Kes dan Ibunda Hj. Sumartinah atas segala jasa

dan do’a restunya sehingga penulis selalu mendapat pendidikan terbaik.

(10)

Penulis menyadari atas segala keterbatasan. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini. Harapan saya tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Medan, Maret 2012 Penulis

(11)

RIWAYAT HIDUP

Supriyanti, dilahirkan pada tanggal 27 Maret 1976 di Langsa, anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Ayahanda Drs. H. Zailani, MA, M.Kes dan Ibunda Hj. Sumartinah.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 17 Banda Aceh selesai tahun 1989, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 4 Banda Aceh selesai tahun 1992, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 3 Banda Aceh selesai tahun 1995, Program D.3 Keperawatan Depkes RI Banda Aceh selesai tahun 1998. Program Studi Keperawatan S.1 Universitas Syah Kuala Banda Aceh selesai tahun 2004.

Mulai bekerja sebagai staf pengajar di Akademi Keperawatan Bukit Rata Lhokseumawe, tahun 1998 sampai tahun 2001. Staf pengajar di Akademi Keperawatan Depkes RI Banda Aceh, tahun 2002 sampai 2004. Staf pengajar di Akademi Keperawatan Depkes RI Langsa, tahun 2005 sampai sekarang.

(12)

DAFTAR ISI

2.4. Makanan, Kebugaran dan Prestasi... 20

2.5. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kebugaran dan Prestasi ... 24

2.5.1 Olahraga ... 24

2.6 Teori tentang Konsumsi Pangan. ... 31

2.6.1 Pengertian Makanan ... 31

2.6.2 Penilaian Konsumsi Pangan ... 33

2.7. Kebutuhan Gizi Atlet ... 35

2.7.1 Periode Latihan ... 37

2.7.2 Periode Pertandingan ... 39

2.8. Teori tentang Sepakbola ... 41

(13)

2.10. Landasan Teori ... 44

2.11. Kerangka Konsep Penelitian ... 46

BAB 3. METODE PENELITIAN... 47

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 49

3.5.1. Variabel Bebas ... 49

4.1.1 Sejarah Persatuan Sepak Bola Langsa ... 57

4.1.2 Kepengurusan PSBL Langsa ... 57

4.6.1 Hubungan Karakteristik dengan Kebugaran Atlet Sepakbola di PSBL Langsa ... 67

4.6.2 Hubungan Kebiasaan dengan Kebugaran Atlet Sepakbola di PSBL Langsa ... 68

4.6.3 Hubungan Konsumsi Pangan dengan Kebugaran Atlet Sepakbola di PSBL Langsa ... 70

4.7 Analisis Multivariat Pengaruh Karakteristik, Kebiasaan dan Konsumsi Pangan terhadap Kebugaran Atlet Sepakbola PSBL Langsa ... 72

4.7.1 Pengaruh Umur terhadap Kebugaran Atlet Sepakbola PSBL Langsa ... 73

4.7.2 Pengaruh Kebiasaan Merokok terhadap Kebugaran Atlet Sepakbola PSBL Langsa ... 73

4.7.3 Pengaruh Kebiasaan Minum Alkohol terhadap Kebugaran Atlet Sepakbola PSBL Langsa... 73

(14)

4.7.5 Pengaruh Konsumsi Protein terhadap Kebugaran Atlet

5.2.1 Pengaruh Umur terhadap Kebugaran Atlet Sepakbola PSBL Langsa ... 86

5.2.2 Pengaruh Status Gizi terhadap Kebugaran Atlet Sepakbola PSBL Langsa ... 86

5.3 Pengaruh Kebiasaan terhadap Kebugaran Atlet Sepakbola PSBL Langsa ... 87

5.3.1 Pengaruh Kebiasaan Merokok terhadap Kebugaran Atlet Sepakbola PSBL Langsa ... 87

5.3.2 Pengaruh Kebiasaan Minum Alkohol terhadap Kebugaran Atlet Sepakbola PSBL Langsa... 89

5.4 Pengaruh Konsumsi Pangan terhadap Kebugaran Atlet Sepakbola PSBL Langsa ... 90

5.4.1 Pengaruh Konsumsi Energi terhadap Kebugaran Atlet Sepakbola PSBL Langsa ... 90

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Metode Pengukuran Variabel Bebas ... 52 3.2 Metode Pengukuran Variabel Terikat (Kebugaran) ... 53 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Individu di PSBL

Langsa... 59 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Indeks Massa Tubuh di PSBL Langsa 60 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan di PSBL Langsa ... 60 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Konsumsi Energi

di PSBL Langsa ... 61 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Konsumsi Protein di PSBL Langsa .... 61 4.6 Distribusi Tingkat Kebugaran Responden di PSBL Langsa ... 64 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Kategori Kebugaran di PSBL Langsa . 66 4.8 Hubungan Umur dengan Kebugaran Atlet Sepakbola di PSBL Langsa ... 67 4.9 Hubungan Status Gizi dengan Kebugaran Atlet Sepakbola di PSBL

Langsa... 68 4.10 Hubungan Kebiasaan Merokok dengan Kebugaran Atlet Sepakbola

di PSBL Langsa ... 69 4.11 Hubungan Kebiasaan Minum Alkohol dengan Kebugaran Atlet

Sepakbola di PSBL Langsa ... 70 4.12 Hubungan Konsumsi Energi dengan Kebugaran Atlet Sepakbola di PSBL

Langsa... 71 4.13 Hubungan Konsumsi Protein dengan Kebugaran Atlet Sepakbola di

PSBL Langsa ... 71 4.14 Hasil Uji Regresi Logistik Berganda Pengaruh Karakteristik, Kebiasaan

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 99

2. Uji Univariat ... 101

3. Uji Bivariat ... 124

4 Uji Multivariat ... 130

(18)

ABSTRAK

Permainan sepakbola membutuhkan daya tahan fisik yang tinggi untuk melakukan aktifitas secara terus menerus dalam waktu lama sehingga membutuhkan kebugaran fisik yang baik. PSBL Langsa merupakan klub sepakbola yang dalam pengelolaan makanan bagi pemain belum ada standar menu harian sehingga berdampak kepada jumlah zat gizi yang dikonsumsi dan kebugaran fisik.

Jenis penelitian adalah explanatory research, yang bertujuan menganalisis pengaruh karakteristik, kebiasaan dan konsumsi pangan terhadap kebugaran atlet sepakbola PSBL. Pengumpulan data melalui wawancara menggunakan kuesioner, konsumsi pangan melalui food recall 24 jam, berat dan tinggi badan melalui pengukuran antropometri serta mengukur kebugaran melalui kekuatan otot, daya tahan otot, kecepatan, kelincahan, kelenturan, daya ledak otot dan daya tahan pernafasan. Data dianalisis dengan uji regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa atlet berumur 18-24 tahun lebih berpeluang (7,281 kali) meningkatkan kebugaran dibandingkan responden umur < 18 tauun dan >24 tahun. Atlet yang status gizi baik lebih berpeluang (12,852 kali) meningkatkan kebugaran lebih besar dibandingkan dengan responden yang status gizinya tidak baik Atlet yang pernah merokok lebih berpeluang (0,010 kali) tidak bugar dibandingkan dengan responden yang tidak pernah merokok. Atlet yang pernah minum alkohol lebih berpeluang (0,009 kali) tidak bugar dibandingkan dengan responden yang tidak pernah minum alkohol. Atlet sepakbola yang mengkonsumsi

energi ≥ 4.500 kalori lebih berpeluang (5,219 kali) meningkatkan kebugaran dibandingkan dengan responden yang konsumsi energinya < 4.500 kalori. Atlet

sepakbola yang mengkonsumsi protein ≥ 60 gram lebih berpeluang (5,183 kali)

meningkatkan kebugaran dibandingkan dengan responden yang konsumsi protein < 60 gram.

Pengelolaan makanan klub PSBL Langsa hendaknya dilakukan oleh tenaga ahli gizi sehingga makanan memenuhi zat gizi sesuai kebutuhan atlet sepakbola. Atlet sepakbola pada klub PSBL Langsa perlu menjaga kebiasaan yang dapat meningkatkan kebugaran dengan menghindari kebiasaan merokok atau minum alkohol. Manajemen klub PSBL Langsa hendaknya memperhatikan status gizi atlet sepakbola sehingga dapat meningkatkan kebugaran.

(19)

ABSTRACT

Playing football needs a high physical stamina to do activity continously for a long time a good fitness is needed. PSBL Langsa is a football club which has not had a standard daily menu in managing the food for its players that brings an inpact of the nutriens consumed.

The design of study is explanatory research was to analyze the influence of characteristic, habit and food consumption on the fitness of the 38 players (athletes) of PSBL Langsa. The data for the study were obtained through questionnaire- based interviews, 24 hours food recall, antropometric measurement and check list to measure the football players fitness. The data analyzed through by multiple logistic regression tests.

The result of this study showed that the athletes of 18-24 years old had more (7,281) opportunity to increase their fitness compared to those of < 18 years and >24 years old. The athletes with good nutritional status had more (12,852) opportunity to increase their fitness compared to those without good nutritional status. The athletes with were smoking had more (0,010) opportunity to have no fitness compared to those who were not smoking. The athletes who drank alcoholic had more (0,009) opportunity to have no fitness compared to those who never drank

alcoholic. The football athletes who consumed energy ≥ 4.500 calories had more

(5,219) opportunity to increase their fitness compared to those who consumed energy

< 4.500 calories. The football athletes who consumed protein ≥ 60 grams had more

(5,183) opportunity to increase their fitness compared to those who consumed protein < 60 grams.

The dietary management of PSBL Langsa should be done by nutritionist so it meets the nutritional needs of football athlete. The football players of PSBL Langsa should to increase their fitness about habit smoke and drink alcoholic. The management of PSBL Langsa should nutritional status to increase their fitness.

(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permainan sepakbola membutuhkan daya tahan fisik yang tinggi untuk melakukan aktifitas secara terus menerus dalam waktu lama tanpa mengalami kelelahan yang berarti. Salah satu upaya untuk mendapatkan ketahanan fisik yang baik diperlukan status gizi yang baik dan tercukupi zat gizi dengan tepat. Pemanfaatan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi sepakbola modern mutlak harus sudah dilakukan dalam pembinaan sepakbola melalui penerapan ilmu gizi olahraga yang benar dan professional (Depkes RI, 2002).

Gizi yang tepat merupakan dasar utama bagi penampilan prima seorang olahragawan pada saat bertanding. Selain itu gizi dibutuhkan pula pada kerja biologik tubuh. Untuk penyediaan energi tubuh pada saat seorang olahragawan melakukan berbagai aktifitas fisik, misalnya pada saat latihan (training), bertanding dan saat pemulihan. Gizi juga dibutuhkan untuk memperbaiki atau mengganti sel tubuh yang rusak (Ermita, 2004).

(21)

Konsumsi energi adalah sejumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi seseorang dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi. Energi yang berasal dari makanan yang dikonsumsi akan digunakan untuk aktivitas fisik (Depkes RI, 2002).

Menurut Khomsan (2003), faktor yang mempengaruhi seseorang memilih makanan adalah pengetahuan tentang gizi. Hal lain yang juga berpengaruh dalam mengambil keputusan adalah faktor kebiasaan. Fakta ini mengisyaratkan bahwa pembentukan pola konsumsi makan harus dimulai sejak dini agar menjadi kebiasaan di kemudian hari.

Menurut Depkes RI (2002), secara umum seorang pemain sepakbola memerlukan energi sekitar 4.500 kilo kalori per hari atau 1,5 kali kebutuhan energi orang dewasa normal dengan postur tubuh relatif sama, karena pemain sepakbola dikategorikan dengan seseorang yang melakukan aktivitas fisik yang berat.

Kebutuhan gizi atlet sepakbola pada periode latihan sama dengan kebutuhan individu secara umum, namun perlu diperhatikan makanan sumber energi yang digunakan adalah yang mudah dicerna untuk menghindari pencernaan masih bekerja pada waktu pelatihan sedang berlangsung (Depkes RI, 2002).

(22)

Pada periode setelah pertandingan, atlet harus segera minum air dingin (suhu 10-15 0 C) sebanyak satu gelas. Kemudian dapat dilanjutkan dengan sari buah/air ditambah gula dan garam. Selanjutnya atlet dapat makan makanan biasa untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi fisik.

Menurut Kuantaraf (1992), pengertian bugar bukan hanya sehat atau bebas dari sakit, tetapi dalam konteks sepakbola pengertian kebugaran adalah kesanggupan dan kemampuan dalam melakukan penyesuaian terhadap pembebanan fisik yang diberikan tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan.

Indikator kebugaran bagi olahragawan adalah : kelenturan (flexibility), kecepatan (speed), kekuatan otot (muscular strength), daya tahan otot (muscular endurance), kelincahan (agility), ketahanan kardiorespirasi (cardiorespiratory endurance). Pengukuran kebugaran dilakukan secara keseluruhan pada hari latihan selama 3 (tiga) hari ( KONI, 2003).

(23)

sayuran dan ternyata daya tahan mereka mencapai 167 menit, ini menunjukkan bahwa kadar karbohidrat yang tinggi membuat olahragawan mempunyai tenaga yang lebih kuat.

Penelitian Ermita (2004), tentang gizi pada olahragawan menyimpulkan bahwa kebutuhan gizi olahragawan sangat perlu mendapat perhatian yang serius mengingat kebutuhan energi tubuhnya lebih tinggi dibandingkan non olahragawan. Kebutuhan gizi yang memadai dibutuhkan tidak hanya pada saat bertanding tetapi juga pada waktu latihan. Tidak ada yang khusus dalam asupan makanan atau diet saat latihan namun ada beberapa hal yang perlu diawasi yaitu makanan sebaiknya bervariasi, jumlah lemak dan karbohidrat dalam makanan disesuaikan dengan kebutuhan olahragawan. Selain itu perlu diperhatikan asupan serat yang membantu kelancaran sistem pencernaan dan minum air yang cukup agar tidak timbul keluhan bila latihan di lingkungan panas.

Penelitian Hasan (2000), mengungkapkan tentang kesegaran jasmani atlet sepakbola pra-pubertas (umur 8-12 tahun) di Makasar menunjukkan asupan makanan, aktifitas fisik dan status gizi dengan indeks Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) tidak ada hubungan dengan tingkat kesegaran jasmani olahragawan sepakbola anak pra-pubertas dan status gizi dengan indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) ada hubungan dengan tingkat kesegaran jasmani olahragawan.

(24)

katagori kurang dengan setelah dilakukan pengukuran kebugaran fisik. Penelitian menyarankan agar pelatih dan atlet hockey tim Jawa Tengah mempertahankan komponen kondisi fisik yang sudah baik yaitu kekuatan dan kelincahan dan meningkatkan komponen kondisi fisik yang masih kurang baik yaitu kecepatan, daya tahan, power dan kelenturan guna pencapaian prestasi.

Penelitian Wulandari (2004), tentang pengaruh asrama atlet sepakbola terhadap status gizi, aktivitas fisik dan kesegaran jasmani, menyimpulkan bahwa status gizi (IMT) atlet yang di asrama lebih baik daripada status gizi yang tidak di asrama dan terdapat perbedaan tingkat kesegaran jasmani (kebugaran) pada atlet sepakbola yang tinggal di asrama dengan di luar asrama.

Penelitian Rosidi (2000), pada atlet sepakbola PSIS Semarang menunjukkan bahwa ada hubungan indeks massa tubuh, status kesehatan dan aktivitas fisik dengan kesegaran jasmani menggunakan indikator ACSPFT (Asian Committee on the Standardization of Physical Fitnes Test) yaitu : kelenturan, kecepatan, kekuatan otot, daya tahan otot, kelincahan dan ketahanan kardiorespirasi.

(25)

tidak pernah seorang atlet sepakbola mengalami sakit, karena konsumsi gizi sesuai dengan kebutuhan memungkinkan status kesehatan atlet senantiasa terjaga.

Perkembangan status gizi atlet sepakbola yang diuraikan secara berurut mulai dari global/internasional, regional, nasional sampai ke daerah, yang ditunjukkan dari beberapa penelitian, seperti penelitian Kuantaraf (1992), tentang olahragawan di Amerika Serikat menemukan bahwa banyak olahragawan dan pelatih yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang gizi dan hanya 11% dari pelatih pernah mengikuti pelatihan gizi serta dua pertiga dari olahragawan yang diteliti, tidak begitu mengetahui hubungan gizi dan pencapaian prestasi.

Peranan ahli gizi dalam kegiatan olahraga di Inggris telah dikembangkan sejak 5 tahun yang lalu dan semakin dibutuhkan untuk mengatur makanan dalam rangka menjaga kesehatan, adaptasi latihan, dan meningkatkan performa selama sesi latihan dan perlombaan. Bahkan Federasi Sepakbola dunia telah mengeluarkan pernyataan bahwasanya gizi sangat berperanan dalam keberhasilan suatu tim.

Penelitian yang dilakukan The National Academies (2005), menunjukkan bahwa asupan kalori yang kurang menyebabkan stamina atlet menurun, maka penelitian ini dirumuskan untuk menjawab pentingnya ketepatan terapi diit yang sesuai dengan kebutuhan kalori atlet sebagai salah satu faktor penting peningkatan stamina tubuh.

(26)

sepakbola menuntut tenaga ahli yang trampil untuk menjaga secara khusus dan intensif kebutuhan zat gizi dari para pemainnya.

Penelitian Kartika (2006), tentang hubungan tingkat konsumsi gizi dan status gizi dengan ketahanan fisik pada atlet sepak bola di PSIS Semarang, menyimpulkan bahwa ada hubungan antara tingkat konsumsi protein, dengan ketahanan fisik.

Penelitian Penggalih (2004), tentang pengaruh ketepatan pemberian kalori diit pada atlit sepak bola secara individu dengan peningkatan stamina tubuh di PERSIBA Bantul, menyimpulkan bahwa stamina atlet meningkat setelah diberikan makanan sesuai kebutuhan.

Penelitian Hasan (2008), tentang kebugaran atlet sepakbola menyimpulkan bahwa status gizi berhubungan dengan kebugaran, maka disarankan kepada pelatih agar memberikan perhatian khusus terhadap olahragawan, terutama status gizi (asupan gizi), aktifitas fisik dan kebugaran.

(27)

1.2 Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: bagaimana pengaruh karakteristik (umur dan status gizi), kebiasaan (merokok dan minum alkohol) dan konsumsi pangan (energi dan protein) terhadap kebugaran atlet sepakbola PSBL Langsa ?.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh karakteristik(umur dan status gizi), kebiasaan (merokok dan minum alkohol) dan konsumsi pangan (energi dan protein) terhadap kebugaran atlet sepakbola PSBL Langsa.

1.4 Hipotesis

Karakteristik (umur dan status gizi), kebiasaan (merokok dan minum alkohol) dan konsumsi pangan (energi dan protein) berpengaruh terhadap kebugaran atlet sepakbola PSBL Langsa.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi manajemen pengelola PSBL Langsa dalam pengelolaan makanan atlet sepakbola.

2. Sebagai wahana pengembangan ilmu kesehatan masyarakat, khususnya tentang gizi pada olahragawan.

(28)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori tentang Kebugaran

Istilah kebugaran atau kebugaran berdasarkan dari hasil Seminar Nasional yang diselenggarakan oleh Direktorat Jendral Keolahragaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1971 di Jakarta dengan pertimbangan bahwa istilah tersebut telah umum digunakan di Indonesia sebelum diadakan seminar nasional. Istilah tersebut dikemukakan atas dasar terjemahan dari istilah physical fitness yang menurut Lawrens dan Ronald dapat disamakan dengan istilah organic fitness atau

physiological fitness. Kemudian istilah physical fitness inilah dipakai sebagai dasar untuk pengertian kebugaran (Depkes RI, 1994).

(29)

Kebugaran yang optimal dapat meningkatkan penampilan para olahragawan dan mengurangi kemungkinan terjadinya cedera. Unsur yang terpenting dalam kebugaran adalah daya tahan kardiorespirasi. Daya tahan kardiorespirasi adalah kesanggupan jantung dan paru serta pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal dalam keadaan istirahat serta latihan untuk mengambil oksigen kemudian mendistribusikannya ke jaringan yang aktif untuk digunakan pada pada proses metabolisme tubuh (Sharkey, 2003).

Salah satu cara untuk menilai kebugaran seseorang dalam melakukan aktifitas adalah dengan mengukur VO2 max. VO2 max adalah jumlah maksimum oksigen dalam milliliter, yang dapat digunakan dalam satu menit per kilogram berat badan. Orang yang kebugarannya baik mempunyai nilai VO2 max yang lebih tinggi dan dapat melakukan aktifitas lebih kuat daripada mereka yang tidak dalam kondisi baik (http://www.brianmac. demon.co.uk).

(30)

kenyataannya sedangkan kemampuan sudah ada kenyataannya. Kemampuan ini dari usaha otot melakukan kerja.

Golding Lawrence dan Roland R yang dikutip Sajoto (1988), menggunakan istilah organic fitness atau psysiological fitness, dengan penjelasan bahwa kebugaran adalah kemampuan seseorang menyelesaikan tugas sehari-hari dengan tanpa mengalami kelelahan yang berarti, dengan pengeluaran energi yang cukup besar guna memenuhi kebutuhan geraknya dan menikmati waktu luang serta untuk memenuhi keperluan darurat bila sewaktu-waktu dibutuhkan.

Menurut Sharkey (2003), kebugaran dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu :

1) Kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan atau skill meliputi a) Speed

atau kecepatan, adalah kemampuan untuk bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain dengan waktu yang sesingkat mungkin, b) Kelincahan atau Agility

adalah kemampuan untuk merubah arah atau posisi tubuh dengan singkat dan dimulai dari satu gerakan, c) Daya Ledak atau Power adalah kemampuan seseorang untuk mempergunakan kekuatan maksimal yang dikerahkan dalam waktu sependek-pendeknya, d) Koordinasi atau Coordination adalah kemampuan untuk melakukan gerakan dengan syaraf gerak dalam suatu pola gerakan secara efisien dan efektif. Dengan dimilikinya koordinasi yang baik maka tugas akan dapat dilaksanakan dengan mudah dan efektif. e) Keseimbangan atau balance

(31)

2) Kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan meliputi : a) Daya Tahan Jantung atau Cardiovasculer Endurance adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan sistem paru dan peredaran darah secara efisien dan efektif untuk menjalankan kerja. b) Kekuatan otot atau muscular strenght adalah kemampuan otot untuk mengatasi beban pada suatu kontraksi maksimal. c) Keseimbangan tubuh atau body composition tergantung pada ratio perbandingan ketebalan lemak dalam tubuh dengan serabut-serabut otot serta tulang. d) Daya tahan otot atau

muscular endurance adalah kemampuan seseorang dalam menggunakan ototnya untuk berkontraksi secara terus menerus dalam waktu yang relatif lama dengan beban tertentu. e) Kelentukan atau fleksibility adalah keefektifan seseorang dalam dirinya untuk melakukan aktifitas tubuh secara maksimal.

Istilah kebugaran hampir semua mengarah pada pengertian physical fitness

sebagai salah satu dari aspek total fitness. Seseorang yang memiliki kebugaran dapat diartikan sebagai seseorang yang mempunyai kesanggupan dan kemampuan untuk melakukan pekerjaannya dengan effisien tanpa kelelahan yang berarti. Jadi kebugaran adalah untuk meningkatkan manusia dari segi fungsi tubuh manusia atau the functioning of the human body (Sharkey, 2003).

(32)

menjadi lelah dalam batas-batas fisiologis, kemudian diperoleh pemulihan yang sempurna sebelum datang kerja yang akan datang. Sedangkan menimbulkan kelehan berarti mengarah kepada pathologi, ialah tidak dapat tercukupinya oksigen yang diperlukan sehingga pekerjaan jantung yang sifatnya menyesuaikan keadaan kebutuhan badan akan bekerja terlalu keras dengan menambah out-putnya.

Giriwardojo (2007), mengatakan bahwa dengan latihan yang lebih baik maka secara anatomis perkembangan tubuh juga lebih baik, karena latihan fisik juga salah satu cara untuk mengembangkan tubuh secara fisiologis, maka tidak perlu dilakukan secara tersendiri untuk mengembangkan secara anatomis. Karena itu untuk memperoleh tingkat kebugaran yang cukup tinggi, seseorang dituntut untuk melakukan latihan fisik dengan teratur dan terprogram. Latihan fisik ini erat hubungannya dengan mempertahankan kondisi fisik yang mutlak diperlukan bagi seseorang yang ingin menjaga dan meningkatkan kebugarannya.

Kebugaran merupakan fenomena yang menunjukkan kemampuan faal atau fungsi sistem-sistem dalam tubuh, dan hal itu dapat mewujudkan suatu peningkatan kwalitas hidup dalam setiap aktifitas fisik. Kebugaran dapat berupa kemampuan

(33)

sedangkan kemampuan anarobik dapat diketahui dari kekuatan kontraksi otot (Giriwardojo, 2007).

2.2 Pengukuran Kebugaran

Pengukuran atau test kebugaran dilakukan dengan mengacu kepada KONI (2003), meliputi:

1. Pengukuran kekuatan

Koni (2003), pengukuran kekuatan dalam hal ini adalah kekuatan otot terbagi atas 3 (tiga) bagian sebagai berikut:

a. Otot lengan dan bahu dengan menggunakan alat hand dynamometer. Caranya adalah orang yang dites kebugarannya menekan hand dynamometer dengan kedua tangannya secara bersama-sama, kemudian pada alat akan terlihat angka atau nilai dalam satuan centimeter yang menunjukkan kekuatan otot lengan dan bahu. Tes ini biasanya dilakukan 2 kali kesempatan dan digunakan nilai tertinggi.

b. Otot punggung dengan menggunakan alat back dynamometer. Caranya adalah orang yang dites kebugarannya dalam posisi berdiri, panggul rapat ke dinding, badan dibungkukkan ke depan. Kedua tangan lurus memegang back dynamometer

(34)

c. Otot tungkai dengan menggunakan alat leg dynamometer. Caranya adalah orang yang dites kebugarannya memakai pengikat pinggang, kemudian berdiri dengan membengkokkan kedua lututnya hingga bersudut 45 derajat, lalu ikat pinggang dikaitkan pada leg dynamometer, lalu berusaha sekuat-kuatnya meluruskan kedua tungkainya, pada saat sudah maksimum melururkan kedua tungkainya, lalu lihat jarum alat yang menunjukkan kekuatan daya tahan otot tungkai dalam posisi berdiri, panggul rapat ke dinding, badan dibungkukkan ke depan. Kedua tangan lurus memegang back dynamometer sehingga menuju kepada sikap berdiri tegak. Pada alat akan terlihat angka atau nilai dalam satuan centimeter yang menyatakan kekuatan otot tungkai.

2. Pengukuran daya tahan

Pengukuran daya tahan dalam hal ini adalah daya tahan otot terbagi atas 3 (tiga) bagian sebagai berikut:

a. Otot perut dengan teknik sit-up, berapa kali (satuan frekuensi) kemampuan orang yang dites kebugarannya melakukan sit-up menyatakan daya tahan otot perut. b. Otot lengan dan bahu dengan teknik push-up, berapa kali (satuan frekuensi)

kemampuan orang yang dites kebugarannya melakukan push-up menyatakan daya tahan otot lengan dan bahu.

c. Otot tungkai dengan menggunakan teknik squat-jumps. Berapa kali (satuan frekuensi) kemampuan orang yang dites kebugarannya melakukan squat-jumps

(35)

Pengukuran kecepatan dalam hal ini adalah dengan melakukan lari 50 meter. Berapa waktu (satuan detik) tempuh yang dicapai atlet menunjukkan tingkat kecepatan.

4. Pengukuran Kelincahan

Pengukuran kelincahan dalam hal ini adalah dengan melakukan shuttle-run, yaitu melakukan lari 6 x 10 meter, yang dilakukan secara berulang (hilir mudik) sebanyak 6 kali dalam lintasan sepanjang 10 meter. Berapa waktu (satuan detik) tempuh yang dicapai atlet menunjukkan tingkat kelincahan

5. Pengukuran Kelenturan (Fleksibilitas)

Pengukuran kelenturan (fleksibilitas) dalam hal ini adalah dengan flexometer. Caranya adalah orang yang dites kebugarannya berdiri tegak di atas alat ukur dengan kedua kaki rapat dan kedua ujung jari kaki rata dengan pinggir alat ukur. Badan dibungkukkan ke bawah, tangan lurus, bungkukkan (renggutkan) badan perlahan-lahan, kedua tangan menelusuri alat ukur dan berhenti pada jangkauan terjauh. Jarak jangkauan terjauh menunjukkan tingkat fleksibilitas dalam satuan centimeter.

6. Daya ledak otot tungkai (power)

(36)

7. Pengukuran Daya Tahan Pernafasan (Kardiovaskuler)

Pengukuran daya tahan pernafasan (kardiovaskuler) dengan cara melakukan lompat vertilal lari selama 15 menit. Jarak yang ditempuh selama 15 menit menunjukkan daya tahan kardiovaskuler (satuan VO2 max/Kg).

Beberapa faktor yang mempengaruhi kebugaran seorang atlet, seperti dalam sepakbola adalah: Status gizi, untuk menentukan status gizi seseorang, metode yang digunakan dalam penilaian status gizi yaitu pengukuran Antropometri dan asupan makanan. Parameter antropometri dan asupan makanan merupakan dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi beberapa parameter antropometri disebut indeks. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan adalah Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur (TB/U), dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) (Supariasa, 2002). Faktor lainnya adalah: umur, status kesehatan, kebiasaan hidup (mis: merokok, minum alkohol) serta aktifitas fisik (diluar latihan sepakbola), aktifitas fisik yang dilakukan oleh atlet di luar jadwal latihan sepakbola yaitu: (a) di sekolah; (b) di perjalanan; dan (3) di rumah yang membuat atlet berkeringat atau lelah.

(37)

daging di dalamnya. Ternyata mereka mempunyai daya tahan mengayuh sepeda tanpa berhenti dengan waktu 57 menit. Tiga hari berikutnya mereka diberikan makanan campuran, berupa kadar protein dan lemak yang rendah bercampur dengan karbohidrat. Ternyata daya tahan mereka mencapai 114 menit. Pada tiga hari berikutnya, makanan yang di berikan mempunyai kadar karbohidrat yang sangat tinggi bersama-sama dengan sayuran dan ternyata daya tahan mereka mencapai 167 menit, ini menunjukkan bahwa kadar karbohidrat yang tinggi membuat olahragawan mempunyai tenaga yang lebih kuat. Dari hasil penelitian ternyata kebutuhan nutrisi olahragawan sangat perlu mendapat perhatian yang serius mengingat kebutuhan energi tubuhnya lebih tinggi dibandingkan non olahragawan.

2.3. Makanan dan Kebugaran

Kebugaran juga tidak lepas dari faktor makanan. Sebab bahan makanan diperlukan tubuh untuk sumber energi, pembangun sel-sel tubuh, komponen biokatalisator dan metabolisme. Proses metabolisme penyediaan energi dalam tubuh dibagi dua ialah : metabolisme anaerobik dan aerobik. Penyediaan energi melalui metabolisme anaerobik berasal dari ATP, ATP Creatin phosphat dan glikolisis anaerobik dalam sitoplasma tanpa oksigen sedangkan melalui metabolisme aerobik

(38)

Makanan harus sesuai dengan apa yang dibutuhkan tubuh baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif, artinya perbandingan jumlah karbohidrat, lemak dan protein yang dimakan harus disesuaikan dengan aktifitas seseorang. Pada orang normal dibutuhkan protein 1 gram/kilogram berat badan, sedangkan pada atlet dapat diberikan 10-15 persen dari total kalori. Untuk karbohidrat diberikan 55-60 persen, lemak diberikan 25-30 persen dari total kalori. Kualitatif artinya bahan-bahan harus selalu ada dalam makanan seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air dan jumlahnya dapat diberikan lebih banyak apabila diperlukan. Misalnya vitamin A, vitamin C, vitamin E dan beberapa mineral seperti khromium mangaan, magnesium pada atlet harus ditambahkan lebih banyak. Sebab beberapa vitamin tersebut di atas dapat bertindak sebagai antioksida atau anti radikal bebas. Bahan radikal bebas hampir selalu dihasilkan dalam metabolisme sel tubuh, apalagi pada atlet metabolisme yang dipacu lebih besar, maka bahan radikal bebas akan dihasilkan lebih banyak (Ermita, 2004).

Energi kita berasal dari makanan yang kita makan kemudian dipecah menjadi senyawa kimia yang disebut adenosine triphosphate atau ATP. Sel-sel otot menggunakan molekul ATP ini sebagai sumber langsung dan utama untuk melakukan kegiatan otot. Untuk memperoleh tingkat kebugaran yang cukup tinggi, seseorang dituntut untuk melakukan latihan fisik dengan teratur dan terprogram. Oleh karena itu baiklah apabila pada kesempatan ini akan kita bicarakan juga tentang prinsip-prinsip dasar latihan fisik (Ermita, 2004).

(39)

Prestasi olahraga yang menurun bahkan di tingkat ASEAN menjadi suatu keprihatinan tersendiri bagi kondisi olahragawan profesional di Indonesia. Untuk membina seorang atlet yang berprestasi memang diperlukan suatu sistem yang melingkupi atlet, pelatih, sarana latihan, dan kondisi kesehatan yang optimum. Menangani suatu tim memang lebih sulit daripada sebuah olahraga individu, karena di dalamnya melibatkan banyak orang yang memiliki berbagai tingkat kesadaran dan kedisiplinan baik dalam kesehatan maupun latihan. Untuk itu perlu sekali penanganan dan pengembangan dari pakar kesehatan agar olahraga tersebut dapat berhasil (Ermita, 2004).

(40)

Peranan gizi dalam olahraga terutama olahraga profesional seperti sepakbola menuntut tenaga ahli yang terampil untuk menjaga secara khusus dan intensif kebutuhan zat gizi dari para pemainnya. Peranan ahli gizi dalam kegiatan olahraga telah dikembangkan sejak lima tahun yang lalu di Inggris dan semakin dibutuhkan untuk mengatur karbohidrat, protein, lemak, serat, cairan dan asupan zat gizi mikro dalam rangka menjaga kesehatan, adaptasi latihan, dan meningkatkan performa selama sesi latihan dan perlombaan. Bahkan Federasi Sepakbola Dunia telah mengeluarkan pernyataan bahwasannya gizi sangat berperan dalam keberhasilan suatu tim (Depkes RI, 2002).

Survei yang dilakukan di beberapa negara Eropa menunjukkan bahwa rekomendasi asupan gizi yang diberikan untuk para pemain sepakbola masih kurang tepat. Sebagian dari masalah ini dikarenakan asupan zat gizi tambahan (suplemen) yang berlebihan. Seorang atlet yang baik harus makan makanan tinggi karbohidrat, cukup protein, rendah lemak, dan cukup vitamin dan mineral serta cairan (Hapsari, 2009).

(41)

Kebutuhan gizi atlet meliputi kebutuhan akan zat gizi makro dan zat gizi mikro. Kebutuhan akan zat gizi makro meliputi karbohidrat, protein, dan lemak. Karbohidrat kompleks atau makanan dari padi-padian merupakan sumber energi yang zat gizinya paling banyak. Jenis karbohidrat ini menyediakan energi yang lebih aman dibandingkan gula sebab diserap perlahan dalam sistem pencernaan, mengeluarkan energi besar ke pembuluh darah dan hanya sedikit gula darah meningkat. Ini lebih bermanfaat bagi kesehatan dan dapat meningkatkan stamina tubuh (Khomsan, 2008). Atlet sepakbola sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi sumber protein yang berasal dari hewani dan nabati (Depkes RI, 2002). Secara umum kebutuhan protein adalah 0,8 sampai 1,0 gram/Kg BB/hari, tetapi bagi mereka yang bekerja berat kebutuhan protein bertambah. Penelitian membuktikan bahwa kegiatan olahraga yang teratur meningkatkan kebutuhan protein. Atlet dari olahraga yang memerlukan kekuatan dan kecepatan perlu mengonsumsi 1,2-1,7 gram protein/Kg BB/hari (kurang lebih 100-212% dari yang dianjurkan) dan atlet endurance memerlukan protein 1,2-1,4 gram/Kg/BB/hari (100-175% dari anjuran). Jumlah protein tersebut dapat diperoleh dari diet yang mengandung 12-15% protein (Irianto, 2007).

Lemak merupakan sumber energi yang paling tinggi. Walaupun begitu, para atlet tidak dianjurkan untuk mengkonsumsi lemak berlebihan. Karena energi lemak tidak dapat langsung dimanfaatkan untuk latihan maupun bertanding. Latihan olahraga meningkatkan kapasitas otot dalam menggunakan lemak sebagai sumber energi. Peningkatan metabolisme lemak pada waktu melakukan kegiatan olahraga

(42)

effect) dan memperbaiki kapasitas ketahanan fisik (endurance capacity) (Irianto, 2007).

Untuk mencapai prestasi yang optimal, para pemain sepakbola memiliki beberapa karakteristik seperti bentuk tubuh yang ideal yaitu, sehat, kuat, tinggi dan tangkas. Seorang pemain sepakbola harus mempunyai Indeks Massa Tubuh (IMT) di atas rata-rata. Komposisi tubuh harus proporsional antara massa otot dan lemak (Depkes RI, 2002).

Menurut Herwin (2006), permainan sepakbola saat ini merupakan permainan yang atraktif dan menarik untuk ditonton. Dengan durasi waktu permainan 2 kali 45 menit, banyak kemampuan teknik dan gaya permainan ditampilkan oleh seorang pemain. Permainan sepakbola modern dewasa ini banyak diperagakan oleh pemain yang memiliki kemampuan teknik yang baik. Di samping itu kemampuan fisik merupakan kemampuan dasar yang perlu dimiliki oleh pemain untuk menunjang kemampuan lainnya. Pemain akan lebih memiliki rasa percaya diri yang tinggi apabila memiliki kemampuan fisik yang prima.

(43)

sepakbola, perlu ditingkatkan dan dikembangkan sejak usia dini dengan memperhatikan proses pertumbuhan (Herwin, 2006).

2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebugaran

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kebugaran adalah faktor demografi, meliputi: umur, jenis kelamin. Faktor perilaku meliputi: kebiasaan olah raga, kebiasaan minum alkohol, kebiasaan merokok Faktor status gizi, meliputi: asupan gizi, IMT, adapun faktor-faktor tersebut sebagai berikut:

2.5.1 Olah Raga

Olahraga adalah suatu bentuk kegiatan fisik yang ternyata telah diakui memberikan pengaruh baik terhadap tingkat kemampuan fisik manusia bila dilaksanakan dengan tepat dan terarah. Dalam arti bahwa telah diperhitungkan pelaksanaannya berdasarkan adanya keterbatasan tubuh manusia menghadapi beban kerja fisik dan keletihan tubuh manusia menghadapi tekanan-tekanan (stress) yang semakin meningkat (Moeloek, 1984).

2.5.2 Umur

(44)

Garuda Mas (2002), menyatakan bahwa pengelompokan umur dalam olahraga sepakbola yang mencapai prestasi puncak adalah umur 18-24 tahun seperti digambarkan pada piramid berikut :

Sumber: Garuda Mas, 2002

Gambar 5.1 Piramida Perkembangan Latihan Sepak Bola Berdasar Usia Sharkey (2003), menyatakan bahwa umur sangat besar pengaruhnya terhadap kebugaran, misalnya:

a Daya tahan jantung dan pembuluh darah

Mulai anak-anak meningkat sampai usia sekitar 20 tahun, mencapai maksimal sampai usia 20-30 tahun, kemudian menurun sesuai dengan umur, sehingga pada umur 70 tahun hanya memiliki daya tahan jantung dan pembuluh darah sekitar 50 % saja.

b.Kekuatan Otot

(45)

kekuatan yang dimiliki pada usia 25 tahun, sesudah umur 65 tahun penurunannya akan lebih cepat lagi. Pada anak-anak berusia 15-19 tahun kekuatan ototnya baru mencapai 70-85 % maksimal. Selain itu seluruh nilai komponen kebugaran.

2.5.3 Jenis Kelamin

Sharkey (2003), menyatakan bahwa jenis kelamin berpengaruh terhasap kebugaran, sampai usia pubertas biasanya nilai kebugaran laki-laki hampir sama dengan perempuan, tetapi setelah itu laki-laki mempunyai nilai yang jauh lebih besar bila dibandingkan dengan perempuan. Hal ini antara lain disebabkan oleh:

1.Pengaruh hormon seks laki-laki mempunyai hormon testoteron 10 x lebih banyak dari perempuan, hormon ini adalah suatu anabolik steroid yang membuat otot jadi lebih besar dan lebih kuat (rata-rata kekuatan otot perempuan hanya sekitar 2/3 dari kekuatan otot laki-laki) dan bersifat lebih agresif.

2.Pengaruh jumlah haemoglobin, kapasitas paru-paru, luas permukaan tubuh dan sebagainya.

2.5.4 Asupan Gizi

Zat-zat makanan mutlak diperlukan agar kebugaran baik karena zat-zat tersebut digunakan untuk:

1. Tenaga atau kalori;

2. Pembentukan sel-sel atau pertumbuhan;

(46)

Kelancaran pekerjaan alat-alat tubuh kita, baik yagn di bawah kesadaran ataupun tidak, dapat berlangsung dengan sempurna berkat adanya tenaga yang diperoleh dari zat-zat makanan hidrat arang, lemak dan protein. Melalui proses pembakaran, ketiga macam zat makanan tersebut dapat diolah menjadi tenaga. Itulah sebabnya dalam makanan kita sehari-hari harus ada zatzat semacam itu dalam jumlah yang cukup.

2. Pembentukan sel-sel atau pertumbuhan

Selama hidup dibutuhkan secara terus menerus pembentukan sel untuk: a. mengganti atau memperbaiki sel-sel yang mati atau rusak (luka); b. pertumbuhan badan pada anak-anak atau bayi;

c. pertumbuhan janin yang masih dalam kandungan.

Adapun zat pembangunan yang diperlukan untuk pertumbuhan sel-sel tersebut terdiri atas protein, garam dan air. Proses pengolahannya dapat berjalan lancar dengan adanya macam-macam vitamin.

3. Menggiatkan atau Mengatur Proses-proses dalam Tubuh

Berbagai vitamin, garam dan air merupakan zat-zat yang menggiatkan dan mengatur segala proses biologis dalam tubuh kita. Faal tubuh akan sangat terganggu, bilamana terdapat kekurangan bahan-bahan tersebut dalam hidangan makanan sehari-hari. Dapat ditambahkan, bahwa fungsi zat-zat tersebut juga untuk menguatkan jaringan tubuh atau sebagai perlindungan.

(47)

a. hidrat arang (zat tepung); b. lemak;

c. protein (zat putih telur); d. macam-macam vitamin;

e. macam-macam garam anorganik dan zat organik yang mengandung unsur-unsur mineral;

f. air (Depkes RI, 1997).

2.5.5 Status Gizi

Status gizi sangat mempengaruhi tingkat kebugaran seseorang, karena status gizi menyebabkan tingkat kesehatan seseorang baik, tingkat kesehatan seseorang dapat dipengaruhi oleh kecukupan makanan yang dikonsumsi yang dapat dinilai dengan ukuran atau parameter antropometri. Dengan status gizi yang baik akan menjadikan organ tubuh melakukan fungsi secara optimal sehingga akan menghasilkan tingkat kebugaran seseorang (Depkes RI, 1997).

Status gizi adalah fungsi dari kesenjangan gizi atau selisih antara konsumsi gizi dan kebutuhan zat gizi. Kesenjangan gizi bermanifestasi menurut tingkatan berupa (Supariasa, 2002).

a. Mobilisasi cadangan zat gizi, yaitu supaya menutup kesenjangan yang masih kecil dengan menggunakan cadangan zat gizi dalam tubuh.

(48)

c. Perubahan biokimiawi, suatu kelainan yang terlihat dalam cairan tubuh. d. Perubahan fungsional, suatu kelainan yang terjadi dalam tata kerja faali. e. Perubahan anatomi, suatu perubahan yang bersifat lebih menetap. 2.5.6 Kebiasaan Merokok

Cooper (1997), menyatakan kebiasaan merokok berpengaruh terhadap kebugaran, karena di dalam rokok terdapat bermacam-macam zat yang merugikan tubuh, yaitu karbon monoksida, nikotin, tar, dan beberapa zat lainnya. Jika ditinjau dari fungsi oksigen dan pembentukan energi, hal tersebut dapat diterangkan. Oksigen secara normal sampai ke jaringan otot dibawa oleh hemoglobin di dalam sel-sel darah merah. Pada saat orang bernafas, udara yang dihisap terdiri dari oksigen, nitrogen, dan beberapa zat lain termasuk karbon monoksida yang memiliki afinitas 200 kali lebih besar dari oksigen. Karbon monoksida akan menyingkirkan hemoglobin yang akan digunakan untuk mengangkut oksigen ke jaringan. Ini disebabkan oleh ikatan hemoglobin dengan oksigen secara oksigenasi, sehingga karbon monoksida bersama asap rokok dapat menyingkirkan 7 % hemoglobin yang dapat digunakan, dengan demikian kemampuan hemoglobin akan merosot.

2.5.7 Kebiasaan Minum Alkohol

(49)

2.6 Teori tentang Konsumsi Pangan

Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia, karena perannya sangat penting untuk sumber tenaga, pertumbuhan tubuh, serta melindungi tubuh dari penyakit. Makanan sehat dan aman akan meningkatkan produktivitas kerja seseorang. Makanan merupakan sumber energi dan berbagai zat gizi untuk mendukung hidup manusia tetapi makanan juga menjadi wahana bagi unsur pengganggu kesehatan manusia, yang berupa unsur yang secara alamiah telah menjadi bagian dari makanan, maupun masuk ke dalam makanan dengan cara tertentu (Suryana. 2003). 2.6.1 Pengertian Makanan

Pengertian makanan menurut Departemen Kesehatan adalah semua bahan makanan baik dalam bentuk alami maupun dalam bentuk buatan yang dimakan manusia kecuali air dan obat-obatan (Khomsan, 2003).

Konsumsi pangan adalah informasi pangan yang dimakan (dikonsumsi) oleh seseorang atau kelompok, baik berupa jenis maupun jumlahnya pada waktu tertentu, artinya konsumsi pangan dapat dilihat dari aspek jumlah maupun jenis pangan yang dikonsumsi. Konsumsi pangan berkaitan erat dengan gizi dan kesehatan, kesejahteraan, pengupahan, serta perencanaan ketersediaan dan produksi pangan (Khomsan, 2003). Ruang lingkup konsumsi pangan menurut Suryana (2003), meliputi : kecukupan, keragaman, mutu gizi, serta keamanan pangan.

(50)

keinginan memperoleh zat-zat gizi yang diperlukan tubuh. Tujuan psikologis merupakan sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan untuk memenuhi kepuasan emosional ataupun selera seseorang. Tujuan sosiologis adalah berhubungan dengan upaya pemeliharaan hubungan antar manusia dalam kelompok kecil maupun kelompok besar (Riyadi, 2004).

(51)

2.6.2 Penilaian Konsumsi Pangan

Penilaian konsumsi pangan juga dapat diukur dengan menggunakan FFQ (Food Frequency Questionaire). FFQ merupakan kuesioner yang menggambarkan frekuensi responden dalam mengkonsumsi beberapa jenis makanan dan minuman. Frekuensi konsumsi makanan dilihat dalam satu hari atau minggu atau bulan atau tahun. Kuesioner terdiri dari susunan jenis makanan dan minuman (Departemen Gizi Masyarakat FKM- UI 2007 dalam Hildawati 2008).

Penggunaan FFQ sebagai instrumen penilaian konsumsi memiliki kelebihan yaitu relatof murah, dapat digunakan untuk melihat hubungan antara diet dan penyakit, dan lebih representatif. Keterbatan penggunaan FFQ adalah adanya kemungkinan tidak menggambarkan porsi yang dipilih oleh responden, tergantung pada kemampuan responden untuk mendeskripsikan dietnya.

Terdapat tiga jenis FFQ yaitu :

1. Semi or non quantitative FFQ, tidak memberikan pilihan tentang porsi yang biasa dikonsumsi, sehingga menggunakan standar porsi

2. Semi quantitative FFQ, memberikan porsi yang dikonsumsi, misalnya sepotong roti, secangkir kopi.

3. Quantitative FFQ, memberikan pilihan porsi yang biasa dikonsumsi responden, seperti kecil, sedang, atau besar.

(52)

Bahan Makanan (DKBM). DKBM menunjukkan kandungan berbagai kandungan berbagai zat gizi dari berbagai jenis pangan atau makanan dalam seratus gram Bagian yang Dapat Dimakan (BDD) (Supariasa, 2002).

Dengan menggunakan DKBM, jumlah dan komposisi zat gizi yang diperoleh seseorang atau kelompok orang dapat dihitung dengan atau dinilai. Secara umum, penilaian zat gizi tertentu yang dikonsumsi dapat dapat dihitung dengan rumus :

BPj x Bddj x KGij Gij =

100 Keterangan :

KGij = kandungan zat gizi tertentu (i) dari pangan (j) atau makanan yang dikonsumsi dengan satuannya.

BPj = berat pangan atau makanan (j) yang dikonsumsi

Bddj = bagian yang dapat dimakan (dalam persen atau gram dari 100 gram pangan atau makanan (j)

Gij = zat gizi yang dikonsumsi dari pangan atau makanan (j)

(53)

2.7 Kebutuhan Gizi Atlet

Kebutuhan akan zat gizi mutlak bagi tubuh agar dapat melaksanakan fungsi normalnya. Pada dasarnya kebutuhan makanan bagi olahragawan tidak atau sedikit berbeda dari yang bukan olahragawan. Dalam hal ini makanan yang diperlukan tubuh adalah makanan yang seimbang dengan kebutuhan tubuh sesuai dengan umur dan jenis pekerjaaan yang dilakukan sehari-harinya. Untuk olahragawan karena aktifitas sehari-harinya lebih berat dari orang bukan olahragawan, maka porsi makanannya harus lebih besar disesuaikan dengan jenis olahraganya (ringan, sedang, berat) (Primana, 2002).

Kebutuhan akan energi dan zat gizi, terutama karbohidrat dan protein, harus

dipenuhi pada saat melakukan aktifitas fisik tinggi untuk memelihara berat badan,

melengkapi penyimpanan glikogen, dan menyediakan protein yang cukup untuk

membangun dan memperbaiki jaringan. Pemasukan lemak harus cukup untuk

memberi asam lemak yang esensial (essential fatty acids) dan lemak yang dapat larut

(fat-soluble), vitamin dan untuk memberi kontribusi kepada energi untuk

pemeliharaan bobot. Walaupun penampilan saat latihan dapat dipengaruhi oleh bobot

dan komposisi tubuh, pengukuran fisik ini tidak seharusnya menjadi suatu standar

untuk penampilan pada olahraga dan tidak disarankan untuk menimbang berat badan

setiap hari. Makanan dan cairan cukup harus dikonsumsi sebelum, pada saat, dan

sesudah melakukan latihan untuk membantu memelihara konsentrasi glukosa darah

pada saat melakukan latihan memaksimumkan kualitas latihan dan dan memperbaiki

(54)

Menurut Primana (2002), makanan untuk seorang atlet harus mengandung zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan untuk aktifitas sehari-hari dan olahraga. Makanan harus mengandung zat gizi penghasil energi yang jumlahnya tertentu. Selain itu makanan juga harus mampu mengganti zat gizi dalam tubuh yang berkurang akibat digunakan untuk aktifitas olahraga. Pengaturan makanan terhadap seorang atlet harus individual. Pemberian makanan harus memperhatikan jenis kelamin atlet, umur, berat badan, serta jenis olahraga. Selain itu, pemberian makanan juga harus memperhatikan periodisasi latihan, masa kompetisi, dan masa pemulihan.

Menurut Komariyah dan Giriwijoyo (2007), saat ini tata-gizi yang dianjurkan untuk berbagai latihan, latihan dayatahan dan latihan prakompetisi pada umumnya adalah modifikasi dari tata gizi seimbang dasar (basic balanced diet). Atlet tidak memerlukan makanan khusus, suplemen atau berbagai tata-gizi khusus untuk memenuhi kebutuhan latihan atau untuk meningkatkan penampilannya. Tata gizi seimbang dapat memenuhi hampir semua kebutuhan atlet.

Tata gizi yang dianjurkan untuk atlet olahraga kompetisi hendaknya memenuhi:

(55)

b. Lemak < 30 % energi total, yaitu < 1350 Kkal. Kandungan lemak tinggi terdapat pada daging gemuk, minyak-minyak, margarine, kiju, mentega, produk-produk susu full cream, kue-kue kering dan makanan yang digoreng. c. Protein meliputi 12-15 % energi total, yaitu 540-675 Kkal dan terdapat dalam

daging yang memiliki protein tinggi, ikan, ayam, telur dan kacang-kacangan. Kebutuhan protein olahragawan memang lebih besar dari pada pesantai, tetapi asupan protein sebesar 12-15 % energi total biasanya cukup memenuhi kebutuhan minimum 1.200 kkal untuk wanita dan 1.500 kkal untuk pria. Kebutuhan atlet sepakbola berbeda pada saat latihan, sebelum bertanding, saat bertanding dan setelah bertanding (Irianto, 2007). Rata-rata kebutuhan energi sebesar 4.500 Kkal, protein 60 gram dan lemak 70 gram. Sedangkan zat gizi lainnya mengacu kepada kebutuhan normal sesuai dengan umur dan berat badannya (Depkes RI, 2002). 2.7.1 Periode Latihan

Pengaturan makanan periode latihan selain dilaksanakan di Pusat Pelatihan juga harus dilakukan pada saat berada di rumah. Prinsip utama pengaturan makanan pada periode ini adalah tersedianya energi yang cukup untuk berlatih dan untuk menghindari pencernaan masih bekerja pada waktu pelatihan sedang berlangsung. Selain memperhatikan kandungan zat gizi dari makanan, pengaturan makanan juga harus memperhatikan pola latihan yang diterapkan (Depkes RI, 2002).

(56)

mengandung energi yang cukup, terutama makanan yang mengandung karbohidrat, mineral dan air untuk mengganti cadangan energi yang telah dipakai selama latihan. Atlet harus menjaga berat badan yang normal, hindari berat badan berlebih. Atlet juga harus diperkenalkan dengan berbagai macam hidangan yang disediakan (Depkes RI, 2002).

Kandungan gizi yang dibutuhkan sebelum latihan berlawanan dengan melakukan latihan dalam keadaan berpuasa, telah dibuktikan memperbaiki penampilan. Makan atau snack yang dimakan sebelum pertandingan atau suatu latihan yang intensif harus membuat para atlet siap untuk aktifitas yang akan datang dan meninggalkan para individu tidak lapar atau tanpa ada makanan dalam perut yang tidak dicerna. Dengan demikian, bimbingan umum berikut untuk makan dan snak harus dipakai: cairan cukup harus dikonsumsi untuk memelihara hidrasi, makanan harus secara relative rendah lemak dan serat untuk memfasilitasi pengosongan gastric dan mengurangi penderitaan gastrointestinal, tinggi dalam karbohidrat untuk memelihara glukosa darah dan memaksimumkan penyimpanan glycogen, protein yang sedang, dan para atlet yang terbiasa (Depkes RI, 2002).

(57)

Ukuran waktu dari makan sebelum melakukan latihan bersangkut paut. Karena sebagian atlet tidak suka untuk bertanding dalam keadaan perut kenyang, makan lebih sedikit harus dilakukan mendekati pertandingan untuk mengosongkan lambung, di mana makan dengan jumlah yang lebih besar bisa dilakukan jika waktunya cukup sebelum melakukan latihan atau pertandingan. Jumlah dari karbohidrat yang dapat meningkatkan penampilan sekitar 200 hingga 300 g dari karbohidrat untuk makan biasa yang dilakukan 3–4 jam sebelum melakukan latihan (Depkes RI, 2002).

2.7.2 Periode Pertandingan

Makanan untuk atlet diatur agar tidak mengganggu pencernaan sewaktu pertandingan. Selain itu, makanan yang dihidangkan harus mengandung gizi seimbang dan sudah dikenal oleh atlet (atlet sudah biasa mengkonsumsi makanan tersebut).

(58)

a. Pra Pertandingan

Kira-kira 3-4 jam sebelum pertandingan, atlet dapat mengkonsumsi makanan lengkap. Makanan sebaiknya mudah dicerna, rendah lemak, rendah serat, dan tidak menyebabkan masalah pada pencernaan atlet (tidak terlalu pedas, dan tidak mengandung bumbu-bumbu tajam serta tidak berlemak). Sedangkan makanan kecil/ minuman (biskuit, teh manis, jus buah, dll) bisa diberikan kira-kira 1-2 jam sebelum pertandingan (Schinke et.al, 2009).

b. Selama Pertandingan

Minum air sebanyak 1-1,5 gelas 1 jam sebelum pertandingan dan saat istirahat (waktu jeda) sangat dianjurkan. Minum air selama pertandingan juga harus dilakukan setiap ada kesempatan, jangan menunggu sampai timbul rasa haus. Air minum dapat ditambah 1 sendok teh gula dan 1/4 sendok teh garam dalam 1 gelas air (Depkes RI, 2002).

c. Pasca Pertandingan

Segera setelah selesai pertandingan, atlet harus segera minum air dingin (suhu 10-15 Celcius) sebanyak satu gelas, dapat dilanjutkan dengan sari buah/air + gula + garam. Kemudian dapat diberikan makanan padat yang mudah dicerna seperti biskuit atau bubur halus dalam porsi kecil. Setelah rasa letih berkurang, atlet dapat diberikan makanan biasa dengan gizi seimbang sesuai dengan kebutuhan (Depkes RI, 2002). d. Periode Pemulihan (Recovery)

(59)

prinsipnya makanan pada periode recovery sama dengan makanan pada periode pelatihan. Pemantauan status gizi secara berkala harus tetap dilaksanakan pada periode ini dan juga periode latihan. Misalnya dengan menimbang berat badan setiap hari dan mengukur tinggi badan setiap bulan untuk menghitung IMT (Indeks Massa Tubuh).

2.8 Karakteristik Atlet Sepakbola

Menurut Ganesha (2005), bahwa prestasi seorang atlet sepakbola dipengaruhi oleh faktor karakteristik fisik, yaitu tinggi badan, berat badan dan umur. Untuk menjadi seorang pemain sepakbola yang baik dan berprestasi, dimulai latihan pada usia 8 atau 10 tahun. Upaya mencapai prestasi puncak seorang pemain sepakbola perlu waktu kurang lebih 10 tahun latihan. Kalau seminggu latihan pagi sore sebanyak 5 hari dan setiap latihan lamanya 2 jam, berarti seminggu latihan sebanyak 10 kali dan dilakukan selama 20 jam latihan. Berarti selama 10 tahun menghabiskan 52 minggu dikalikan 10 dan melakukan 20 jam latihan, hal ini berarti membutuhkan 1.040 jam.

(60)

saja, karena bila salah akan mengakibatkan gangguan sistem syaraf, sistem otot, jantung dan paru-paru.

Giriwidjojo (2007), menyatakan bahwa seseorang atlet sepakbola yang mempunyai kebugaran memiliki syarat-syarat fisik tertentu. Syarat-syarat tersebut adalah syarat anatomis dan atau syarat fisiologis. Anatomis misalnya seseorang yang mempunyai ukuran berat badan dan tinggi badan tertentu dengan bermacam-macam dimensi ukuran tubuh. Fisiologis misalnya seseorang dapat mempertahankan temperatur tertentu, dapat melakukan pekerjaan fisik tertentu yang melibatkan usaha otot. Dalam hubungan meningkatkan kedua syarat tersebut

Proses latihan yang lebih baik maka secara anatomis perkembangan tubuh juga lebih baik, karena latihan fisik juga salah satu cara untuk mengembangkan tubuh secara fisiologis, maka tidak perlu dilakukan secara tersendiri untuk mengembangkan secara anatomis.

2.9 Teori tentang Sepakbola

Sepakbola adalah suatu jenis olahraga yang dimainkan oleh dua kelompok berlawanan yang masing-masing berjuang untuk memasukkan bola ke gawang kelompok lawan. Masing-masing kelompok beranggotakan sebelas pemain, dan karenanya kelompok tersebut juga dinamakan kesebelasan (Sukatamsi, 2001).

(61)

diharapkan untuk berprestasi setinggi-tingginya. Prestasi yang tinggi hanya dapat dicapai dengan latihan-latihan yang direncanakan dengan baik dan dilakukan secara terus menerus. Hal ini sangatlah wajar, karena sepakbola sudah dipertandingkan baik ditingkat daerah, nasional maupun internasional sejak lama.

Permainan sepakbola modern pertama kali diperkenalkan oleh Cambridge University di Inggris pada tahun 1846, dengan dibuatnya peraturan permainan sepakbola terdiri dari 11 pasal. Peraturan-peraturan itu kemudian disosialisasikan dan dapat diterima oleh universitas dan sekolah lain dan dikenal dengan nama “Cambridge Rules of Football”. Selanjutnya pada tahun 1863 tersusunlah suatu

peraturan permainan sepak bola oleh The Football Assosiation dan lahirlah peraturan permainan sepakbola yang digunakan sampai sekarang. Pada tanggal 21 Mei 1904 berdirilah federasi sepak bola dengan nama “Federasi Internationale de Football

Assosiation” disingkat FIFA, atas inisiatif Robert Guirin dari Perancis dan sekaligus

sebagai ketua yang pertama (Sukatamsi, 2001).

(62)

terdiri atas : 1) Lari cepat. Latihan ini untuk mengefisiensikan jantung dan paru-paru dengan meningkatkan suplai darah dan oksigen agar bekerja lebih baik dan mengurangi kelelahan, 2) Mengubah arah, melompat dan meloncat. Latihan ini juga berfungsi untuk meningkatkan fungsi jantung dan paru-paru agar suplai darah dan oksigen ke otot kerja berjalan dengan baik agar bekerja lebih baik dan mengurangi kelelahan, 3) Gerak tipu tanpa bola yaitu gerak tipu dengan badan pada saat tidak membawa bola. 4) Gerakan khusus penjaga gawang (Sukatamsi, 2001). Teknik dengan bola adalah semua gerakan dengan bola yang terdiri atas : 1) menendang bola,

2) menerima bola, 3) menggiring bola, 4) menyundul bola, 5) melempar bola, 6) gerak tipu dengan bola, 7) merampas atau merebut bola, 8) teknik khusus penjaga

gawang (Sukatamsi, 2001).

Dari penjelasan di atas tentang teknik dasar dalam permainan sepakbola dapat diketahui bahwa dalam bermain sepakbola membutuhkan kekuatan sebab kadang-kadang harus menendang bola dengan keras, serta membuthkan ketahanan sebab bermain sepakbola harus berlari dengan kecepatan yang bervariasi, yaitu kadang-kadang lambat tetapi kadang-kadang-kadang-kadang cepat, serta membutuhkan kelincahan sebab seringkali harus merubah arah sesuai dengan jalannya permainan, melompat dan sebagainya.

2.10 Landasan Teori

Gambar

Gambar 5.1 Piramida Perkembangan Latihan Sepak Bola Berdasar Usia
Gambar  2.1. Landasan Teori
Tabel 3.1. Metode Pengukuran Variabel Bebas
Tabel 3.2. Metode Pengukuran Variabel Terikat (Kebugaran)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian dinya- takan bahwa ada hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kepatuhan minum obat pada pasien skizofrenia di Rumah Sakit

Hal itu terlihat pada hasil nilai rata-rata kelompok eksperimen sebelum menggunakan media peraga sistem pengisian ( pre test ) sebesar 61,82 dan nilai rata-rata

: Tidak boleh melakukan tindakan yang menyangkut risiko pribadi atau tanpa pelatihan yang sesuai.. Jika terduga bahwa masih ada asap, petugas penolong harus mengenakan

(3) Berdasarkan persetujuan Bupati sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pengguna Barang melakukan penghapusan BMD dari Daftar Pengguna Barang dan/atau Daftar Barang Kuasa

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa alternatif rekomendasi yang dirumuskan untuk dimensi lingkungan dan sosial budaya dapat memberikan dampak yang lebih baik sedangkan

Tabel I.2 Perkembangan Jumlah Peminat melalui SNMPTN Universitas Negeri Malang menurut Fakultas/Jurusan/Program Studi dan Jenjang Program Trends in Number of Applicants

Negara Zikir merupakan suatu pendekatan pembangunan berteraskan Islam (PBI) yang dicetuskan oleh Kebawah Duli Yang Maha Mulia Paduka Seri Baginda Sultan Haji Hassanal Bolkiah

Keanekaragaman dan kekayaan jenis makrofauna tanah pada lahan gambut tergolong rendah hingga sedang dengan kelimpahan dan kepadatan populasi tertinggi berasal dari